RINGKASAN Kajian ini dilatar belakangi oleh penomena empiris bahwa koperasi Indonesia jika dibandingkan dengan praktik-praktik koperasi di berbagai negara industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal dan kapitalistik dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, jalan ditempat dan cenderung tidak mau beranjak dari ketergantungan pada bantuan pemerintah, sementara organisasi koperasi di sejumlah negara maju tersebut baik di Eropa, Amerika, Canada dan beberapa negara Asia lainnya mampu bertahan, tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan lingkungan bisnis global yang terjadi. Tujuan dari kajian ini adalah untuk : (1) mengetahui prospek pengembagangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, (2) menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi manajemen. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metoda exsplorative study dengan kombinasi studi literatur, observasi lapangan, dan pengumpulan pendapat ahli di beberapa perguruan tinggi. Observasi telah dilakukan terhadap 9 (sembilan) koperasi di Jawa Barat dan Sulawesi Utara dengan responden 9 (sembilan) pengurus, 9 (sembilan) manajer, 27 (sembilan) karyawan dan 27 (dua puluh tujuhn) orang anggota. Variabel kajian meliputi: mazhab pengembangan koperasi, perbedaan koperasi dan pelaku usaha lainnya, prinsip koperasi, keanggotaan, kelembagaan, pengendalian internal, proses pengambilan keputusan one man one vote, sistem akuntansi, laporan keuangan dan penataan permodalan, konsep tentang efisiensi usaha, konsep tipetipe organisasi koperasi. Hasil kajian empiris lapangan, studi literatur, dan pengumpulan pendapat ahli terhadap variabel kajian selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis deskriptip untuk menjawab 6 (enam) pertanyaan prospek koperasi dari disiplin ilmu manajemen bisnis, yaitu 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan? 2) jikalau masih relevan, mengapa koperasi dianggap belum berkembang di Indonesia ? 3) apakah kondisi masyarakat indonesia seperti itu masih kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat melalui kelompok/koperasi ? 4) Apakah proses pengembangan koperasi di Indonesia masih sejalan dengan konsep teori ekonomi, manajemen, sosial budaya, psikologi, serta hukum yang berlaku umum ? 5) apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat ? 6) bagaimana pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis ? Kesimpulan prospek koperasi dilihat dari perspektif ilmu manajemen koperasi sesuai dengan enam pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut : (1) Berdasarkan uraian tentang mazhab koperasi, antara mazhab esensialis – nominalis dan mazhab yang empat (Sosialis, Tolok Ukur Koperasi, Persemakmuran koperasi, Koperasi Dunia Ketiga), maka dapat diambil sebuah sintesa bahwa penerapan dari sistem pemikiran esensialis – nominalis lebih memberikan panduan kepada pihak gerakan koperasi dalam mengoperasionalkan dan mengembangkan koperasi di lapangan, apakah lebih kepada aspek-aspek esensial nilai-nilai koperasi ataukah lebih kepada aspek-aspek rasional ekonomis koperasi. Jika menyimak peraturan perundangan koperasi di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan mazhab di Indonesia tentang kedua mazhab ini menunjukkan berada pada posisi “campuran”, artinya koperasi di Indonesia memperhatikan aspek-aspek rasional-ekonomis (efisisiensi koperasi), namun tetap mengindahkan atau melandaskan pada nilai-nilai/prinsip koperasi.
Sedangkan mazhab yang empat lebih menerangkan kepada proporsi peran pemerintah dalam pengembangan koperasi di suatu negara. Untuk implementasinya Indonesia, secara cita-cita kalau menyimak Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 nampak bahwa bangun perekonomian yang dikehendaki adalah koperasi sebagai soko guru (utama). Dengan dasar ini, dapat disimpulkan bahwa, secara cita-cita, mazhab koperasi yang ingin kita anut adalah Mazhab Persemakmuran. Namun pada kenyataannya, saat ini kondisi koperasi sebagai penyangga utama ekonomi belum terwujud di Indonesia. Tetapi dari pengalaman di dunia pun bahwa di masa lalu, usaha untuk mendirikan persemakmuran koperasi atau suatu republik koperasi ternyata telah kurang berhasil. Namun, jika merujuk kepada pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen bahwa dalam pasal (4) disebutkan “Perekonomian basional diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernyataan ini dapat ditafsirkan sebagai sebuah harapan terciptanya sebuah sistem ekonomi yang merupakan satu kesatuan dari semua pelaku ekonomi yang mencakup koperasi, BUMN dan swasta. Pikiran ini semaksud dengan pikiran dalam mazhab Tolok Ukur Koperasi yang “ mengidamkan keseimbangan yang serasi antara sektor negara, koperasi dan swasta” dan menghendaki “agar usaha ekonomi yang melaksanakan ketiga prinsip sosial kerjasama, keadilan sosial dan pemerataan”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi yang dikehendaki oleh ayat (4) Pasal 33 UUD 1945 yang telah diamandemen adalah sejalan dengan Mazhab Tolok Ukur Koperasi. Dengan kata lain, kita boleh menafsirkan bahwa Undang-undang dasar kita memberikan peluang yang sama terhadap BUMN, swasta dan koperasi untuk berkembang. Namun demikian, dalam amandemen itu ditegaskan bahwa semua bentuk badan usaha (BUMN, swasta ataupun koperasi) harus berlandaskan kepada prinsip efisiensi Namun demikian, jika dipertanyakan apakah koperasi di Indonesia ke depan perlu bermazhab? Bahwa Mazhab pada dasarnya adalah sebuah sistem pemikiran yang sifatnya kontekstual, artinya sistem pemikiran ini lahir karena kondisi dan situasi spesifik sesuai zaman dan tempat. Artinya mazhab itu tidaklah berarti sesuatu yang harus dianut bulatbulat oleh suatu negara. Setiap negara memiliki kondisi spesifik, baik secara struktur sosial maupun struktur ekonominya.. Namun, sebagai sebuah lembaga ekonomi yang harus menerapkan prinsip-prinsip efisiensi koperasi, dan diharapkan harus berkesinambungan secara mandiri, maka pendirian dan pengembangan koperasi haruslah didasarkan atas kebutuhan dan kajian kelayakan baik dari aspek sosial, ekonomi, dan lainlain, baik dalam lingkup lokal ataupun regional, jadi bukan karena melaksanakan sebuah mazhab. (2) Efisiensi koperasi diukur berdasarkan tercapainya tujuan dan sistem tujuan dari berbagai pihak yang berkepentingan terhadap koperasi. Dalam manajemen koperasi, konsep efisiensi yang digunakan merupakan konsep yang terintegrasi antara konsep efisiensi operasional, dan efisiensi anggota, kedua konsep efisiensi ini layak diopersioanalkan di koperasi. Implikasi dari wawasan integrasi ini adalah bahwa dalam ukuran efisiensi opersional usaha koperasi perlu dicakup juga aspek efisiensi anggota. Dalam konsep efisiensi usaha koperasi, konsep Sisa hasil Usaha (SHU) sebagai sebuah parameter sudah memadai untuk mengukur efisiensi usaha koperasi yang berwawasan efisiensi anggota, walaupun dari segi terminologi, istilah “sisa” hasil usaha itu sendiri dapat berkonotasi pada makna yang kontra-efisiensi, karena “sisa” itu bermakna bukan achievement melainkan residual dari sebuah aktivitas usaha, oleh karena itu penulis sarankan agar terminologinya diubah dengan terminologi yang lebih universal yaitu “surplus”. Untuk lebih memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap efisiensi koperasi secara integratif, maka dalam formulasi efisiensi koperasi, selain mencantumkan nilai SHU, juga perlu disertakan nilai Manfaat Ekonomi Langsung (MEL) yang diberikan oleh koperasi kepada anggota pada saat transaksi, karena tanpa pencantuman nilai Manfaat
Ekonomi Langsung ini maka pengukuran efisiensi koperasi menjadi tidak objektif lagi. Konsep RE yang memasukan unsur manfaat ekonomi langsung telah mengakomodasikan pentingnya konsep manfaat ekonomi seperti yang dimaksudkan oleh PSAK No 27 tahun 1999 paragraf 80 bahwa manfaat ekonomi langsung bagi anggota berupa harga, yaitu harga barang dan jasa (dalam pembelian dan penjualan). Dalam pembelian barang oleh anggota, manfaat harga berupa selisih harga antara koperasi dengan harga di luar koperasi. (3) Penjenisan koperasi apapun namanya haruslah didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya, sesuai dengan makna yang dimaksudkan oleh Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dipertegas lagi dalam penjelasannya yang berbunyi “ Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya” . Tentang hubungan koperasi primer – koperasi sekunder secara konseptual dari pendekatan manajemen koperasi, pembentukan koperasi sekunder adalah untuk untuk memperoleh efisiensi operasional melalui perbesaran skala ekonomi secara bersama-sama. Dalam sebuah koperasi sekunder, koperasi primer terintegrasi secara vertikal dengan koperasi sekunder, namun koperasi primer mempunyai tingkat kebebasan dan kemandirian yang tinggi, artinya karena koperasi sekunder hanya akan menggantikan bagian dari hubungan pasar koperasi primer. Koperasi sekunder bukanlah pengganti pasar seutuhnya. Berdasarkan prinsip ini, maka hubungan primer- sekunder itu sebaiknya tidak perlu dibuat hubungan yang saya sebut saja “hirarkismonopolistik” seperti yang sekarang saat ini berlaku di Indonesia. Contohnya: sekunder bagi KUD adalah Puskud, sekunder bagi koperasi pegawai RI adalah PKPRI, dst. Dengan ikatan seperti ini, maka seakan-akan sekunder KUD adalah Puskud, dan bukan koperasi yang lain. Bahkan wilayah Puskud sudah ditentukan satu propinsi sehingga ada Puskud Jawa Barat, Puskud Sulawesi Utara, dst. Pembentukan koperasi sekunder sebaiknya sama halnya dengan pembentukan koperasi primer yaitu didasarkan atas prinsip-prinsip kesamaan kepentingan dan kelayakan untuk mencapai efisiensi. Ini sesuai dengan penjelasan Pasal 15 diatas, koperasi sekunder dapat didirikan tidak hanya oleh koperasikoperasi yang sejenis saja, melainkan juga oleh koperasi yang berlainan jenis, karena terdapat kepentingan, aktivitas atau kebutuhan yang sama. Dengan kesimpulan ini maka sekunder bagi KUD, misalnya, dapat saja Pusat Koperasi Simpan Pinjam, atau Pusat Koperasi Pemasaran Jagung, dst. Sehingga, sangat mungkin bahwa sebuah koperasi menjadi anggota dari beberapa koperasi sekunder, sesuai dengan kebutuhan usahanya. Dengan dasar pemikiran ini pula maka berkonsekuensi kepada tidak perlu lagi diberlakukan “pemaksaan” luasan wilayah kerja dari koperasi sekunder, karena dasar pembentukan koperasi sekunder adalah kelayakan. (4) Kesamaan antara koperasi dan perusahaan bukan koperasi adalah keduanya sebagai kegiatan usaha yang otonom yang harus bertahan secara berhasil dalam persaingan pasar dan dalam usahanya mencapai efisiensi ekonomis dan kemampuan hidup keuangannya. Sedangkan perbedaan antara koperasi dengan bukan koperasi, selain prinsip identitas ganda pada anggota sebagaimana dibahas di atas, adalah prinsip one man one vote dan patronage refunds. One man one vote diartikan sebagai hak suara yang diberikan tidak memandang besarnya modal yang diinvestasikan pada koperasi, sedangkan patronage refunds diartikan sebagai pembagian sisa hasil usaha didasarkan atas jasa-jasa yang diberikan anggota kepada koperasi Ukuran keberhasilan koperasi tidak semata-mata dengan ukuran efesiensi koperasi sebagai perusahaan, tetapi dengan ukuran efesiensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota meningkatkan efisiensi pada koperasi akan berbeda dengan perusahaan non-koperasi, walaupun faktor-faktor efisiensi sama, misalnya biaya, harga, output, kekayaan, dan lain-lain. (5) Dalam Penerapan tujuh prinsip koperasi seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, ada prinisp yang dapat diaplikasikan di lapangan tanpa masalah, ada juga beberapa prinsip yang dapat diaplikasikan dengan penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud misalnya pada penerapan prinsip sukarela dan terbuka mestinya jangan diartikan bahwa anggota secara mutlak bebas masuk dan keluar
dari koperasi setiap waktu, menyimpan atau menarik modal di koperasi, karena berdampak kelemahan struktural dalam keuangan koperasi yang disebabkan oleh berfluktuasinya modal koperasi. Oleh karena itu rekrutasi anggota koperasi harus diatur tersendiri dengan kriteria keanggotaan koperasi yang jelas di koperasi sebagai bagian terintegrasi dalam manajemen keanggotaan di koperasi. Untuk prinsip proporsionalitas pembagian SHU perlu didukung dengan sistem administrasi pencatatan pelayanan ke anggota yang sangat baik. Oleh karena itu, kebanyakan koperasi memberikan SHU kepada anggota dengan jumlah yang sama tanpa mempertimbangkan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. SHU tersebut diberikan saat Rapat Anggota Tahunan sebagai “uang duduk” dan uang transport. Sistem administrasi pencatatan pelayanan ini juga merupakan bagian terintegrasi dengan manajemen keanggotaan. Untuk prinsip balas jasa terbatas atas modal, , walaupun ada pro dan kontra di kalangan para pakar koperasi, namun dari kajian penulis dampak negatifnya ternyata dapat diminimalkan dengan manajemen koperasi yang menerapkan good corporate governance. Untuk penerapan prinsip pendidikan perkoperasian, ada temuan menarik dari KPSBU Lembang, KSP Trisula, KUD Trisula, dan Koptan Trisula di Majalengka Jawa Barat, bahwa pendidikan anggota yang dijadikan sebagai bagian terintegrasi dari manajemen keanggotaan (pendidikan anggota sebagai persyaratan yang harus diikuti dalam merekrut angota baru) berdampak positif terhadap keajegan keangotaan koperasi. Sedangkan untuk prinsip demokrasi (one man one vote) adalah prinsip universal koperasi yang tidak bisa ditawar lagi, namun dalam implementasinya khususnya dalam Rapat Anggota dapat dilakukan dengan dua alternatif pilihan yaitu penyampaian hak suara secara langsung dan secara perwakilan. Pelaksanaan rapat anggota pada koperasi yang relatif kecil jumlah anggotanya dapat dilakukan secara langsung, namun pada koperasi yang telah tumbuh menjadi besar, rapat anggota sebaiknya dilakukan melalui perwakilan anggota. Hal ini didasari oleh pertimbangan-pertimbangan rasional yaitu: pertama adalah untuk efisiensi biaya, kedua adalah efisiensi proses pengambilan keputusan, karena dengan jumlah peserta rapat yang begitu banyak proses pengambilan keputusan akan sangat alot, dan ketiga adalah alasan kemudahan teknis yang menyangkut tempat, karena dengan jumlah peserta rapat yang mencapai ribuan akan sulit melakukan rapat dalam satu waktu dan satu tempat. (6) Keanggotaan dalam koperasi merupakan salah satu aspek penting, karena maju mundurnya sebuah koperasi antara lain dipengaruhi oleh tingkat partisipasi anggota koperasi, oleh karena itu keanggotaan koperasi perlu dilakukan dengan manajemen tersendiri yang kemudian disebut manajemen keanggotaan. Manajemen keanggotaan mencakup kepada aktivitas rekrutasi anggota, pengembangan anggota, pemberian manfaat, pemeliharaan anggota, dan pemutusan hubungan keanggotaan. Dalam manajemen keanggotaan terkandung makna pemikiran efisiensi dan efektivitas, karena terkait dengan skala ekonomis dari usaha koperasi. Oleh karena itu, manajemen keanggotaan harus dijadikan bagian teintegrasi dari penyusunan rencana pengembangan usaha koperasi. Jika manajemen keanggotaan berjalan secara efektif dan efesien maka partisipasi insentif akan meningkat. Selanjutnya, jika partisipasi insentif meningkat maka volume transaksi dalam perusahaan koperasi pun meningkat. Akibat lebih lanjut, bila volume transaksi dalam perusahaan koperasi meningkat maka akan terjadi penurunan biaya operasional melalui efesiensi biaya transaksi, biaya organisasi, dan biaya informasi. Dari hasil kajian di lapangan, pada umumnya koperasi masih lemah terutama pada aspek pengembangan anggota karena program pendidikan anggota belum terprogram, dan pada aspek pemeliharaan anggota. (7) Menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pada pasal 21 menyebutkan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari: a) Rapat Anggota, b) Pengurus, c) Pengawas. Artinya, Undang-undang tidak memberikan batasan berapa jumlah pengurus dan bagaimana organisasi pada kepengurusan koperasi, dengan kata lain Undangundang memberikan keleluasaan kepada pihak koperasi untuk menyusun dan mengatur organisasinya sesuai dengan kebutuhannya. Dalam implementasinya di lapangan, ada keragaman pada aspek kelembagaan/organisasi koperasi terutama dari aspek: jumlah
pengurus, struktur organisasi kepengurusan/manajemen koperasi, dan keberadaan manajer. Jadi secara kelembagaan pasal 21 di atas tidak dipandang ada masalah dalam implementasi di lapangan. Namun, permasalahan yang timbul adalah pada banyak kasus ditemukan jumlah pengurus yang melebihi kebutuhan organisasi, keberadaan manajer yang belum perlu, dan rentang struktur organisasi yang terlalu panjang dibuat oleh pihak koperasi. Fenomena ini terjadi terutama disebabkan pertimbangan “kekeluargaan”, yaitu ingin memberikan posisi kepada pihak-pihak yang dianggap berjasa kepada koperasi. Gagasan untuk menghilangkan pengurus dalam struktur organisasi koperasi karena alasan agencyproblem dan menggantinya dengan manajemen yang merupakan tenaga profesional pengelola koperasi yang diangkat oleh Rapat Anggota, menurut penulis dipandang gagasan yang tidak tepat, dengan dua alasan: (1) karena koperasi memiliki karakteristik khas yaitu equalitas keanggotaan yang ditandai dengan one man one vote. Dengan karakteristik ini maka, koperasi sangat rentan terhadap konflik di antara anggota, , (2) hubungan antara anggota dengan koperasi berbeda dengan hubungan antara konsumen dengan perusahaan, karena antara anggota dengan koperasi terdapat hubungan ikatan organisasional. Dengan dua kondisi ini maka dalam koperasi diperlukan adanya pemimpin yang berfungsi mengarahkan, mengendalikan, dan mengembangkan keanggotaan. Selain itu, dalam koperasi tugas pengurus, bukan saja mengembangkan usaha koperasi, tetapi juga mengembangkan kelembagaan/organisasi koperasi secara keseluruhan. Pihak yang dapat melakukan fungsi-fungsi ini adalah pengurus. (8) Pengendalian internal dalam koperasi merupakan hal yang penting. Perangkat aturan tentang pengendalian internal di koperasi sudah memadai. Namun pengendalian internal di koperasi sering tidak efektif karena adanya ketidakseimbangan pemahaman tentang manajemen koperasi secara keseluruhan ataupun manajemen keuangan koperasi secara khusus pada sebagian dari unsur koperasi khususnya para anggota koperasi. Ketidakseimbangan pemahaman ini cenderung menimbulkan miskomunikasi di antara pengurus dengan anggota dan menimbulkan tindakan-tindakan manipulatif dari pihak pengelola koperasi. Oleh karena itu, efektivitas pengendalian internal di koperasi berkaitan erat dengan tingkat pemahaman anggota terhadap manajemen koperasi, dan dengan sendirinya berkaitan erat dengan efektivitas program pendidikan anggota. Dari hasil kajian di lapangan, ditemukan bahwa semakin baik program pendidikan anggota, maka pelaksanaan good corporate governance di koperasi semakin baik, dan pengendalian internal juga semakin baik. Selain itu, pada koperasi-koperasi maju, pelaksanaan pengendalian intern selain telah dilakukan secara melembaga oleh perangkat koperasi sendiri, juga telah mampu memanfaatkan pihak auditor dari eksternal. Berdasarkan kesimpulan kelompok jawaban pertama, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai kelompok jawaban kedua sesuai dengan pertanyaan penelitian yang diajukan sebagai berikut: (1) Dari aspek manajemen, koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami perubahan. Dari kajian terhadap koperasi-koperasi di lapangan, mereka dapat beroperasi dan berkembang atas dasar pola dasar manajemen koperasi di Indonesia. Artinya, berkoperasi bisa merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat, asalkan koperasi dapat memberikan manfaat ekonomi bagi para anggota. (2) Pengembangan ekonomi rakyat melalui pendekatan koperasi masih kondusif, namun harus dilakukan peningkatan kompetensi semua pihak dalam koperasi agar meningkat profesionalisme dan kompetensinya, serta tercipta keseimbangan pemahaman antara pengelola koperasi dan anggota. Selain itu secara sistem manajemen, ada beberapa hal yang perlu disesuaikan lagi dalam koperasi terutama dari aspek penataan permodalan dan laporan keuangan, serta aspek manajemen keanggotaan koperasi. Kedua aspek tersebut selayaknya ditata lagi dan disesuaikan dengan tujuan, nilai dan prinsip koperasi.
Berdasarkan hasil kajian dan kesimpulan di atas, maka dapat disampaikan rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dari aspek manajemen koperasi sebagai berikut : (1) Untuk pengembangan koperasi ke depan, mengingat sifat dual identity anggota yang menjadi identitas koperasi, maka manajemen keanggotaan di koperasi selayaknya menjadi salah satu fokus perhatian untuk dikembangkan. Manajemen keanggotaan mencakup: pengadaan anggota, pengembangan anggota, pemberian manfaat kepada anggota, pemeliharaan anggota, dan pemutusan hubungan dengan anggota. Mengingat bahwa kemampuan koperasi untuk melakukan fungsi pengembangan anggota melalui kegiatan pendidikan perkoperasian masih sangat terbatas, baik dari aspek finansial maupun darti aspek kompetensinya, maka bantuan Pemerintah dalam aspek ini sangat diperlukan. (2) Perlu dilakukan penataan kembali dari aspek permodalan dan laporan keuangan koperasi disesuaikan dengan tujuan, nilai dan prinsip koperasi. Penyesuaian-penyesuain tersebut sesungguhnya telah diakomodasikan dalam PSAK No 27 Tahun 2004. Memang penerapan PSAK No 27 akan memberikan beban tambahn bagi koperasi, namun dalam jangka panjang dampaknya akan sangat baik terhadap upaya menciptakan koperasi yang sehat. Penerapan dari prinsip ini sebaiknya dari sekarang sudah mulai dirintis secara bertahap. (3) Mengingat bahwa koperasi pada umumnya merupakan kumpulan orang-orang yang lemah secara ekonomi, sehingga koperasi tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan pemupukan modal yang diperlukan untuk membiayai usahanya, maka dukungan Pemerintah untuk memberikan fasilitas bantuan permodalan koperasi masih diperlukan. Namun, agar pemberian fasilitas bantuan Pemerintah ini efektif, maka ke depan diperlukan revitalisai pembinaan dari Pemerintah, dengan penciptaan koordinasi yang semakin baik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
i
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG •
Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan baik di negara-negara Eropa Barat sebagai tempat kelahirannya maupun di Indonesia sudah diarahkan untuk mampu mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat golongan ekonomi lemah yang kurang beruntung dalam sistem ekonomi pasar liberal kapitalistik.
•
Oleh banyak kalangan, Lembaga koperasi diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia dengan nilai-nilai saling kerja sama (gotong royong),
menolong
diri
sesndiri,
solidaritas,
kejujuran,
keterbukaan,
mengutamakan kebersamaan dan keadilan serta beberapa esensi moral positif lainnya. •
Setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, Lembaga koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional, lembaga gerakan ekonomi rakyat masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.
•
Data tahun 2006, secara kuantitatif jumlah keseluruhan koperasi di Indonesia tercatat sebanyak 138.411 unit, dengan jumlah anggota 27.042.342 orang. Dari jumlah tersebut jumlah koperasi aktif hanya sebanyak 43.703 unit atau hanya sekitar 31,5 persen saja. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi sebagai lembaga sosial-ekonomi memiliki derajat kompleksitas yang lebih tinggi seperti sarat dengan aspek kemanusiaan, sosial, budaya, ekonomi dan manajemen bisnis dibandingkan dengan organisasi ekonomi semata yang mempengaruhi keunikan dan kerumitan tersendiri dalam manajemennya. 1
•
Koperasi sebagai badan usaha,
dalam mencapai tujuannya akan sangat
dipengaruhi baik lingkungan internal (SDM, organisasi dan kelembagaan, manajemen, modal, kegiatan usaha, keanggotaan, teknologi) maupun lingkungan eksternal (sosial, politik, informasi, perekonomian, hukum dan sosial budaya) di tingkat regional, nasional dan internasional. Perubahan pada berbagai aspek kehidupan di era globalisasi ini di satu sisi akan merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi pengembangan bisnis koperasi, tetapi di lain pihak juga persaingan akan semakin terbuka yang jika koperasi tidak memiliki keunggulan kompetitif akan menjadi masalah besar bagi koperasi. •
Fenomena empiris koperasi Indonesia jika dibandingkan dengan praktik-praktik koperasi di berbagai negara industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal dan kapitalistik
dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, jalan
ditempat dan cenderung tidak mau beranjak dari ketergantungan pada bantuan pemerintah, sementara organisasi koperasi di sejumlah negara tersebut baik di Eropa, Amerika, Canada dan beberapa negara Asia lainnya mampu bertahan, tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahab yang terjadi. Berdasarkan isu-isu sentral itu, yang kemudian dikaitkan dengan kondisi perkoperasian di Indonesia saat ini, kemudian dirumuskan 6 (enam) pertanyaan mendasar sebagai acuan penelitian. •
Beberapa pertanyaan mendasar yang melandasi pemikiran kegiatan kajian ini meliputi: 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan? 2) jikalau masih relevan, mengapa koperasi dianggap belum berkembang di Indonesia ? 3) apakah kondisi masyarakat indonesia seperti itu masih kondusif bagi pengembangan 2
ekonomi rakyat melalui kelompok/koperasi ? 4) Apakah proses pengembangan koperasi di Indonesia masih sejalan dengan konsep teori ekonomi, manajemen, sosial budaya, psikologi, serta hukum yang berlaku umum ? 5) apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat ? 6) bagaimana pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis ? •
Untuk menjawab enam pertanyaan dasar diatas perlu dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif terhadap prosek koperasi Indonesia masa depan dari berbagai perspektif multi disiplin ilmu yang salah satunya dari disiplin ilmu Manajemen koperasi. Dari aspek manajemen koperasi, kajian difokuskan antara lain pada sejauh mana nilai dan prinsip koperasi diterapkan dalam perkoperasian di lapangan, dan sejauh mana pelaksanaan manajemen koperasi
didasarkan
kepada prinsip-prinsip koperasi.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan fenomena masalah yang telah diuraikan dalam latar belakang, dan sesuai dengan fokus kajian dari aspek manajemen koperasi, maka identifikasi masalah kajian dirumuskan sebagai berikut : 1) Dari aspek manajemen koperasi, apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan? 2) Jikalau masih relevan, mengapa koperasi dianggap belum berkembang di Indonesia, dipandang dari aspek manajemen koperasi ? 3) Apakah kondisi masyarakat indonesia seperti
itu masih kondusif bagi
pengembangan ekonomi rakyat melalui kelompok/koperasi ? 3
4) Apakah proses pengembangan koperasi di Indonesia masih sejalan dengan konsep teori manajemen koperasi? 5) apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat ? 6) Dari aspek manajemen koperasi, bagaimana pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis ?
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN Kajian ini dimaksudkan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji, sedangkan tujuannya adalah untuk : 1) Mengetahui prospek pengembangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu manajemen koperasi, berdasarkan jawaban atas keenam pertanyaan di rumusan masalah di atas. 2) Menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi
manajemen
koperasi.
1.4 MANFAAT KAJIAN Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: 1) Bahan masukan dalam perumusan kebijakan pemberdayaan koperasi. 2) Bahan masukan bagi gerakan koperasi dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis dan masyarakat.
4
1.5 SASARAN Sasaran kualitatif dari kajian ini adalah tersusunnya hasil kajian tentang keberadaan koperasi ditinjau dari disiplin ilmu manajemen koperasi. Adapun sasaran kuantitatif adalah terdapatnya informasi mengenai keberadaan koperasi. 1.6 RUANG LINGKUP KAJIAN 1.6.1 Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan dari kajian ini akan ditinjau dari pendekatan disiplin ilmu manajemen koperasi yang meliputi antara lain: mazhab pengembangan koperasi, perbedaan koperasi dan pelaku usaha lainnya, aspek prinsip dan nilai dasar koperasi, keanggotaan dan kelembagaan, pengendalian internal, proses pengambilan keputusan (one man one vote), sistem akuntansi, laporan keuangan dan penataan permodalan, konsep-konsep tentang efisiensi usaha koperasi, dan konsep tipe-tipe organisasi koperasi. Aspek-aspek dalam ruang lingkup kajian tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam tiga dimensi, yaitu: 1. Dimensi Keanggotaan 2. Dimensi Kepengurusan 3. Dimensi Usaha 1.6.2. Lingkup Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kajian dengan metoda observasi lapangan akan dilakukan di 2 (dua) propinsi yaitu Sulawesi Utara dan Jawa Barat. Disamping itu akan diselenggarakan diskusi di perguruan tinggi yang mempunyai kajian-kajian tentang koperasi dan ekonomi rakyat. Adapun
waktu pelaksanaan dari kegiatan ini dijadwalkan
selama 1 (satu) tahun anggaran tahun 2007. 5
1.6.3. Tahapan Kajian Kajian ini dilakukan dengan langkah-langkah: 1) Literatur Review. 2) Penyusunan dan Pembahasan riset disain. 3) Discusi dengan para peneliti koperasi di Perguruan Tinggi. 4) Kajian data sekunder koperasi Indonesia 5) Observasi lapangan /indepth interview di 2 provinsi 6) Kajian referensi koperasi di luar negeri. 7) Diskusi dan perumusan pola pemberdayaan koperasi dari perpektif ilmu manajemen koperasi.
