BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris, dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, taruma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior da merupakan uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.1 Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan kabur, mata merah tanpa sekret purulen dan pupil kecil atau irreguler. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.1,2,3 Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang, dan penanganan yang tepat.3 Uvea adalah organ yang terdiri dari ebberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.3
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
1
1.2 Tujuan Tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memberikan gambaran definisi, klasifikasi, etiologi, insidensi, pathogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, diagnosis, serta penatalaksaan uveitis anterior.
BAB II
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Uvea terdiri dari : iris, badan siliar (corpus siliaria), dan koroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior.
Gambar 1. Anatomi Mata
2.1.1 Iris Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu sgemen anterior dan segmen posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (kamera okuli anterior) dan bilik mata posterior (kamera okuli posterior). Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomotis masuknya sinar ke dalam bola mata. Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukan-lekukan di permukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
3
kripta. Di dalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah, dan saraf. Di permukaan anterior ditutup oleh endotel kecuali pada kripta, dimana pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di kamera okuli anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke kamera okuli anterior dan sebaliknya. Di bagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap. Di dalam iris terdapat sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler, letaknya di dalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis, N. III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan diurus saraf simpatis. Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervi siliaris. 2.1.2. Badan Siliar Badan siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu : pars korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars plana, yang posterior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4mm. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk aquous humor. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma di daerah ini merupakan keadaan yang gawat. Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung pigmen. Di dalam badan siliaris terdapat 3 macam otot siliar yang berjalan radier, sirkuler, dan longitudinal. Dari processus ciliaris keluar serat-serat Zonula Zinii yang merupakan penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi. Kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
4
dan relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah ke V. Vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi epitel. 2.1.3. Koroid Koroid merupakan bagian paling belakang dari jaringan uvea dan merupakan lapisan antara retina dan sklera. Fungsinya sebagai pemasok nutrisi kepada lapisan luar retina. Lapisan koroid terdiri dari : 1. Suprakoroid, mengandung sel-sel pigmen jaringan elastis dan kolagen. 2. Lapisan vaskular, mengandung pembuluh darah besar dan kecil dengan sel-sel pigmen yang terdapat dalam stroma di sekitar pembuluh darah. 3. Koroid kapiler, terdiri dari pembuluh-pembuluh kapiler yang teratur. 4. Membran brunch, merupakan pelindung yang teratur yang menyuplai makanan melalui bagian dasar retina.
Gambar 2. Anatomi Uvea
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
5
2.2. Uveitis Anterior 2.2.1. Definisi Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar. Peradangan pada uvea anterior dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior. 2.2.2. Epidemiologi Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di Negara berkembang. Di dunia diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Uveitis bisa terjadi pada umur di bawah 16 tahun sampai umur 40 tahun. Pada beberapa negara seperti Amerika Serikat, Israel, India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada dekade 30- 40 tahun Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis. Uveitis dapat terjadi pada usia berapapun, namun umumnya terjadi pada usia dewasa muda dan anak. Uveitis biasanya bilateral. 8-15% kasus uveitis ialah uveitis intermedia.
2.2.3. Etiologi Uveitis terjadi karena beberapa hal, antara lain: a.
Eksogen Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler, ataupun iatrogenik.
b.
Endogen
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
6
Karena adanya kelainan sistemik sebagai faktor predisposisi ·
Bakteri
: Tuberkulosa, sifilis
·
Virus
: Herpes simpleks, Herpes zoster, CMV, Penyakit Vogt- Koyanagi-Hanada, Sindrom Bechet.
·
Jamur
: Kandidiasis
·
Parasit
: Toksoplasma, Toksokara
·
Penyakit Sistemik
: Penyakit kolagen, arthritis reumatoid, multiple
sklerosis, sarkoidosis, penyakit vaskuler ·
Imunologik
: Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
·
Neoplastik
: Limfoma, reiculum cell carcinoma
c.
Immunodefisiensi
d.
Idiopatik
: AIDS
2.2.4. Klafisikasi Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimptomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis besar uveitis yaitu granulomatosa dan non-granulomatosa. Penyakit peradangan traktur uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa, dan usia pertengahan. Uveitis non-granulomatosa merupakan bentuk uveitis yang umum terjadi. Terutama timbul di bagian anterior traktor uvealis, yatu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlibatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuclear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktof ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya agregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
7
Penyebab uveitis anterior akutnon-granulomatosa dapat oleh karena trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simpleks, sindrom Bechet, sindrom Posner Schlosman, pasca bedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan klamidia. Uveitis anterior kronis non-granulomatosa dapat disebabkan rheumatoid arthritis dan Fuchs heterkromik iridosiklitis. Uveitis
anterior
granulomatosa
terjadi
akibat
sarkoiditis,
sifilis,
tuberkulosis, virus, jamur (histoplasmosis), dan parasit (toksoplasmosis).
Gambar 3. Uveitis Anterior
Granulomatosa
Non-granulomatosa
Onset
Akut
Tersembunyi
Sakit
Nyata
Tidak ada/ringan
Fotofobia
Nyata
Ringan
Penglihatan kabur
Sedang
Nyata
Merah sirkumneal
Nyata
Ringan
Keratik presipitat
Putih halus
“Mutton fat”
Pupil
Kecil dan tidak teratur
Kecil dan tidak teratur
Sinekia posterior
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Lokas
Uvea anterior
Uvea
anterior,
media,
posterior Nodul iris
Tidak ada
Kadang-kadang
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
8
Perjalanan penyakit
Akut
Kronik
Kekambuhan
Sering
Kadang-kadang
Tabel 1. Perbedaan Uveitis Granulomatosa dan Non-Granulomatosa 2.2.5. Patogenesis Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkna oleh efek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasnaya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos.Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall). Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada 2 jenis keratik presipitat, yaitu : 1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang difagosit, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa. 2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis non-granulomatosa. Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengn kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior ataupun dengan endotel kornea yang disebut Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
9
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut sekuliso pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aquous humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga aquous humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tamak sebagai iris bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses). Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan siliar. 2.2.6
Gejala Klinis Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri,
penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi. a. Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh pembuluh darah limbus. Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah
deposit
seluler
pada
endotel
kornea.
Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
10
medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuch’s uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur. b. Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat besarbesar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut nodul Busacca. 2.2.7 Diagnosis Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.2,7,8 a. Anamnesis Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain: a)Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
11
tersebut sering timbul dan menghilang segera setelah muncul. b) Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat menambah rasa tidak nyaman pasien c)Kemerahan tanpa sekret mukopurulen d) Pandangan kabur (blurring) e)Umumnya unilateral b. Pemeriksaan Oftalmologi a)Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun b) Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos c)Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva d) Kornea : KP (+), udema stroma kornea e)Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slit-lamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari: 0 : tidak ditemukan sel +1 : 5-10 sel +2 : 11-20 sel +3 : 21-50 sel +4 : > 50 sel Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
12
pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut: 0 : tidak ditemukan flare +1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti +2 : moderat, iris terlihat bersih +3 : iris dan lensa terlihat keruh +4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis. f) Iris : dapat ditemukan sinekia posterior g) Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang. c. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan
laboratorium
mendalam
umumnya
tidak
diperlukan untuk uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan
maka
diperlukan
usaha
untuk
menemukan
diagnosis
etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, arthritis reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan khususnya pada kasuskasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensine converting enzyme sangat membantu. Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien dengan
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
13
uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi dirongga mulut, dan lain-lain. 2.2.8 Diagnosis Banding Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:1,9 1.Konjungtivitis Pada konjungtivitis
penglihatan tidak kabur, respon pupil
normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris. 2.Keratitis atau keratokonjungtivitis. Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya. 3.Glaukoma akut. Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan korneanya “beruap”.
2.2.9
Penatalaksanaan Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau
mempebaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi pengllihatan tidak dapat lagi dipuilihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
14
diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Tujuan terapi uveitis anterior adalah mencegah sinekia posterior, mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi uveitis, mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi perburukan diagnosis) dan meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik, mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder, dan tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien 1. Untuk uveitis anterior non-granulomatosa a)Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa sakit b) Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia c)Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior. Atropine digunakan sebagai pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian setelah reda, dilanjutkan dengan kerja singkat seperti siklopentolat atau homatropin d) Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti radang dan menurunkan TIO. Tetes steroid local yang paling aman adalah Fluorometalon dengan pemberian kurang dari 1 bulan dan membutuhkan pengawasan e)Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Steroid dapat juga diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka lama dapat menimbulkan katarak, glaukoma dan midriasis pada pupil. f) Sikoplegik spesifik diberikan dengan waktu 2 minggu untuk mengatasi penglihatan. Namun, dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama sampai tidak ada sinekia posterior. Sikloplegik dapat meminimalisir pengeluaran sel-sel radang dengan mengistirahatkan badan siliar yang sedang meradang.
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
15
2. Untuk uveitis anterior granulomatosa Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya. Atropin 2% diberikan sebagai dilator pupil bila segmen anterior terkena. 2.2.10 Prognosis Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi bergantung dimana letak eksudat dan dapat menyebabkan atrofi. Apabila mengenai daerah macula dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius. 2.2.11 Komplikasi Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior: 1) Glaukoma. Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga dapat menimbulkan glaukoma . Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan 2) Katarak. Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak, di samping itu perlekatan iris dengan kapsul lensa juga dapat menjadi titik awal timbulnya kekeruhan dimana dapat menimbulkan katarak 3) Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis anterior yang berkepanjangan. BAB 3 PENUTUP 3.1.
Kesimpulan Uveitis anterior adalah peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plikata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea, dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
16
pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior. Uveitis anterior terbagi atas granulomatosa dan non-granulomatosa, dan bentuk yang umum terjadi adalah uveitis non-granulomatosa. Etiologi uveitis anterior terbagi atas faktor eksogen, endogen, imunodefisiensi, dan idiopatik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan laboratorium. Tatalaksana utama adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Komplikasi uveitis anterior yang tersering adalah glaukoma dan katarak.
DAFTAR PUSTAKA 1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 155-160. 2. Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London: Butterworth Heinemann, 1994. 151-155. 3. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2005.
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
17
http://www.emedicine.com [diakses tanggal 4 Desember 2008] 4. Smith R, Nozik R. Uveitis. Baltimore: Williams and Wilkins, 1983. 72-74. 5. Guide A. Uveitis. http://www.preventblindnessamerica.org [diakses 4 Desember 2008] 6. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta: FKUI, 2002. 180-181. 7. Gordon K. Iritis and Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com [diakses tanggal 4 Desember 2008] 8. Hollwich F. Oftalmologi. Edisi kedua. Jakarta: Binarupa Aksara, 1993. 117138. 9. Newell FW. Inflammatory Disorders. In: Ophthalmology. Fifth Edition. London: The CV Mosby Company, 1982. 258-267. 10. Rao NA, Foster DJ, Augsburger JJ. Uveitis and Intraocular Neoplasms. In: He Uvea. New York: Raven Press, 1992.
Referat Uveitis Anterior| Firisha Virgidewi Witjaksono FK TRISAKTI
18