BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP STATUS BADAN HUKUM TRISAKTI DALAM PUTUSAN M.A NO.822 K/PDT/2010 ANTARA UNIVERSITAS TRISAKTI MELAWAN YAYASAN TRISAKTI
A. KONSEP DAN KERANGKA TEORI 1. Hukum Hukum tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia, ini karena manusia sebagai mahkluk sosial tidak akan lepas dari kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah kelompok atau kumpulan manusia. Dalam kehidupan bermasyarakat seorang manusia pasti akan berhubungan dengan manusia yang lain, akan tetapi setiap manusia pasti mempunyai kepentingan sendiri. Kepentingan itu sendiri adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi 1 . Mengenai asas hukum atau prinsip hukum ada beberapa pendapat: 1. Bellefroid : Asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum 2 2. Eikema Homes: Asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang 1
Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta,2007, h.1
2
Notohamidjojo, Demi Keadilam dan Kemanusiaan BPK Gunung Mulia, 1975, h..49.
1
berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asasasas hukum tersebut. Dengan kata lain asas hukum ialah dasar-dasar atu petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. 3 3. The Liang Gie : Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa meyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaanya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu4 4. P.Scolten : Asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang diisyaratkan oeh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan umum yang itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut. 5 Asas hukum mempunyai dua landasan pertama berakar dalam kenyataan masyarakat dan kedua pada nilai nilai yang dipilih sebagai pedoman oleh kehidupan bersama.
3
Ibid.
4
Gie The Liang , Teori-teori keadilan, Penerbit Super, 1997, h..9.
5
Mertokusumo,Op.Cit. h..34
2
Asas hukum dapat dibagi dua yaitu 6 : 1. Asas hukum umum Asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum seperti asas restitution in integrum, asas lex posteriori derogate legi priori, asas nebis in idem 2. Asas hukum khusus Berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum perdata, hukum pidana dan sebagainya, yang sering merupakan penjabaran dari asas hukum umum, seperti pacta sunt servada, asas konsensualisme, asas praduga tak bersalah Asas hukum merupakan unsur penting atau pokok dari suatu peraturan hukum. Bahkan dapat dikatakan sebagai “jantung” peraturan hukum, sebab asas hukum itu merupakan: 7 1. Landasan lahirnya peraturan hukum. Artinya peraturan pada akhirnya dapat dikembalikan pada asas hukum 2. Alasan atau tujuan umum dari lahirnya peraturan hukum. Asas hukum tidak akan habis kekuatannya untuk melahirkan peraturan baru. Asas hukum akan tetap ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya. Asas hukum itu bersifat umum, sedangkan peraturan-peraturan hukum (yang berisi kaidah perilaku) bersifat khusus. 6
Mertokusumo, Penemuan Hukum, Edisi Kedua Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta,2007,
7
Soewandi, Pengantar Ilmu Hukum, UKSW,Salatiga,2004,h..21.
h..10
3
Hukum itu mengatur hubungan antara anggota-anggota masyarakat, antara subyek hukum. Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. 8 Subyek hukum juga dapat diartikan manusia yang berkepribadian hukum dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban, 9 subyek hukum adalah : 1. Manusia Sebagai subyek hukum manusia mempunyai hak-hak dan kewajibankewajiban unuk melakukan suatu perbuatan hukum, misalnya membuat perjanjian, melakukan perkawinan, dan sebagainya. Meskipun setiap orang adalah subyek hukum, akan tetapi tidak setiap orang dinyatakan cakap berbuat hukum. Artinya tidak semua orang diperbolehkan bertindak sendiri dalam melaksanakan hakhaknya itu, tetapi harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. Setiap subyek hukum mempunyai kewenangan hukum, tetapi belum tentu cakap untuk melakukan perbuatan hukum. 2. Badan hukum Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai
tujuan
yang
dapat
menyandang
hak
dan
kewajiban.Negara atau perseroan terbatas misalnya adalah organisasi atau kelompok manusia yang merupakan badan hukum.Hukum menciptakan badan hukum oleh karena pengakuan organisasi atau kelompok manusia sebagai subyek hukum itu sangat diperlukan karena bermanfaat bagi masyarakat.
8
Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2007, h.72.