6
BAB II PENDEKATAN MASALAH DAN METODA KAJIAN
2.1 PENDEKATAN MASALAH Untuk mengkaji koperasi dari aspek manajemen koperasi, maka digunakan beberapa konsep tentang koperasi yang akan dijadikan acuan kajian. Kospek-konsep penting tentang koperasi menyangkut: pengertian koperasi, prinsip koperasi, organisasi koperasi, dan manajemen koperasi. 2.1.1 Pengertian Koperasi Untuk melakukan kajian dan melakukan analisa tentang prospek koperasi ditinjau dari sudut pandang manajemen koperasi, maka kita terlebih dahulu harus memahami konsep dan pengertian koperasi terutama mencari definisi koperasi yang sesuai dengan konsep-konsep manajemen
dan definisi tersebut secara
universal dapat diterima secara logis. Hal ini penting karena terdapat puluhan definisi koperasi ( Ramudi Arifin, 2003), dan konsep pemahaman koperasi akan berubah tergantung dari sudut mana kita memandang. Pada UU No. 25 tahun 1992, koperasi didefiniskan sebagai ”badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”. Pengertian ini disusun tidak hanya berdasar pada konsep koperasi sebagai organisasi ekonomi dan sosial tetapi secara lengkap telah mencerminkan normanorma dan kaidah-kaidah yang berlaku bagi bangsa Indonesia. Norma dan kaidah tersebut dalam UU tersebut lebih tegas dijabarkan dalam fungsi dan peran koperasi Indonesi sebagai: 7
1) Alat untuk membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. 2) Alat untuk mempertinggi kehidupan manusia dan masyarakat. 3) Alat untuk memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional, dan 4) alat untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. International Cooperative Alliance (ICA) mendefinisikan koperasi ” coperative is an autonomous association of persons united voluntarily to meet their common aconomic, social, and cultural needs and aspiration through a jointly-owned and democratically-controlled enterprise yang artinya bahwa koperasi adalah assosiasi yang bersifat otonom debgan keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela untuk meningkatkan kebutuhan ekonomi, social dan budaya melalui usaha bersama saling membantu dan mengontrol usahanya secara demokratis. Menurut devinisi ini ada beberapa prinsip koperasi yang dominant seperti assosiasi otonom, keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, prinsip control secara demokratik dan partisipasi anggota secara ekonomi. Jadi, untuk keperluan analisis manajemen koperasi, pengerian organisasi koperasi sebagai sistim sosio-ekonomi selanjutnya akan dijadikan konsep dasar analisis.
8
2.1.2 Prinsip Koperasi. Berkaitan dengan karakteristik koperasi sebagai sebuah sistem sosio ekonomi, Ropke pada tahun 1985 mensarikannya bahwa koperasi adalah organisasi bisnis yang para pemilik atau anggotanya juga adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut (kriteria identitas), gagasan ini sama dengan yang disampaikan oleh Hanel tentang identitas ganda anggota koperasi (dual identity of member). Kriteria identitas anggota suatu koperasi merupakan dalil atau prinsip yang membedakan baik usaha koperasi dengan usaha perusahaan kapitalistik maupun usaha koperasi dengan perusahaan nir laba yang memberikan pelayanan umum seperti yayasan dan sejenisnya. Bahkan Ropke (1985) menjelaskna bahwa hampir semua ahli koperasi bersepakat bahwa identitas
ganda dari anggota koperasi
merupakan ciri spesifik atas keberadaan organisasi koperasi. Bukanlah koperasi apabila pemilik dan pelanggan perusahaan tidak identik. Prinsip identitas ganda anggota koperasi melahirkan kekhasan hak dan kewajiban anggota koperasi dalam kedudukannya sebagai pemilik dan sebagai pelanggan. Dalam kaitan ini Pasal 20 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 dijelaskan tentang hak dan kewajiban anggota koperasi tersebut. Tata kehidupan dalam oranisasi koperasi mengatur bagaimana hubungan di antara anggota dan pengurus kperasi. Tata kehidupan ini secara prinsip diatur oleh prinsip-prinsip koperasi. Undang-undang Nomor 25 tahun 1992
Pasal 5
merinci ada 7 (tujuh) prinsip koperasi Indonesia, yaitu: (a) Pengelolaan dilakukan secara demokratis (b) Pembagian Sisa Hasil Usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota 9
(c) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal (d) Kemandirian (e) Pendidikan perkoperasian (f) Kerjasama antar koperasi
2.1.3 Organisasi dan Manajemen Koperasi Secara konseptual manajemen koperasi dapat diartikan dalam dua pendekatan, yaitu: Pertama, pendekatan kelembagaan, yaitu merujuk kepada orang/sekelompok orang dan kedua, pendekatan proses yaitu proses pelaksanaan manajemen itu sendiri. Dalam hal pendekatan pertama, manajemen koperasi terdiri dari : Rapat anggota, Pengurus, dana Manajer. Terdapat hubungan timbal balik antara ketiga unsur tersebut, dalam arti bahwa tidak ada satu unsurpun akan bisa bekerja secara efektif tanpa dibantu atau didukung oleh unsur-unsur lainnya. Dari sisi pendekatan pertama, Roy (1981:425) menyatakan bahwa manajemen koperasi itu melibatkan 4 unsur yaitu: anggota, pengurus, manajer, dan karyawan. Khusus tentang karyawan ini dikatakan bahwa mereka itu merupakan penghubung antara manajemen dan anggota pelanggan. Menurut Undang-undang No 25 tahun 1992 pasal 21 dijelaskan bahwa perlengkapan organisasi koperasi terdiri dari rapat anggota, pengurus dan pengawas.
Pasal ini
menjadi acuan dasar bagi terbentuknya sebuah organisasi koperasi. Namun untuk menjelaskan bagaimana organisasi koperasi ini berfungsi sebagai organisasi ekonomi yang menjalankan bisnis atau kegiatan usaha yang dimodali, dikelola, dikendalikan dan dipergunakan secara bersama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, maka gambaran organisasi koperasi yang secara ilmiah telah dikemukakan oleh Muenkner, 10
Hanel dan Muller pada tahun 1976 dapat dijadikan acuan kajian. Menurut Hanel, Muller dan Munker dari sudut pandang koperasi sebagai sistem sosio-ekonomi, maka organisasi koperasi memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) Adanya sekelompok orang yang menjalin hubungan antar sesamanya atas dasar sekurang-kurangnya satu kebutuhan atau kepentingan yang sama ( cooperative group). 2) Adanya dorongan dan motivasi untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok guna memenuhi kebutuhan ekonomi melalui usaha bersama atas dasar swadaya dan saling tolong menolong (self help). 3) Adanya perusahaan yang didirikan dan dikelola secara bersama-sama (cooperative entreprises) 4) Tugas perusahaan tersebut adalah memberikan pelayanan kepada anggotanya dengan jalan menawarkan barang atau jasa yang dibutuhkan anggota dalam kegiatan ekonominya ( member promotion ).
Gambar 1 : Organisasi Koperasi 11
Jadi, untuk keperluan analisis manajemen koperasi, pengerian organisasi koperasi sebagai sistim sosio-ekonomi selanjutnya akan dijadikan konsep dasar analisis. Dalam konteks manajemen koperasi sebagai proses, Cobia menyatakan bahwa “Cooperative management is the process of pursuing cooperative objectives by utilizing the resources available to the organization, including people, capital, and facilities” (Cobia, 1989:308). Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen koperasi adalah proses perencanaan, proses pengorganisasian, proses kepemimpinan, dan proses pengendalian dan penggunaan sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Keempat fungsi tersebut merupakan kunci bagi keberhasilan suatu manajemen. Untuk selanjutnya agar koperasi lebih difahami sesuai dengan bunyi pasal 1 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasiana, maka ciri-ciri koperasi sebagai badan usaha dapat dipertegas dan dirinci sbb, yaitu: 1) Dimiliki oleh anggota yang tergabung atas dasar sedikitnya ada satu kepentingan ekonomi yang sama 2) Para anggota bersepakat untuk membangun usaha bersama atas dasar kekuatannya sendiri dan atas dasar kekeluargaaan 3) Didirikan, dimodali, dibiayai, diatur, dan diawasi serta dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya 4) Tugas pokok badan usaha koperasi adalah menunjang kepentingan ekonomi anggota dalam rangka memajukan kesejahteraan anggota.
12
2.1.4 Keanggotaan dan Partisipasi Anggota Keanggotaan koperasi merupakan unsur yang menentukan dalam organisasi koperasi. Pasal 17 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 menyebutkan
Anggota
koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Dalam kedudukannya sebagai pemilik, Hendar dan Kusnadi (2002) menjelaskan bahwa anggota adalah 1) pemodal koperasi dan karena itu harus memberikan kontribusi modalnya kepada koperasi, sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan atau keputusan rapat anggota, 2) turut serta mengambil keputusan-keputusan agar segala tindakan koperasi sesuai dengan keinginan dan kepentingan ekonomi anggota, 3) mengawasi segala sesuatu yang dilakukan oleh koperasi agar tidak menyimpang dari keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh anggota dan demi pengamanan terhadap modal yang ditanam oleh anggota ke dalam koperasi. Sedangkan dalam kedudukannya sebagai pengguna jasa atau pelanggan, anggota koperasi harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan usaha koperasi. Selain dari kewajiban yang harus dilaksanakan, dalam kaitan ini Pasal 20 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 juga dirinci tentang hak anggota koperasi sebagai berikut a)
Menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota
b)
Memilih dan/atau dipilih memjadi Pengurus atau Pengawas
c)
Meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar
d)
Mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta
e)
Memanfaatkan koperasi dan mendapatkan pelayanan yang sama antar sesama anggotanya 13
f)
Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar Dalam kaitan hak dan kewajiban anggota di koperasi tersebut, Ramudi Arifin
(2003) menjelaskan hubungan antara anggota dengan manajemen koperasi dalam konteks organisasi koperasi secara diagramatis sebagai berikut: HUBUNGAN FUNGSIONAL ANTARA ANGGOTA, MANAJEMEN KOPERASI DAN RAPAT ANGGOTA HubunganFungsional Fungsional antara Rapat Anggota Hubungan antara Anggota, Anggota,Manajemen ManajemenKoperasi Koperasidan dan Rapat Anggota Rapat Rapat Anggota Anggota
Manajemen Manajemen Koperasi Koperasi !! Tujuan secara jelas, Tujuankoperasi koperasidirumuskan dirumuskan secara jelas, rasional, dan terukur agar rasional,manageable manageable dan terukur agar dapat tepat dapatdicapai dicapaidengan dengan tepat
1 1
!! Program acuan Programkerja, kerja,merupakan merupakan acuan operasional operasionalyang yangmenggambarkan menggambarkan langkah-langkah mencapai tujuan langkah-langkahuntuk untuk mencapai tujuan koperasi koperasi
!! Tugas-tugas yang terarah dandan Tugas-tugasoperasional operasional yang terarah terinci pertanggung terinciagar agarpelaksanaan pelaksanaan pertanggung jawaban dapat dibuat secara tepat jawaban dapat dibuat secara tepat
!! Kegiatan koperasi Kegiatanpelayanan/usaha pelayanan/usaha koperasi sebagai untuk sebagaitindakan tindakannyata nyata untuk mempromosikan mempromosikananggota anggota
!! Menghasilkan ekonomis Menghasilkanmanfaat-manfaat manfaat-manfaat ekonomis yang secara langsung yangdapat dapatdirasakan dirasakan secara langsung sehingga anggota dapat sehinggakeadaan keadaanekonomi ekonomi anggota dapat diperbaiki diperbaiki
Anggota Anggota ! Ikut merumuskan dan menetapkan ! serta Ikut serta merumuskan dan menetapkan tujuan koperasi atau nilai dengan tujuan koperasi ataukesesuaian nilai kesesuaian dengan tujuannya sendiri tujuannya sendiri
2 2
! Ikut menetapkan program kerja agar ! serta Ikut serta menetapkan program kerja agar semua yangyang akanakan dilakukan oleh koperasi semua dilakukan oleh koperasi adalah sesuai dengan keinginan anggota adalah sesuai dengan keinginan anggota sertaserta selaluselalu berpedoman pada pada nilai, norma berpedoman nilai, norma dan dan prinsip-prinsip koperasi prinsip-prinsip koperasi
3 3
! Mampu dan siap membiayai ! Mampu dan memodali/ siap memodali/ membiayai koperasi agar agar program kerja kerja dan tugas-tugas koperasi program dan tugas-tugas manajemen koperasi dapat dijalankan sesuaisesuai manajemen koperasi dapat dijalankan dengan rapatrapat anggota dengan anggota
4 4
! Mengawasi jalannya pengelolaan koperasi ! Mengawasi jalannya pengelolaan koperasi agaragar tetaptetap berada pada pada koridor nilai, norma, berada koridor nilai, norma, prinsip-prinsip, keputusan-keputusan rapat rapat prinsip-prinsip, keputusan-keputusan anggota dan selalu mendahulukan anggota dan selalu mendahulukan kepentingan anggota kepentingan anggota
5 5
! Memanfaatkan pelayanan-pelayanan ! Memanfaatkan pelayanan-pelayanan koperasi sebagai konsekuensi dari dari koperasi sebagai konsekuensi keputusan-keputusannya sendirisendiri serta meraih keputusan-keputusannya serta meraih manfaat ekonomis dari manfaat ekonomispelayanan-pelayanan dari pelayanan-pelayanan yangyang merupakan haknya merupakan haknya
17
Sumber: (2003) Sumber:Ramudi RamudiAriffin Ariffin (2003)
Gambar 2 : Hubungan koperasi dengan anggota (Sumber: Ramudi Ariffin, 2003) Untuk
mengkaji
koperasi
dari
dimensi
manajemen
koperasi
secara
komprehensif dan integratif maka kajian harus berangkat dari sebuah perspektif bahwa koperasi adalah sebuah sistem. Dalam perspektif ini seperti telah diketahui bahwa koperasi itu terdiri dari tiga bagian yang saling terkait secara fungsional. Setiap bagian ini merupakan subsistem-subsistem dari sistem koperasi.
Bagian-bagian atau
subsistem-subsistem ini ialah (1) keanggotaan, (2) kepengurusan dan (3) keusahaan. Keterkaitan di antara ketiga subsistem itu adalah keterkaitan peranan secara timbal 14
balik dalam rangka mencapai tujuan koperasi, yaitu peningkatan kesejahteraan anggota dan pengembangan organisasi koperasi. Dalam hal ini Rusidi (2002) dalam makalahnya berjudul Paradigma Dimensional Bagi Pengembangan Teori-teori Koperasi menjelaskan bahwa peranan timbal balik antara subsistem keanggotaan dan kepengurusan ialah para anggota sebagai pemilik memberi kepercayaan kepada para pengurus untuk mengelola organisasi dan memberikan ide-ide bagi kemajuan organisasi koperasi. Sebaliknya para pengurus memberi pembinaan kepada anggota dan memberi pertanggungjawaban kepada anggota. Jika salah satu pihak tidak memainkan peranannya maka derajat kekoperasian dari organisasi koperasi ini berkurang. Peranan timbal balik antara subsistem keanggotaan dan keusahaan ialah para anggota sebagai pemilik memberikan sumbangan modal pokok usaha dan ikut serta mengawasi jalannya usaha; sebagai pelanggan para anggota harus memanfaatkan pelayanan usaha koperasi. Sebaliknya keusahaan berperan dalam memberikan pelayanan kepada para anggota. Dalam hal inipun jika salah satu pihak tidak memainkan peranannya, maka derajat kekoperasian dari organisasi koperasi ini berkurang. Peranan timbal balik antara subsistem kepengurusan dan keusahaan ialah pengurus memberi kepercayaan kepada keusahaan untuk mengelola usaha koperasi sesuai dengan mandat dari anggota. Sebaliknya pengelola usaha memberi pertanggungjawaban kepada pengurus. Juga jika salah satu pihak tidak memainkan peranannya, maka derajat kekoperasian dari organisasi koperasi berkurang.
15
Konsep-konsep dasar dari setiap subsitem itu “terukur” (dapat diukur derajat fungsinya); atau “variabelistis”, dengan demikian subsistem-subsistem tersebut dapat dikatakan sebagai dimensi atau indikator-indikator abstrak dari variabel fenomena koperasi. Berdasarkan hal tersebut dapat pula dikatakan bahwa koperasi sebagai sistem organisasi terdiri dari tiga variabel, yaitu: (1). keanggotaan dengan konsep dasar partisipasi anggota dalam koperasi; (2) kepengurusan dengan konsep dasar kepemimpinan koperasi; dan (3).keusahaan dengan konsep dasar keterampilan managerial. Ciri-ciri keterukuran (variabelistik) variabel-variabel itu terlihat dari derajat/nilai kemampuan-kemampuan memainkan peranan, seperti kemampuan anggota dalam berpartisipasi, kemampuan memimpin dari pengurus dan kemampuan berusaha dari pengelola usaha.
Kebijakan Pemerintah
Variabe l Kepengu
Variabel Keanggotaan
Variabel Keusahaan
Situasi Kondisi
Gambar 3. Kerangka Prinsip dan Mekanisme Organisasi Koperasi menurut Undangundang Perkoperasian No. 25 Tahun 1992 (Sumber: Rusidi, 2002). 16
2.2 ALUR KERANGKA PEMIKIRAN KAJIAN
PROSPEK KOPERASI DARI PERSPEKTIF MANAJEMEN KOPERASI
Isu-isu Sentral Perkoperasian di Indonesia PERTANYAAN YANG HARUS DI BUKTIKAN 1. Apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan? 2. Jika masih relevan, mengapa koperasi dianggap masih belum berkembang di Indonesia? 3. Apakah kondisi masyarakat Indonesia masih kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat melalui koperasi? 4. Apakah proses pengembangan koperasi masih sejalan dengan konsep teori manajemen bisnis? 5. Apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat? 6. Bagaimana pola pengemabngan koperasi di masa depan pada lingkungan yang Studi literature Perkoperasian
Studi literature Manajemen KOPERASI DIMENSI MANAJEMEN KOPERASI 1. 2. 3.
Dimensi Keanggotaan Dimensi Kepengurusan Dimensi Usaha
KAJIAN LAPANGAN • • • Studi literature Best Practices Manajemen koperasi di Negaranegara lain
Observasi proses dan fungsi manajemen Observasi perilaku manajemen koperasi Observasi dan analisa prospek koperasi Studi Dokumenter Data Kinerja Koperasi Indonesia
ALTERNATIF SOLUSI Sinergi dan prospek pengembangan manajemen koperasi
Diskusi di Perguruan Tinggi Pengayaan
MODEL KEBIJAKAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KOPERASI (Menjawab 6 pertanyaan kajian)
17
BAB III OBJEK DAN METODE KAJIAN 3.1 OBJEK KAJIAN Objek dari kajian ini adalah prospek koperasi dari perpektif ilmu manajemen koperasi 1. Prospek adalah harapan atau kemungkinan masa depan koperasi Indonesia dapat berkembang atau tidak dapat berkembang dalam lingkungan persaingan global ditinjau dari ilmu manajemen bisnis. 2. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. 3. Yang dimaksud ilmu manajemen koperasi dalam kajian ini adalah ruang lingkup perkoperasian yang mencakup antara lain prinsip-prinsip koperasi, kelembagaan koperasi, keanggotaan koperasi, sistem akuntansi koperasi, tipe organisasi koperasi, konsep efisiensi koperasi, dan pengendalian internal koperasi.
3.2 METODE KAJIAN Metoda yang diterapkan pada kajian ini adalah explorative study dengan teknik studinya menggunakan kombinasi antara: •
Studi Literatur, difokuskan kepada literatur perkoperasian, ekonomi koperasi, manajemen koperasi, serta
pustaka-pustaka hasil kajian yang relevan dengan
kegiatan ini baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan termasuk publikasi internet. •
Pendapat ahli, dilakukan melalui konsultasi dan diskusi terbatas yang dilakukan pada 2 perguruan tinngi yang memiliki kajian ekonomi kerakyatan khususnya dibidang manajemen yang secara cepat dan terarah akan
mengkritisi dan
memberikan kontribusi dalam penyempurnaan konsep rumusan rekomendasi hasil kajian dari perspektif disiplin ilmu manajemen. •
Observasi lapangan, dengan pendekatan expert exploratif
survey.
Kegiatan
observasi lapangan dengan pendekatan expert exploratif survey dimaksudkan 18
untuk memperoleh deskripsi tentang ciri-ciri dan kondisi penerapan karakteristik variabel manajemen koperasi secara cepat dan dapat diandalkan. Koperasi yang menjadi obyek observasi terdiri
dari 9 unit koperasi yang berada di Provinsi
Sulawesi Utara dan Jawa Barat.
3.2.1 Data Yang Diperlukan 3.2.1.1 Jenis Data Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh melalui survei terhadap objek koperasi yang digali baik melalui wawancara dengan responden dari representasi stakeholder manajemen koperasi ( Pengurus, Pengawas, Manajer, Karyawan dan anggota ) yang dapat menerangkan ciri-ciri dan kondisi variabel manajemen koperasi. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung,
yang dalam kajian ini mencakup: Laporan
pertanggung jawaban pengurus, RAPBS koperasi, Rencana strategis koperasi dan data statistik lainnya yang relevan dengan topik kajian pada koperasi yang dikaji. 3.2.1.2 Macam Data Macam Data dalam penelitian diturunkan dari operasionalisasi variabel pengkajian yang
mencakup tiga dimensi yaitu dimensi
keanggotaan, dimensi kepengurusan, dan dimensi usaha. 3.2.2 Sumber Data Data yang diperlukan dan diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan dalam kajian ini berasal dari :
19
1) Informan, yaitu orang yang dapat memberikan keterangan atau yang mempunyai keterlibatan langsung dengan
kegiatan manajemen
koperasi
dalam hal ini Pengurus, Pengawas, Manajer, Karyawan, Anggota dan para pakar manajemen bisnis koperasi. 2) Catatan dan Dokumen, yaitu sumber data yang tertulis atau dokumen yang memuat informasi yang berhubungan dengan kinerja koperasi, baik kinerja koperasi Indonesia secara nasional ataupun kinerja koperasi yang menjadi objek kajian. 3) Sumber-sumber lainnya yang dapat diandalkan.
3.2.3 Variabel Kajian dan Teknik Pengumpulan Data Variabel – variabel yang dikaji disesuaikan dengan Term of References yang diberikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia. Atas pertimbangan tujuan kagiatan kajian dan ruang lingkup kajian maka Teknik pengumpulan data yang diterapkan berdasarkan variabel kajiannya
disajikan
dalam tabel berikut: Metode No
Variabel kajian
1
Mazhab pengembangan koperasi
2
Perbedaan koperasi dgn pelaku usaha lain
3
Prinsip dan nilai dasar koperasi
Survei lapangan
Studi literatur ! !
!
!
Diskusi dgn pakar ! ! !
20
4
Keanggotaan
!
!
!
5
Kelembagaan
!
!
!
6
Pengendalian internal
!
!
!
7
Proses pengambilan keputusan (one man one vote)
!
!
!
8
Sistem akuntansi
!
!
!
9
Laporan keuangan dan penataan permodalan
!
!
!
Konsep efisiensi usaha koperasi
!
!
Tipe organisasi koperasi
!
!
11
3.2.3.1 Survei lapangan Survei
lapangan
dimaksudkan
untuk
memperoleh
data
tentang
implementasi manajemen koperasi di lapangan. Untuk melakukan survei ini, maka variable-variabel yang menjadi aspek kajian seperti yang telah diuraikan diatas dioperasionalkan sebagai berikut: a) Teknik Penentuan Sampel Unit sampel wilayah kajian telah ditetapkan secara purposif yaitu di 2 ( dua) provinsi meliputi Sulawesi Utara dan Jawa Barat. keragaman dan kompleksitas koperasi baik dilihat dari
Memperhatikan jenis, bentuk
organisasi, sektor usaha, jangkauan pelayanan, skala bisnis, heterogenitas keanggotaan maka penetapan sampel koperasi sebagai obyek observasi pada masing-masing wilayah dikelompokkan kedalam:
21
1) Koperasi multi purpose – multi komoditi diwakili oleh Koperasi Unit Desa 2) Koperasi single purpose – single komoditi diwakili oleh Koperasi Simpan Pinjam 3) Koperasi single purpose – multi komoditi diwakili oleh Koperasi peternakan atau koperasi lain sussuai dengan kondisi daerah. Meskipun obyek sampel pengamatan difokuskan pada koperasi primer, tapi untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap manajemen koperasi, obyek pengamatan
diperluas kepada Koperasi Sekundernya. Untuk lebih
jelasnya sebaran sampel disajikan dalam tabel berikut: b) Lokasi Penelitian dan Sampel Untuk kajian denga teknik survei ini, penelitian dilakukan di Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Jawa Barat dengan sebaran sampel sebagai berikut: Tabel 1 : Sebaran Sampel Koperasi Berdasarkan Wilayah Kajian Provinsi Sulawesi Utara
Nama Koperasi 1. Kopeasi Unit Desa (KUD) Wenang (Manado) 2. Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera (Manado) 3. Puskud Sulawesi Utara (Manado) 4. Koperasi Perikanan Tirta (Minahasa Utara)
Jawa Barat
5. Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU)
22
6. KUD Karya Teguh (Lembang) 7. KUD Trisula (Majalengka) 8. Koperasi Simpan Pinjam Trisula (Majalengka) 9. Koperasi Pertanian (Majalengka)
Yang menjadi responden dalam kajian ini adalah pengurus, manajer, karyawan dan anggota dengan perincian sebagai berikut. Tabel 2 : Responden Responden 1. 2. 3. 4.
Jumlah (orang)
Pengurus Manajer Karyawan Anggota
9 9 27 27
3.2.3.2 Studi Literatur Studi
literatur
ini
dimaksudkan
untuk
menggali
konsep-konsep
perkoperasian yang tercakup dalam ruang lingkup kajian di atas, dan secara khusus untuk menggali konsep tentang: 1) mazhab pengembangan koperasi, 2) perbedaan koperasi dan pelaku usaha lain, 3) konsep tentang efisiensi usaha koperasi, dan 4) konsep tipe-tipe organisasi koperasi. Studi literatur juga dimaksudkan untuk mengkaji dan membandingkan koperasi Indonesia dengan koperasi di luar negeri yang lebih maju. Hasil dari kajian literatur ini sebagai bahan acuan untuk menganalisis implementasi manajemen koperasi dari hasil survei lapangan.
23
3.2.3.3. Diskusi Dengan Pakar Diskusi dengan pakar koperasi
ini dimaksudkan untuk lebih
memperkaya, memperkuat dan mensinergikan konsep-konsep perkoperasian yang tarcakup dalam ruang lingkup kajian di atas, dan secara khusus untuk menggali konsep tentang: 1) mazhab pengembangan koperasi, 2) perbedaan koperasi dan pelaku usaha lain, 3) konsep tentang efisiensi usaha koperasi, dan 4) konsep tipe-tipe organisasi koperasi. Ada dua pendekatan diskusi yang dilakukan dalam kegiatan diskusi dengan pakar. Pendekatan pertama menanyakan dan mohon izin mengcopy hasil penelitian koperasi dari pakar yang relevan dengan ruang lingkup kajian manajemen koperasi, dan pendekatan kedua adalah melakukan diskusi mendalam tentang aspek-aspek yang termasuk dalam ruang lingkup kajian, terutama keempat aspek khusus seperti disebutkan di atas. Dalam melakukan diskusi dengan pakar ini, pakar yang dihubungi berasal dari beberapa kampus perguruan tinggi di Bandung, Yogyakarta, dan Malang.
3.2.4 Teknik Analisis Data Analisis
data
dilaksanakan
untuk
dapat
menyimpulkan
dan
merekomendasikan berbagai hal berkaitan dengan tujuan Kajian Prospek Koperasi dari Perspektif Disiplin Ilmu Manajemen Koperasi. Metoda yang digunakan direncanakan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
24
BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan terhadap hasil kajian ini dilakukan secara integratif dengan memadukan antara data hasil kajian lapangan, kajian literatur dan hasil studi dengan para pakar manajemen koperasi. Pembahasan berikut adalah untuk memberikan jawaban yang komprehensif apakah praktek perkoperasian di lapangan yang berdasarkan sistem perundangan yang berlaku di Indonesia mengalami kendala, dan jika mengalami kendala bagaimana solusi yang ditawarkan. Pembahasan dilakukan per variabel secara berurutan sesuai dengan Term of Reference. 4.1 MAZHAB PENGEMBANGAN KOPERASI Dari berbagai penjelasan tentang mazhab dalam ekonomi ataupun koperasi, antara lain penjelasan mazhab ekonomi dari William Kapp dan Lore L Kapp yang dikutip oleh Wahyu Sukotjo (1992) yang mengartikan mazhab ekonomi
serta penjelasan Wahyu
Sukotjo (1992) sendiri untuk mazhab koperasi, maka dapat saya simpulkan bahwa yang dimaksud dengan mazhab dalam mazhab koperasi adalah suatu sistem pemikiran yang menjadi landasan gerak bagi pihak Pemerintah dan pihak gerakan koperasi untuk mengembangkan koperasi. Dari telusuran literatur, dapat ditemui adanya dua pengelompokan mazham/ sistem pemikiran penting tentang pengembangan koperasi, yaitu pertama sistem pemikiran nominalis – esensialis, dan kedua sistem pemikiran sosialis – tolok ukur koperasi – persemakmuran koperasi – koperasi dunia ketiga. Uraian di bawah ini akan mengupas masing-masing kelompok sistem pemikiran dan mensintesiskan di antara keduanya.
