BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan volume transportasi dari waktu ke waktu terus berkembang pesat (Junavy greatness, 2010). Pemanfaatan transportasi dapat dilihat dari berbagai segi kehidupan masyarakat, yakni manfaat ekonomi, manfaat sosial, manfaat politis, dan manfaat kewilayahan (Qory Alam, 2012). Dinas Perhubungan merupakan salah satu dinas yang berusaha menyejahterakan masyarakat umum akan perlunya sarana transportasi dalam kehidupannya (Randy Nur, 2012). Dinas Perhubungan merupakan Dinas Daerah yang menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang perhubungan. Tugas pokok Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 40 Tahun 2009 Pasal 2 Bab II. Dinas Perhubungan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang perhubungan berdasarkan asas otonomi, asas dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (Dinas Perhubungan Jabar, 2013). Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat di Bandung merupakan cabang wilayah provinsi dari Departemen Perhubungan Pusat di Jakarta yang berkomitmen tinggi untuk menciptakan aparatur negara yang professional, berkualitas, bermoral tinggi dan bertanggungjawab (Randy Nur, 2012).
1
2
Dinas perhubungan merupakan salah satu organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang kehadirannya sangat memberi warna terhadap pelayanan publik. Pelayanan publik yang merupakan pemberian layanan (melayani) keperluan masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Joko widodo, 2001). Pelayanan publik adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat dan daerah maupun BUMN (Badan Umum Milik Negara) dan BUMD (Badan Umum Milik Daerah) dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Sianipar, 2000). Seiring dengan tuntutan kemajuan serta perkembangan peran dan fungsi pemerintahan dibidang public service atau pelayanan publik, maka untuk mengoptimalkan peran dan fungsi tersebut, pemerintah perlu membentuk susunan organisasi dan tata kerja dalam rangka untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Hal ini perlu didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada didalamnya. Pegawai merupakan salah satu sumber daya yang menjalankan aktivitas di dalam sebuah organisasi, baik sebagai pembuat perencana organisasi, maupun sebagai pelaksana dari kegiatan organisasi tersebut (Dearny, 2010). Tercapai atau tidaknya tujuan instansi pemerintah yang telah ditentukan, tergantung kepada pegawai atau Sumber Daya Manusia yang ada dalam organisasi. Sonny Sumarsono (2003: 4) mengemukakan bahwa:
3
“Sumber Daya Manusia atau human recources mengandung dua pengertian. Pertama, adalah usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal lain SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian kedua, SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai kegiatan ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau masyarakat”. Sumber daya manusia yang ada pada semua organisasi memiliki beban dan tanggungjawab masing-masing sebagai bentuk pekerjaan yang harus dilaksanakan. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaanya itu tercapainya kinerja yang baik, sesuai dengan standar kinerja yang diterapkan dan yang diinginkan organisasi, dan sesuai dengan visi dan misi organisasi (Ryan Meinanda, 2013). Kualitas manusia sebagai tenaga kerja merupakan modal dasar dalam masa pembangunan. Manusia sebagai tenaga kerja atau karyawan merupakan sumber daya yang penting bagi organisasi, karena mereka mempunyai bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh organisasi untuk mencapai tujuan (Mariani, 2012). Organisasi yang berhasil mewujudkan visi misinya, merupakan hasil kinerja dari pegawai yang ada didalamnya, yang bekerja secara sungguh-sungguh dan memiliki rasa tanggungjawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Menurut Lawler dan Porter (dalam Edy Sutrisno, 2010: 170) kinerja merupakan kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas. Artinya rendahnya rasa tanggungjawab dan kedisplinan seorang pegawai akan berdampak kepada kinerja itu sendiri, yaitu mengenai tingkat pencapaian hasil atau pelaksanaan tugas tertentu.