9
Ali, Badan Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, 1991, h..11.
4
Subyek hukum memmiliki peranan penting dalam bidang hukum karena subyek hukum mempunyai wewenang hukum. Selain manusia sebagai pembawa hak dan kewajiban, di dalam hukum badan-badan atau perkumpulan juga dalam hukum dipandang sebagai subyek hukum yang dapat memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti manusia. Pengertian badan hukum merupakan persoalan teori hukum dan persoalan hukum positif yaitu: 1. Menurut teori hukum badan hukum adalah subyek hukum yaitu segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuha masyarakat itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. 2. Menurut hukum positif yaitu siapa saja yang oleh hukum positif diakui sebagai badan hukum Berikut adalah teori tentang badan hukum. 1. Teori Kenyataan Yuridis (E. M. Meijers)
Badan hukum merupakan sesuatu realitas, konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis. Menurut teori kenyataan yuridis badan hukum adalah wujud yang riil sama riilnya dengan manusia. Badan hukum dipersamakan dengan manusia adalah suatu realitas yuridis, yaitu suatu fakta yang diciptakan oleh hukum. Jadi adanya badan hukum itu karena ditentukan oleh hukum sedemikian itu. 2. Teori Kekayaan Bertujuan (A. Blinz) Menurut teori ini manusia sajalah yang dapat menjadi subyek hukum. Namun ada kekayaan yang bukan merupakan kekayaan seseorang, tetapi 5
kekayaan tersebut terikat pada tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada yang mempunyai dan memiliki tujuan tertentu inilah yang dinamakan badan hukum. Adapun hak-hak yang diberikan kepada subyek hukum pada hakikatnya adalah hak-hak dengan tiada subyek hukum namun merupakan kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan yang dimiliki oleh tujuan itu 10 . 3. Teori Organ (Otto von Gierke). Menurut teori ini badan hukum seperti manusia,menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum, badan hukum tersebut menjadi suatu badan yang membentuk kehendaknya melalui perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut misalnya anggota atau pengurus. Apa yang alat-lat atau organ-organ putuskan adalah kehendak dari badan hukum. Menurut teori organ ini badan hukum adalah sesuatu yang riil yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Jadi badan hukum tidak berbeda dari manusia.
Pada dasarnya ada dua fungsi hukum yaitu sebagai alat kontrol sosial dan sebagai alat rekayasa sosial. Sebagai alat kontrol sosial, hukum berfungsi pasif yaitu mengamankan, memelihara, mempertahankan status-quo (yaitu apa yang telah dicapai). Sedangkan sebagai suatu alat rekayasa sosial hukum berfungsi aktif yaitu menggerakkan, menciptakan, membentuk perubahan atau perilaku baru (yang sebelumnya tidak ada) 11 Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan 10
Chatamarrasdjid, Badan Hukum Yayasan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
11
Soewandi, Pengantar Ilmu Hukum, UKSW,Salatiga,2004, h..22
6
ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan didalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. 12 Menurut L. J. van Apldoorn tujuan hukum adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum hanya dapat mencapai tujuan apabila ia menuju peraturan yang adil. Artinya hukum yang menyeimbangkan kepentingan yang dilindungi tersebut pada setiap orang memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi bagianya keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama 13 Sumber hukum adalah tempat dimana kita menggali atau menemukan hukumnya. Sumber hukum terbagi menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil adalah tempat darimana materi hukum tersebut diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum. Sedangkan sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formil ialah undang-undang, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan. 14
2. Pendidikan Tinggi 12
Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2007. h..77
13
Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradanya Paramita, Jakarta, 1990,h..10
14
Mertokusumo Sudikno,Op.Cit, h..83
7
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam suatu bangsa, karena pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia, hal ini jelas tercantum dalam alinea ke-empat pembukaan UUD 1945. Pentingnya pendidikan membuat pemerintah mengeluarkan peraturan untuk mengatur pengelolaan, penyelengaraan pendidikan di Indonesia. Pendidikan Tinggi menurut Undang Undang Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. Pendidikan Tinggi diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi hal ini jelas tercantum dalam Pasal 1 ayat (6) Undang Undang Pendidikan Tinggi. Dalam Penyelengaraan Pendidikan Tinggi ada dua penyelenggara Pendidikan Tinggi dalam Undang Undang Pendidikan Tinggi sesuai dengan Pasal 1 ayat (7) dan (8) yaitu: 1. Perguruan Tinggi Negeri, dimana penyelenggara atau pendirinya adalah pemerintah 2. Perguruan Tinggi Swasta dimana penyelenggara atau pendirinya adalah masyarakat. Perguruan Tinggi sebagai penyelengara Pendidikan Tinggi mempunyai fungsi dan peran, fungsi dan peran tersebut tercantum dalam Pasal 58 ayat (1) Undang Undang Pendidikan Tinggi sebagai berikut:
8
1. Wadah pembelajaran Mahasiswa dan Masyarakat. 2. Wadah pendidikan calon pemimpin bangsa. 3. Pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 4. Pusat kajian kebajikan dan kekuatan moral untuk mencari dan menemukan kebenaran. 5. Pusat pengembangan peradaban bangsa. Fungsi dan peran Perguruan Tinggi ini dilaksanakan melalui kegiatan Tridharma yang ditetapkan dalam statutaPerguruan Tinggi. Statuta Perguruan Tinggi memiliki peranan penting dalam pengelolaan Perguruan Tinggi karena statuta adalah dasar dalam penyelenggaraan Tridharma perguruan tinggi yang berlaku untuk semua Perguruan Tinggi baik Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta. Statuta adalah pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan yang dipakai sebagai acuan untuk merencanakan, mengembangkan program dan penyelenggaraan kegiatan fungsional sesuai dengan tujuan perguruan tinggi yang bersangkutan, yang berisi dasar yang dipakai sebagai rujukan pengembangan peraturan umum, peraturan akademik dan prosedur operasional yang berlaku di perguruan tinggi yang bersangkutan. Pengaturan mengenai statuta bagi Perguruan Tinggi ini diatur dalam Pasal 66 Undang Undang Pendidikan Tinggi. Isi dari Pasal tersebut mengatur bahwa: 1. Statuta Perguruan Tinggi Negeri ditetapkan dengan Peraturan Menteri. 2. Statuta Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
9
3. Statuta Perguruan Tinggi Swasta ditetapkan dengan surat keputusan badan penyelenggara. Pendirian Perguruan Tinggi juga diatur dalam Undang Undang Pendidikan Tinggi.Pendirian Pendidikan Tinggi tercantum dalam Pasal 60 Undang Undang Pendidikan Tinggi. Pasal tersebut di atas menyebutkan bahwa dalam Pendirian Pendidikan Tinggi ada beberapa aspek yang harus dipenuhi antara lain: 1. PTN didirikan oleh Pemerintah. 2. PTS
didirikan
oleh
Masyarakat
dengan
membentuk
badan
penyelenggara berbadan hukum yang berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri. 3.
Badan penyelenggara dapat berbentuk yayasan, perkumpulan, dan bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4. Perguruan Tinggi yang didirikan harus memenuhi standar minimum akreditasi. 5. Perguruan Tinggi wajib memiliki Statuta. 6. Perubahan atau pencabutan izin PTS dilakukan oleh menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengelolaan Perguruan Tinggi adalah salah satu aspek yang penting dalam pembangunan Perguruaan Tinggi karena dengan adanya pengelolaan yang baik akan membuat perguruan tinggi tersebut semakin maju dan berkembang. Dalam Undang Undang Pendidikan Tinggi, pengelolaan pendidikan tinggi diberikan kepada perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggara Tridharma. Tridharma Perguruan Tinggi adalah kewajiban
10
Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga ada kebebasan bagi perguruan tinggi untuk mengatur sendiri penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 62 ayat (1) Undang Undang Pendidikan Tinggi yang berbunyi: "Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma.” Pelaksanaan otonomi dalam pengelolaan perguruan tinggi tersebut harus sesuai dengan dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi. Penyelengaraan otonomi dalam pengelolaan perguruan tinggi meliputi beberapa prinsip, hal ini tercantum dalam Pasal 63 Undang Undang Pendidikan Tinggi. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : 1. Prinsip akuntabilitas Kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan Perguruan Tinggi kepada semua pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akuntabilitas antara lain dapat diukur dari rasio antara Mahasiswa dan Dosen, kecukupan sarana dan prasarana, penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, dan kompetensi lulusan. 2. Prinsip transparansi Keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat dan akurat kepada pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Prinsip nirlaba 11
Kegiatan yang tujuannya tidak untuk mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan harus ditanamkan kembali ke Perguruan Tinggi untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan. 4. Prinsip penjaminan mutu Kegiatan untuk memberikan layanan Pendidikan Tinggi yang memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan tinggi serta peningkatan mutu pelayanan pendidikan secara berkelanjutan. 5. Prinsip efektivitas dan efisiensi. Kegiatan untuk memanfaatkan sumber daya dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi agar tepat sasaran dan tidak terjadi pemborosan. Otonomi dalam pengelolaan Pendidikan Tinggi yang diberikan oleh Undang Undang Pendidikan Tinggi ini meliputi dua bidang yaitu bidang akademik dan bidang non-akademik. Dalam bidang akademik otonomi meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan Tridharma. Sedangkan dalam bidang non-akademik meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan: 1.