25
4.1.1 Mazhab/Sistem Pemikiran esensialis – nominalis Sistem pemikiran esensialis – nominalis antara lain dikemukan oleh Hanel (1989). Dalam hal ini Hanel (1989:27) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan dalam mendefinisikan koperasi baik dalam teori maupun praktek. Kedua pendekatan yang dimaksud yaitu, pertama, pendekatan ilmiah esensialis (pengertian koperasi menurut hukum) dan kedua, pendekatan ilmiah nominalis (pengertian koperasi menurut ekonomi). Pendekatan ilmiah esensialis (legal sense) adalah suatu pendekatan dalam mendefinisikan koperasi selalu bertitik tolak dari prinsip-prinsip koperasi, terutama prinsip-prinsip koperasi yang diterapkan oleh para pelopor koperasi. Pendekatan ilmiah esensialis beranggapan bahwa prinsip-prinsip koperasi itu di satu pihak, memuat sejumlah nilai, norma, dan tujuan konkrit yang harus ditemukan pada semua koperasi. Di pihak lain, prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsi-prinsip pengembangan organisasi dan pedoman-pedoman kerja yang pragmatis, yang hanya berhasil diterapkan pada keadaan-keadaan tertentu saja. Berikut ini disajikan pengertian atau definisi koperasi menurut pendekatan ilmiah esensialis (pengertian koperasi menurut hukum) sebagai berikut: menurut rekomendasi
Organisasi
Buruh
Internasional
(International
Labour
Organization/ILO) Tahun 1986 Nomor 127, Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa: “Koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang yang berkumpul secara sukarela untuk berusaha bersama mencapai suatu tujuan bersama melalui suatu organisasi yang dikontrol secara demokratis, bersamasama berkontribusi sejumlah uang dalam menbentuk modal yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama tersebut dan bersedia turut bertanggungjawab menaggung risiko dari kegiatan tersebut, turut menikmati manfaat usaha bersama tersebut sesuai dengan kontribusi permodalan yang diberikan orang-orang tersebut, kemudian orang-orang tersebut secara bersama-sama dan langsung turut memanfaatkan organisasi tadi”. 26
Aliansi Koperasi Internasional (International Cooperative Alliance/ICA) tahun 1995 mendefinisikan Koperasi sebagai berikut: “Koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang mandiri (autonomous) bersatu secara sukarela untuk memenuhi kepentingan bersama dalam bidang ekonimi, sosial, budaya, dan aspirasi, melalui suatu badan usaha (enterprise) yang dimiliki bersama dan dikontrol secara demokratis”. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, dalam pasal 1 ayat (1) menyatakan : “ bahwa koperasi adalah usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan; ayat (2) Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi; ayat (3) Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang; ayat (4) Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi; ayat (5) Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi”. Berbeda dengan pendapat para esensialis, maka menurut pengertian nominalis, yang sesuai dengan pendekatan ilmiah modern dalam ilmu ekonomi koperasi, koperasi adalah lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi yang tanpa memperhatikan bentuk hukum atau wujudnya memenuhi kriteria tersebut di bawah ini (Dufler, 1974:9; Munkner, 1976:5, Hanel, 1989:29): (1) Sejumlah individu yang bersatu dalam suatu kelompok atas dasar sekurangkurangnya satu kepentingan atau tujuan yang sama (Kelompok Koperasi). (2) Anggota-anggota kelompok koperasi secara individual bertekad mewujudkannya, yaitu memperbaiki situasi ekonomi dan sosial mereka, melalui usaha bersama dan saling tolong menolong (Swadaya dari Kelompok Koperasi) (3) Sebagai instrumen (wahana) untuk mewujudkannya adalah suatu perusahaan yang dimiliki dan dibina secara bersama (Perusahaan Koperasi) 27
(4) Perusahaan Koperasi itu ditugaskan untuk menunjang kepentingan para anggota koperasi itu, dengan cara menyediakan atau menawarkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh para anggota dalam kegiatan ekonominya, yaitu dalam perusahaan atau rumah tangganya masing-masing (Tujuan/Tugas dan Promosi Anggota) Antara kedua pendekatan memang sepertinya merupakan dua kutub pemikiran yang berbeda. Dari kajian yang dilakukan antara lain dimaksudkan untuk mencari titik terang konsep mana yang cocok dikembangkan untuk koperasi di Indonesia ke depan, apakah koperasi berdasarkan konsep esensialis atau nominalis. Namun di antara kedua pendapat esensialis dan nominalis, kalau ditelusuri lebih cermat, ternyata selain ada perbedaan, ada juga kesamaan. Perbedaannya, pertama: konsep esensialis lebih berpegang kepada aspek hukum dan prinsip-prinsip koperasi, sedangkan konsep nominalis lebih bersifat pragmatis yang berlandaskan kepada adanya kesamaan kepentingan dari para anggota koperasi. Sedangkan yang menjadi kesamaan antara kedua mazhab adalah pertama: baik pendekatan esensialis maupun pendekatan nominalis, kedua-duanya melihat koperasi sebagai organisasi yang mempunyai prinsip identitas ganda (dual identity), yaitu anggota sebagai pemilik (owner) dan anggota sebagai pelanggan (user) yang dalam kegiatannya melakukan usaha bersama untuk kepentingan bersama. Namun prinsip identitas ini harus diterapkan dalam arti luas, karena perusahaan-perusahaan koperasi juga melakukan usahanya dengan bukan anggota dan memperoleh dukungan dari orang-orang atau lembaga-lembaga yang tidak berkepentingan secara langsung kepada pelayanan, tetapi menunjang keberhasilan perkembangan koperasi (Hanel, 1989:30). Kesamaan kedua adalah koperasi dipandang merupakan organisasi yang otonom yang berada dalam lingkungan sosial ekonomi dan dan sistem ekonomi, yang memungkinkan setiap individu dan setiap kelompok orang merumuskan tujuan28
tujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui aktivitasaktivitas ekonomi yang dilaksanakan secara bersama. Untuk penerapannya dalam perkoperasian di Indonesia, jika dicermati dari peraturan perundangan tentang perkoperasian yang berlaku, dapat disimpulkan bahwa perkoperasian Indonesia merupakan penerapan campuran dari dua mazhab nominalis dan esensialis. Alasan kesimpulan ini adalah: (1) Dilihat dari arti perkoperasian seperti dijelaskan dalam pasal 1 Undang-undang Perkoperasian...” bahwa koperasi adalah usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”. Pernyataam berdasarkan prinsip koperasi dan atas asas keleuargaan tersebut jelas merupakan penegasan aspek esensial dari koperasi. (2) Dalam perkoperasian Indonesia diberlakukan 7 (tujuh) prinsip koperasi yang secara dengan tegas menggariskan nilai-nilai dasar (esensial) dari perkoperasian. Hal ini dinyatakan dalam Undang-undang Perkoperasian Pasal . 5, (3) Koperasi Indonesia bertujuan untuk promosi ekonomi anggota, pembagian Sisa Hasil Usaha secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing, koperasi juga harus memberikan Manfaat Ekonomi Langsung (MEL) kepada anggota berupa selisih harga dengan harga pasar seperti dikehendaki oleh PSAK No 27. Pernyataan-pernyataan ini menggambarkan aspek nominalis dari koperasi. 4.1.2 Mazhab/Sistem Pemikiran: Sosialis – Tolok Ukur Koperasi – Persemakmuran Koperasi – Koperasi Dunia Ketiga Empat mazhab/sistem pemikiran koperasi seperti dituliskan dalam subjudul di atas adalah sistem pemikiran yang dikemukan oleh Wahyu Sukotjo (1992), 29
namun pemikiran Wahyu Sukotjo sendiri adalah merupakan pengembangan dari pemikiran yang disampaikan oleh Paul Herbert Casselman (1952). Casselman merinci ada empat mazhab yaitu: (1) mazhab koperasi Sosialis (the socialist school of cooperatives), (2) mazhab Tolok Ukur Koperasi (the competitive or cooperative Yardstick school), (3) mazhab Persemakmuran Koperasi (the
cooperative
commonwealth school), dan (4) mazhab koperasi lainnya, antara lain Nimes, Perancis. Berdasarkan pemikiran dari Casselman ini, Wahyu Soekotjo kemudian lebih menspesifikan sistem pemikiran yang keempat menjadi sistem pemikiran Koperasi Dunia Ketiga. Mazhab Koperasi Sosialis melihat koperasi sebagai sub-sistem dari sistem sosialis/komunis, atau sebagai batu loncatan/lahan persiapan bagi suatu negeri sosialis/komunis. Mazhab Tolok Ukur Koperasi memandang koperasi sebagai sarana untuk mengendalikan keburukan-keburukan yang ada pada sistem kapitalis. Gambaran mengenai mazhab Tolok Ukur Koperasi antara lain: (a) menerima tata ekonomi campuran, (b) menganut the institutional economic balance theory yang mengidamkan keseimbangan yang serasi antara sektor negara, koperasi dan swasta, serta (c) menginginkan agar usaha ekonomi yang melaksanakan ketiga prinsip sosial kerjasama, keadilan sosial dan pemerataan harus digalakkan untuk memaksa sistem usaha yang mengejar laba dapat dibendung ekses-eksesnya. Mazhab Persemakmuran koperasi mengidamkan tatanan ekonomi dan masyarakat di mana koperasi merupakan lembaga ekonomi yang dominan. Perusahaan milik swasta menempati nomor dua, jadi sama sekali kebalikan dari keadaan yang kita temui di banyak negara dewasa ini. Sedangkan tentang pengertian mazhab Koperasi Dunia Ketiga, Wahyu Soekotjo menjelaskan bahwa mungkin saja tidak dapat ditemukan satu sistem pemikiran yang 30
jelas dan tajam, namun pada mazhab ini terdapat pola yang cukup uniform maupun kesamaan pendekatan yang menyatukan koperasi di negara sedang berkembang yaitu mengakui, menerima peranan pemerintah dalam membangun koperasi, dalam rangka pembangunan nasionalnya. Dari uraian tentang keempat mazhab koperasi di atas, satu alur pikir yang dapat diambil adalah bahwa keempat mazhab tersebut menggambarkan proporsi peran pemerintah dalam pengembangan koperasi. Dalam hal ini, menurut mazhab koperasi sosialis
peranan pemerintah etatistis,
menurut
mazhab Tolok Ukur
Koperasi peranan pemerintah dan koperasi saling mengisi, menurut mazhab Persemakmuran peranan pemerintah dan koperasi saling terintegrasi jadi satu, dan menurut mazhab Koperasi Dunia Ketiga peranan pemerintah dalam pembangunan koperasi diakui/tidak ditolak gerakan koperasi. Ujud peranan pemerintah itu sendiri dapat berbeda-beda menurut keadaan dan kebutuhan koperasi serta taraf perkembangan gerakan. Untuk implementasinya
Indonesia,
secara cita-cita kalau menyimak
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 yang belum diamandemen, dengan tegas dinyatakan
bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas
kekeluargaan”. Dan dalam penejelasannya disebutkan bahwa bangun perekonomian yang dikehendaki adalah koperasi . Ini pula yang disampaikan oleh Moh Hatta (1991) bahwa “suatu perekonomian nasional yang berdasar atas koperasi, inilah ideal kita.” Dengan dasar ini, dapat disimpulkan bahwa, secara cita-cita, mazhab koperasi yang ingin kita anut adalah Mazhab Persemakmuran.
Namun cita-cita yang
digariskan oleh Pasal 33 Undang-undang Dasr 1945 yang belum diamandemen itu di Indonesia belum terwujud. Tetapi dari pengalaman di dunia pun, seperti yang 31
disampaikan oleh Munker (1983) yang dikutip oleh Wahyu Soekotjo (1992) bahwa “di masa lalu, usaha untuk mendirikan persemakmuran koperasi atau suatu republik koperasi (republica cooperativa) seperti Republik Koperasi Guyana, ternyata telah kurang berhasil.” Namun, jika merujuk kepada pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen bahwa
dalam pasal (4) disebutkan “Perekonomian basional
diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Dari ayat ini penulis dapat sampaikan beberapa tafsiran sebagai berikut: (1) pasal ini tidak dengan tegas menyebutkan bahwa koperasi atau bentuk badan usaha lain sebagai badan usaha yang dominan dalam perekomian, melainkan pasal ini menekankan kepada penciptaan sebuah “sistem ekonomi”. (2) Pasal ini mengharapkan terciptanya keadilan, keseimbangan, kebersamaan, dan kesatuan ekonomi nasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernyataan ini dapat ditafsirkan sebagai sebuah harapan terciptanya sebuah sistem ekonomi yang merupakan satu kesatuan dari semua pelaku ekonomi yang mencakup koperasi, BUMN dan swasta. Pikiran ini semaksud dengan pikiran dalam mazhab Tolok Ukur Koperasi yang “ mengidamkan keseimbangan yang serasi antara sektor negara, koperasi dan swasta” dan menghendaki “agar usaha ekonomi yang melaksanakan ketiga prinsip sosial kerjasama, keadilan sosial dan pemerataan”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi yang dikehendaki oleh ayat (4) Pasal 33 UUD 1945 yang telah diamandemen
adalah sejalan dengan Mazhab Tolok Ukur Koperasi. Dengan
kata lain, kita boleh menafsirkan bahwa Undang-undang dasar kita memberikan 32
peluang yang sama terhadap BUMN, swasta dan koperasi untuk berkembang. Namun demikian, dalam amandemen itu ditegaskan bahwa semua bentuk badan usaha (BUMN, swasta ataupun koperasi) harus berlandaskan kepada prinsip efisiensi. 4.1.3 Sintesis di antara Kedua Pengelompokan Mazhab Berdasarkan uraian tentang mazhab koperasi, antara mazhab esensialis – nominalis dan mazhab yang empat (Sosialis, Tolok Ukur Koperasi, Persemakmuran, Dunia Ketiga), maka dapat diambil sebuah sintesa bahwa penerapan dari sistem pemikiran esensialis – nominalis lebih memberikan panduan kepada pihak gerakan koperasi dalam mengoperasionalkan dan mengembangkan koperasi di lapangan, apakah lebih kepada aspek-aspek esensial nilai-nilai koperasi ataukah lebih kepada aspek-aspek rasional ekonomis koperasi.
Sedangkan
mazhab yang empat lebih
menerangkan kepada proporsi peran pemerintah dalam pengembangan koperasi di suatu negara. Untuk implementasinya
Indonesia,
secara cita-cita kalau menyimak
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 nampak bahwa bangun perekonomian yang dikehendaki adalah koperasi sebagai soko guru (utama). Ini pula yang disampaikan oleh Moh Hatta (1991) bahwa “suatu perekonomian nasional yang berdasar atas koperasi, inilah ideal kita.” Dengan dasar ini, dapat disimpulkan bahwa, secara citacita, mazhab koperasi yang ingin kita anut adalah Mazhab Persemakmuran. Namun jika mengacu kepada Pasal 33 Undang-undang dasar 1945 yang telah diamandemen, maka sistem perekonomian yang dikehendaki sejalan dengan pikiran yang dinyatakan oleh mazhab Tolok Ukur Koperasi.
33
Namun demikian, jika dipertanyakan apakah koperasi di Indonesia ke depan perlu bermazhab? Sebagai Tenaga Ahli Koperasi dalam kajian ini penulis ingin menjelaskan sebagai berikut: (1) Mazhab pada dasarnya adalah sebuah sistem pemikiran yang sifatnya kontekstual, artinya sistem pemikiran ini lahir karena kondisi dan situasi spesifik sesuai zaman dan tempat. Artinya mazhab itu tidaklah berarti sesuatu yang harus dianut bulatbulat oleh suatu
negara. Setiap negara memiliki kondisi spesifik, baik secara
struktur sosial maupun struktur ekonominya. (2) Kekhasan yang ada di setiap negara, termasuk Indonesia, mestinya menghasilkan sistem pemikirtan tersendiri yang tepat tentang pengembangan koperasi. (3) Bahwa dalam struktur sosial dan struktur perekonomian Indonesia yang masih kental dicirikan dengan dualistik, perlunya peran koperasi sebagai media untuk penyeimbang ketimpangan struktural telah diakui oleh semua pihak. (4) Sesuai dengan kesimpulan yang telah disampaikan di atas bahwa semua mazhab menyatakan perlunya peranan/dukungan koperasi,
pemerintah dalam pengembangan
maka di Indonesia pun peranan/dukungan
pemerintah diperlukan
dalam pengembangan koperasi, mengingat bahwa koperasi pada umumnya dibentuk oleh orang-orang yang secara stuktural sosial-ekonomi berada di bawah. (5) Namun, sebagai sebuah lembaga ekonomi yang harus menerapkan prinsip-prinsip efisiensi koperasi, dan diharapkan harus berkesinambungan secara mandiri, maka pendirian dan pengembangan koperasi haruslah didasarkan atas kajian kelayakan baik dari aspek sosial, ekonomi, dan lain-lain, baik dalam lingkup lokal ataupun regional. Sebab dari pengalaman di negara-negara yang koperasinya telah maju, 34
ternyata koperasi akan berkembang baik pada komoditi-komoditi tertentu dan pada situasi pasar tertentu. Sebagai contoh, di Denmark koperasi berkembang sangat baik pada komoditi pertanian khususnya babi, susu, sapi potong dan pengadaan sarana produksi pertanian, namun koperasi di Denmark kurang berhasil dalam pengadaan mesin-mesin dan bangunan penunjang kegiatan pertanian. Selain itu, koperasi umumnnya tidak berhasil pada pasar yang sudah berlaku secara sangat efisien. Artinya, pengembangan koperasi Indonesia ke depan haruslah berpijak pada kebutuhan yang real, kelayakan, dan dukungan yang konkrit dari Pemerintah, dan bukannya karena melaksanakan sebuah mazhab. 4.2 Konsep-Konsep Tentang Efisiensi Usaha Koperasi Persoalan tentang efisiensi usaha koperasi sering diperbicangkan, apakah koperasi harus menerapkan prinsip-prinsip efisiensi seperti halnya dalam manajemen .
Untuk
menjawab pertanyaan ini, maka perlu diawali dengan mendeskripsikan konsep efisiensi terlebih dahulu. Usman (1987:30) yang dikutip oleh Achmad Slamet (1993) mengemukakan bahwa secara welfare economics yang dimaksud dengan efisiensi ialah apabila untuk suatu proses produksi semua sumber daya yang tersedia, yaitu meliputi alam, tenaga manusia dan wiraswasta, dipakai dalam produksi. Adapun menurut Steers (1977:20) yang dikutip oleh Achmad Slamet (1993) menyatakan bahwa efisiensi dalam organisasi itu dibedakan dalam dua jenis yaitu: efisiensi potensial dan efisiensi nyata. Efisiensi potensial adalah tingkat efisinesi optimal dimana organisasi secara teoritik dapat berfungsi dengan ciri unik mereka sendiri beserta proses, produk dan seterusnya. Sedangkan efisiensi nyata mengambarkan nisbah biaya/laba yang sesungguhnya dicapai oleh sebuah organisasi.
35
Untuk hal yang sama, Yutopoulos dan Nugent (dalam Djamhari, 1986:11) menyatakan bahwa
pengertian yang intuitif tentang efisiensi mengacu pada pencapaian
output yang maksimum dari sekumpulan sumberdaya tertentu; semakin besar rasio output terhadap input, berarti semakin tinggi efisiensinya.
Dengan demikian perbandingan
tersebut apabila ditinjau: a. Dari sudut input (usaha): suatu pekerjaan adalah efisien apabila suatu hasil tertentu dapat dihasilkan oleh usaha yang minimal. (Konsep ini dalam literatur lain disebut least cost combination) b. Dari sudut output (hasil): suatu pekerjaan adalah efisien apabila dengan usaha tertentu dapat diperoleh hasil yang maksimal. (Konsep ini dalam literatur lain sering disebut output maximization) Pertanyaannya adalah, bagaimana halnya dengan ukuran efisiensi di koperasi, ukuran output yang digunakan bagi siapa, bagi perusahaan koperasi kah, atau bagi anggota kah, jika mengingat bahwa koperasi sebagai suatu sistem sosio-ekonomi?. Dalam kaitan dengan pertanyaan ini, mengukur efisiensi koperasi sebagai suatu sistem sosio-ekonomi, Hanel (1985:244) menggunakan pendekatan tripartite, yaitu suatu pendekatan sistem dimana efisiensi koperasi diukur berdasarkan tercapainya tujuan dan sistem tujuan dari berbagai pihak yang berkepentingan terhadap koperasi. Dalam kaitan ini Hanel kemudian merinci ada tiga indikator efisiensi: a. Efisiensi operasional/efisiensi pengelolaan usaha: adalah tolok ukur sejauh mana tujuan perusahaan koperasi sebagai badan usaha ekonomi dapat dicapai. b. Efisiensi anggota: adalah tolok ukur sejauahmana kemampuan koperasi memberikan pelayanan yang menunjang tercapainya tujuan para anggota. 36
c. Efisiensi pembangunan, adalah tolok ukur sejauhmana koperasi mampu memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pembangunan. Agak berbeda dengan pandangan tripartit dari Hanel,
Hendar dan Kusnadi
(2002:49) lebih menspesifikan ukuran kinerja koperasi kedalam dua ukuran, yaitu efisiensi yang diartikan sebagai perbandingan antara output dengan input, dan efektivitas yang diartikan sebagai perbandingan antara tujuan dengan input.
Perbedaan ini dianggap
penting karena secara operasional bisa saja terjadi output tidak sama dengan tujuan, sehingga sesuatu yang efisien belum tentu efektif, atau sebaliknya sesuatu yang efektif belum tentu efisien. Koperasi yang ideal adalah koperasi yang efisien dalam biaya dan efektif dalam mencapai tujuan. Karena dari pembahasan di atas, telah sampai kepada suatu kata bahwa tujuan koperasi adalah memberikan pelayanan usaha kepada parta anggotanya, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas koperasi yang dimaksud oleh Hendar dan Kusnadi itu adalah
sama dengan yang dimaksud dengan efisiensi pelayanan yang dimaksud oleh
Hanel. Selain dari itu, Hendar dan Kusnadi (2002:49) menyatakan bahwa efisiensi koperasi juga bisa dilihat dari konsep peranan koperasi dalam pemerataan. Proses pemerataan yang dilaksanakan lewat koperasi adalah proses pemerataan yang mengandung unsur pertumbuhan, dalam arti bahwa melalui koperasi para anggota mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk tumbuh dan meningkatkan ekonominya, dengan meningkatkan dirinya lewat peningkatan produktivitas dan efisiensi, pemanfaatan informasi pasar, economic of scale, external economies, dan lain-lain karena menjadi anggota koperasi. Jadi pemerataan terjadi karena perbaikan kemampuan anggota melalui pemanfaatan cooperatives effect.
Dengan deskripsi ini, nampaknya pandangan Hendar dan Kusnadi 37
(2002) tentang peran koperasi dalam pemerataan ini senafas dengan konsep efisiensi pembangunan yang dinyatakan olkeh Hanel (1985). Pandangan dari penulis sendiri terhadap Tripartit dari Hanel ini, penulis setuju namun dengan beberapa catatan: 1) Konsep efisiensi operasional, efisiensi anggota dan efisiensi pembangunan bukan merupakan konsep yang terpisah sendiri-sendiri, melainkan merupakan suatu konsep yang terintegrasi satu sama lain. Maksudnya, efisiensi pelayanan dapat terwujud jika tercapai efsiensi operasional, sebaliknya efisiensi operasional di koperasi dimaksudkan untuk memperoleh efisiensi pelayanan, dan bukan semata-mata untuk menumpuk keuntungan perusahaan koperasi. 2) Konsep efisiensi pembangunan dapat diaplikasikan dalam koperasi dalam konteks koperasi sebagai sebuah gerakan ekonomi kerakyatan. Jika ekonomi para anggota koperasi dan masyarakat meningkat maka efisiensi pembangunan tercapai, namun efisiensi pembangunan dapat dicapai jika diperoleh efisisiensi operasional dan efisiensi pelayanan. 3) Hubungan di antara ketiga efisiensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Operasional operasional
Pelayanan
Pembangunan
38
Gambar 4 : Integrasi efisiensi dalam Koperasi 4) Namun, untuk kepentingan penilaian efisiensi koperasi, maka efisiensi operasional dan efisiensi anggota akan lebih mudah dilakukan penilaiannya karena datanya akan dapat tersedia di koperasi. Sedangkan efisiensi pembangunan datanya akan sulit didapatkan di koperasi. Oleh karena itu, untuk kebutuhan praktis di lapangan, maka pengukuran efisiensi koperasi sudah memadai dengan pengukuran efisiensi operasional dan efisiensi anggota. Berkaitan dengan konsep efisiensi operasional, di kalangan pakar koperasi ada dua kutub pendapat, satu pendapat yang setuju dengan makna dari efisiensi opersional perusahaan koperasi yang diartikan koperasi harus memperoleh keuntungan dari opersional usahanya, dimana dari keuntungan ini koperasi dapat mengembangkan permodalannya, yang kemudian dapat mengembangkan usahanya, dan pada gilirannya dapat memberikan pelayanan kepada anggota dengan lebih baik. Bagi pihak yang setuju, mereka setuju menerapkan konsep-konsep ukuran efisiensi perusahaan koperasi dari aspek finansial. Salah seorang pakar yang berpendapat seperti ini adalah Ima Suwandi (1986) yang menyatakan bahwa dilihat dari sudut koperasi sebagai badan usaha, efisiensi koperasi sebagai perusahaan tidak berbeda ukurannya dengan efisiensi badan usaha lain. Efisiensi usaha tersebut dapat diukur dengan rasio-rasio keuangan sesuai dengan keragaan koperasi yang bersangkutan, seperti profit margin, tingkat perputaran modal usaha, rentabilitas modal sendiri, tingkat perputaran modal krja dan rentabilitas modal kerja. Namun pendapat Ima Suwandi ini dibantah oleh Hendar dan Kusnadi (2002) bahwa pengukuran efisiensi dengan cara yang dikemukakan Ima Suwandi tersebut nampaknya tidak cocok untuk sebuah koperasi, sebab koperasi bukanlah organisasi yang 39
profit oriented, sehingga tidak benar jika rentabilitas ekonomi, rentabilitas modal sendiri dan rentabilitas modal kerja bernilai tinggi menunjukkan koperasi telah bekerja secara efisien. Koperasi adalah organisasi bisnis yang service oriented, artinya kemajuan anggota yang lebih diutamakan. Dengan pemikirannya ini, Hendar dan Kusnadi lantas mengusulkan beberpa ukuran efisiensi opersional koperasi dengan melakukan perubahan-perubahan makna sebagai berikut : a. Tingkat Perputaran Modal Usaha Tingkat perputaran modal usaha digunakan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada kecepatan perputaran operating asset dalam periode tertentu. Tingkat perputaran modal usaha dapat diukur dengan membandingkan penjualan bersih (net sales) dengan modal usaha. Tingkat Perputaran Modal Usaha (TPMU) dicari dengan rumus : Penjualan bersih TPMU = Modal usaha b. Profit Margin Profit margin adalah perbandingan antara net operating income (NOI) dengan net sales (NS) dalam persen. Pada koperasi, profit marginbisa diperoleh dengan membandingkan SHU sebelum pajak ditambah manfaat langsung yang dinikmati anggota dengan penjualan bersih. Profit margin (PM) dihitung dengan rumus sebagai berikut : SHU sebelum pajak + Manfaat langsung PM =
x 100 % Penjualan
40
c. Rentabilitas Ekonomis Rentabilitas ekonomis
menggambarkan kemampuan perusahaan (termasuk
koperasi) dengan modal usaha yang dimiliki menghasilkan laba usaha sebelum pajak (SHU sebelum pajak). Rumus yang digunakan untuk mengukur rentabilitas ekonomis (RE) adalah sebagai berikut : 1). Secara langsung :
RE =
SHU sebelum pajak + Manfaat langsung x 100 % Modal Usaha
2). Secara tidak langsung Perhitungan rentabilitas ekonomis secara tidak langsung dilakukan dengan menghitung terlebih dahulu profit margin (PM) dan tingkat perputaran modal usaha (TPMU). Perkalian antara PM x TPMU merupakan rentabilitas ekonomis. RE = PM x TPMU d. Rentabilitas Modal Sendiri Rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan bersih setelah pajak. RMS digunakan untuk mengukur efsiensi penggunaan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rentabilitas modal sendiri dihitung dengan membandingkan laba setelah pajak dengan jumlah modal sendiri. Pada koperasi dihitung dengan membandingkan SHU setelah pajak dan manfaat langsung yang diterima anggota dengan modal sendiri. Rentabilitas Modal Sendiri (RMS) dicari dengan rumus :
41
SHU setelah pajak + Manfaat langsung RMS =
x 100 % Modal Sendiri
Berkaitan dengan konsep manfaat langsung dalam rumusan di atas, di dalam PSAK No 27 tahun 1999 paragraf 80 disebutkan lebih spesifik konsep
manfaat ekonomi
langsung bagi anggota berupa harga, yaitu harga barang dan jasa (dalam pembelian dan penjualan). Dalam pembelian barang oleh anggota (koperasi Konsumen), manfaat harga berupa selisih harga antara koperasi dengan harga di luar koperasi. Seharusnya harga koperasi lebih murah daripada harga di luar koperasi sehingga anggota Koperasi memperoleh manfaat efesiensi pembelian. Maka untuk seterusnya saya cenderung menyarankan menggunakan konsep manfaat ekonomi langsung (MEL) dalam rumusanrumusan efisiensi koperasi. Dengan pemikiran ini, maka dalam rumusan efisiensi yang saya ajukan dalam laporan ini adalah rumusan yang diajukan oleh Hendar dan Kusnadi dengan mengganti konsep manfaat langsung dengan konsep manfaat ekonomi langsung. Dengan penggunaan rumusan efisiensi di koperasi seperti yang saya ajukan di atas, maka akan lebih memberikan gambaran yang lebih adil dan realistis tentang efisiensi di koperasi, karena gambaran tentang efisiensi di koperasi Indonesia saat ini memperlihatkan figur bahwa tingkat efisiensi di koperasi itu sangat rendah. Sebagai gambaran, dari hasil kajian di 9 (sembilan) koperasi di Sulawesi Utara dan Jawa Barat diperoleh data bahwa efisiensi koperasi yang diukur dengan Rentabilitas Ekonomi menunjukkan sebaran angka antara 1.0 % dan 6.5 % dengan rata-rata 3.3 %. Secara umum rentabilitas ekonomis menggambarkan kemampuan perusahaan (dalam hal ini perusahaan koperasi) dengan modal usaha yang dimiliki menghasilkan laba usaha sebelum pajak (dalam perusahaan koperasi laba disebut Sisa Hasil Usaha). Rentabilitas 42
ekonomis mengukur efisiensi penggunaan modal usaha yang dimiliki koperasi. Semakin besar tingkat rentabilitas ekonomis, berarti semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan modal usaha tersebut. Jika dibandingkan dengan penelitian lain, misalnya Opik Ropikoh (2003) mengenai Evaluasi Faktor-faktor Yang Menyebabkan Turunnya Perputaran Modal Kerja dan Rentabilitas Ekonomis pada KUD Cipta Raharja, Majalengka mendapatkan kondisi yang lebih parah yaitu rata-rata dari tahun 1998 sampai tahun 2003, Rentabilitas Ekonomis KUD tersebut kurang dari 1 persen yaitu berkisar antara 0,14 sampai dengan 0,32 (pada saat itu kondisi perekonomian kita masih dalam masa krisis). Sebelum krisis, Lilis Suryati (1997) meneliti tentang Parisipasi Anggota Dalam Kontribusi Modal dan Pemanfaatan Pelayanan Koperasi Dihubungkan dengan Tingkat Rentabilitas Koperasi pada KUD Ngupaya Mino, Indramayu juga mendapatkan Rentabilitas Ekonomis koperasi dari tahun 1992 sampai tahun 1996 berkisar antara 0,09 persen hingga 3,21 persen. Dari data tersebut, untuk mengatakan apakah angka-angka tersebut sudah dapat menyimpulkan tingkat efisiensi usaha koperasi? Seperti yang dijelaskan Nurhayat Indra (2008) bahwa untuk menyimpulkannya dibutuhkan standar industri. Sangat disayangkan standar RE untuk koperasi di Indonesia masih belum ada. Biasanya standar industri akan dikelompokkan kedalam jenis usahanya misalnya standar RE untuk usaha perdagangan, RE untuk usaha manufaktur, RE untuk usaha jasa transportasi, RE untuk usaha pertambangan dan sebagainya. Jika standar RE industri masih belum ada, para ahli manajemen keuangan menggunakan standar tingkat bunga pasar dari deposito sebagai opportunity cost of money. Jika diambil tingkat bunga deposito saat ini 8 % pertahun, maka tingkat pencapaian RE koperasi dibawah 8 % dapat dikatakan koperasi tidak efisien (terjadi pemborosan pemakaian sumber daya ekonomi. Jika melihat kondisi koperasi 43
sampel di atas sebagian besar koperasi sampel memiliki tingkat efisiensi penggunaan modal yang rendah (tidak efisien). Meskipun untuk KSP yang bergerak di bidang bisnis keuangan mikro menunjukkan tingkat efisiensi yang lebih baik. Namun, ukuran Rentabilitas Ekonomi di atas adalah pengukuran dengan rumusan yang lajim digunakan, dan belum memasukkan konsep Manfaat Ekonomi Langsung (MEL) seperti yang penulis ajukan dalam laporan ini. Jika perhitungan RE telah memasukkan nilai Manfaat Ekonomi Langsung dalam perhitungan RE tersebut, maka gambaran RE koperasi akan meningkat, sehingga lebih realistis. Namun, untuk melakukan perhitungan RE dengan memasukkan nilai MEL tersebut kepada koperasi-koperasi yang dikaji saat ini tidak dapat dilakukan. Hal ini disebabkan oleh karena selisih harga antara harga pasar dengan harga di koperasi tidak pernah dicatat, padahal harga-harga itu sering berubah-ubah sepanjang waktu dalam setahun. Berkaitan dengan penilain efisiensi operasional koperasi ini, ada dikotomi pemikiran dalam hal bahwa “laba usaha” (yang dalam koperasi kemudian disebut Sisa Hasil Usaha)
penting bagi koperasi di satu pendapat, sedangkan pendapat yang lain
mengatakan laba itu tidak penting bagi koperasi, karena koperasi adalah lembaga usaha yang service oriented bukan profit oriented. Berkaitan dengan dikotomi pendapat
tentang laba dalam koperasi ini, Hanel
(1987) mengatakan bahwa laba diperlukan oleh perusahaan-perusahaan koperasi, sekurangkurangnya untuk pembentukan cadangan dan untuk bagian sisa hasil usaha yang harus dibayarkan untuk modal yang ditanamkan para anggotanya. Namun pihak yang tidak setuju dengan konsep ini berpandangan bahwa, koperasi harus diorientasikan kepada pelayanan ke anggota.