4
Menurut Hasibuan (2002: 34) mengemukakan: “kinerja pegawai adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman serta kesungguhan dalam waktu”. Pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa kinerja pegawai merupakan pretasi kerja yang dicapai oleh pegawai pada periode waktu tertentu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai tanggungjawab yang diberikan dalam mencapai tujuan organisasi. Kinerja karyawan merupakan bagian penting dari suatu organisasi dan organisasi harus menganalisis faktor-faktor untuk membuat kinerja karyawan yang tinggi, seperti yang di kemukakan oleh Qaisar Abbas dan Sara Yaqoob (2009), bahwa: “Employee performance is an important building block of an organization and factors which lay the foundation for high performance must be analyzed by the organizations”. Kinerja itu berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil dari pekerjaan (Dea Dedah Dahliawati, 2014). Berbicara mengenai kinerja erat kaitannya dengan cara mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu ditetapkan standar kerja. Seperti halnya pegawai yang harus diawasi agar tetap melakukan pekerjaan dengan baik, tingginya tingkat ketidakhadiran pegawai, dan adanya pegawai yang masuk dan pulang kerja tidak tepat pada waktunya, selain itu banyak kasus pegawai yang mencuri waktu untuk melakukan kegiatan yang tidak ada kaitan dengan pekerjaannya (Wulansari, 2012). Kasus ini menyangkut perilaku dan
5
sikap mental pegawai, maka soal pangawasan internal menjadi tampaknya kurang bermakna. Perilaku pegawai tersebut memiliki kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kepentingan instansi pemerintah. Sebanyak 19 orang pegawai negeri sipil (PNS) diketahui tidak masuk kerja tanpa keterangan. Delapan orang di antaranya adalah pegawai Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah, sedangkan 11 orang lainnya yakni pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota, hal ini terjadi Karena pertama masuk kerja setelah libur tahun baru 2015 (Angga Rosa, 2015). Fenomena yang terjadi di Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat justru terjadi sebaliknya, seperti yang diterangkan oleh Ishak Idris selaku orang yang berwenang di Bidang Sumber Daya Manusia dan Kepegawaian di
Dinas
Perhubungan Provinsi Jawa Barat. Saat ditemui penulis pada tanggal 16 Februari 2015 di Kantornya yang berlokasi di Jln. Sukabumi No. 1, menerangkan fenomena yang terjadi bahwa pegawai tidak mangkir kerja setelah libur pada hari-hari besar, akan tetapi bolos kerja justru dilakukan pada hari-hari biasa, disebabkan pada hari setelah libur tim Satpol PP selalu melakukan inspeksi mendadak (sidak) guna untuk memantau kinerja dan tingkat kedisiplinan pegawai di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat. Hal itu menjadi sebuah tamparan bagi para pegawai yang ingin melakukan bolos kerja di hari pertama masuk kerja setelah hari libur. Pegawai di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat juga terpantau mangkir dari upacara yang sering dilakukan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, dengan alasan ada kunjungan Dinas ke kota lain. Pegawai yang melakukan Dinas ke
6
kota lain selalu dilampiri dengan surat pengantar dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat. Hal ini menjadi alasan bagi pegawai untuk tidak hadir dalam upacara di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, yang pada dasarnya pegawai tersebut tidak memiliki surat keterangan untuk Dinas ke kota lain. Fenomena tersebut menunjukkan kurangnya kedisiplinan pegawai pada organisasi maupun instansi pemerintah, hal tersebut menunjukan kinerja pegawai yang kurang baik. Meningkatnya jumlah PNS yang sering bolos ini menjadi catatan bagi pemerintah daerah untuk memperbaiki seluruh perangkatnya. Karena jika hanya mengandalkan sangsi, maka bukan tidak mungkin jumlah pelanggar akan kembali bertambah di tahun berikutnya (Windy Siska, 2014). Menurut Solomon Markos dan M. Sandlya Sridevi, mengemukakan: “If every part of human resources is not addressed in appropriate manner, employees fail to fully engage themselves in their job in the response to such kind of mismanagement”. Menurut pernyataan tersebut, jika bagian dari sumber daya manusia tidak ditangani dengan cara yang tepat, akan berdampak terhadap kinerja pegawai yang berdampak terhadap tugas yang diberikan. Seorang pegawai akan mampu bekerja dengan optimal apabila adanya ketegasan dari instansi untuk mengatur sistem kerja dalam instansi pemerintah tersebut, dengan melakukan pengendalian internal. Pengendalian internal merupakan salah satu dari beberapa tipe aktivitas perencanaan dan pengendalian yang ada dalam suatu organisasi. Menurut Horngren dan Harrison, (2007) pengendalian internal (internal control) adalah rencana
7
organisasional dan semua tindakan terkait yang dirancang untuk mengamankan aktiva, mendorong karyawan untuk mengikuti kebijakan instansi, dan meningkatkan efisiensi operasi. Sedangkan tujuan dari diterapkannya pengendalian internal menurut Mulyadi (2002: 180) adalah keandalan, kepatuhan terhadap hukum, peraturan berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi. Hal tersebut menunjukan jika pengendalian internal diterapkan dengan benar, maka karyawan akan patuh. Penelitian
terdahulu
yang
dilakukan
oleh
Reni
Tresnawati
(2012)