Organisasi
2.
Keuangan
3.
Kemahasiswaan
4.
Ketenagaan
5. Sarana prasarana. Penyelenggaraan otonomi Perguruan Tinggi terbagi menjadi dua bagian yaitu:
12
1. Penyelenggaraan otonomi terhadap Perguruan Tinggi Negeri Pada
Perguruan
Tinggi
Negeri
menurut
Pasal
65
ayat
(1)
Penyelenggaraan otonomi diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh Menteri kepada PTN dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum atau dengan membentuk PTN badan hukum. 2. Penyelenggaraan otonomi terhadap Perguruan Tinggi Swasta. Perguruan Tinggi Swasta menurut Pasal 67 Undang Undang Pendidikan Tinggi, penyelenggaraan otonomi perguruan tinggi pada PTS diatur oleh badan penyelenggara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Tujuan pemberian otonomi adalah untuk memberikan kemandirian bagi penyelenggara pendidikan tinggi, sehingga mutu dari pendidikan tinggi dapat berkembang dan tata kelola dari penyelenggaraan pendidikan tinggi tersebut dapat lebih baik karena dikelola secara langsung oleh pihak yang mengetahui secara langsung penyelenggaraan pendidikan tinggi di perguruan tinggi tersebut.
3. Yayasan Yayasan dimasa lalu dikenal sebagai stichting (Stichting berasal dari kata Stichen yang berarti membangun atau mendirikan dalam bahasa Belanda),para sarjana hukum belanda berpendapat bahwa, sticthting adalah suatu badan hukum yang berbeda dengan badan hukum perkumpulan atau persero, oleh karena apa yang hal stichting dianggap badan hukum adalah sejumlah kekayaan
13
berupa uang dan lain-lain benda kekayaan. 15 Yayasan (sticthing) adalah harta yang mempunyai tujuan yang tertentu, tetapi dengan tiada empunya. 16 Yayasan kemudian diatur dalam NBW Buku III Titel 5 Pasal 258 s.d 305 dan Pasal 285 ayat (1) yang berbunyi, yayasan adalah badan hukum yang lahir karena suatu perbuatan hukum, yang tidak mempunyai anggota dan bertujuan untuk melaksanakan tujuan yang tertera dalam statuta yayasan dengan dana yang disediakan untuk itu 17 . Yayasan sebelum ada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
jo
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan mengacu pada hukum kebiasaan yang lahir di masyarakat seturut dengan kebutuhannya, dan yurisprudensi, seperti halnya yurisprudensi Hooggerechthof tahun 1884 dan Putusan Mahkamah AgungNo.:124 K/Sip/1973. 18 Yayasan seperti yang telah dikemukakan di atas, sebelum ada UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, bersandar pada : 1.