Harga-harga di koperasi kalau perlu diberlakukan pada service at cost. 44
Maknanya, dalam kondisi pemikiran yang ekstrim, tidak apa-apa koperasi memperoleh SHU nol rupiah, asalkan pelayanan kepada anggota maksimal. Namun terhadap pandangan ini, pihak nominalis menganggap, pikiran ini hanyalah pikiran “mimpi”, bagaimana permodalan koperasi dapat berkembang
kalau SHU nol rupiah, dan bagaiamana
perusahaan koperasi dapat berkembang kalau permodalan koperasi tidak berkembang, dan bagaimana pelayanan kepada anggota dapat berkembang kalau usaha koperasi tidak berkembang. Dalam persoalan ini, pandangan dari penulis , kembali kepada pernyataan di atas bahwa konsep efisiensi
untuk koperasi adalah efisiensi terintegrasi di antara
operasional dan pelayanan. Pandangan penulis sejalan dengan pandangan dari Yuyun Wirasasmita (1992:9) yang menyatakan bahwa ukuran keberhasilan koperasi tidak sematamata dengan ukuran efesiensi koperasi sebagai perusahaan, tetapi dengan ukuran efesiensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. Pandangan penulis sejalan pula
dengan pandangan dari Ropke (1989)
yang
menjelaskan tentang kaitan antara keuntungan yang harus diperoleh koperasi (efesiensi usaha) dengan peningkatan pelayanan terhadap anggota bahwa dalam jangka panjang koperasi harus survivel, tumbuh dan menghasilkan keuntungan/manfaat melalui: Pertama, kegiatan inovasi (mengintroduksi teknologi baru, metode organisasi baru, jasa dan produksi baru, dan sebagainya) baik didalam unit usaha koperasi maupun didalam perusahaanperusahaan milik anggota pribadi (members enterprises). Kedua, meningkatkan tingkat kemampuan atau kompetensi dan para anggotanya. Pendapat ini dipertegas oleh Sutaryo Salim (1991:37) yang menyatakan bahwa, koperasi merupakan suatu organisasi perusahaan otonom yang berkewajiban untuk memajukan kepentingan para anggota sebagai pelanggan perusahaan koperasi. Dengan demikian koperasi diharapkan bisa memberikan manfaat bagi
45
para anggotanya terutama manfaat ekonomis, yaitu mereka (anggota koperasi) bisa meningkatkan kegiatan usahanya. Berkaitan dengan ini, lebih lanjut menurut Yuyun Wirasasmita ada delapan kebijakan dan restrukturisasi koperasi dalam menuju efesiensi biaya, yaitu : “(1) Mendorong koperasi tunggal usaha (single purpose cooperative) dengan usaha inti (core business) yang layak; (2) Mendorong merger/amalgamasi bagi koperasi-koperasi kecil; (3) Menentukan kriteria keanggotaan sebagai pemilik dan pelanggan dan hubungan kontraktual antara anggota dan koperasi; (4) Proporsionalitas dan menanggung resiko, bersedia untuk memasok modal tambahan apabila diperlukan; (5) Yang berhubungan dengan pendidikan/pelatihan: Pendidikan/pelatihan yang terfokus sehingga meningkatkan efesiensi usaha anggota, keterampilan pengurus, keterampilan pengelola, dan keterampilan karyawan; (6) Yang berhubungan dengan kemitraan: Aliansi strategik dengan Koperasi dan swasta dalam dan luar negeri; (7) Yang berhubungan dengan eksternal ekonomis: Memanfaatkan kebijakan pemerintah, perlindungan hukum, perkreditan, perpajakan, cadangan usaha, penelitian, dan pendidikan/pelatihan; dan (8) Yang berhubungan dengan penerapan prinsip penghematan berdasarkan kaidah koperasi” (Rusidi, 2002:187). Dalam koperasi strategi biaya perlu diterapkan sebagai strategi dasar untuk menghasilkan keunggulan kompetitif bagi anggota (Porter, 1995:32; Yuyun Wirasasmita, 1997:3). Strategi biaya rendah dapat dilakukan apabila Koperasi mampu bekerja dengan efesien (Koutsoyiannis, 1975:126; Berry, 1993:29). Kesimpulan penulis dari uraian tentang konsep efisiensi koperasi di atas adalah: (1) dalam manajemen koperasi, konsep efisiensi yang digunakan merupakan konsep yang terintegrasi antara konsep efisiensi operasional, dan efisiensi anggota, kedua konsep efisiensi ini layak diopersioanalkan di koperasi. Implikasi dari wawasan integrasi ini adalah bahwa dalam ukuran efisiensi opersional usaha koperasi perlu dicakup juga aspek efisiensi anggota, (2) Dalam konsep efisiensi usaha koperasi, konsep Sisa hasil Usaha (SHU) sebagai sebuah parameter sudah memadai untuk mengukur efisiensi usaha koperasi 46
yang berwawasan efisiensi anggota, walaupun dari segi terminologi, istilah “sisa” hasil usaha itu sendiri dapat berkonotasi pada makna yang kontra-efisiensi, karena “sisa” itu bermakna bukan achievement melainkan residual dari sebuah aktivitas usaha, oleh karena itu penulis sarankan agar terminologinya diubah dengan terminologi yang lebih universal yaitu “surplus”, dan (3) Untuk lebih memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap efisiensi koperasi secara integratif, maka dalam formulasi efisiensi koperasi, selain mencantumkan nilai SHU, juga perlu disertakan nilai Manfaat Ekonomi Langsung (MEL) yang diberikan oleh koperasi kepada anggota pada saat transaksi, karena tanpa pencantuman nilai Manfaat Ekonomi Langsung ini maka pengukuran efisiensi koperasi menjadi tidak objektif lagi. 4.3 Konsep Tipe-tipe Organisasi Koperasi Dalam membahas tentang tipe-tipe organisasi koperasi, penulis mengartikan sebagai bentuk dan jenis organisasi koperasi. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Dalam hal ini ada dua pasal dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 yang menerangkan tentang bentuk dan jenis koperasi, yaitu pasal 15 tentang bentuk koperasi dan pasal 16 tentang jenis koperasi. Dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 disebutkan bahwa koperasi dapat berbentuk koperasi primer dan koperasi sekunder. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa pengertian koperasi sekunder meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer atau koperasi sekunder.
Berdasarkan kesamaan
kepentingan dan tujuan efisisiensi, koperasi sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti yang selama ini dikenal sebagai Pusat, Gabungan, dan
47
Induk, maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh koperasi yang bersangkutan. Koperasi primer adalah koperasi yang beranggotakan orang seorang dengan jumlah anggota minimalnya 20 orang, yang mempunyai kesamaan aktivitas, kepentingan, tujuan dan kebutuhan ekonomi. Sedangkan kopeasi sekunder adalah koperasi yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya tiga koperasi yang berbadan hukum baik primer maupun sekunder. Pendirian koperasi sekunder bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta mengembangkan kemampuan koperasi primer. Karena itu pendirian koperasi sekunder harus didasarkan pada kelayakan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan penjelasan Pasal 15 diatas, koperasi sekunder dapat didirikan tidak hanya oleh koperasi-koperasi yang sejenis saja, melainkan juga oleh koperasi yang berlainan jenis, karena terdapat kepentingan, aktivitas atau kebutuhan yang sama. Menyangkut hubungan antara koperasi primer dan koperasi sekunder, dalam Pasal 24 ayat 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa hak suara dalam koperasi sekunder dapat diatur dalam anggaran dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha koperasi anggota secara berimbang. Dengan demikian dalam koperasi sekunder tidak berlaku prinsip one man one vote. Prinsip ini dianut karena kelahiran koperasi sekunder merupakan konsekuensi dari asas subsidiary, yaitu adanya pertimbangan bahwa ada hal-hal yang tidak mampu dan atau tidak efisien apabila diselenggarakan sendiri oleh koperasi primer. Artinya secara konseptual dari pendekatan manajemen koperasi, pembentukan koperasi sekunder adalah untuk memperoleh efisiensi operasional melalui perbesaran skala ekonomi secara bersama-sama.
Dalam sebuah koperasi sekunder, koperasi primer
terintegrasi secara vertikal dengan koperasi sekunder, namun koperasi primer mempunyai 48
tingkat kebebasan dan kemandirian yang tinggi, artinya karena koperasi sekunder hanya akan menggantikan bagian dari hubungan pasar koperasi primer.
Koperasi sekunder
bukanlah pengganti pasar seutuhnya. Berdasarkan prinsip di atas, maka menurut pandangan penulis hubungan primersekunder itu sebaiknya tidak perlu dibuat hubungan
yang saya sebut saja “hirarkis-
monopolistik” seperti yang sekarang saat ini berlaku di Indonesia. Artinya, sekunder bagi KUD adalah Puskud, sekunder bagi koperasi pegawai RI adalah PKPRI, dst. Dengan ikatan seperti ini, maka seakan-akan sekunder KUD adalah Puskud, dan bukan koperasi yang lain. Bahkan wilayah Puskud sudah ditentukan satu propinsi sehingga ada Puskud Jawa Barat, Puskud Sulawesi Utara, dst. Pembentukan koperasi sekunder sebaiknya sama halnya dengan pembentukan koperasi primer yaitu didasarkan atas prinsip-prinsip kesamaan kepentingan dan kelayakan untuk mencapai efisiensi.
Ini sesuai dengan
penjelasan Pasal 15 diatas, koperasi sekunder dapat didirikan tidak hanya oleh koperasikoperasi yang sejenis saja, melainkan juga oleh koperasi yang berlainan jenis, karena terdapat kepentingan, aktivitas atau kebutuhan yang sama. Dengan penjelasan ini maka sekunder bagi KUD, misalnya, dapat saja Pusat Koperasi Simpan Pinjam, atau Pusat Koperasi Pemasaran Jagung, dst. Sehingga, sangat mungkin bahwa sebuah koperasi menjadi anggota dari beberapa koperasi sekunder, sesuai dengan kebutuhan usahanya. Dengan dasar pemikiran ini pula maka berkonsekuensi kepada
tidak perlu lagi
diberlakukan “pemaksaan” luasan wilayah kerja dari koperasi sekunder, karena dasar pembentukan koperasi sekunder adalah kelayakan. Dari kajian di lapangan, pembentukan koperasi sekunder yang didasarkan atas “hirarkis- monopolistik” tersebut ternyata tidak efektif, karena dari sembilan koperasi yang diamati, hanya dua koperasi yang menjalankan kerjasama usaha dengan koperasi sekunder 49
secara efektif yaitu KUD Karya Teguh dan KPSBU Lembang. Selebihnya tidak menjalankan kerjasama dengan sekunder karena berbagai faktor, antara lain karena pihak sekunder yang dianggap tidak profesional, usaha koperasi sekunder mandeg, layanan koperasi sekunder yang tidak kompetitif, dll. Tentang jenis koperasi, dalam Pasal 15
disebutkan bahwa Jenis koperasi
didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya, dan dalam penjelasannya berbunyi “Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa. Khusus Koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukan merupakan jenis koperasi tersendiri.”
Berdasarkan kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan akan dapat
ditetapkan fungsi-fungsi koperasi secara tepat sesuai dengan keinginan anggota. Dalam kaitan dengan bentuk dan jenis koperasi, Munker (1984) menyodorkan konsep koperasi terpadu, yaitu suatu koperasi harus merupakan bagian dari suatu sistem terpadu yang meliputi semua tahap, mulai dari produksi sampai dengan konsumsi dan yang semata-mata mementingkan kesejahteraan anggota. Koperasi terpadu bertujuan memaksimalkan keuntungan anggotanya.
Oleh karena itu
koperasi terpadu menaruh
perhatian pada semua kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan anggotanya dan berusaha memperoleh bantuan subsidi dari sumber luar. Koperasi terpadu hanya dapat dilaksanakan oleh para manajer yang telah mendapat latihan khusus dalam pengeloalaan koperasi. Menurut Munker (1984) koperasi di negara berkembang sering berjalan kurang memuaskan karena kurang berorientasi pada anggota, kurang terpadu, dan lemah
50
pengelolaannya. (Munker. 1984. Sistem pengelolaan tepat guna bagi koperasi tani. Dalam politik dan kebijaksanaan pembangunan pertanian. Yayasan obor indomnesia. 1988. ) Salah satu jenis koperasi di Indonesia yang mendekati model koperasi terpadu seperti yang dimaksud oleh Munker adalah Koperasi Peternak Susu dan KUD unit Susu. Karena koperasi peternak susu dan KUD Unit Susu ini melayani anggota dengan berbagai komoditas yang diperlukan oleh anggota terutama yang terkait dengan usaha peternakan sapi para anggota, yaitu: pakan sapi, pembelian susu, simpan pinjam, dll.
Namun,
pengelolaan KUD unit susu lebih kompleks dibanding koperasi peternak, karena unit usaha yang lain di KUD tersebut umumnya tidak terkait dengan unit usaha sapi perah(Kudus Danasasmita, 1999). 4.4 Perbedaan Koperasi dan Pelaku Usaha Lainnya Judul di atas (perbedaan koperasi dan pelaku usaha lainnya) merupakan sebuah pertanyaan yang sering dikemukakan atau didiskusikan, bukan hanya di kalangan praktisi bisnis, bahkan juga di kalangan para pakar ekonomi dan bahkan para pakar koperasi. Boleh jadi pertanyaan tersebut muncul bukan semata-mata atas dasar ketidaktahuan tentang perbedaan koperasi dengan pelaku usaha bukan koperasi, melainkan di satu sisi lebih ingin mempertegas bahwa memang koperasi itu berbeda dengan bukan koperasi, dan di sisi lain ingin meng-counter
terhadap situasi praktek di lapangan yang ada kecenderungan
mengoperasional koperasi lebih pragmatis sesuai dengan kebutuhan dan situasi persaingan. Dalam situasi ini, ada banyak kasus koperasi akhirnya membuat badan usaha dengan badan hukum perseroan terbatas, sebagai “anak perusahaan” koperasi. Sebagai contoh misalnya PT Trisula sebagai anak perusahaan pada KUD Trisula. Sedangkan kegiatan usaha PT Trisula adalah menjadi rekanan PLN dalam kegiatan pencatatan meteran listrik dan instalatir listrik yang melayani para anggota KUD Trisula maupun masyarakat. Kalau 51
dipandang dari aspek bisnis pragmatis, pembentukan PT Trisula adalah sebuah terobosan untuk menangkap peluang bisnis, dan secara ekonomi, benefit dari PT Trsiusla menjadi salah satu sumber pemasukan bagi KUD Trisula, namun dari aspek prinsip koperasi, sesuai dengan bentuk perusahaannya perseroan terbatas, maka perusahaan ini tidak lagi ada ikatan keanggotaan beserta konsekluensi kewajiban pelayanan anggota. Hal ini lah yang kemudian sering menjadi pertanyaan bagi para pakar koperasi yang setia dengan prinsipprinsip koperasi. Terhadap kasus seperti yang dilakukan KUD Trisula membentuk “anak perusahaan” berbentuk perseroan terbatas (PT), kalangan yang berpikir pragmatis (nominalis) berpendapat bahwa dalam hukum ada asas a-contrario, yang artinya jika suatu tindakan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku berarti diperbolehkan. Oleh karena itu, karena pembentukan perseroan terbatas oleh koperasi tidak ada peraturaan yang melarang, maka hal itu pun artinya diperbolehkan.
Pembentukan PT tersebut adalah
dipandang merupakan sebuah terobosan untuk menangkap peluang-peluang bisnis. Namun bagi pihak yang berfahamkan esensialis, pembentukan PT tersebut malah menjadi sebuah pertanyaan, karena dipandang melenceng dari prinsip koperasi, karena dalam PT pastilah sasaran pelayanannya bukan anggota (karena dalam PT tidak dikenal keanggotaan), dan misinya pastilah mencari keuntungan. Untuk menjawab pertanyaan di atas tentang perbedaan koperasi dan bukan koperasi, sebelumnya
menarik untuk ditinjau bagaimana persamaan prinsip antara
koperasi dengan perusahaan bukan koperasi. Persamaan koperasi dengan perusahaan bukan koperasi seperti yang dijelaskan oleh William, Post & Davis (1992), bahwa koperasi dan perusahaan dalam dunia bisnis memang dunia yang sangat rumit. Bisnis juga dibangun dengan hubungan-hubungan yang sangat kompleks oleh berbagai segmen kemasyarakatan. 52
Eksistensi dan kekuatan segmen ini perlu mendapat perhatian dan tindakan manajemen yang sempurna. Secara manajerial, pengelolaan usaha koperasi tidak berbeda dengan usaha-usaha yang dikelola oleh swasta, dalam arti koperasi harus dikelola dengan berpedoman pada norma-norma bisnis secara umum yang bertumpu pada peningkatan efisiensi usaha. Dengan demikian pengelola (manajer) koperasi harus tahu dan memahami seluk-beluk dunia bisnis (Sulastini, 2004). Walaupun terhadap pendapat Sulastini ini, penulis tidak sepenuhnya setuju, karena secara manajerial ada hal-hal khusus yang berbeda pada koperasi dibanding dengan bukan koperasi. Hal-hal khusus tersebut, penulis sebut saja dengan sebutan sentuhan khusus.
Sentuhan-sentuhan yang dimaksud akan dirinci
kemudian. Namun secara umum, diluar sentuhan khusus tadi, penulis setuju bahwa manajemen koperasi harus dilakukan di atas standar manajemen bisnis. Hal-hal inilah yang seringkali disalahfahami oleh sebagian besar insan koperasi. Ada kecederungan simplifikasi terhadap manajemen koperasi, bahwa koperasi adalah sebuah organisasi sederhana, bisa dikelola oleh siapa saja, dan begitu terbuka sehingga semua berhak menjadi anggota, dsb. Padahal tidak demikian halnya, koperasi adalah bentuk organisasi perusahaan yang modern, kompleks, dan unik. Oleh karena itu perlu dikelola dengan “sentuhan khusus” dan dengan keterampilan managerial yang umum. Draheim (1951) yang dikutif Hanel dalam Dülfer menyatakan ciri khas Koperasi adalah double/dual nature: “it is principally on the ane hand (a) an association, a group in the sociological and sociopsychological sense, whose members are the individuals owning and maintaining the cooperative, which, on the other hand is also (b) a jointly undertaken enterprise of the members invidual economies (households, individual farms and businesses). Yhe owners of the cooperative 53
enterprise are the individual members of the cooperative group” (Dülfer, 1994:271). Koperasi merupakan perkumpulan orang dengan komponen ekonomi eksternal dan sifat sosial satu pihak dan usaha ekonomi yang harus dikelola seperti perusahaan swasta dalam ekonomi pasar di pihak lain. Untuk itu pada koperasi harus ada prinsip kesatuan/solidaritas dan prinsip kerjasama dalam ekonomi atas persamaan hak dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Ini berarti koperasi selaku badan usaha/perusahaan harus dikelola secara bisnis agar mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Mengingat koperasi merupakan organisasi ekonomi yang mempunyai ciri khas maka dalam menentukan keberhasilan koperasi indikatornya tentu berbeda dengan perusahaan swasta pada umumnya. Dalam hal ini, Yuyun Wirasasmita (1992:9) menyatakan bahwa ukuran keberhasilan koperasi tidak semata-mata dengan ukuran efesiensi koperasi sebagai perusahaan, tetapi dengan ukuran efesiensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. Sedangkan Sudarsono (1990:376) menyatakan bahwa koperasi memang tidak hanya berfungsi sebagai organisasi ekonomi tetapi juga mempunyai misi sosial. Namun misi ekonominya lebih menonjol daripada misi sosialnya. Oleh karena itu, prinsip-prinsip ekonomi juga berlaku bagi koperasi, seperti halnya dengan badan-badan usaha ekonomi lain, koperasi juga bertujuan untuk mencari keuntungan. Sedangkan yang membedakan koperasi dengan bentuk-bentuk badan usaha lain adalah bukan pada tujuan pokok ini, tetapi pada seberapa jauh tingkat keuntungan sesuai dengan idealisme koperasi. Tingkat keuntungan yang dicari tidak akan maksimum. Pembedaan antara koperasi dan bukan koperasi seringkali dibuat dikotomi yang dikaitkan dengan orientasi pada laba di satu pihak dan orientasi pada bukan laba (pelayanan 54
atau kebutuhan) di lain pihak. Dalam hal ini koperasi diidentikan sebagai lembaga yang berorientasi pada bukan laba. Sedangkan perusahaan swasta diidentikan sebagai lembaga yang berorientasi pada laba. Maka dalam pandangan tradisional sering ditafsirkan bahwa pemilik perusahaan swasta atau kapitalis seringkali diasumsikan untuk mewujudkan tujuan untuk memperoleh laba sebesar-besarnya, dan karena itu kriteria profitabilitas dalam pengertian mencapai tingkat bunga (deviden) sebesar-besarnya bagi modal yang ditanamkan seringkali digunakan untuk mengevaluasi efisiensi perusahaan.
Padahal
menurut Hanel (1987) bahwa pandangan tradisional seperti itu telah berubah. Laba tetap merupakan sasaran penting bagi usaha, tetapi tujuan atau sasaran perusahaan telah bergeser ke tujuan atau sasaran yang lebih penting yaitu: mengamankan hasil penjualan atau pasar guna menjamin ketahanan perusahaan dalam dunia persaingan. Sebagai kesimpulan dari bagian ini, sepertinya pendapat Hanel (1987) dapat dikutip bahwa kesamaan antara koperasi dan perusahaan bukan koperasi adalah keduanya sebagai kegiatan usaha yang otonom yang harus bertahan secara berhasil dalam persaingan pasar dan dalam usahanya mencapai efisiensi ekonomis dan kemampuan hidup keuangannya. Perbedaan antara koperasi dengan bukan koperasi, selain prinsip identitas ganda pada anggota sebagaimana dibahas di atas, adalah prinsip one man one vote dan patronage refunds. One man one vote diartikan sebagai hak suara yang diberikan tidak memandang besarnya modal yang diinvestasikan pada koperasi, sedangkan patronage refunds diartikan sebagai pembagian sisa hasil usaha didasarkan atas jasa-jasa yang diberikan anggota kepada koperasi. Perbedaan ini menyebabkan setiap keputusan yang diambil dalam rangka meningkatkan efisiensi pada koperasi akan berbeda dengan perusahaan non-koperasi, walaupun faktor-faktor efisiensi sama, misalnya biaya, harga, output, kekayaan, dan lainlain (Hendar dan Kusandi, 2002:45). 55
Salah satu implementasi yang penting dari kekhususan manajemen koperasi adalah pemberlakuan pasar internal koperasi. Yang dimaksud dengan pasar internal koperasi adalah hubungan pasar antara perusahaan koperasi dengan anggota. Dalam pasar internal koperasi ini mestinya ada pengaturan tersendiri mengenai harga yang berlaku dalam transaksi antara perusahaan koperasi dengan anggota. Harga yang diputuskan mestinya memberikan dampak harga jual yang lebih tinggi untuk input yang dijual oleh anggota atau harga yang lebih rendah untuk barang/jasa yang dibeli oleh anggota. Dampak harga yang demikian oleh Ramudi Ariffin (2002) kemudian disebut manfaat harga koperasi. Berkaitan dengan pasar internal koperasi ini, Ishak (2003) dalam disertasinya yang mengkaji model pasar internal dalam koperasi susu di Jawa Barat menyimpulkan bahwa implikasi kebijakan harga yang sesuai dengan kaidah Koperasi terhadap perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) dan Keuntungan Usaha Anggota (KUA) terbukti lebih membantu perusahaan Koperasi untuk mendapatkan tingkat SHU yang ideal dan sekaligus dapat memajukan usaha anggota. Temuan dari Ishak ini merupakan penguatan terhadap konsep pentingnya manfaat harga dalam koperasi. Lebih lanjut Ishak menemukan bahwa tidak terjadi penyimpangan kebijakan harga dalam praktek dari kebijakan harga yang sesuai dengan kaidah Koperasi pada koperasi susu di Jawa Barat. Selain itu hasil pengujian fungsi objektif Koperasi (FOK) diketahui bahwa Koperasi susu tunggal usaha di Jawa Barat sudah melaksanakan kebijakan harga yang sesuai dengan kaidah Koperasi. Dari uraian di atas, dapat disarikan bahwa perbedaan antara koperasi dengan bukan koperasi pada prakteknya atau pada pengelolaan manajemennya adalah bahwa manajemen koperasi itu diwarnai oleh sebuah budaya organisasi koperasi, sedangkan budaya organisasi koperasi itu didasari oleh prinsip-prinsip koperasi, nilai koperasi dan tujuan koperasi. Oleh karena itu, dalam implementasi manajemen koperasi akan didapatkan kekhasan-kekhasan, 56
misalnya dalam manajemen sumberdaya manusia ada kekhasan dalam manajemen keanggotaan, karena hanya dalam koperasi anggota berstatus sebagai pemilik sekaligus sebagai pengguna jasa koperasi, dalam manajemen pemasaran terdapat norma tentang hubungan pasar internal, yaitu hubungan perusahaan koperasi dengan anggota koperasi, dan dalam manajemen keuangan koperasi yang tercermin dalam laporan keuangan koperasi, penataan permodalan, dan sistem akuntansi koperasi. Hubungan antara prinsip koperasi, nilai koperasi, tujuan koperasi dengan budaya koperasi dan manajemen koperasi secara skematis diperlihatkan dalam diagram sebagai berikut:
1. Tujuan Koperasi
2. Nilai
Budaya Koperasi
3. Prinsip
Manajemen Koperasi
Keuangan
SDM
Pemasaran
Pasar Internal Koperasi
1. Laporan Keuangan 2. Penataan Permodalan
Keanggotaan
3. Sistem Akuntansi
Gambar 5 : Kekhasan Manajemen Koperasi 4.5 Prinsip dan Nilai Dasar Koperasi Sebelum membahas bagaimana penerapan prinsip koperasi pada koperasi-koperasi di lapangan, di sini akan dipaparkan terlebih dahulu secara kronologis munculnya prinsipprinsip koperasi. 57
Pertama kali, prinsip-prinsip koperasi dikemukakan oleh Rochdale pada tahun 1844 di Inggris (Garratt dalam Dufler, 1994:776). Prinsip-prinsip itu sebagai berikut : (1) Keanggotaan terbuka (open membership); (2) Pengawasan demokratis (Democratic control/one person, one vote); (3) SHU dibagi secra proporsional (payment of surplus (profit) in proportion to purchases / divident or patronage refund); (4) Bunga terbatas atas modal (Limited interesty on capital); (5) Distribusi keuntungan dilakukan melalui transaksi; (6) Perniagaan dengan tunai (Cash trading) (7) Netral dari poltik dan agama (Political and religious neutrality) (8) Memberikan pendidikan kepada anggota dan karyawana (Promotion of education for members and workers). Sementara itu, di Jerman pada abad yang sama juga lahir koperasi pertanian yang dipelopori oleh Raifeisen dengan sendi dasar koperasi sebagai berikut: (1) Swadaya artinya para petani harus dapat mengatasi kesulitan dengan kekuatannya sendiri. (2) Daerah kerjanya terbatas, artinya daerah operasi koperasi yaitu daerah dimana tiap-tiap anggota saling mengenal dengan baik. (3) SHU sebagai cadangan, artinya seluruh SHU dipergunakan untuk cadangan menambah besarnya modal. (4) Tanggung jawab anggota tidak terbatas, artinya kekayaan pribadi anggota termasuk sebagai tanggungan. (5) Usaha hanya kepada anggota, artinya koperasi tidak melayani orang-orang yang bukan anggota. (6) Pengurus bekerja atas dasar sukarela, artinya pengurus tidak memperoleh balas jasa (Münkner, 1973; Muslimin Nasution, 2002:27). Prinsip-prinsip koperasi menurut Aliansi Koperasi Internasional (International Cooperative Alliance) (1995) telah merumuskan tujuh prinsip koperasi sebagai berikut :
58
(1) Keanggotaan koperasi sukarela dan terbuka; (2) Pengawasan demokrasi oleh anggota; (3) Partisipasi (peran serta) anggota dalam kegiatan ekonomi; (4) Otonomi dan kemandirian; (5) Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; (6) Kerjasama antar koperasi; dan (7) Kepedulian terhadap masyarakat. (Münkner, 1973; Muslimin Nasution, 2002:28). Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, pasal 4 ayat (1) Prinsip koperasi adalah sebagai berikut: (a) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka: (b) Pengelolaan dilakukan secara demokratis; (c) Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; (d) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; (e) Kemandirian. (Usaha koperasi diselenggarakan atas keputusan rapat anggotanya dan demi melayani kepentingan ekonomi anggotanya sendiri Selanjutnya, dalam ayat (2) dikatakan bahwa dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melakukan pula prinsip koperasi sebagai berikut : (a) Pendidikan perkoperasian; (b) Kerjasama antarkoperasi. Untuk gerakan koperasi di Indonesia, prinsip koperasi menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 inilah yang menjadi acuan. Menurut Penjelasan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dijelaskan bahwa Prinsip Koperasi 59
merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip ytersebut koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial. Dalam kajian ini, penulis menelusuri sejauh mana prinsip-prinsip ini telah dilakukan oleh koperasi, dan apa dampaknya jika telah dilakukan terhadap perkembangan koperasi, dan apa pula hambatannya jika tidak dapat dilakukan. Untuk itu, pembahasan terhadap prinsip koperasi ini dilakukan satu persatu sebagai berikut: a. Prinsip Keanggotaan Bersifat Sukarela dan Terbuka. Menurut Penjelasan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sifat kesukarelaaan dalam keanggotaan koperasi mengandung makna bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun.