menunjukkan bahwa hubungan antara pengendalian internal terhadap kinerja pegawai cukup erat dan berpengaruh, meskipun dalam kenyatannya kinerja pegawai itu sendiri masih lemah. Selain itu, Sarita Permata (2012) hasil penelitiannya menemukan bahwa pengendalian internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, artinya tinggi rendahnya kinerja pegawai sangat dipengaruhi oleh faktor pengendalian internal. Sedangkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hendri Yanto (2013) hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa, persentase pengendalian internal tidak terlalu berpengaruh besar terhadap kinerja pegawai, tetapi komitmen organisasi yang berpengaruh besar terhadap kinerja pegawai. Semakin baik pengendalian internal pada suatu Dinas tentunya akan meningkatkan kinerja pegawai pada dinas itu sendiri. Selain itu, Mahmudi (2007) yang menyatakan bahwa pengendalian internal meliputi organisasi dan semua metode serta ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi dalam suatu perusahaan untuk mengamankan kekayaan, memelihara kecermatan dan sampai seberapa jauh dapat
8
dipercayanya data akuntansi. Hal ini memberikan keyakinan bahwa pengendalian internal memberikan keamanan dan keyakinan apabila diterapkan kepada perilaku kinerja pegawai terhadap instansi pemerintah, serta mencegah kemungkinan terjadinya resiko lain, seperti yang dikemukakan oleh Dumitrascu Mihaela dan Savulescu Iulia (2012): “Without an effective internal control system companies can confront with loses. Risk is that possibility of loss as the result of mixing of uncertainty”. Penerapan pengendalian internal dalam instansi pemerintahan meliputi keandalan terhadap hasil kinerja pegawai, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan yang pada akhirnya menunjang terhadap peningkatan kinerja organisasi publik. Sebuah pengendalian digunakan untuk membantu memantau kegiatan-kegiatan yang ada didalamnya. American Institute of Certified Public accountants (AICPA) dalam Wilopo (2006: 349) menjelaskan bahwa pengendalian internal sangat penting, antara lain untuk memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan. Sedangkan menurut Romney dan Steinbart (2006: 229) pengendalian internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang akurat dan andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Pengelolaan dan penerapan pengendalian internal yang baik maka suatu organisasi akan lebih mudah dalam pencapaian tujuannya.
9
Pengimplementasian Pengendalian Internal yang baik pada semua struktur organisasi dalam perusahaan, akan menjamin mengenai prestasi dari sasaran kinerja dalam mengefektivitas dan mengefisiensikan operasional organisasi, sehingga dapat memenuhi ketentuan hukum yang bisa diterapkan dan diregulasi (Sarita Permata Dewi, 2012). Tercapainya pengendalian internal perusahaan yang baik tentu saja akan
meningkatkan produktivitas serta kinerja para karyawan. Dinas perhubungan sangat mengharapkan kinerja pegawai yang optimal untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kelangsungan jalannya tujuan instansi. Dengan adanya pengendalian internal manajemen dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi dan tugas masing-masing pegawainya, agar tetap focus dalam pekerjaan sehingga tercapai kinerja yang diinginkan (Mariani, 2012). Sebuah Alat pengendalian bisa berupa kebijakan-kebijakan dan prosedur yang selanjutnya kebijakan dan prosedur itu yang akan membentuk suatu struktur pengendalian internal (Heny Puji Asrini, 2003). Terbentuknya pengendalian internal yang kuat dan sesuai, maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Semakin baik pengendalian internal tentunya akan meningkatkan kinerja pegawainya. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pengendalian Internal Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat”
10
1.2 Rumusan Masalah Masalah yang diteliti adalah rendahnya kinerja karyawan, berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1.
Apakah penerapan pengendalian internal pada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat sudah dilaksanakan secara memadai.
2.
Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan dari pengendalian internal terhadap kinerja pegawai di Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan dan memperoleh data serta informasi yang diperlukan mengenai pengaruh pengendalian internal dan kinerja pegawai, sehingga dapat diketahui pengaruh pengendalian internal terhadap kinerja pegawai. Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui penerapan pengendalian internal pada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat sudah dilaksanakan secara memadai.
2.
Untuk menelusuri pengaruh signifikan dari pengendalian internal terhadap kinerja pegawai di Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat.
11
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak antara lain: 1.
Bagi instansi yang diteliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat saran dan masukan, serta manjadi bahan pertimbangan dalam mangembangkan dan memerihara penerapan pengendalian internal dan kinerja pegawai.
2.
Bagi penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan menambah pengetahuan tentang teori-teori dan konsep-konsep yang diperoleh selama penelitian.
3.
Bagi pihak lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi, bahan pembanding bagi peneliti lainnya dan menjadi bahan referensi atau tambahan informasi yang diperlukan.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Data diperoleh sehubungan dengan masalah yang dibahas, dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di Jalan Sukabumi No.1 Bandung dengan waktu penelitian dilakukan mulai pada bulan Januari 2015.