Kebiasaan yang lahir di masyarakat. Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu. Perilaku yang diulang itu mempunyai kekuatan
15
Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991, h..86
16
Apeldoorn, Op.Cit, h..197
17
Ali,Op.Cit h..87
18
Prananingrum, Op.Cit, h..9
14
normatif, mempunyai kekuatan mengikat. Karena diulang oleh orang banyak maka menimbulkan kesadaran, bahwa hal itu patut dilakukan. 19 2. Yurisprudensi Yurisprudensi berarti peradilan pada umumnya, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh Negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. 20 3. Doktrin Pendapat para ahli hukum Dasar hukum yayasan adalah Undang-undang No. 16 tahun 2001 yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 28 tahun 2004 tentang yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan. Yayasan menurut Undang-undang No 28 tahun 2004 tentang Yayasan Pasal 1 ayat ( 1 ) adalah : “Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan guna mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak memiliki anggota.” Yayasan adalah lembaga yang bersifat nirlaba.Nir laba berasal dari 2 kata yaitu nir-yang artinya tidak dan laba yang artinya mendapatkan laba 19
Mertokusumo, Op.Cit, 2007, h..83
20
Mertokusumo, Sejarah Peradilan dan Perundang undanganya di Indonesia sejak 1942,, Liberty, Yogyakarta, 1982, h..179
15
dengan demikian arti nirlaba adalah tidak mendapatkan laba. 21 Yayasan mempunyai organ untuk melaksanakan kegiatannya, untuk dapat mencapai tujuannya yang terdiri dari pembina, pengawas dan pengurus. Setiap organ dalam yayasan mempunyai tugas dan tanggung jawab masing–masing untuk mencapai tujuan yayasan sesuai dengan anggaran dasar dari yayasan. Setiap organ dari yayasan ini mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda dalam pengelolaan yayasan. 1. Pembina Pembina adalah organ yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang. 22 Hal ini juga diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang tentang Yayasan. Pembina adalah pendiri yayasan ataupun mereka yang diputuskan oleh rapat anggota pembina. Pasal 28 ayat (2) menyebutkan tentang kewenangan yang dimiliki oleh pengurus yaitu : 1. Keputusan mengenai perubahan anggaran dasar 2. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas 3. Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan 4. Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan 21
Ibid
22
Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
16
5. Penetapan
keputusan
mengenai
penggabungan
atau
pembubaran Yayasan. Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang. Dalam hal ini pembina dapat meminta pertanggung jawaban dari pengurus dan pengawas bila ada hal yang melenceng dari tujuan dan kepentingan yayasan 2. Pengurus Pengurus organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan, yang
diangkat
oleh
pembina
berdasarkan
keputusan
rapat
pembina.Pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan 23 Pengurus adalah organ yayasan yang memegang peranan paling penting dalam yayasan. Pengurus juga dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan yayasan. Pengaturan tentang pengurus ada pada Pasal (31) sampai Pasal (39) UU tentang Yayasan 3. Pengawas Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasehat pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Pengawas mengawasi serta memberi nasihat kepada Pengurus.Pengawas 23
Prananingrum, op cit.,hal 14
17
tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus. Dalam UU Yayasan No.28 Tahun 2004 Organ Pengawas diatur dalam Pasal 40 sampai Pasal 47.
Ilmu hukum telah mengenal adanya teori Kekayaan Bertujuan yang dikemukakan oleh A. Blinz dan diikuti oleh Van der Heijden dan teori Organ yang dikemukakan oleh Otto von Gierke (1841-1921). Teori Kekayaan Bertujuan bertitik tolak dari pemikiran bahwa manusia sajalah yang dapat menjadi subyek hukum, maka badan hukum bukanlah subyek hukum. Adapun hak-hak yang diberikan kepada subyek hukum pada hakikatnya adalah hak-hak dengan tiada subyek hukum namun merupakan kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan yang dimiliki oleh tujuan itu 24 . Teori Kekayaan Bertujuan dan teori Organ inilah yang mendasari keberadaan yayasan sebagai subyek hukum Definisi yayasan dalam Pasal (1) Undang undang No. 28 tahun 2004 tentang Yayasan ini dapat dilihat bahwa yayasan adalah: 1. Badan hukum. Pasal 11 ayat (1) menujukan bahwa status yayasan sebagai badan hukum diperoleh setelah akta pendirian yayasan disahkan oleh menteri. Sebagai badan hukum maka yayasan dapat melakukan memiliki tanggung jawab hukum sebagaimana subyek hukum yang lain, dan dalam melakukan tanggung jawab hukum tersebut yayasan akan diwakili oleh pengurus yayasan. 24