Sifat kesukarelaan juga
mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam anggaran dasar koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun. Asas keanggotaan sukarela telah menempatkan anggota untuk tetap memiliki otonomi di dalam melakukan tindakan-tindakan ekonominya, apakah menggunakan koperasi sebagai alat bagi kepentingan ekonominya atau berinteraksi sendiri dengan pasar secara langsung (Ramudi Ariffin, 2002: 5). Dalam kaitan dengan prinsip keanggotaan sifat sukarela, pada kenyataanya di lapangan dapat berdampak positif terhadap perkembangan koperasi namun juga dapat berdampak negatif.
Tentang dampak positif, Ramudi Ariffin (2002:5) menjelaskan
berlakunya asas keanggotaan sukarela dapat menjadi faktor penekan bagi manajemen 60
koperasi agar selalu bekerja secara profesional dan efektif di dalam menjalankan misi pokok untuk mempromosikan anggota. Mengenai hal ini Ropke (1985) menjelaskan lebih rinci tentang hak-hak anggota koperasi untuk agar bekerjanpada misi pokok mempromosikan anggota, disebutnya sebagai exit, voice, dan vote. Exit menunjukkan hak anggota untuk keluar dari keanggotaan koperasi pada saat dirasakan bahwa koperasi tidak lagi memuaskan keinginan atau kepentingan ekonomi dirinya. Anggota dapat juga menggunakan haknya untuk berbicara (voice) di dalam rapat anggota, termasuk pula haknya di dalam menggunakan hak suara (vote). Skala ekonomi merupakan
faktor yang paling dahulu dipertimbangkan untuk
mencapai efisiensi di dalam menyelenggarakan usaha bersama berbentuk koperasi. Skala ekonomi diartikan sebagai menurunnya biaya persatuan output apabila jumlah produksi diperbesar sebagai akibat optimasi dari kombinasi berbagai faktor produksi (Koutsoyianis, 1975 dikutip oleh Ramudi Arifin, 2002). Asas sukarela juga dapat dimaknakan bahwa seseorang pengusaha memutuskan untuk bergabung dengan pengusaha lain dan mendirikan koperasi yaitu karena diyakini bahwa dengan menyelengarakan kegiatan kolektif maka akan didapat dampak sinergy (synergy effect) atau manfaat ekonomi skala besar (economies of large scale). Ekonomi skala besar memberi dampak terhadap peningkatan produktivitas, penguatan posisi tawar dan difusi informasi terhadap anggota-anggota koperasi (Eschenburg dalam IHCO, 1994: 879). Namun demikian, menurut Sutaryo Salim (1991) dalam disertasinya yang mengkaji tentang Manajemen Permodalan serta hubungannya dengan penerapa sendi-sendi dasar koperasi, partisipasi anggota, peranan pemerintah dan lingkungan pasar pada Koperasi Unit 61
Desa di Jalur Pantura Jawa Barat bahwa asas sukarela dan terbuka itu dapat berdampak negatif bagi kelangsungan koperasi, karena berdampak kepada kelemahan struktural dalam keuangan koperasi yang disebabkan oleh berfluktuasinya modal sendiri koperasi. Oleh karena itu Sutaryo Salim menyarankan bahwa penerapan prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka tidak berarti bahwa anggota secara mutlak bebas masuk dan keluar setiap waktu, menyimpan atau menarik modal di koperasi. Seseorang dapat masuk atau keluar dari koperasi sepanjang tidak merusak kepentingan anggota lain dan sepanjang dia tidak melanggar peraturan di koperasinya. Hal tersebut bermakna bahwa untuk keanggotaan sebuah koperasi mestinya ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh calon anggota. Sependapat dengan gagasan ini, Hanel (1985: 64) menentukan syarat-syarat yang selayaknya dimiliki oleh setiap anggota koperasi, yaitu : 1) Bersedia bekerjasama dan kesiapannya untuk mengubah perilaku tradisional menjadi perilaku swadaya yang inovatif melalui kelembagaan koperasi. 2) Memiliki sumber-sumber daya ekonomi yang dapat dikontribusikan kepada koperasi. 3) Memiliki tingkat intelektualitas yang memadai untuk ikut serta secara aktif di dalam proses-proses pengambilan keputusan dan pengawasan. Dari kajian di lapangan, penerapan kriteria keanggotaan koperasi sifatnya beragam dari kondisi persyaratan yang relatif longgar sampai dengan persyaratan yang sangat ketat. Persyaratan yang longgar dicirikan dengan kewajiban membayar simpanan pokok dan simpanan wajib saja seperti yang diberlakukan pada Koperasi Unit Desa Karya Teguh di Lembang Jawa Barat, sedangkan persyaratan yang sangat ketat dicirikan dengan tidak hanya kewajiban membayar simpanan pokok dan wajib, melainkan ada persyaratan khusus 62
baik dari kondisi usaha anggota yang sedang diusahakan bahkan sampai dengan uji kelayakan karakteristik kepribadian seperti yang diberlakukan pada KPSBU Lembang. Uji kelayakan usaha yang diberlakukan pada KPSBU Lembang adalah kepemilikan sapi minimum 2 ekor (bagi yang memiliki satu ekor statusnya sebagai calon anggota), dan telah lulus masa uji loyalitas ke koperasi yang dicirikan dengan kedisiplinan dalam menjaga kualitas susu yang disetor ke koperasi selama satu tahun, serta lulus mengikuti pendidikan anggota. Proses pendidikan anggota ini lah yang menjadi perekat keanggotaan di KPSBU Lembang. Ada perbedaan yang menjadi kekahasan dari proses pendidikan anggota yang dilakukan oleh KPSBU dari koperasi lain pada umumnya. Pendidikan anggota yang dilakukan oleh KPSBU dilaksanakan sebelum calon anggota direkrut menjadi anggota sebagai bagian dari proses seleksi anggota, sehingga begitu seseorang direkrut menjadi anggota, dia telah memiliki pemahaman dan keyakinan yang kuat terhadap keanggotaan koperasinya. Penerapan kriteria
pada persyaratan keanggotaan ternyata berdampak kepada
ketahanan keanggotaan koperasi itu sendiri. Ketahanan bermakna pada kualitas anggota yang lebih baik, partisipasi anggota lebih baik , dan peluang keluar-masuk kenaggotaan yang relatif rendah. Dengan fakta lapangan ini, penulis sependapat dengan pandangan dari Sutaryo Salim bahwa asas terbuka dan sukarela dalam keanggotaan koperasi bahwa penerapan prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka tidak berarti bahwa anggota secara mutlak bebas masuk dan keluar setiap waktu, menyimpan atau menarik modal di koperasi. Seseorang dapat masuk atau keluar dari koperasi sepanjang tidak merusak kepentingan anggota lain dan sepanjang dia tidak melanggar peraturan di koperasinya. Penulis pun setuju dengan pendapat Hanel tentang tiga kriteria keanggotaan koperasi. Oleh karena itu, rekrutasi 63
anggota koperasi harus diatur tersendiri secara jelas oleh pertautan di koperasi (AD/ART), dan peraturan ini harus menajdi bagian terintegrasi dari manajemen keanggotaan di koperasi. Dalam konteks ini manajemen keanggotaan yang telah dilakukan oleh KPSBU Lembang dan telah memperlihatkan efektifitasnya secara baik penulis rekomendasikan bisa dijadikan salah satu referensi untuk pemodelan manajemen keanggotaan. Untuk lebih jelasnya, kondisi persyaratan menjadi anggota pada koperasi yang dikaji dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3: Pemberlakuan Persyaratan Menjadi Anggota Koperasi pada Koperasi yang Dikaji
No
Nama Koperasi
Bayar Simpanan pokok dan simpanan wajib
1
KSP Sejahtera (Manado)
Ya
Tidak
Tidak
tidak
Ya
Tidak
2
KUD Wenang (Manado)
Ya
Tidak
Tidak
tidak
Ya
Tidak
3
Puskud Sulut
Ya
Tidak
Tidak
tidak
Tidak
Tidak
4
Koperasi Nelayan Tirta (Minahasa Utara)
Ya
Ya
Ya Nelayan /pedagang ikan
tidak
Tidak
Tidak
Ya Peternak sapi
Ya Minimum 2 ekor sapi
Ya, Disiplin kualitas susu Dlm 2 tahun
Ya
Ya
Ya Pendidikan 3 hari dan test
2 tahun
5
KPSBU Lembang
Mengikuti pendidikan anggota terlebih dahulu
Kecocokan Jenis usaha yg dilakukan
Kelayakan skala usaha
Uji loyalitas/ Kepribadian
Melewati fase calon anggota
6
KUD Karya Teguh (Lembang)
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
7
KUD Trisula (Majalengka)
Ya
Ya
Tidak
tidak
Tidak
Ya
ya 8
Koptan Trisula (Majalengka)
Ya Ya
Ya
Ya
tidak
Melalui kelompok tani
64
ya 9
KSP Trisula (Majalengka)
Ya Ya
Ya
Tidak
ya
Melalui kelompok tani
6 bulan
b. Prinsip Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis Menurut Penjelasan Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwa Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi atas kehendak dan keputusan para anggota.
Para anggota itulah yang memegang dan
melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip one man one vote yang menjadi salah satu ciri koperasi selain dari ciri dual identity anggota koperasi seperti telah diuraikan di atas. One man one vote diartikan sebagai hak suara yang diberikan tidak memandang besarnya modal yang diinvestasikan pada koperasi. Perbedaan ini menyebabkan setiap keputusan yang diambil dalam rangka meningkatkan efisiensi pada koperasi akan berbeda dengan perusahaan non-koperasi, walaupun faktor-faktor efisiensi sama, misalnya biaya, harga, output, dan lain-lain (Hendar dan Kusandi, 2002:45). Temuan dari kajian lapangan, bahwa pelaksanaan one man one vote pada koperasi ada dua pola, pola pertama dilakukan secara langsung artinya semua anggota memberikan suaranya secara langsung pada Rapat Anggota, dan pola kedua dengan cara perwakilan. Dalam pola perwakilan ini, Rapat Anggota dilakukan dua tahap, tahap pertama dilakukan rapat di masing-masing kelompok anggota. Rapat di masing-masing kelompok anggota ini kemudian disebut Pra-RAT. Tahap kedua, setiap kelompok anggota mengirim utusannya sebagai perwakilan kelompok untuk hadir di Rapat Anggota Tahunan dengan membawa keputusan-keputusan di Pra-RAT.
65
Ada beberapa alasan diambil pola perwakilan dalam RAT oleh koperasi. Alasan pertama adalah untuk efisiensi biaya, alasan kedua adalah efisiensi proses pengambilan keputusan, karena dengan jumlah peserta rapat yang begitu banyak proses pengambilan keputusan akan sangat alot, dan alasan ketiga adalah alasan
kemudahan teknis yang
menyangkut tempat, karena dengan jumlah peserta rapat yang mencapai ribuan akan sulit melakukan rapat dalam satu waktu dan satu tempat. Namun ada fenomena yang menarik di KPSBU Lembang. Koperasi ini menerapkan pola perwakilan dan pola langsung. Pola perwakilan dilakukan pada RAT yang tidak mengambil keputusan pemilihan pengurus, sedangkan pola langsung dilakukan pada RAT yang mengambil keputusan pemilihan pengurus. Kedua pola ini dilakukan di KPSBU sesuai dengan kehendak apara anggota yang telah tertuang dalam RAT. Walaupun jumlah anggota KPSBU saat ini sebanyak 6500 anggota, namun pola langsung ternyata dapat dilakukan dengan cara pergiliran waktu rapat. Dengan cara demikian maka para anggota memperolh kepuasan maksimum dalam proses pengambilan keputusan pemilihan pengurus KPSBU. Dalam hal ini, KPSBU memang telah memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan pola langsung dalam RAT. Berikut ini disajikan data tentang penerapan prinsip demokrasi one man one vote pada koperasi yang dikaji.
Tabel 4 : Penerapan Demokrasi One Man One Vote pada Koperasi yang dikaji
No
Nama Koperasi
Penerapan sistem perwakilan
Penerapan sistem langsung
1
KSP Sejahtera (Manado)
Ya
Tidak
2
KUD Wenang (Manado)
Ya
Tidak
66
3
Puskud Sulut
Tidak
Ya
4
Koperasi Nelayan Tirta (Minahasa Utara)
Tidak
Ya
5
KPSBU Lembang
Ya
Ya
Untuk keputusan bukan pemilihan pengurus
Untuk keputusan pemilihan pengurus
6
KUD Karya Teguh (Lembang)
Ya
Tidak
7
KUD Trisula (Majalengka)
Ya
Tidak
8
Koptan Trisula (Majalengka)
Ya
Tidak
9
KSP Trisula (Majalengka)
Ya
Tidak
Mengambil studi banding di Denmark, rapat anggota dapat dilakukan baik dihadiri oleh seluruh anggota, dapat juga berupa dewan perwakilan yang anggotanya ditunjuk oleh anggota sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Rapat anggota yang dihadiri oleh seluruh anggota secara langsung berlaku pada koperasi kecil. Namun pada koperasi yang telah tumbuh menjadi besar mencapai ribuan orang, maka rapat anggota dilakukan melalui dewan perwakilan anggota. Dengan mengambil kesimpulan dari kajian lapangan dan dengan mengambil bandingan dengan koperasi di Denmark, maka sebagai Tenaga Ahli manajemen koperasi, penulis menyimpulkan bahwa di Indonesia pun pelaksanaan rapat anggota pada koperasi yang relatif kecil jumlah anggotanya dapat dilakukan secara langsung, namun pada koperasi yang telah tumbuh menjadi besar, rapat anggota sebaiknya dilakukan melalui perwakilan anggota. Hal ini didasari oleh pertimbangan-pertimbangan rasional yaitu: pertama adalah untuk efisiensi biaya,
kedua adalah efisiensi proses pengambilan
keputusan, karena dengan jumlah peserta rapat yang begitu banyak proses pengambilan 67
keputusan akan sangat alot, dan ketiga adalah alasan kemudahan teknis yang menyangkut tempat, karena dengan jumlah peserta rapat yang mencapai ribuan akan sulit melakukan rapat dalam satu waktu dan satu tempat.
c. Prinsip pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dijelaskan bahwa pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi tetapi juga berdasarkan pertimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi.
Ketentuan yang demikian ini
merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan. Terhadap prinsip ini penulis tidak menemukan kontroversi di antara para ahli koperasi. Prinsip telah dengan jelas menggambarkan dan menggariskan keadilan bagi para anggota koperasi. Namun dari hasil kajian di lapangan, ternyata prinsip ini tidak mudah dilaksanakan
karena untuk menerapkan prinsip ini perlu didukung dengan sistem
administrasi pencatatan pelayanan ke anggota yang sangat baik.
Oleh karena itu,
kebanyakan koperasi memberikan SHU kepada anggota dengan jumlah yang sama tanpa mempertimbangkan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. SHU tersebut diberikan saat Rapat Anggota Tahunan sebagai “uang duduk” dan uang transport. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa koperasi yang telah mampu melaksanakan prinsip asas proporsionalitas dalam pembagian SHU adalah koperasi yang telah baik administrasi pelayanan kepada anggotanya. Untuk Jelasnya berikut disajikan data penerapan prinsip
proporsionalitas
pembagian SHU ini pada koperasi yang dikaji : 68
Tabel 5 : Penerapan Prinsip Proporsionalitas Dalam Pembagian SHU No
Nama Koperasi
Pembagian SHU sebanding dgn jasa usaha anggota
Pembagian SHU disamaratakan
1
KSP Sejahtera (Manado)
Tidak
Ya
2
KUD Wenang (Manado)
Tidak
Ya
3
Puskud Sulut
-
-
4
Koperasi Nelayan Tirta (Minahasa Utara)
Tidak
Ya
5
KPSBU Lembang
Ya
Tidak
6
KUD Karya Teguh (Lembang)
Tidak
Ya
7
KUD Trisula (Majalengka)
Ya
Tidak
8
Koptan Trisula (Majalengka)
Ya
Tidak
9
KSP Trisula (Majalengka)
Ya
Tidak
d. Prinsip Pemberian Balas Jasa yang Terbatas Terhadap Modal Penjelasan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menjelaskan bahwa modal dalam koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan. Yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar. Para ahli koperasi berpendapat bahwa prinsip ini berdampak tidak baik terhadap pemupukan modal sendiri koperasi karena
prinsip bunga terbatas atas modal tidak
memberikan insentif untuk meningkatkan modal karena tidak akan menambah bagian pendapatannya. Modal yang disertakan di koperasi tidak memberikan kekuasaan, sebab 69
hak suara di koperasi didasarkan atas dasar prinsip one man one vote seperti telah dibahas di atas. Pendapat tersebut antara lain dikemukakan oleh Hindersah Wiratmadja (1990), yang kemudian diperkuat oleh Sutaryo Salim (1991) dalam kesimpulaan disertasinya sebagai hasil kajiannya pada KUD di Pantura Jawa Barat bahwa prinsip imbalan modal yang terbatas ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan struktural permodalan koperasi.
Oleh karena itu, kebanyakan koperasi mengalami kesulitan dalam hal
permodalan ini. Namun, pendapat dan kesimpulan tersebut dapat dipatahkan oleh temuan di KSP Trisula Majalengka, karena di KSP ini para anggota percaya untuk menabung di KSP, bahkan tabungan untuk satu anggota ada yang lebih dari 50 juta rupiah. Kepercayaan anggota kepada KSP ini karena pengelolaan KSP sudah sangat baik dengan prinsip corporate governance (transfaransi, accountable), selain itu para anggota juga punya keyakinan akan mendapat imbalan tambahan dari koperasi berupa SHU di akhir tahun. Berikut ini disajikan tabel tentang suku bunga simpanan yang diberikan oleh koperasi kepada anggota yang dikaji. Tabel 6 : Besarnya Imbalan Terhadap Modal di Koperasi
No
Nama Koperasi
Besarnya imbalan terhadap simpanan anggota
1
KSP Sejahtera (Manado)
Tidak menerima simpanan angota
2
KUD Wenang (Manado)
10 %
3
Puskud Sulut
4
Koperasi Nelayan Tirta (Minahasa Utara)
5
KPSBU Lembang
12 %
6
KUD Karya Teguh
8%
Usaha belum berjalan lagi Tidak diberikan imbalan
70
(Lembang) 7
KUD Trisula (Majalengka)
10 %
8
Koptan Trisula (Majalengka)
10 %
9
KSP Trisula (Majalengka)
10 %
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip pemberian imbalan terbatas atas modal dapat diberlakukan di koperasi yang dikaji. Tentang dampak negatif dari penerapan prinsip ini kepada kekuatan permodalan koperasi dapat dibantah oleh KPSBU, KUD Wenang, KUD Trisula, KSP Trisula, dan Koptan Trisula, karena modal sendiri pada koperasi ini cukup baik. e. Prinsip Kemandirian Penjelasan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menjelaskan bahwa kemandirian mengandung pengertian dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh
kepercayaan kepada pertimbangan,
keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Dalam kemandirian tergantung pula pengertian kebebasan yang bertanggungjawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri. Sejalan dengan makna kemandirian dalam prinsip koperasi, pakar koperasi Hanel (1998) mengemukakan konsep otonom dalam koperasi. Menurut Hanel, koperasi yang otonom dapat didefinisikan sebagai organisasi swadaya koperasi yang berorientasi kepada anggota, otonom dalam menetapkan tujuan-tujuannya dan dalam merumuskan kebijakankebijakan
usahanya
seperti
pada
perusahaan-perusahaan
swasta
dan
organisasi
ekonominya. Koperasi-koperasi yang otonom itu telah dianggap mampu mempertahankan eksistensinya dan meningkatkan sendiri usaha-usahanya tanpa bantuan dan dukungan dari lembaga-lembaga pemerintah atau pemerintah. 71
Jika disimpulkan, maka prinsip kemandirian itu mengandung makna dua hal, pertama mandiri dalam manajemen yang mencakup otonom dalam menetapkan tujuantujuannya dan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan usahanya, dan kedua mandiri dari segi keuangan tidak bergantung kepada bantuan/fasilitas program pemerintah. Artinya koperasi dapat tetap mengembangkan usahanya walaupun tanpa fasilitas program Pemerintah. Atau, kalaupun ada fasilitas bantuan dari Pemerintah yang berupa program, prosentasinya tidak dominan dibanding permodalan koperasi secara keseluruhan. Berdasarkan dua kriteria kemandirian ini, maka kondisi kemandirian koperasi yang dikaji dapat disajikan sebagi berikut: Tabel 7 : Kemandirian Koperasi yang dikaji Mandiri permodalan No
Nama Koperasi
Mandiri dari segi manajemen
1
KSP Sejahtera (Manado)
Tidak
Ya
2
KUD Wenang (Manado)
Ya
Ya
3
Puskud Sulut
Ya
Usaha belum berjalan lagi
4
Koperasi Nelayan Tirta (Minahasa Utara)
Ya
Ya
5
KPSBU Lembang
Ya
Ya
6
KUD Karya Teguh (Lembang)
Ya
Ya
7
KUD Trisula (Majalengka)
Ya
Ya
8
Koptan Trisula (Majalengka)
Ya
Ya
9
KSP Trisula (Majalengka)
Ya
Ya
(Permodalan tidak bergantung fasilitas program pemerintah)
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip kemandirian dari aspek manajemen dan aspek permodalan dapat diterapkan di koperasi dengan baik. Namun 72
demikian ada kesimpulan yang menarik dari Sutaryo Salim dari disertasinya tentang kajian manajemen permodalan pada KUD di Jalur Pantura Jawa Barat bahwa meskipun pada KUD terdapat pertisipasi kontribusi modal dan partisipasi insentif anggota dalam memanfaatkan pelayanannya, tetapi belum mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kemampuan permodalan KUD. Modal sendiri yang dipengaruhi secara nyata oleh partisipasi kontribusi modal anggota masih sangat terbatas jumlahnya untuk mencapai keadaan permodalan tersebut. Dalam kaitan ini, lanjut kesimpulan Sutaryo Salim, peranan pemerintah
dalam
permodalan
KUD
dapat
menetralisir
dampak
yang
kurang
menguntungkan dari penerapan sendi-sendi dasar koperasi tertentu dan keterbatasan kemampuan kontribusi anggota, sehingga jumlah modalnya relatif stabil dan tidak mengalami kekurangan untuk memodali program usahanya. f. Prinsip Pendidikan Perkoperasian Pendidikan perkoperasian merupakan salah satu faktor penting dalam gerakan koperasi. Pendidikan perkoperasian dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi seluruh warga koperasi yang mencakup pengurus, karyawan dan anggota koperasi. Kompetensi yang dimaksud mencakup sikap yang positif terhadap koperasi, pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola dan berpartisipasi di koperasi. Khusus pendidikan bagi anggota koperasi, sering disebut sebagai program pendidikan anggota. Pendidikan anggota ini sangat menentukan bagi kelancaran organisasi dan usaha koperasi, mengingat agar anggota dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya di koperasi. Pemahaman dan keyakinan anggota terhadap manfaat koperasi juga merupakan salah satu output dari pendidikan anggota.
Pada gilirannya pendidikan
anggota juga mendukung kepada pelaksanakanan prinsip sukarela dalam keanggotaan 73
koperasi, karena asas sukarela juga dapat dimaknakan bahwa seseorang pengusaha memutuskan untuk bergabung dengan pengusaha lain dan mendirikan koperasi yaitu karena diyakini bahwa dengan menyelengarakan kegiatan kolektif maka akan didapat dampak sinergy (synergy effect) atau manfaat ekonomi skala besar (economies of large scale). Begitu pentingnya pendidikan perkoperasian, maka dalam alokasi SHU di koperasi. Ada kewajiban koperasi untuk mengalokasikan sebagian dari SHU tersebut untuk program pendidikan perkoperasian.
Hanya saja, dalam implementasinya, program pendidikan
koperasian ini sangat bervariasi di antara koperasi, ada yang sudah dapat melaksanakannya secara terprogram, tetapi kebanyakan koperasi melaksanakannya masih secara insidentil. Namun ada kondisi khusus pada beberapa koperasi, di antaranya pada KPSBU Lembang, bahwa pendidikan perkoperasian diberikan secara khusus selama tiga hari kepada calon anggota. Setelah mengikuti pendidikan, kepada peserta diberikan test/evaluasi. Hasil evaluasi ini menjadi salah satu pertimbangan diterima atau tidaknya seseorang menjadi anggota KPSBU. Dari hasil kajian lapangan, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pada koperasi yang telah melaksanakan program pendidikan perkoperasiannya secara terprogram dan konsisten, maka komitmen anggota ke koperasi lebih baik. Ini terjadi di KPSBU Lembang, KUD Trisula, KSP Trisula, dan Kopta Trisula. Berikut disajikan pelaksanaan pendidikan perkoperasian pada koperasi yang dikaji: Tabel 8 : Pelaksanaan Pendidikan Perkoperasian pada Koperasi yang Dikaji No 1
Nama Koperasi
Pendidikan untuk anggota
Pendidikan untuk karyawan
KSP Sejahtera (Manado)
Belum terprogram, dilaksanakan pada saat merekrut
Insidentil, mengikuti undangan pelatihan dari pihak luar
74
anggota, RAT dan saat monitoring lapangan 2
KUD Wenang (Manado)
Belum terprogram, pendekatan masih informal, dilaksanakan pada saat merekrut anggota, RAT dan saat monitoring
3
Puskud Sulut
4
Koperasi Nelayan Tirta (Minahasa Utara)
Belum terprogram, pendekatan masih informal, dilaksanakan pada saat merekrut anggota, RAT dan saat monitoring
Belum dilaksanakan karena belum ada karyawan
5
KPSBU Lembang
Sudah terprogram, dilaksanakan saat merekrut anggota, RAT, monitoring, dan acara khusus sesuai jadual
Sudah terprogram sesuai jadual, dan secara insidentil mengikuti undangan pelatihan dari luar
6
KUD Karya Teguh (Lembang)
Belum terprogram, pendekatan masih informal, dilaksanakan pada saat merekrut anggota, RAT dan saat monitoring
Insidentil, mengikuti undangan pelatihan dari pihak luar
7
KUD Trisula (Majalengka)
Sudah terprogram, dilaksanakan saat merekrut anggota, RAT, monitoring, dan acara khusus sesuai jadual
Sudah terprogram sesuai jadual, dan secara insidentil mengikuti undangan pelatihan dari luar
8
Koptan Trisula (Majalengka)
Sudah terprogram, dilaksanakan saat merekrut anggota, RAT, monitoring, dan acara khusus sesuai jadual
Sudah terprogram sesuai jadual, dan secara insidentil mengikuti undangan pelatihan dari luar
9
KSP Trisula (Majalengka)
Sudah terprogram, dilaksanakan saat merekrut anggota, RAT, monitoring, dan acara khusus
Sudah terprogram sesuai jadual, dan secara insidentil mengikuti undangan pelatihan dari luar
Belum terprogram, saat RAT
Insidentil, mengikuti undangan pelatihan dari pihak luar
Belum ada, karena kegiatan koperasi barui dirintis lagi
75
sesuai jadual
4.6 Keanggotaan Keanggotaan dalam koperasi merupakan salah satu aspek penting, karena maju mundurnya sebuah koperasi antara lain dipengaruhi oleh tingkat partisipasi anggota di koperasi.
Oleh karena itu keanggotaan diatur secara tersendiri dalam Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1992 yaitu dalam Bab V tentang Keanggotaan. Pernyataan ini sesuai sesuai dengan hasil penelitian Rachmad (1993) yang menyatakan bahwa anggota merupakan faktor
penentu
keberhasilan
pengembangan
koperasi.
Hasil
pengujian
statistik
memperlihatkan bahwa partisipasi anggota mempunyai pengaruh yang sangat nyata dengan r2 = 0,5161. Bila dilihat faktor yang turut mempengaruhi aktifitas partisipasi anggota maka mutu pelayanan koperasi kepada anggota merupakan faktor kunci dalam peningkatan partisipasi anggota koperasi (Rachmad, 1993:171). Hal ini berarti bahwa mutu pelayanan perusahaan koperasi kepada anggota sangat ditentukan oleh tingkat efektivitas dari manajemen keanggotaan yang dilakukan oleh koperasi. Bila manajemen keanggotaan yang dilakukan koperasi berjalan secara efektif maka tingkat partisipasi anggota akan meningkat. Dengan demikian, kalau diurut secara logika, maka akan terjadi urutan hubungan sebab akibat sebagai berikut: Jika manajemen keanggotaa koperasi baik, maka kualitas pelayanan koperasi dan kualitas anggota koperasi akan baik; jika kualitas pelayanan koperasi baik dan kualitas anggota koperasi baik maka manfaat koperasi kepada anggota semakin tinggi; jika manfaat koperasi tinggi maka partisipasi anggota akan baik; jika partisipasi anggota baik maka usaha koperasi akan berkembang dan permodalan koperasi akan kuat; jika permodalan koperasi kuat dan usaha koperasi berkembang maka koperasi akan berhasil, dan 76
pelayanan koperasi kepada anggota akan semakin baik. Hubungan loghis sebab-akibat tersebut dapat dikgambarkan sebagai berikut :
Pelayanan Koperasi
Memuaskan Permodalan
Usaha Koperasi
Partisipasi Anggota Manfaat Koperasi Baik
Kualitas Pelayanan
Kualitas Anggota
Baik
Management Keanggotaan
Baik Gambar 5 : Hubungan sebab-akibat manajemen keanggotaan dengan pelayanan koperasi Dalam kaitan ini, selanjutnya dalam penelitian yang lain, menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota terhadap koperasi, menyebabkan semakin tingginya posisi pendanaan sendiri dan tingkat keberhasilan usaha yang dicapai koperasi (Suryana, 1992:121). Penelitian lain, yang kesimpulannya hampir sama menyatakan bahwa pengadaan modal intern menunjukan pengaruh sangat nyata terhadap keberhasilan pengadaan modal. Hal ini berarti bahwa semakin besar dana intern yang dimobilisasi, semakin besar pula jumlah pengadan modal koperasi. (Abdul Hamid, 1994:145). Sementara itu, Kudus Danasasmita dalam penelitiannya menyatakan lebih tegas bahwa partisipasi anggota berpengaruh terhadap pemupukan modal sendiri yang dihimpun dari anggotanya. Posisi modal sendiri dalam koperasi mencapai 40 persen dari modal keseluruhan (Kudus Danasasmita, 1995:171).
77
Berdasarkan logika yang sama, kemudian beberapa pakar koperasi secara spesifik menganalisis kaitan erat antara partisipasi anggota dengan manfaat koperasi. Salah di antaranya adalah Ropke (1989 : 70) yang mengemukakan teorinya tentang Tes Koperasi (Cooperative Test) sebagai berikut : (a) Individu akan menjadi anggota koperasi, bila keuntungan yang diperoleh dengan menjadi anggota koperasi lebih besar jika dibandingkan dengan menjadi anggota non-koperasi (Cooperative Test), dan melalui Economic Test keuntungan berkoperasi lebih besar jika dibandingkan dengan apabila individu berusaha secara perorangan. (b) Individu akan membeli atau menjual pada koperasi, bila keuntungan membeli atau menjual pada koperasi lebih besar jika dibandingkan dengan membeli atau menjual pada pesaing koperasi (Market Test). (c) Anggota koperasi akan berpartisipasi aktif bila keuntungan yang diperoleh anggota lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan non-anggota (Participation Test) Sebagai anggota koperasi, jelaslah mereka mempunyai tujuan mengapa mereka membentuk atau masuk menjadi anggota koperasi. Alasan yang paling pokok adalah bahwa mereka ingin mendapatkan manfaat dari koperasi yang mereka dirikan atau masuki. Dalam hal ini Yuyun Wirasasmita (1992:11) menjelaskan bahwa anggota koperasi seharusnya akan mendapat manfaat khusus dari koperasi karena sebagai pelanggan sekaligus sebagai pemilik. Selanjutnya manfaat yang akan diperoleh dari koperasi harus senantiasa lebih besar daripada manfaat yang akan diperoleh dari perusahaan bukan koperasi. Keadaan demikian itu menunjukan bahwa koperasi telah lulus uji manfaat koperasi (cooperative test). Hal ini berarti pula bahwa koperasi itu telah lulus uji pasar (market test), yaitu koperasi dapat
78
memberikan manfaat yang setidak-tidaknya sama dengan yang diberikan oleh perusahaan bukan koperasi. Pada bagian lain Yuyun Wirasasmita menjelaskan bahwa: “kita perlu meyakini beberapa postulat tentang perkoperasian. Pertama, seseorang akan menjadi anggota koperasi atau bersama-sama mendirikan koperasi apabila manfaat yang akan diperoleh lebih besar dibandingkan apabila ia berusaha sendiri tanpa koperasi. Kedua, sebagai konsekuensi postulat yang pertama, manfaat koperasi secara total harus lebih besar dibandingkan penjumlahan manfaat yang diperoleh calon-calon anggota tanpa koperasi. Postulat-postulat tersebut penting untuk memahami tugas-tugas atau fungsi-fungsi apa yang harus dilaksanakan dengan baik oleh koperasi maupun anggota” (Yuyun Wirasasmita, 1993:20).
Hal senada dikatakan oleh Hanel (1989:61), ia menyatakan bahwa, pada dasarnya setiap
anggota
(calon
anggota)
akan
menilai
keputusan
untuk
memasuki
dan
mempertahankan/memelihara secara aktif hubungannya dengan suatu organisasi koperasi, jika seluruh intensif yang diperoleh lebih besar (atau sekurang-kurang sama besar) dengan kontribusi yang harus diberikan. Argumentasi diatas kiranya cukup memadai untuk meyakinkan tentang pentingnya manajemen keanggotaan. Manajemen keanggotaan koperasi dapat dibahas melalui pendekatan manajemen sumber daya manusia. Hal ini dilakukan karena anggota koperasi merupakan salah satu sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi yang berbentuk koperasi. Disamping itu, dalam koperasi secara mikro menganut identitas ganda (dual identity), yaitu anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan (Hanel, 1989:30; Röpke 2000:16). Dengan demikian pendekatan manajemen sumberdaya manusia sangat tepat dalam membahas manajemen keanggotaan koperasi. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam sebuah model manajemen keanggotaan leh Sutaryo Salim (2002) yang dikutip oleh Casca (2003: 21). 79
Tabel 9 Matriks Manajemen Keanggotaan Koperasi Fungsi Operasional
Manajemen Keanggotaan Koperasi
Pengadaan Anggota
Pengembangan Anggota
Pemberian Manfaat
Pemeliharaan Anggota
Pendidikan dan pelatihan
Surplus (SHU)
Kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan
Manajemen Strategik Formulasi Strategi : 1. Visi & Misi 2. Tujuan 3. Strategi 4. Kebijakan Implementasi Strategi : 1. Program 2. Anggaran 3. Prisedur Evaluasi dan pengawasan
Calon anggota Anggota dilayani
Pengetahuan keterampilan
Keanggotaan penuh Keanggotaan Optimum
Kemampuan
Manfaat langsung
Pemutusan Hubungan Keanggotaan
Keanggotaan Terbuka
Manfaat tidak langsung
Status
MENGGUNAKAN PRINSIP-PRINSIP EKONOMI, MANAJEMEN DAN KOPERASI
Tiga keberhasilan: Keberhasilan Keanggotaan Keberhasilan Usaha Keberhasilan Pembangunan
Sumber: Sutaryo Salim (2002)
80
Berkaitan dengan partisipasi anggota, Hanel (1985) menjelaskan ada dua jenis partisipasi yaitu partisipasi kontributif dan partisipasi insentif. Partisipasi kontributif yaitu partisipasi dalam kedudukan sebagai pemilik perusahaan koperasi, sedangkan partisipasi insentif adalah partisipasi anggota dalam kedudukan sebagai pengguna jasa perusahaan koperasi (Hanel, 1985:60). Dengan meningkatnya partisipasi insentif maka volume transaksi yang dilakukan anggota koperasi terhadap perusahaan koperasi semakin meningkat. Dengan volume transaksi meningkat maka biaya operasional koperasi semakin meningkat maka biaya operasional koperasi pun dapat ditekan. Teori ketidakpastian koperasi dapat menjelaskan keterkaitan antara volume transaksi anggota dengan penurunan biaya. Röpke (2000:182) menyatakan bahwa bila semua perantara diberitahu sepenuhnya maka biaya transaksi tidak akan ada. Dengan demikian, jika semua anggota koperasi mempunyai komitmen sebagai pelanggan maka biaya transaksi dalam koperasi tidak perlu ada. Disamping penurunan biaya transaksi, kedudukan anggota sebagai pelanggan juga akan membawa dampak kepada rendahnya biaya organisasi dan informasi yang pada gilirannya akan menurunkan biaya tranformasi (Yuyun Wirasasmita, 1997:4). Berdasarkan logika diatas maka dapat disimpulkan bahwa jika manajemen keanggotaan berjalan secara efektif dan efesien maka partisipasi insentif akan meningkat. Selanjutnya, jika partisipasi insentif meningkat maka volume transaksi dalam perusahaan koperasi pun meningkat. Akibat lebih lanjut, bila volume transaksi dalam perusahaan koperasi meningkat maka akan terjadi penurunan biaya operasional melalui efesiensi biaya transaksi, biaya organisasi, dan biaya informasi.
81
Kesimpulan diatas, sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli tentang kepuasan pelanggan. Bernd (1997:247) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan akan mampu menjadi penghalang bagi pelanggan untuk pindah atau beralih kepada produk/pelayanan pesaing. Sedangkan Johnson (1998:1) menyimpulkan bahwa determinan utama dari loyalitas pelanggan adalah kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan. Oleh karena itu, agar tetap dapat mempertahankan pelanggan yang ada, perusahaan harus mampu meyakinkan bahwa pelanggan dapat tetap terpuaskan kebutuhan dan harapannya (Storbacka, 1994:26). Berdasarkan dari uraian menunjukan bahwa manajemen keanggotaan yang efektif dan efesien dapat meningkatkan partisipasi kontributif, partisipasi insentif, akumulasi modal, dan volume transaksi. Keempat variabel antara tersebut dapat mempengaruhi efesiensi biaya dalam perusahaan koperasi. Logika berfikir yang melandasi terjadinya efesiensi biaya dalam perusahaan koperasi dapat diuraikan melalui teori dan pendapat para ahli dibawah ini. Berry (1993:27) menjelaskan pentingnya skala usaha ekonomis (economies of scale) dalam suatu perusahaan, dengan skala usaha ekonomis dapat menurunkan biaya per unit yang dihasilkan dari meningkatnya tingkat output. Penurunan biaya ini diperoleh dari skala usaha ekonomis internal (internal economies of scale) dan usaha ekonomis eksternal (external economies of scale). Skala usaha ekonomis internal terjadi di dalam suatu perusahaan atau pabrik. Perluasan keluaran (output) mengakibatkan penurunan biaya tetap rata-rata dan biaya variabel rata-rata. Sedangkan skala usaha ekonomis eksternal yaitu dampak dari merjer atau amalgamasi di mana unit usahanya menjadi lebih ekonomis. Sejalan dengan itu, Koutsoyiannis (1975:126) menjelaskan bahwa skala usaha ekonomis dalam perusahaan akan membawa dampak kepada tercapainya ukuran minimum 82
yang efesien (minimum effecient size). Hal ini terjadi karena adanya skala usaha ekonomis nyata (real economies) yaitu skala ekonomis yang tercapai karena penurunan biaya akibat dari pertambahan produksi. Ekonomis real (real economies) dapat dilakukan dalam: a) aktivitas proses produksi; b) aktivitas penjualan dan pemasaran; c) aktivitas manajerial; dan d) aktivitas transportasi dan penyimpanan. Sedangkan ekonomis keuangan (pecuniary economies) adalah akibat dari perbaikan posisi tawar menawar (bargaining position) sehingga dapat menerima potongan harga untuk barang-barang yang sudah dibelinya, bunga lebih rendah, biaya iklan yang lebih murah, dan biaya angkut yang lebih murah. Sebagai inti dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
manajemen
keanggotaan terkandung makna pemikiran efisiensi dan efektivitas sebagai tujuan dari manajemen keanggotaan itu sendiri. Itu artinya bahwa kelima fungsi operasional manajemen keanggotaan seperti yang dimodelkan oleh Sutaryo Salim yang mencakup: pengadaan anggota, pengembangan anggota, pemberian manfaat kepada anggota, pemeliharaan anggota, dan pemutusan hubungan dengan anggota. Sebagai contoh, keputusan koperasi untuk menerima anggota baru di koperasi mestinya didasarkan pertimbangan untuk mengoptimalkan skala ekonomi (economic of scale) dari usaha koperasi. Jika dengan jumlah anggota yang sekarang ternyata kapasitas produksi di usaha koperasi belum optimal, maka pihak pengurus kemudian dapat memutuskan untuk menambah anggota baru sampai dicapai jumlah optimum. Demikian pun upaya pengembangan anggota dan
pemeliharaan anggota dimaksudkan agar partisipasi
angota meningkat untuk mencapai skala ekonomis usaha koperasi. Sebaliknya, untuk anggota-anggota yang tidak memenuhi kewajibannya atau melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak efisiensi dan efektivitas usaha koperasi maka dapat diberhentikan dari keanggotaannya. 83
Bagaimana penerapan manajemen keanggotaan pada koperasi-koperasi yang dikaji, berikut disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 10 : Manajemen Keanggotaan pada Koperasi yang Dikaji Fungsi Operasional
Manajemen Keanggotaan Koperasi
Pengadaan Anggota
Pengembangan Anggota
Calon anggota Anggota dilayani Keanggotaan penuh Keanggotaan Optimum
Pendidikan dan pelatihan Pengetahuan keterampilan Kemampuan Status
Pemberian Manfaat
Pemeliharaan Anggota
Surplus (SHU) Manfaat langsung Manfaat tidak langsung
Kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan
Pemutusan Hubungan Keanggotaan
Nama Koperasi
1. KSP Sejahtera (Manado)
Anggota dan non angggota
Belum terprogram, masih bersifat informal dilaksanakan pada saat merekrut anggota, RAT dan saat monitoring lapangan
2. KUD Wenang (Manado)
Anggota dan non anggota
Belum terprogram, pendekatan masih informal, dilaksanakan pada saat merekrut anggota, RAT dan saat monitoring
SHU, manfaat langsung tidak ada karena anggota disamakan dgn nonanggota
Tidak ada program kesejahteraan
SHU, manfaat langsung anggota mendapat discount 10 %, hadiah natal/lebara n seharga Rp 50.000,-
Hadiah natal/lebaran bagi anggota aktif seharga Rp 50.000,-
Keanggotaan Terbuka
2 tahun tdk aktif diberhentikan
84
3, Puskud Sulut
Anggota aktif dan anggota tidak aktif
Belum terprogram, saat RAT
Belum ada krn usaha bari dirintis lagi
Belum ada
Belum ada kebijakan pemberhentia n anggota
4. Koperasi Nelayan Tirta (Minahasa Utara)
Anggota (hanya melayani anggota)
Belum terprogram, pendekatan masih informal, dilaksanakan pada saat merekrut anggota, RAT dan saat monitoring
SHU, bunga pinjaman lebih murah dari tengkulak
Belum ada
Krn jumlah anggoat hanya 27 orang, belum ada masalah
5. KPSBU Lembang
Penyetor, Calon anggota, anggota, Fase calon anggota 2 tahun, Keanggotaan hrs dibuktikan lulus test saat pendidikan keanggotaan selama 3 hari
Sudah terprogram, dilaksanakan saat merekrut anggota, RAT, monitoring, dan acara khusus sesuai jadual
SHU, pinjaman tanpa bunga, pelayanan kesehatan sapi
Kesehatan keluarga
Jika melanggar disiplin: Peringatan 1, 2, 3, diberhentikan dari anggota
6. KUD Karya Teguh (Lembang)
Anggota aktif, anggota tidak aktif, non anggota
Belum terprogram, pendekatan masih informal, dilaksanakan pada saat merekrut anggota, RAT dan saat monitoring
SHU, tidak ada beda pelayanan ke anggota dan non anggota
Belum ada
Belum ada pemberhentian anggota
7. KUD Trisula (Majalengka)
Non anggota, Calon anggota, anggota (ada fase calon anggota 6 bulan
Sudah terprogram, dilaksanakan saat merekrut anggota, RAT, monitoring, dan acara khusus sesuai jadual
Belum ada
8. Koptan Trisula (Majalengka)
Non anggota, Calon anggota, anggota (ada fase calon anggota 6 bulan)
Sudah terprogram, dilaksanakan saat merekrut anggota, RAT, monitoring, dan acara khusus sesuai jadual
SHU, anggota bisa bayar saat panen, ada manfaat harga, non anggota harus cash, SHU, anggota bisa bayar saat panen, ada manfaat harga, non anggota harus cash
Belum ada
Yang tidak aktif dikeluarkan
Yang tidak aktif dikeluarkan
85
9. KSP Trisula (Majalengka)
Non anggota, Calon anggota, anggota (ada fase calon anggota 6 bulan)
Sudah terprogram, dilaksanakan saat merekrut anggota, RAT, monitoring, dan acara khusus sesuai jadual
SHU, persyaratan lebih mudah dari bank
Belum ada
Yang tidak aktif dikeluarkan
Dari kajian lapangan, satu temuan penting adalah bahwa manajemen keanggotaan itu merupakan salah satu kunci untuk eketifitas dan efisiensi usaha koperasi (keberhasilan usaha koperasi). Sebagai suatu temuan logisnya, jika rekrutasi anggota dilakukan dengan baik seperti yang dilakukan di KPSBU Lembang, maka kualitas anggota akan sangat baik; jika kualitas anggota baik maka mereka akan dapat secara kritis dan demokratis memilih pengurus koperasi yang baik dan handal; jika pengurus koperasinya baik dan handal maka dia akan mampu mengelola usaha koperasi dengan baik dan akan mampu memberikan pelayanan yang terbaik para anggotanya. Pada kasus di KPSBU, ada beberapa pikiran dari para anggota yang sangat kritis dan kreatif, misalnya : (1) bahwa pada RAT untuk pemilihan pengurus maka tidak diberlakukan sistem perwakilan, (2) ada batasan periode kepengurusan maksimum dua periode, (3) pengurus hanya ada tiga orang, yaitu Ketua, Sekretaris dan Bendahara, (4) manajemen koperasi transfaran, dan (5) pinjaman ke anggota tidak dikenakan bunga. Keinginan ini telah dirumuskan dalam AD/ART KPSBU. Dengan pikiran anggota yang kritis dan progresif ituilah, maka pengurus yang terpilih adalah para tenaga profesional muda ydengan latar belakang pendidikan sarjana (dokter hewan), dan dengan kemampuan manajemen dan berbisnis yang sangat baik. 4.7. Kelembagaan Manajemen koperasi dapat diartikan dalam dua pendekatan, yaitu: Pertama, pendekatan kelembagaan, yaitu merujuk kepada orang/sekelompok orang dan kedua, pendekatan proses yaitu proses pelaksanaan manajemen itu sendiri. Dalam hal pendekatan 86
pertama, manajemen koperasi terdiri dari : Rapat anggota, Pengurus, dana Manajer. Terdapat hubungan timbal balik antara ketiga unsur tersebut, dalam arti bahwa tidak ada satu unsurpun akan bisa bekerja secara efektif tanpa dibantu atau didukung oleh unsur-unsur lainnya. Sementara itu, Roy (1981:425) menyatakan bahwa manajemen koperasi itu melibatkan 4 unsur yaitu: anggota, pengurus, manajer, dan karyawan. Khusus tentang karyawan ini dikatakan bahwa mereka itu merupakan penghubung antara manajemen dan anggota pelanggan. Dalam hal pendekatan kedua, pengertian manajemen koperasi merujuk kepada proses, Cobia menyatakan bahwa “Cooperative management is the process of pursuing cooperative objectives by utilizing the resources available to the organization, including people, capital, and facilities” (Cobia, 1989:308). Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa
manajemen
koperasi
adalah
proses
perencanaan,
proses
pengorganisasian, proses kepemimpinan, dan proses pengendalian dan penggunaan sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Keempat fungsi tersebut merupakan kunci bagi keberhasilan suatu manajemen. Menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pada pasal 21 menyebutkan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari: a) Rapat Anggota, b) Pengurus, c) Pengawas. Artinya, Undang-undang tidak memberikan batasan berapa jumlah pengurus dan bagaimana organisasi pada kepengurusan koperasi, dengan kata lain Undangundang memberikan keleluasaan kepada pihak koperasi untuk menyusun dan mengatur organisasinya sesuai dengan kebutuhannya. Dalam
implementasinya
di
lapangan,
ada
keragaman
pada
aspek
kelembagaan/organisasi koperasi terutama dari aspek: jumlah pengurus, struktur organisasi 87
kepengurusan/manajemen koperasi, dan keberadaan manajer. Jadi secara kelembagaan pasal 21 di atas tidak dipandang ada masalaah dalam implementasi di lapangan. Namun, permasalahan yang timbul adalah pada banyak kasus ditemukan jumlah pengurus yang melebihi kebutuhan organisasi, keberadaan manajer yang belum perlu, dan rentang struktur organisasi yang terlalu panjang dibuat oleh pihak koperasi. Fenomena ini terjadi terutama disebabkan pertimbangan “kekeluargaan”, yaitu ingin memberikan posisi kepada pihakpihak yang dianggap berjasa kepada koperasi. Ada pula sebuah gagasan dari Untung Wahyudi (2007) untuk menghilangkan pengurus dalam struktur organisasi koperasi karena alasan agency-problem dan menggantinya dengan manajemen yang merupakan tenaga profesional pengelola koperasi yang diangkat oleh Rapat Anggota, menurut penulis dipandang gagasan yang tidak tepat, dengan dua alasan: (1) karena koperasi memiliki karakteristik khas yaitu equalitas keanggotaan yang ditandai dengan one man one vote. Dengan karakteristik ini maka, koperasi sangat rentan terhadap konflik di antara anggota, , (2) hubungan antara anggota dengan koperasi berbeda dengan hubungan antara konsumen dengan perusahaan, karena antara anggota dengan koperasi terdapat hubungan ikatan organisasional. Dengan dua kondisi ini maka dalam koperasi diperlukan adanya pemimpin yang berfungsi mengarahkan, mengendalikan, dan mengembangkan keanggotaan. Selain itu, dalam koperasi tugas pengurus, bukan saja mengembangkan usaha koperasi, tetapi juga mengembangkan kelembagaan/organisasi koperasi secara keseluruhan. Pihak yang dapat melakukan fungsifungsi ini adalah pengurus. 8.8 Pengendalian Internal Lemahnya pengendalian intern merupakan salah satu penyebab utama terjadinya (farud) penyelewengan dalam suatu organisasi koperasi, seperti yang diungkapkan oleh 88
Messina ar.d Turpen (1997) yang melakukan survey terhadap lebih dari 4000 koperasi agrobisnis di Amerika Serikat. Hasil survey ini menunjukan bahwa poor internal control (48%) menjadi penyebab utama terjadinya penyelewengan. Hal ini dipertegas lagi oleh hasil survey dari KPMG’s 1998 Fraud Survey dalam Arens. Et all, (2003) terhadap lebih dari 5000 perusahaan/organisasi di Amerika Serikat. Hasil survey ini menunjukan bahwa internal control (51%) menempati urutan kedua setelah notification by employee (58%) dalam hal mengungkap/mendeteksi adanya penyelewengan (51%). Sebagai organisasi dibidang ekonomi dan sosial koperasi sangat rawan terhadap resiko kerugian. Kerawanan tersebut dapat bersumber dari unsur intern maupun ekstern. 1. Unsur-unsur Intern. a. Adanya sifat manusia yang curang, ambisi, malas, ceroboh, mau menang sendiri, dan sekongkol. b. Organisasi melibatkan banyak orang yang mempunyai karakter yang berbeda; otoriter, demokratis, independent, dan lazies faire. c. Harta kekayaan koperasi relatif besar nilainya sehingga perlu diamankan. d. Kegiatan usaha koperasi semakin kompleks sehingga perlu diatur prosedur, pelaksanaan, dan otoritasnya secara baik.
2. Unsur-unsur Ekstern a. Adanya pihak-pihak atau oknum yang kurang menyukai kegiatan usaha koperasi karena persaingan atau faktor-faktor lain. b. Adanya kecenderungan dari oknum anggota koperasi yang cenderung ingin mendahulukan kepentingan antara lain dengan cara: ! Memanfaatkan celah-celah aturan lemah ! Memanfaatkan kelemahan kepemimpinan koperasi 89
! Memanfaatkan kelemahan manajemen koperasi Penyusunan struktur pengendalian intern sebaiknya dibuat dalam bentuk tertulis berupa Surat Keputusan (SK) dimana keabsahannya harus diputuskan oleh pihak yang berwenang. Dalam kehidupan koperasi pihak berwenang paling tinggi adalah Rapat Anggota (RA), kemudian Pengurus dan Pengawas serta Manager atau Kepala-kepala unit. Dalam pengesahan SK perlu diperhatikan segi kerumitan, bobot masalah dan biaya sehingga tidak semua SK harus disahkan oleh Rapat Anggota. Struktur pengendalian Intern perlu dibuat secara tertulis sebab ada adagium: “tidak ada kesalahan, tidak ada sanksi, tanpa adanya suatu peraturan yang mendahului, harus ada kata sepakat dari orang yang berwenang”, dalam hal ini dapat diputuskan oleh Rapat Anggota, Pengurus, Pengawas, atau Pejabat yang ditunjuk. Penanggungjawab implementasi struktur pengendalian intern adalah seluruh stakeholder yaitu: anggota, pengawas, pengurus, manajer, dan karyawan. Pengawas bertanggung jawab menganalisis dan memastikan apakah pengurustermasuk manajer telah
memenuhi
tanggung
jawab
mereka
dalam
mengembangkan
dan
mengimplementasikan pengendalian intern di koperasinya. Pengawas berkewajiban memberikan rekomendasi pemenuhan tanggung jawab sebagaimana mestinya kepada pengurus/manajer apabila mereka tidak memenuhi tanggungjawabnya. Manfaat dan lingkup Struktur Pengendalian Intern dalam koperasi adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Struktur Pengendalian Intern dalam koperasi a) Mengamankan harta kekayaan koperasi sekaligus mencegah kebocoran b) Meningkatkan efektivitas dan efesiensi koperasi c) Meningkatkan kepastian hukum dalam aturan main mekanisme koperasi 90
d) Sebagai instrumen audit untuk memudahkan penelusuran jika terjadi pelanggaran 2. Lingkup Struktur Pengendalian Intern dalam koperasi secara umum dibagi dalam dua bidang sebagai berikut: a) Struktur Pengendalian Intern manajemen. Tujuannya untuk memastikan apakah pelaksana mentaati semua prosedur yang ada dengan benar dan apakah prosedur yang ada telah menjamin efesiensi. Sasarannya adalah: ! Tepat prosedur, dapat dinilai dari kecepatan menyelsaikan pekerjaan dengan biaya yang lebih murah. ! Tepat pelaksana, berpengetahuan dan trampil, dapat dinilai dari tingkat kerajinan, ketelitian/kesalahan, dan volume pekerjaan yang diselesaikan. ! Tepat otoritas, pemisahan wewenang, delegasi, tanggung jawab dapat dinilai dari tingkat kepemimpinan, tanggung jawab terhadap pekerjaannya maupun pekerjaan bawahannya. b) Struktur Pengendalian Intern akuntansi. Tujuannya untuk memastikan apakah semua transaksi telah dicatat dengan benar sesuai Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sasarannya: tepat prosedur, tepat jumlah/nilai, tepat waktu, tepat pencatatan, dan tepat otoritas. Untuk implementasi pengendalian internal ini diperlukan pemahaman yang memadai dari pihak pengelola koperasi, khususnya tentang akuntansi koperasi. Ini ditegaskan oleh Nurrohman Harimulyono (2006) dalam kesimpulan tesisnya tentang Pengaruh Efektivitas Pelaksanaan Struktur Pengendalian Intern, Permodalan dan Pengetahuan Manajemen tentang Akuntansi (PSAK) No 27 Terhadap Keberhasilan Koperasi pada KPRI di Kabupaten Mojokerto, bahwa pengetahuan pengelola koperasi tentang akuntansi koperasi berpengaruh positif terhadap keberhasilan koperasi. Hal ini berarti semakin baik tingkat pengetahuan pengelola koperasi tentang akuntansi koperasi (PSAK 27) dalam koperasi maka akan meningkatkan keberhasilan koperasi. 91
Dari hasil kajian di lapangan diperoleh temuan bahwa perangkat aturan tentang pengendalian internal di koperasi sudah memadai. Namun pengendalian internal di koperasi sering tidak efektif karena adanya ketidakseimbangan pemahaman tentang manajemen koperasi secara keseluruhan ataupun manajemen keuangan koperasi secara khusus pada sebagian dari
unsur
koperasi
khususnya para anggota koperasi.
Ketidakseimbangan pemahaman ini cenderung menimbulkan miskomunikasi di antara pengurus dengan anggota dan menimbulkan tindakan-tindakan manipulatif dari pihak pengelola koperasi. Oleh karena itu, efektivitas pengendalian internal di koperasi berkaitan erat dengan tingkat pemahaman anggota terhadap manajemen koperasi, dan dengan sendirinya berkaitan erat dengan efektivitas program pendidikan anggota. Dari hasil kajian di lapangan, ditemukan bahwa semakin baik program pendidikan anggota, maka pelaksanaan good corporate governance di koperasi semakin baik, dan pengendalian internal juga semakin baik. Selain itu, pada koperasi-koperasi maju, pelaksanaan pengendalian intern selain telah dilakukan secara melembaga oleh perangkat koperasi sendiri, juga telah mampu memanfaatkan pihak auditor dari eksternal. Temuan penulis sejalan dengan kesimpulan Nurrohman Harimulyono (2006) bahwa sebagian besar koperasi yang gagal usaha (tidak aktif) adalah akibat penyelewengan yang dilakukan oleh oknum pengurus, maka Pengawas dan anggota koperasi harus lebih meningkatkan pengawasannya. 4.9 Laporan Keuangan dan Penataan Permodalan Permodalan koperasi menurut UU No. 25 Tahun 1992 bersumber dari modal sendiri dan modal asing. Penambahan modal asing bagi koperasi harus tetap memperhatikan keseimbangan permodalan secara kuantitatif. Penambahan modal asing memberikan efek yang menguntungkan terhadap modal sendiri apabila rate of return dari penambahan modal 92
asing tersebut lebih besar daripada biaya modalnya atau bunga. (Bambang, 1994:41). Karena modal asing atau pinjaman akan membawa resiko yang cukup serius apabila terlalu besar jumlahnya, sehingga memungkinkan koperasi tidak dapat mengembalikan baik pokok pinjaman maupun bunga tepat pada waktunya. Untuk itu jumlahnya harus dibatasi sampai suatu jumlah dimana koperasi terjamin dapat melunasinya. Seperti yang diungkapkan oleh Roy (1981:344) “Enough equity capital must be provided on a permanent basic to ensure that the cooperative will be sufficiently free from creditors claims to ferform the needed services. To require a minimum of $1.00 of equity for $1.00 of creditor capital is a sound rule of financing, a net worth of 50% of total assets is desirable goal for most cooperative otherwise creditor will own a mayority of the the assets”. Untuk mengetahui sejauh mana perusahaan tidak terkecuali usaha kecil menengah dan koperasi mampu mengembangkan usahanya, dapat dilihat dari kondisi kinerjanya yang dapat diukur dari berbagai macam pendekatan tergantung dari sisi mana suatu analisis digunakan. Sutyastie dan Hastuti (2002:15) dalam kajiannya tentang kinerja koperasi mengungkapkan pengukuran kinerja koperasi dibagi dua bagian: “Pertama menggunakan analisis finansial yang meliputi; rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, rasio profitabilitas, kegiatan usaha, permodalan, serta peranan usaha penunjang. Sedangkan non finansial dianalisis melalui; partispasi anggota, produktifitas karyawan dan manajer koperasi”. Sebagaimana pengertian koperasi merupakan kumpulan dari orang-orang, dimana maksud pemberian penekanan bahwa koperasi bukan kumpulan dari modal (pemodal). Walaupun koperasi wadah kumpulan dari pemodal, tidaklah berarti bahwa modal tidak penting bagi koperasi, justru modal bagi koperasi adalah bagaikan darah bagi tubuh manusia (Hendrojogi, 1998:179) karena modal merupakan salah satu produksi yang vital dalam setiap badan usaha termasuk koperasi.
93
Permodalan koperasi menurut UU No. 25 Tahun 1992, tentang perkoperasian terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari: Simpanan pokok, Simpanan wajib, Dana cadangan dan Hibah Simpanan pokok, adalah jumlah nilai uang tertentu yang sama banyaknya yang harus disetorkan pada waktu masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan wajib, adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayar oleh anggota dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan. Simpanan wajib dapat diambil kembali dengan cara-cara yang diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan keputusan rapat anggota. Dana cadangan, adalah sejumlah uang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksud untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. Modal koperasi yang berasal dari penyetoran anggota dapat berbentuk simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Simpanan sukarela, adalah suatu jumlah dalam nilai uang yang diserahkan oleh anggota atau bukan anggota kepada koperasi atas kehendak sendiri sebagai simpanan. Simpanan sukarela dapat diambil kembali setip saat. Selain tentang permodalan seperti dijelaskan di atas, Undang-undang Perkoperasian menjelaskan juga tentang kedudukan SHU dan kontribusi SHU terhadap permodalan koperasi sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
94
(1) Sisa Hasil Usaha koperasi merupakan pendapatan yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan (2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota (3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota Selain dari modal sendiri untuk mengembangkan usahanya koperasi dapat menggunakan modal pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya. Modal pinjaman dapat berasal dari: Anggota, Koperasi lainnya dan atau anggotanya, Bank dan lembaga keuangan lainnya, Sumber lain yang sah (UU No. 25 Tahun 1992) Pinjaman yang diperlukan dari anggota termasuk calon anggota yang memenuhi syarat. Pinjaman dari koperasi lainnya dan atau anggotanya didasari dengan perjanjian kerja sama antar koperasi. Pinjaman dan Bank dan lembaga keuangan lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber lainnya yang sah adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan tidak melalui penawaran secara umum. Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berapa jumlah modal yang dibutuhkan oleh sebuah koperasi, sangatlah tergantung dari besar dan kecilnya kegiatan usaha yang dijalankan, modal bagi koperasi sangat penting artinya dalam menjalankan usahanya, namun yang lebih penting dan harus diperhatikan oleh pengurus koperasi adalah tentang pengelolaan modal dan pendayagunaannya agar usaha koperasi dapat berjalan dengan baik dan terus berkembang. Untuk pentaan permodalan di koperasi, Hendrojogi (1998:181-182) menggariskan ada beberapa prinsip yang perlu dipatuhi dalam kaitannya dengan permodalan, yaitu: 95
e. Bahwa pengendalian dan pengelolaan koperasi harus tetap berada ditangan anggota dan tidak perlu dikaitkan dengan jumlah modal atau dana yang bisa ditanam oleh seseorang anggota dalam koperasi (members investasi) dan berlaku ketentuan satu anggota satu suara. f. Bahwa modal harus dimanfaatkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat bagi anggota. g. Bahwa kepada modal hanya diberikan balas jasa terbatas. Ini adalah sesuai dengan azas koperasi yaitu “limited returns on equity capital”. h. Bahwa untuk membiayai usaha-usaha secara efesien, koperasi pada dasarnya membutuhkan modal yang cukup. i. Bahwa usaha-usaha dari koperasi harus dapat membantu pembentukan modal baru. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan menahan sebagian dari keuntungan (SHU) dan tidak dibagikan semua kepada anggota. j. Bahwa kepada saham koperasi (share) atau simpanan pokok tidak bisa diberikan premi di atas nilai nominalnya, meskipun seandainya nilai bukunya bisa saja bertambah. Berkaitan dengan permodalan ini, Moh Hatta (1978) yang dikutip oleh Sutaryo Salim (1991) mengemukakan bahwa hambatan yang paling utama dalam koperasi manajemen dan permodalan.
Sejalan dengan ini,
ialah
Munker (1980) koperasi sebagai
organisasi swadaya mengalami kelemahan struktural atau menurut Stockhausen (1980) dengan sendirinya (inhaerent) akan mengalami kesulitan dalam permodalannya, mengingat koperasi sebagai organisasi yang anggotanya sebagai pemilik sekaligus juga sebagai pelanggan (identity principle) dan karena prinsip-prinsip (sendi-sendi dasar) yang harus menjadi pegangan dalam operasinya. Salah satu penyebab kelemahan struktural permodalan di koperasi adalah penerapan prinsip keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Hal ini dinyatakan oleh Sutaryo Salim (1991) dalam disertasinya yang mengkaji tentang
Manajemen Permodalan serta
hubungannya dengan penerapa sendi-sendi dasar koperasi, partisipasi anggota, peranan pemerintah dan lingkungan pasar pada Koperasi Unit Desa di Jalur Pantura Jawa Barat bahwa asas sukarela dan terbuka itu dapat berdampak negatif bagi kelangsungan koperasi, 96
karena berdampak kepada kelemahan struktural dalam keuangan koperasi yang disebabkan oleh berfluktuasinya modal sendiri koperasi. Oleh karena itu Sutaryo Salim menyarankan bahwa penerapan prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka tidak berarti bahwa anggota secara mutlak bebas masuk dan keluar setiap waktu, menyimpan atau menarik modal di koperasi.
Seseorang dapat masuk atau keluar dari koperasi sepanjang tidak merusak
kepentingan anggota lain dan sepanjang dia tidak melanggar peraturan di koperasinya. Hal tersebut ditegaskan oleh Hindersah Wiratmadja (1990) yang mengatakan bahwa kelemahan itu dalam arti jumlah modal yang sulit besar, karena kebanyakan anggota adalah orang kecil (pendapatan rendah, perusahaan kecil) dan jumlahnya tidak stabil akibat anggota bebas keluar masuk. Bagi orang yang berjiwa individualistis kapitalistik koperasi tidak menarik karena hanya memberikan bunga terbatas dan baru mendapat bagian dari SHU jika aktif membeli keluaran koperasi.
Prinsip bunga terbatas atas modal tidak memberikan
insentif untuk meningkatkan modal karena tidak akan menambah bagian pendapatannya. Sebagaimana dalam perusahaan pada umumnya, dalam koperasi pun, aspek penting yang berakitan dengan penataan permodalan adalah laporan keuangan, karena laporan keuangan menggambarkan kondisi usaha koperasi, sekaligus menggambarkan penataan permodalan di koperasi. Oleh karena itu, penataan permodalan dan laporan keuangan di koperasi harus mencerminkan nilai, prinsip dan tujuan koperasi. Gagasan ini dapat diwujudkan di koperasi sebagai berikut:
Prinsip koperasi Patronage refund
Implementasinya dalam permodalan dan laporan keuangan Harus ada pemisahan catatan transaksi antara anggota dengan bukan anggota, dengan pengkodean yang berbeda. Ini menuntut administrasi di koperasi yang lebih cermat, namun penggunaan komputer akan membantu. Penggunaan sistem ini di Koperasi Keluarga Besar Mahasiswa IKOPIN telah dapat dilakukan dengan baik. Pada koperasi yang dikaji di Jawa Barat dan Sulawesi Utara, hanya empat dari
97
sembilan koperasi yang menerapkan prinsip ini. Keanggotaan sukarela
Harus ada penyetaraan nilai simpanan anggota baru dengan anggota lama. Pertimbangannya adalah karena anggota lama secara kumulatif telah menyimpan lebih besar dibanding anggota baru, sementara fasilitas pelayanan dari koperasi bagi anggota baru dan lama sama saja.
Promosi ekonomi anggota
Harus ada laporan khusus promosi ekonomi anggota. Ini telah diarahkan oleh PSAK no. 27. Yang dimaksud promosi ekonomi anggota adalah selisih harga yang diberikan oleh koperasi kepada para anggota dibanding dengan harga di pasar.
Dari aspek sumber permodalan, idealnya koperasi dapat memenuhi kebutuhan modalnya dengan urutan alternatif pertama dari internal (dana cadangan/SHU), namun kenyataannya hal ini sulit karena adanya distribusi SHU, preferensi anggota koperasi yang lebih menghendaki SHU dibagikan, dan nilai SHU yang relatif kecil karena sebetulnya SHU merupakan sisa dari selisih harga. Sumber permodalan urutan kedua adalah dari modal sendiri, namun yang ini pun sulit, selain karena kemampuan anggota terbatas, juga ada hambatan prosedural di organisasi koperasi, antara lain bahwa keputusan-keputusan penting, seperti penaikan simpanan nanggota harus diputuskan melalui rapat anggota koperasi. Urutan alternatif sumber permodalan ketiga adalah pinjaman dari luar. Namun yang ketiga ini pun sulit bagi koperasi, karena persoalan jaminan serta kepercayaan dari pihak luar kepada koperasi. Oleh karena itu, pada aspek permodalan koperasi ini, perlu dukungan bantuan pemerintah berupa program-program dana bergulir atau kredit dengan persyaratan dan biaya yang lebih meringankan koperasi. 4.10 . Konsep Manfaat Koperasi Bila koperasi mampu bekerja secara efektif dan efesien maka koperasi akan mampu memberikan manfaat koperasi kepada anggotanya berupa kesejahteraan anggota. Penelitian 98
berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi manfaat koperasi pernah dilakukan oleh Ramudi Arifin, (2001:170), dalam penelitian tersebut diuraikan ada dua variabel yang mempengaruhi manfaat koperasi yaitu skala ekonomi dan biaya organisasi. Dalam kesimpulannya dinyatakan bahwa:”apabila biaya di tingkat KUD turun sebesar 10 persen maka nilai manfaat harga pupuk akan naik sebesar 14,26 persen. Hal ini berarti pengeluaran biaya di tingkat KUD dalam keadaan ekonomis, ditunjukan oleh parameter e1 = 1,42641”. Dalam penelitian yang lain, Sahabudin Mustapa (1995:90) menyatakan bahwa: “setelah dilakukan analisis dengan menggunakan uji beda maka komponen manfaat yang memberikan kepuasan positif yang optimum adalah harga dan pendidikan sedangkan komponen investasi, modal, dan peluang meningkatkan produksi masih belum optimum”. Kedua hasil penelitian tersebut membuktikan suatu teori yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang koperasi harus selalu menawarkan harga beli dan harga jual yang paling menguntungkan anggota (Jokisch, 1994:23). Dengan landasan kerangka berfikir diatas maka dalam penelitian ini menduga bahwa manfaat koperasi di pengaruhi oleh biaya operasional. Semakin rendah biaya operasional yang dikeluarkan koperasi maka akan semakin tinggi manfaat Koperasi yang akan diterima oleh anggota (Cooperative effect). Di dalam PSAK No 27 tahun 1999 paragraf 80 disebutkan bahwa manfaat ekonomi langsung bagi anggota berupa harga, yaitu harga barang dan jasa (dalam pembelian dan penjualan). Dalam pembelian barang oleh anggota (koperasi Konsumen), manfaat harga berupa selisih harga antara koperasi dengan harga di luar koperasi. Seharusnya harga koperasi lebih murah daripada harga di luar koperasi sehingga anggota Koperasi memperoleh manfaat efesiensi pembelian. Sahabuddin Mustafa (1995:90) dalam thesisnya yang berjudul Analisis dampak koperasi terhadap anggota (suatu kasus unit usaha coklat pada Koperasi Unit Desa Mandiri di 99
Kabupaten
Donggala menyimpulkan
bahwa setelah dilakukan analisis dengan
menggunakan uji beda, maka komponen manfaat yang memberikan kepuasaan positif yang optimum adalah harga dan pendidikan sedangkan komponen investasi, modal dan peluang meningkatkan produksi masih belum optimum. Casca dari disertasinya tentang Pengaruh manajemen keanggoltaan terhadap manfaat koperasi. Suatu studi pada koperasi tempe tahu Indonesia di Provinsi Jawa Barat dan Banten. menyimpulkan :1. manfaat koperasi mempunyai pengaruh relatif besar terhadap partisipasi kontributif dan partisipasi intensif. 2. Manajemen keanggotaan mempunyai pengaruh tidak langsung relatif besar terhadap manfaat koperasi melalui partisipasi kontributif, partisipasi intensif, akumlulasi modal, volume transaksi, dan biaya operasional. Orang tidak tertarik menjadi anggota KUD karena semua orang (anggota dan bukan anggota) dapat memperoleh pelayanan/manfaat yang sama dari KUD atau free riders effect. Dimana anggota dianggap sebagai sebagai free rider (free riders) merteka memperoleh pelayanan dari koperasi sama dengan pelayanan yang diperoleh anggota. Padahal anggota harus memenuhi kewajiban tertentu lebih dahulu. Akibatnya tidak mendorong orang untuk menjadi anggota (Hindersah wiratmadja, 1998).
100
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 KESIMPULAN Kesimpulan dari kajian ini menjawab dua kelompok pertanyaan besar sesuai yang diminta pada TOR kajian, sehingga ada dua kelompok jawaban. Kelompok jawaban yang pertama adalah kelompok jawaban tentang variabel-variabel kajian pada aspek manajemen koperasi, dan kelompok jawaban yang kedua adalah jawaban atas enam pertanyaan kajian yang harus dijawab melalui kajian ini. Namun di antara dua kelompok jawaban tersebut terdapat keterkaitan, karena kelompok jawaban yang kedua merupakan sintesis dari kelompok jawaban yang pertama. Kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: (1) Berdasarkan uraian tentang mazhab koperasi, antara mazhab esensialis – nominalis dan mazhab yang empat (Sosialis, Tolok Ukur Koperasi, Persemakmuran koperasi, Koperasi Dunia Ketiga), maka dapat diambil sebuah sintesa bahwa penerapan dari sistem pemikiran esensialis – nominalis lebih memberikan panduan kepada pihak gerakan koperasi dalam mengoperasionalkan dan mengembangkan koperasi di lapangan, apakah lebih kepada aspek-aspek esensial nilai-nilai koperasi ataukah lebih kepada aspek-aspek rasional ekonomis koperasi. Jika menyimak peraturan perundangan koperasi di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan mazhab di Indonesia tentang kedua mazhab ini menunjukkan berada pada posisi “campuran”, artinya koperasi di Indonesia memperhatikan aspek-aspek rasional-ekonomis (efisisiensi koperasi), namun tetap mengindahkan atau melandaskan pada nilai-nilai/prinsip koperasi.
101
Sedangkan mazhab yang empat lebih menerangkan kepada proporsi peran pemerintah dalam pengembangan koperasi di suatu negara. Untuk implementasinya Indonesia, secara cita-cita kalau menyimak Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 nampak bahwa bangun perekonomian yang dikehendaki adalah koperasi sebagai soko guru (utama). Dengan dasar ini, dapat disimpulkan bahwa, secara cita-cita, mazhab koperasi yang ingin kita anut adalah Mazhab Persemakmuran. Namun pada kenyataannya, saat ini kondisi koperasi sebagai penyangga utama ekonomi belum terwujud di Indonesia. Tetapi dari pengalaman di dunia pun bahwa di masa lalu, usaha untuk mendirikan persemakmuran koperasi atau suatu republik koperasi ternyata telah kurang berhasil. Namun, jika merujuk kepada pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen
bahwa
dalam
pasal
(4)
disebutkan
“Perekonomian
basional
diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pernyataan ini dapat ditafsirkan sebagai sebuah harapan terciptanya sebuah sistem ekonomi yang merupakan satu kesatuan dari semua pelaku ekonomi yang mencakup koperasi, BUMN dan swasta. Pikiran ini semaksud dengan pikiran dalam mazhab Tolok Ukur Koperasi yang “ mengidamkan keseimbangan yang serasi antara sektor negara, koperasi dan swasta” dan
menghendaki “agar usaha ekonomi yang
melaksanakan ketiga prinsip sosial kerjasama, keadilan sosial dan pemerataan”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi yang dikehendaki oleh ayat (4) Pasal 33 UUD 1945 yang telah diamandemen
adalah sejalan dengan Mazhab Tolok Ukur
Koperasi. Dengan kata lain, kita boleh menafsirkan bahwa Undang-undang dasar kita memberikan peluang yang sama terhadap BUMN, swasta dan koperasi untuk 102
berkembang. Namun demikian, dalam amandemen itu ditegaskan bahwa semua bentuk badan usaha (BUMN, swasta ataupun koperasi)
harus berlandaskan kepada prinsip
efisiensi Namun demikian, jika dipertanyakan apakah koperasi di Indonesia ke depan perlu bermazhab?
Bahwa Mazhab pada dasarnya adalah sebuah sistem pemikiran yang
sifatnya kontekstual, artinya sistem pemikiran ini lahir karena kondisi dan situasi spesifik sesuai zaman dan tempat. Artinya mazhab itu tidaklah berarti sesuatu yang harus dianut bulat-bulat oleh suatu
negara. Setiap negara memiliki kondisi spesifik, baik secara
struktur sosial maupun struktur ekonominya.. Namun, sebagai sebuah lembaga ekonomi yang harus menerapkan prinsip-prinsip efisiensi koperasi, dan diharapkan harus berkesinambungan secara mandiri, maka pendirian dan pengembangan koperasi haruslah didasarkan atas kebutuhan dan kajian kelayakan baik dari aspek sosial, ekonomi, dan lain-lain, baik dalam lingkup lokal ataupun regional, jadi bukan karena melaksanakan sebuah mazhab. (2) Efisiensi koperasi diukur berdasarkan tercapainya tujuan dan sistem tujuan dari berbagai pihak yang berkepentingan terhadap koperasi.
Dalam manajemen koperasi, konsep
efisiensi yang digunakan merupakan konsep yang terintegrasi antara konsep efisiensi operasional, dan efisiensi anggota, kedua konsep efisiensi ini layak diopersioanalkan di koperasi. Implikasi dari wawasan integrasi ini adalah bahwa dalam ukuran efisiensi opersional usaha koperasi perlu dicakup juga aspek efisiensi anggota. Dalam konsep efisiensi usaha koperasi, konsep Sisa hasil Usaha (SHU) sebagai sebuah parameter sudah memadai untuk mengukur efisiensi usaha koperasi yang berwawasan efisiensi anggota, walaupun dari segi terminologi, istilah “sisa” hasil usaha itu sendiri dapat berkonotasi pada makna yang kontra-efisiensi, karena “sisa” itu bermakna bukan achievement 103
melainkan residual dari sebuah aktivitas usaha, oleh karena itu penulis sarankan agar terminologinya diubah dengan terminologi yang lebih universal yaitu “surplus”. Untuk lebih memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap efisiensi koperasi secara integratif, maka dalam formulasi efisiensi koperasi, selain mencantumkan nilai SHU, juga perlu disertakan nilai Manfaat Ekonomi Langsung (MEL) yang diberikan oleh koperasi kepada anggota pada saat transaksi, karena tanpa pencantuman nilai Manfaat Ekonomi Langsung ini maka pengukuran efisiensi koperasi menjadi tidak objektif lagi. Konsep RE yang memasukan unsur manfaat ekonomi langsung telah mengakomodasikan pentingnya konsep manfaat ekonomi seperti yang dimaksudkan oleh PSAK No 27 tahun 1999 paragraf 80 bahwa manfaat ekonomi langsung bagi anggota berupa harga, yaitu harga barang dan jasa (dalam pembelian dan penjualan). Dalam pembelian barang oleh anggota, manfaat harga berupa selisih harga antara koperasi dengan
harga di luar
koperasi. (3) Penjenisan koperasi apapun namanya haruslah didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya, sesuai dengan makna yang dimaksudkan oleh Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dipertegas lagi dalam penjelasannya yang berbunyi “ Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya” .
Tentang hubungan
koperasi primer – koperasi sekunder secara konseptual dari pendekatan manajemen koperasi, pembentukan koperasi sekunder adalah untuk
untuk memperoleh efisiensi
operasional melalui perbesaran skala ekonomi secara bersama-sama.
Dalam sebuah
koperasi sekunder, koperasi primer terintegrasi secara vertikal dengan koperasi sekunder, namun koperasi primer mempunyai tingkat kebebasan dan kemandirian yang tinggi, artinya karena koperasi sekunder hanya akan menggantikan bagian dari hubungan pasar 104
koperasi primer. Koperasi sekunder bukanlah pengganti pasar seutuhnya. Berdasarkan prinsip ini, maka hubungan primer- sekunder itu sebaiknya tidak perlu dibuat hubungan yang saya sebut saja “hirarkis-monopolistik” seperti yang sekarang saat ini berlaku di Indonesia. Contohnya: sekunder bagi KUD adalah Puskud, sekunder bagi koperasi pegawai RI adalah PKPRI, dst. Dengan ikatan seperti ini, maka seakan-akan sekunder KUD adalah Puskud, dan bukan koperasi yang lain. Bahkan wilayah Puskud sudah ditentukan satu propinsi sehingga ada Puskud Jawa Barat, Puskud Sulawesi Utara, dst. Pembentukan koperasi sekunder sebaiknya sama halnya dengan pembentukan koperasi primer yaitu didasarkan atas prinsip-prinsip kesamaan kepentingan dan kelayakan untuk mencapai efisiensi. Ini sesuai dengan penjelasan Pasal 15 diatas, koperasi sekunder dapat didirikan tidak hanya oleh koperasi-koperasi yang sejenis saja, melainkan juga oleh koperasi yang berlainan jenis, karena terdapat kepentingan, aktivitas atau kebutuhan yang sama. Dengan kesimpulan ini maka sekunder bagi KUD, misalnya, dapat saja Pusat Koperasi Simpan Pinjam, atau Pusat Koperasi Pemasaran Jagung, dst. Sehingga, sangat mungkin bahwa sebuah koperasi menjadi anggota dari beberapa koperasi sekunder, sesuai dengan kebutuhan usahanya.
Dengan dasar pemikiran ini pula maka
berkonsekuensi kepada tidak perlu lagi diberlakukan “pemaksaan” luasan wilayah kerja dari koperasi sekunder, karena dasar pembentukan koperasi sekunder adalah kelayakan. (4) Kesamaan antara koperasi dan perusahaan bukan koperasi adalah keduanya sebagai kegiatan usaha yang otonom yang harus bertahan secara berhasil dalam persaingan pasar dan dalam usahanya mencapai efisiensi ekonomis dan kemampuan hidup keuangannya. Sedangkan perbedaan antara koperasi dengan bukan koperasi, selain prinsip identitas ganda pada anggota sebagaimana dibahas di atas, adalah prinsip one man one vote dan patronage refunds. One man one vote diartikan sebagai hak suara yang diberikan tidak 105
memandang besarnya modal yang diinvestasikan pada koperasi, sedangkan patronage refunds diartikan sebagai pembagian sisa hasil usaha didasarkan atas jasa-jasa yang diberikan anggota kepada koperasi Ukuran keberhasilan koperasi tidak semata-mata dengan ukuran efesiensi koperasi sebagai perusahaan, tetapi dengan ukuran efesiensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota meningkatkan efisiensi pada koperasi akan berbeda dengan perusahaan non-koperasi, walaupun faktor-faktor efisiensi sama, misalnya biaya, harga, output, kekayaan, dan lain-lain. (5) Dalam Penerapan tujuh prinsip koperasi seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, ada prinisp yang dapat diaplikasikan di lapangan tanpa masalah, ada juga beberapa prinsip yang dapat diaplikasikan dengan penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud misalnya pada penerapan prinsip sukarela dan terbuka mestinya jangan diartikan bahwa anggota secara mutlak bebas masuk dan keluar dari koperasi setiap waktu, menyimpan atau menarik modal di koperasi, karena berdampak kelemahan struktural dalam keuangan koperasi yang disebabkan oleh berfluktuasinya modal koperasi. Oleh karena itu rekrutasi anggota koperasi harus diatur tersendiri dengan kriteria keanggotaan koperasi yang jelas di koperasi sebagai bagian terintegrasi dalam manajemen keanggotaan di koperasi. Untuk prinsip proporsionalitas pembagian SHU perlu didukung dengan sistem administrasi pencatatan pelayanan ke anggota yang sangat baik. Oleh karena itu, kebanyakan koperasi memberikan SHU kepada anggota dengan jumlah yang sama tanpa mempertimbangkan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. SHU tersebut diberikan saat Rapat Anggota Tahunan sebagai “uang duduk” dan uang transport. Sistem administrasi pencatatan pelayanan ini juga merupakan bagian terintegrasi dengan manajemen keanggotaan. Untuk prinsip balas jasa terbatas atas modal, , walaupun ada pro dan kontra di kalangan para pakar koperasi, 106
namun dari kajian penulis dampak negatifnya ternyata dapat diminimalkan dengan manajemen koperasi yang menerapkan good corporate governance. Untuk penerapan prinsip pendidikan perkoperasian, ada temuan menarik dari KPSBU Lembang, KSP Trisula, KUD Trisula, dan Koptan Trisula di Majalengka Jawa Barat, bahwa pendidikan anggota yang dijadikan sebagai bagian terintegrasi dari manajemen keanggotaan (pendidikan anggota sebagai persyaratan yang harus diikuti dalam merekrut angota baru) berdampak positif terhadap keajegan keangotaan koperasi. Sedangkan untuk prinsip demokrasi (one man one vote) adalah prinsip universal koperasi yang tidak bisa ditawar lagi, namun dalam implementasinya khususnya dalam Rapat Anggota dapat dilakukan dengan dua alternatif pilihan yaitu penyampaian hak suara secara langsung dan secara perwakilan. Pelaksanaan rapat anggota pada koperasi yang relatif kecil jumlah anggotanya dapat dilakukan secara langsung, namun pada koperasi yang telah tumbuh menjadi besar, rapat anggota sebaiknya dilakukan melalui perwakilan anggota. Hal ini didasari oleh pertimbangan-pertimbangan rasional yaitu: pertama adalah untuk efisiensi biaya,
kedua adalah efisiensi proses pengambilan keputusan, karena dengan jumlah
peserta rapat yang begitu banyak proses pengambilan keputusan akan sangat alot, dan ketiga adalah alasan kemudahan teknis yang menyangkut tempat, karena dengan jumlah peserta rapat yang mencapai ribuan akan sulit melakukan rapat dalam satu waktu dan satu tempat. (6) Keanggotaan dalam koperasi merupakan salah satu aspek penting, karena maju mundurnya sebuah koperasi antara lain dipengaruhi oleh tingkat partisipasi anggota koperasi, oleh karena itu keanggotaan koperasi perlu dilakukan dengan manajemen tersendiri yang kemudian disebut manajemen keanggotaan. Manajemen keanggotaan mencakup kepada aktivitas rekrutasi
anggota, pengembangan anggota, pemberian
manfaat, pemeliharaan anggota, dan pemutusan hubungan keanggotaan. Dalam 107
manajemen keanggotaan terkandung makna pemikiran efisiensi dan efektivitas, karena terkait dengan skala ekonomis dari usaha koperasi.
Oleh karena itu, manajemen
keanggotaan harus dijadikan bagian teintegrasi dari penyusunan rencana pengembangan usaha koperasi. Jika manajemen keanggotaan berjalan secara efektif dan efesien maka partisipasi insentif akan meningkat. Selanjutnya, jika partisipasi insentif meningkat maka volume transaksi dalam perusahaan koperasi pun meningkat. Akibat lebih lanjut, bila volume transaksi dalam perusahaan koperasi meningkat maka akan terjadi penurunan biaya operasional melalui efesiensi biaya transaksi, biaya organisasi, dan biaya informasi. Dari hasil kajian di lapangan, pada umumnya koperasi masih lemah terutama pada aspek pengembangan anggota karena program pendidikan anggota belum terprogram, dan pada aspek pemeliharaan anggota. (7) Menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pada pasal 21 menyebutkan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari: a) Rapat Anggota, b) Pengurus, c) Pengawas. Artinya, Undang-undang tidak memberikan batasan berapa jumlah pengurus dan bagaimana organisasi pada kepengurusan koperasi, dengan kata lain Undang-undang memberikan keleluasaan kepada pihak koperasi untuk menyusun dan mengatur organisasinya sesuai dengan kebutuhannya. Dalam implementasinya di lapangan, ada keragaman pada aspek kelembagaan/organisasi koperasi terutama dari aspek: jumlah pengurus, struktur organisasi kepengurusan/manajemen koperasi, dan keberadaan manajer. Jadi secara kelembagaan pasal 21 di atas tidak dipandang ada masalah dalam implementasi di lapangan. Namun, permasalahan yang timbul adalah pada banyak kasus ditemukan jumlah pengurus yang melebihi kebutuhan organisasi, keberadaan manajer yang belum perlu, dan rentang struktur organisasi yang terlalu panjang dibuat oleh pihak koperasi.
Fenomena ini terjadi terutama disebabkan 108
pertimbangan “kekeluargaan”, yaitu ingin memberikan posisi kepada pihak-pihak yang dianggap berjasa kepada koperasi. Gagasan untuk menghilangkan pengurus dalam struktur organisasi koperasi karena alasan agency-problem dan menggantinya dengan manajemen yang merupakan tenaga profesional pengelola koperasi yang diangkat oleh Rapat Anggota, menurut penulis dipandang gagasan yang tidak tepat, dengan dua alasan: (1) karena koperasi memiliki karakteristik khas yaitu equalitas keanggotaan yang ditandai dengan one man one vote. Dengan karakteristik ini maka, koperasi sangat rentan terhadap konflik di antara anggota, , (2) hubungan antara anggota dengan koperasi berbeda dengan hubungan antara konsumen dengan perusahaan, karena antara anggota dengan koperasi terdapat hubungan ikatan organisasional. Dengan dua kondisi ini maka dalam koperasi diperlukan adanya pemimpin yang berfungsi mengarahkan, mengendalikan, dan mengembangkan keanggotaan. Selain itu, dalam koperasi tugas pengurus, bukan saja mengembangkan usaha koperasi, tetapi juga mengembangkan kelembagaan/organisasi koperasi secara keseluruhan. Pihak yang dapat melakukan fungsi-fungsi ini adalah pengurus. (8) Pengendalian internal dalam koperasi merupakan hal yang penting. Perangkat aturan tentang pengendalian internal di koperasi sudah memadai. Namun pengendalian internal di koperasi sering tidak efektif karena adanya ketidakseimbangan pemahaman tentang manajemen koperasi secara keseluruhan ataupun manajemen keuangan koperasi secara khusus pada sebagian dari
unsur
koperasi
khususnya para anggota koperasi.
Ketidakseimbangan pemahaman ini cenderung menimbulkan miskomunikasi di antara pengurus dengan anggota dan menimbulkan tindakan-tindakan manipulatif dari pihak pengelola koperasi. Oleh karena itu, efektivitas pengendalian internal di koperasi berkaitan erat dengan tingkat pemahaman anggota terhadap manajemen koperasi, dan 109
dengan sendirinya berkaitan erat dengan efektivitas program pendidikan anggota. Dari hasil kajian di lapangan, ditemukan bahwa semakin baik program pendidikan anggota, maka pelaksanaan good corporate governance di koperasi semakin baik, dan pengendalian internal juga semakin baik. Selain itu, pada koperasi-koperasi maju, pelaksanaan pengendalian intern selain telah dilakukan secara melembaga oleh perangkat koperasi sendiri, juga telah mampu memanfaatkan pihak auditor dari eksternal. Berdasarkan kesimpulan kelompok jawaban pertama, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai kelompok jawaban kedua sesuai dengan pertanyaan penelitian yang diajukan sebagai berikut: (1) Dari aspek manajemen, koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami perubahan. Dari kajian terhadap koperasi-koperasi di lapangan, mereka dapat beroperasi dan berkembang atas dasar
pola dasar manajemen koperasi di
Indonesia. Artinya, berkoperasi bisa merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat, asalkan koperasi dapat memberikan manfaat ekonomi bagi para anggota. (2) Pengembangan ekonomi rakyat melalui pendekatan koperasi masih kondusif, namun harus dilakukan peningkatan kompetensi semua pihak dalam koperasi agar meningkat profesionalisme dan kompetensinya, serta tercipta keseimbangan pemahaman antara pengelola koperasi dan anggota. Selain itu secara sistem manajemen, ada beberapa hal yang perlu disesuaikan lagi dalam koperasi terutama dari aspek penataan permodalan dan laporan keuangan, serta aspek manajemen keanggotaan koperasi. Kedua aspek tersebut selayaknya ditata lagi dan disesuaikan dengan tujuan, nilai dan prinsip koperasi.
110
5.2 REKOMENDASI Berdasarkan
hasil kajian dan kesimpulan di atas, maka dapat disampaikan
rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dari aspek manajemen koperasi sebagai berikut : (1) Untuk pengembangan koperasi ke depan, mengingat sifat dual identity anggota yang menjadi identitas koperasi, maka manajemen keanggotaan di koperasi selayaknya menjadi salah satu fokus perhatian untuk dikembangkan. Manajemen keanggotaan
mencakup:
pengadaan anggota, pengembangan anggota, pemberian manfaat kepada anggota, pemeliharaan anggota, dan pemutusan hubungan dengan anggota. Mengingat bahwa kemampuan koperasi untuk melakukan fungsi pengembangan anggota melalui kegiatan pendidikan perkoperasian masih sangat terbatas, baik dari aspek finansial maupun darti aspek kompetensinya, maka bantuan Pemerintah dalam aspek ini sangat diperlukan. (2) Perlu dilakukan penataan kembali dari aspek permodalan dan laporan keuangan koperasi disesuaikan dengan tujuan, nilai dan prinsip koperasi. Penyesuaian-penyesuain tersebut sesungguhnya telah diakomodasikan dalam PSAK No 27 Tahun 2004. Memang penerapan PSAK No 27 akan memberikan beban tambahn bagi koperasi, namun dalam jangka panjang dampaknya akan sangat baik terhadap upaya menciptakan koperasi yang sehat. Penerapan dari prinsip ini sebaiknya dari sekarang sudah mulai dirintis secara bertahap. (3) Mengingat bahwa koperasi pada umumnya merupakan kumpulan orang-orang yang lemah secara ekonomi, sehingga koperasi tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan pemupukan modal yang diperlukan untuk membiayai usahanya, maka dukungan Pemerintah untuk memberikan fasilitas bantuan permodalan koperasi masih diperlukan. Namun, agar pemberian fasilitas bantuan Pemerintah ini efektif, maka ke depan 111
diperlukan revitalisai pembinaan dari Pemerintah, dengan penciptaan koordinasi yang semakin baik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
112
117
ASPEK MANAJEMEN KOPERASI KUESIONER UNTUK KARYAWAN Nama Responden Nama Koperasi Jabatan Kecamatan Kabupaten Provinsi
: : : : : :
1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi karyawan pada koperasi ini ? ....... tahun 2. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi ini mengalami kemajuan usaha ? € Ya € Tidak Jika Ya, jelaskan secara rinci dalam aspek apa ? ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ .......................................................................................................................... Jika Tidak , jelaskan secara rinci ? ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ .......................................................................................................................... 3. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi ini mengalami kesulitan ? € Ya € Tidak Jika Ya, jelaskan secara rinci dalam aspek apa ? ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ .......................................................................................................................... Jika Tidak , jelaskan secara rinci ? ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ .......................................................................................................................... 5. Darimana Bapak/Ibu mengetahui/memperoleh informasi tentang kemajuan koperasi ini ? € Dari pengurus € Dari Manajer € Dari Sesama karyawan 118
6. Menurut Bapak/Ibu keputusan di RAT itu lebih baik langsung oleh setiap anggota (one man one vote) atau dengan sistem perwakilan ? € Langsung € Perwakilan Berikan alasan ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ .................................................................................................................. 7. Apakah jenis usaha koperasi yang dijalankan sekarang berdasarkan keputusan para anggota ? € Ya € Tidak Berikan alasan ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ .................................................................................................................. 8. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan jenis usaha yang dijalankan koperasi sekarang ? € Ya € Tidak Berikan alasan ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ .................................................................................................................. 9. Apakah peraturan pelayanan koperasi diberlakukan secara adil bagi semua anggota pengurus dan karyawan ? € Ya € Tidak Berikan alasan ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ ...........................................................................................................................
119
10. Apakah Bapak/Ibu mengetahui cara perhitungan pembagian SHU untuk anggota? € Ya € Tidak 11. Insentif ekonomi yang diberikan kepada anggota. Dalam bentuk apa insentif ekonomi yang bapak/ibu terima dari koperasi? € Harga penjualan ke anggota lebih murah dari harga di luar koperasi. Misalnya................................................................................................................................. ..... € Harga pembelian dari anggota lebih tin ggi dari harga di luar koperasi. Misalnya................................................................................................................................. ....... € Pembayaran dapat dicicil. Misalnya............................................................................................ € Barang diantar ke /dijemput di tempat anggota. Misalnya......................................................... € Lainnya. Sebutkan........................................................................................................................ ................................................................................................................................................... 12. Tujuan koperasi. Menurut Bapak/Ibu apa tujuan yang hendak dicapai oleh koperasi ini? Pilih salah satu jawaban berikut yang paling utama: € € € € € €
Memperoleh keuntungan koperasi. Memperoleh keuntungan koperasi, untuk kemudian dibagikan kepada anggota Memberikan harga yang menguntungkan anggota Menyediakan barang-barang kebutuhan anggota, harga tidak masalah. Memberikan pelayanan yang baik kepada anggota Lainnya, sebutkan..................................................................................................................... ............................................................................................................................................................ .................................................................................................................................................. ---o0o---
120
ASPEK MANAJEMEN KOPERASI KUESIONER UNTUK PENGURUS Nama Koperasi Kecamatan Kabupaten Provinsi
: : : :
1. Rasio transaksi anggota dibandingkan dengan non-anggota Transaksi anggota pada koperasi selama tahun 2006 = Rp..................... Transaksi non-anggota pada koperasi selama tahun 2006 = Rp............... 2. Tingkat pemanfaatan pelayanan koperasi oleh anggota 2 (dua) tahun sebelumnya (orang)
1 (satu) tahun sebelumnya (orang)
Tahun ini (orang)
Jumlah anggota yang dilayani Jumlah seluruh anggota 3. Prosentasi besarnya simpanan wajib yang telah dibayar dibanding seharusnya dibayar. Total simpanan wajib yang telah dibayar anggota ke koperasi tahun 2006 = Rp................. Total simpanan wajib yang seharusnya dibayar anggota ke koperasi tahun 2006 = Rp............... 4. Rasio pembagian SHU terhadap jasa usaha. Nilai Total SHU koperasi tahun 2006 = Rp.................... Jumlah SHU yang dibagikan pada tahun 2006 = Rp..................... Transaksi anggota pada koperasi selama tahun 2006 =Rp................... Cara perhitungan pembagian SHU untuk setiap anggota:............................................................... 5. Prosentase kehadiran anggota di RAT. Jumlah anggota yang hadir di rapat anggota.............orang Jumlah anggota koperasi...orang (Dimintakan copy daftar hadir anggota di RAT) Dalam RAT, apakah memenuhi quorum? € Ya € Tidak
121
6. Program pendidikan perkoperasian. Apakah pendidikan perkoperasian tertuang dalam program koperasi ? € Ya € Tidak Apakah ada program/rencana/kurikulum pendidikan perkoperasian di koperasi secara tertulis € Ya (dimintakan copy program/rencana/kurikulum pendidikan anggota) € Tidak Kelompok sasaran pendidikan perkoperasian: € Calon anggota € Anggota € Karyawan € Pengurus Bagaimana realisasi pelaksanaan program pendidikan perkoperasian? Pelaksanaan Pendidikan Dilaksanakan sepenuhnya Dilaksanakan sebagian Tidak dilaksanakan
Untuk Calon anggota Frekuensi.........kali Peserta.........orang Frekuensi.........kali Peserta.........orang
Untuk anggota
Untuk karyawan
Untuk Pengurus
Frekuensi.........kali Peserta.........orang Frekuensi.........kali Peserta.........orang
Frekuensi.........kali Peserta.........orang Frekuensi.........kali Peserta.........orang
Frekuensi.........kali Peserta.........orang Frekuensi.........kali Peserta.........orang
Apabila dilaksanakan sebagaian atau tidak dilaksanakan, apa hambatannya:......................... ......................................................................................................................................................... ......................................................................................................................................................... ........................ Adakah pendidikan yang khusus bagi calon anggota? € Ada € Tidak Jumlah anggota yang telah mengikuti pendidikan=..................orang Jumlah anggota koperasi.................orang 7.Rapat Koperasi frekuensi pelaksanaan rapat anggota dalam tahun 2006....kali (Dimintakan copy notulen/daftar hadir rapat anggota) Frekuensi rapat pengurus dengan karyawan : 122
€ € € € € €
Harian Mingguan ......mingguan Bulanan Setiap......bulan Tahunan
Frekuensi pelaksanaan rapar pengurus dengan pengawas........kali (Dimintakan copy notulen/daftar hadir rapat) 8. Adakah saluran komunikasi dari pengurus ke anggota selain rapat anggota? € Ada € Tidak Jika ya jelaskan bentuk saluran komunikasinya bagaimana : ......................................................................................................................................................... ......................................................................................................................................................... ................................................................................................................................. Apakah saluran komunikasi tersebut berfungsi efektif? € Ya € Tidak Jika tidak efektif, jelaskan hambatannya : ......................................................................................................................................................... ......................................................................................................................................................... ......................................................................................................
9. Efektifitas Pengambilan Keputusan One Man One Vote Bagaimana cara pengambilan keputusan dalam rapat anggota ? € Langsung One Man One Vote € Sistem Perwakilan Alasan pemilihan teknik pengambilan keputusan di atas : ...................................................................................................................................... ...................................................................................................................................... Dampak dari teknik tersebut terhadap proses pengambilan keputusan dalam rapat: ...................................................................................................................................... ......................................................................................................................................
123
10. Jaringan usaha Kemitraan dengan sesama koperasi: No
Nama Koperasi mitra usaha
Kemitraan dengan perusahaan bukan koperasi: No Nama perusahaan mitra usaha
Kemitraan dalam usaha apa?
Kemitraan dalam usaha apa?
Adakah kemitraan usaha dengan koperasi sekunder? € Ya € Tidak Jika ya dalam bentuk apa: .................................................................................. Jika tidak, apa hambatannya:............................................................................. .......................................................................................................................................... .......................................................................................................................................... .................................................................................................................. Adakah dukungan dari pihak koperasi sekunder? € Ada € Tidak Jika ada dalam bentuk apa dukungan diberikan ................................................. ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................ ........................................................................................................................
124
Jika tidak apa hambatannya..................................................................................... ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................ ........................................................................................................................ Adakah manfaat dari koperasi sekunder? € Ada € Tidak Jika ada dalam bentuk apa manfaatnya.................................................................................................................. ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................ ........................................................................................................................
11. Kelengkapan Sistem Akuntansi Koperasi Kelengkapan Formulir : Ada, Dikerjakan
Ada, Tidak Dikerjakan
Tidak ada
Ada, Dikerjakan
Ada, Tidak Dikerjakan
Tidak ada
Kas Masuk Kas Keluar Faktur Pembelian Faktur Penjualan Bukti Umum Kelengkapan Pencatatan :
Buku Kas Masuk Buku Kas Keluar Buku Penjualan Buku Pembelian Buku Umum Buku Besar
125
Prosedur : Ada, Ditaati
Ada, Tidak Ditaati sepenuhnya
Tidak ada
Ada, Dikerjakan
Ada, Tidak Dikerjakan
Tidak ada
Penjualan Pembelian Penerimaan Uang Pengeluaran Uang Laporan :
Neraca Saldo *) Neraca Lajur *) Laporan Rugi Laba *) Laporan Perubahan Modal *) Laporan Neraca *) Catatan : *) dimintakan copy -nya 12. Sistem Pengendalian Internal Adakah pemisahan petugas antara fungsi operasional, fungsi pencatatan dan fungsi pemegang uang ? € Ya € Tidak Jika tidak, hambatannya apa ?..................................................................................... ...................................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... Apakah persetujuan atasan dan prosedur pencatatan digunakan didalam pengeluaran uang ? € Ya € Tidak Jika tidak, kenapa?........................................................................................................... ...................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................... Apakah kecakapan pegawai sesuai dengan tugasnya ? € Ya € Tidak 126
Jika tidak, kenapa ?.......................................................................................................... ...................................................................................................................................................... ......................................................................................................................................
13. Permodalan dan Usaha Koperasi
URAIAN
2 (dua) tahun sebelumnya (Rp)
1 (satu) tahun sebelumnya (Rp)
Tahun ini (Rp)
MODAL SENDIRI - Simpanan Pokok - Simpanan Wajib - Dana Cadangan - Hibah - Modal Penyertaan Jumlah MODAL PINJAMAN - Anggota - Koperasi lainnya dan/atau anggotanya - Bank dan lembaga keuangan lainnya - Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya - Sumber lain yang sah Jumlah OMZET (mohon dicpy laporan keuangan koperasi: neraca dan rugi-laba) 14. Balas Jasa atas modal. Adakah balas jasa/bunga untuk simpanan dari anggota: € Simpanan pokok, besarnya.................... € Simpanan wajib, besarnya...................... € Simpanan sukarela, besarnya.......................
127
15. Latar belakang pembukaan unit usaha/komoditi yang diusahakan: No
Unit Usaha/Komoditi
Alasan Dibuka/Diusahakan Oleh Koperasi
16. Insentif ekonomi yang diberikan kepada anggota. Dalam bentuk apa insentif ekonomi yang diberikan kepada anggota? € Harga penjualan ke anggota lebih murah dari harga di luar koperasi. Misalnya................................................................................................................................. ..... € Harga pembelian dari anggota lebih tin ggi dari harga di luar koperasi. Misalnya................................................................................................................................. ....... € Pembayaran dapat dicicil. Misalnya............................................................................................ € Barang diantar ke /dijemput di tempat anggota. Misalnya......................................................... € Lainnya. Sebutkan........................................................................................................................ ....................................................................................................................................... 17. Tujuan koperasi. Apa tujuan yang hendak dicapai oleh koperasi ini? Pilih salah satu jawaban berikut yang paling utama: € € € € € €
Memperoleh keuntungan koperasi. Memperoleh keuntungan koperasi, untuk kemudian dibagikan kepada anggota Memberikan harga yang menguntungkan anggota Menyediakan barang-barang kebutuhan anggota, harga tidak masalah. Memberikan pelayanan yang baik kepada anggota Lainnya, sebutkan..................................................................................................................... ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................ .............. (lihat dan catat perumusan tujuan koperasi pada dokumen di koperasi) 128
18.Perlakuan kepada anggota dan non-anggota. Bagaimanakah perlakuan pelayanan kepada anggota dan non-anggota, adakah perbedaan? € Ya € tidak Bagaimana formulasi pembedanya? ................................................................................................................................................. ....................................................................... 19. Pemahaman anggota tentang perkoperasian. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana pemahaman anggota tentang perkoperasian? € Sudah baik € Belum baik Penjelasan:............................................................................................................................. ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................ ............................ 20. Dukungan anggota terhadap koperasi. Bagaimana dukunga para anggota terhadap organisasi dan usaha koperasi? € Baik; kira-kira diatas 50 % dari anggota mendukung €Belum; kurang dari 50 % dari anggota mendukung Jika dukungan anggota belum baik, apa yang menjadi hambatannya: ................................................................................................................................................... ................................................................................................................................................... ................................................................................................................................................... ................................................................................................................................................... ............................................ ---o0o---
129
ASPEK MANAJEMEN KOPERASI KUESIONER UNTUK ANGGOTA Nama Responden Nama Koperasi Kecamatan Kabupaten Provinsi
: : : : :
1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi anggota koperasi ini ? ..................... tahun 2. Apak alasan atau motivasi Bapak/Ibu menjadi anggota koperasi ini ? ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ ........................................................................................................................... 3 Apakah Bapak/Ibu merasakan manfaat dari koperasi ini ? € Ya € Tidak Jika Ya, jelaskan manfaatnya terutama secara ekonomi ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ ........................................................................................................................... 4. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi ini mengalami kemajuan usaha ? € Ya € Tidak Jika Ya, jelaskan secara rinci dalam aspek apa ? ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ .......................................................................................................................... Jika Tidak , jelaskan secara rinci ? ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ ........................................................................................................................... 5. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi ini mengalami kesulitan ? € Ya € Tidak 130
Jika Ya, jelaskan secara rinci dalam aspek apa ? ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ .......................................................................................................................... Jika Tidak , jelaskan secara rinci ? ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ ........................................................................................................................... 6. Darimana Bapak/Ibu mengetahui/memperoleh informasi tentang kemajuan koperasi ini ? € Dari pengurus € Dari sesama anggota € Dari sumber lain, sebutkan .............................................................. 7. Menurut Bapak/Ibu keputusan di RAT itu lebih baik langsung oleh setiap anggota (one man one vote) atau dengan sistem perwakilan ? € Langsung € Perwakilan Berikan alasan ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ ........................................................................................................................... 8. Apakah jenis usaha koperasi yang dijalankan sekarang berdasarkan keputusan para anggota ? € Ya € Tidak Berikan alasan ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ ........................................................................................................................... 9. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan jenis usaha yang dijalankan koperasi sekarang ? € Ya € Tidak 131
Berikan alasan ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ ........................................................................................................................... 10. Unit usaha apa yang berguna dan dimanfaatkan oleh Bapak/Ibu dari koperasi? ................................................................................................................................................... 11. Apakah peraturan pelayanan koperasi diberlakukan secara adil bagi semua anggota pengurus dan karyawan ? € Ya € Tidak Berikan alasan ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ............ ........................................................................................................................... 12. Apakah Bapak/Ibu mengetahui cara perhitungan pembagian SHU untuk anggota? € Ya, bagaimana................................................... € Tidak 13. Apakah Bapak/Ibu setuju, jika pembagian SHU kepada anggota mempertimbangkan lamanya menjadi anggota di koperasi. € Ya € Tidak Alasannya:.................................................................................................................................... 14. Dalam bentuk apa insentif ekonomi yang bapak/ibu terima dari koperasi? € Harga penjualan ke anggota lebih murah dari harga di luar koperasi. Misalnya................................................................................................................................. € Harga pembelian dari anggota lebih tin ggi dari harga di luar koperasi. Misalnya................................................................................................................................. € Pembayaran dapat dicicil. Misalnya................................................................................................................................ € Barang diantar ke /dijemput di tempat anggota. Misalnya................................................................................................................................ € Lainnya. Sebutkan................................................................................................................................. 15. Menurut Bapak/Ibu apa tujuan yang hendak dicapai oleh koperasi ini? Pilih salah satu jawaban berikut yang paling utama: 132
€ € € € € €
Memperoleh keuntungan koperasi. Memperoleh keuntungan koperasi, untuk kemudian dibagikan kepada anggota Memberikan harga yang menguntungkan anggota Menyediakan barang-barang kebutuhan anggota, harga tidak masalah. Memberikan pelayanan yang baik kepada anggota Lainnya, sebutkan................................................................................................................................. ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................
133
DAFTAR PUSTAKA Abdul Hamid, 1994. Faktor-faktor yanag Mempengaruhi Diversifikasi Usaha Program ke Usaha Non-Program pada KUD Mandiri di Provinsi Jawa Barat, Disertasi, UNPAD, Bandung. Ahmad Slamet, 1993. Pengkajian Tingkat Efisiensi Koperasi Pegawai Negeri sebagai Lembaga Pengantara Keuangan di Kotamadya Semarang Propinsi Jawa Tengah (Suatu Kajian Banding KPN dengan BPD Cabang Pembantu). Universitas Padjadjaran, Bandung. Bambang Riyanto, 1981. Beberapa Aspek Kebijakan Pembelanjaan pada Perusahaan Negara dan Pengaruhnya Terhadap Rehabilitas Modal Sendiri di Indonesia, Disertasi UGM, Yogyakarta Bernd Stauss, Patricia Neuhaus, 1997. The Qualitative Satisfaction Model. International Journal of Service Management, Vol.8 No.3, hal 236-249. Berry, Brian J.L. and Edgar C. Conkling, 1993. The Global Economy: Resource, Location Choice, and International Trade, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Caska, 2003. The Impact of Membership Management on The Cooperative Effect (A Case Study on KOPTI in The Provinces of West Java and Banten), Disertasi Universitas Padjadjaran, Bandung. Dulfer, Eberhard & Walter Hamm, 1986. Co-operative in The Clash Between Members Paticipation, Organizational, Development and Bureaucratic Tendencies, Quiller Press, London. Dulfer, Eberhard, 1994. International Handbook of Cooperative Organization. Vandenhoech & Ruprecht in Gottingen, Germany. Eschenburg, Rolf. 1994. Theory of Cooperative Cooperation. Dalam International Handbook of Cooperative Organizations. Vandenhoeck & Ruprecht. Gottingen. Garrat, Roy, 1994. Rochdale Equitable Pioneers Society, In Eberhard Dulfer, International Handbook of Copperative Organization, Vandenhoeck&Ruprecht. Gottingen Hanel, Alfred, 1985. Basic Aspect of Cooperative Organization and Policies for Their Promotion in Developing Countries. Bandung : Universitas Padjadjaran dan Marbug University.
113
Hanel Alfred, 1989. Organisasi Koperasi: Pokok-pokok Pikiran Mengenai Organisasi Koperasi dan Kebijaksanaan Pengembangannya di Negara-Negera Berkembang, UNPAD, Bandung. Hanel, Gary & C.K. Prahalad, 1995. Kompetisi Masa Depan, Binarupa Aksara, Jakarta. Hendrojodi, 1998. Koperasi Azasd-azas Teori dan Praktek. Jakarta : PT. Raja Grafindo Praja. Ibnoe Soejono, 1993. Peranan dan Tanggung Jawab Pemerintah Sebagai Pengaman UU No. 25/1992 dan Pengaman Peraturan lainnya yang Mendukung Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil, Makalah, IKIP, Bandung. Ima Suwandi, 1986. Koperasi : Organisasi Ekonomi yang Berwatak Sosial, Bhratara, Jakarta. Kudus Danasasmita, 1995. Keberadaan Koperasi Susu di Pedesaan serta Dampaknya Bagi Kegiatan Usaha Anggota yang Memiliki Keterbatasan Sumber Daya Lahan Usaha Tani (Kasus di Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat), Disertasi, UNPAD, Bandung. Mochamad Hatta, 1951. Membangun Kooperasi dan Koperasi Membangun, Pidato Radio Wakil Presiden RI. Pada Hari Koperasi I, Jakarta Muslimin Nasution, 1990. Keragaan Koperasi Unit Desa Sebagai Organisasi Ekonomi Pedesaan, Disertasi, IPB, Bogor. RM. Ramudi Arifin, 2001. Pengaruh Skala Ekonomi dan Biaya Organisasi Terhadap Dampak Koperasi (Survey pada KUD Pangan di Pantai Utara Jawa Barat), Disertasi, UNPAD, Bandung. Ropke, Jochen, 1989. The Economic Theory of Cooperative, Marburg, Germany. -----------------------. 1995. “Kewirausahaan Koperasi”. UPT Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung: UPT Penerbitan IKOPIN. Roy, Ewell Paul, 1981. Cooperatives : Development, Principles and Management, The Interstate Printers & Publisher, Inc, Danville Illinois. Sahabuddin Mustapa, 1995. Analisis Dampak Koperasi Terhadap Anggota (Suatu Kasus Unit Usaha Coklat pada Koperasi Unit Desa Mandiri di Kabupaten Donggala), Tesis, Pascasarjana UNPAD, Bandung. Sjamsuri SA, 1986. Daya Hidup Koperasi dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Anggota (Studi Kasus pada Koperasi Peternakan Bandung Selatan Pangalengan Jawa Barat), Disertasi, IKIP, Bandung. 114
Steers, M. Richard, 1977. Organizational Efectiveness A. Behavioral View, California : Good Yar Publishing co. Inc. Storbacka, Kaj, Tore Strandavik and Christian Gronroos, 1994. Managaing Customer Relationships for Profit: The Dynamics of Relationships Quality, International Journal of Service Management, Vol. 5, No.5, hal. 21-38., Suryana, 1992. Daya Dukung Usaha Koperasi dan Implikasinya Terhadap Posisi Pendanaan dan Keberhasilan Usaha KoperasiUnit Desa, Pascasarjana UNPAD Bandung. Sutaryo Salim, 1991. Manajemen Permodalan yang Berdasarkan Sendi-Sendi Dasar Koperasi serta Hubungannya dengan Peranan Pemerintah, Partisipasi Anggota, dan Lingkungan Pasar, Disertasi, UNPAD Bandung. Usman, Marzuki, 1987. Efisiensi Koperasi dalam Memobilisasi Dana Masyarakat. Infokop. Media Pengkajian Perkoperasian. No. 6, Jakarta : Departemen Koperasi. Wahyu Soekotjo. 1992. Otonomi Pembinaan Koperasi: Tinjauan dari Konsep dan Mazhab Koperasi, Disertai Bentuk-bentuk Peranan Pemerintah Dalam Pembinaan Koperasi. Infokop No 10, januari 1992. William C.Frederick, James E. Post & Keith Davis, 1992. Bussiness and Society: Corporate Strategy, Public Policy, Ethics, International by McGraw-Hill Book Co-Singapore Yuyun Wirasasmita, Aspek-Aspek Teoritis Tentang Pasar Internal dalam Koperasi dan Implikasinya dalam Penentuan Kebijakan Harga, Jurnal Koperasi Indonesia, Tahun VIII, Nomor : 1,1992. Yuyun Wirasasmita, 1998. Kewirausahaan, Pusat Pembinaan Usaha Kecil dan Menengah. Bandung : IKOPIN.
-------------------------, 1995. Kewirausahaan Koperasi, IKOPIN, Bandung.
-------------------------, 1995. Manajemen Strategis, IKOPIN, Bandung.
--------------------------, 2000. Ekonomi Koperasi : Teori dan Manajemen, Salemba Embat, Jakarta.
115
--------------------------, 1992. Strategi Pembangunan Sektor Perkoperasian yang Dapat Menggerakkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Perkoperasian, dalam Rusidi dan Maman Suratman (ED), Bunga Rampai Pokok-Pokok Perkoperasian, IKOPIN, Bandung. --------------------------, Pendidikan Kewirausahaan Koperasi, Jurnal Koperasi Indonesia, Tahun IX Nomor: 2, 1993.
---------------------------, 1997. Kerangka Dasar teori dan Kebijakan Pengembangan Kopersi, Makalah, IKOPIN Bandung.
----------------------------, 1997. Memberdayakan Koperasi Meneghadapi Era Perdagangan Bebas, Makalah, IKOPIN, Bandung.
---------------------------, 2000. Penemuan kembali (Reinventing) Kaidah-Kaidah Koperasi dalam Menghadapi Era Globalisasi, Makalah Seminar, Bandung.
116