Chatamarrasdjid, Badan Hukum Yayasan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
18
2. Mempunyai kekayaan yang dipisahkan. Bab V Undang undang tentang Yayasan menujukan bahwa ada kekayaan yang dipisahkan. Splitsing (pemisahan) adalah pembagian atau pembelahan yang berarti terlepas satu dengan yang lain, sehingga tidak tepat jika dikatakan bahwa bagian yang satu masih merupakan bagian dari yang lain. Kekayaan yang terpisah artinya terlepas dari yang memegangnya (onpersoonlijk atau subjecttloos). 25 3. Mempunyai tujuan di bidang sosial, agama dan kemanusiaan. Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 Undang undang tentang Yayasan menunjukan bahwa Yayasan dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuannya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum,kesusilaan, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Tidak memiliki anggota. Yayasan, menurut Rido Ali dapat dipahami sebagai badan hukum yang mempunyai unsur-unsur : 1. Mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan pemisahan kekayaan yang dapat berupa uang dan barang 2. Menpunyai tujuan sendiri yaitu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
25
Ibid
19
3. Mempunyai alat perlengkapan yaitu meliputi pengurus, pembina dan pengawas. 26 Pendirian yayasan didalam hukum perdata diisyaratkan dalam (2) aspek yaitu 27 : 1. Aspek materiil : a. Harus ada suatu pemisahan kekayaan b. Suatu tujuan yang jelas c. Ada organisasi 2. Aspek formil Pendirian yayasan dalam wujud akta otentik. Yayasan yang didirikan menurut hukum diakui mempunyai hak dan kewajiban, sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum dengan subyek hukum yang lain. 28
4. Putusan Hakim Putusan hakim merupakan salah satu penemuan hukum yang sering dan harus dilakukan oleh hakim dalam membuat suatu putusan. Putusan hakim memaparkan fakta-fakta yang menimbulkan perkara dan melalui pertimbangan 26
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan dan Wakaf, Bandung : Penerbit Alumni, 1981, h..118 27
Panggabean, Kasus Aset Yayasan dan Penyelesaian Sengketa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002(selanjutnya disingkat Panggaben I), h..7. 28
Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991, h..90
20
hukum, hakim menerapkan pilihan hukumnya dan mencantumkan kaidah hukum yang diramu melalui proses interprestasi yang dianggap paling tepat untuk pemutusan sengketa tersebut. 29 Ada beberapa definisi putusan hakim dari para ahli dan rancangan perundang-undangan yaitu 30 : 1. Rubini dan Chaidir Ali merumuskan bahwa keputusan hakim itu merupakan suatu akte penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu disebut vonnis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari hakim serta memuat akibat-akibatnya 2. Ridwan Syahrani batasan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan dan mengakhiri perkara perdata 3. Sudikno Mertokusumo memberi batasan putusan hakim adalah : suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak 4. Bab I Pasal 1 ayat (5) Rancangan UndangUndang Hukum Acara Perdata Tahun 2007. Putusan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum serta bertujuan untuk menyelesaikan dan atau mengakhiri gugatan. 29
Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan Putusan Hukum Perikatan, Alumni, Bandung 2008(selanjutnya disingkat Panggaben II), h..65. 30
Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, h..148
21
5. Lilik Mulyadi. Putusan hakim adalah putusan yang yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada umumnya dibuat dalam betuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara.
Dalam praktek kenegaraan dan praktek peradilan dikenal adanya 2 asas pemberlakuan putusan yaitu 31 : 1. Asas precedent Asas precedent dianut oleh Negara Anglo Saxon yang artinya bahwa para hakim terikat atau tidak boleh menyimpang dari putusan-putusan terdahulu dari hakim yang lebih tinggi atau sederajat tingkatanya 2. Asas bebas Asas ini bermakna bahwa seorang hakim tidak terikat oleh putusan hakim lain, baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi. Perkataan tidak terikat disini diartikan bahwa seorang hakim, dalam memutuskan suatu perkara, boleh mengikuti putusan hakim terdahulu, baik yang sederajat atau yang lebih tinggi, boleh juga tidak mengikuti. Asas bebas ini dianut oleh negara-negara eropa kontinental atau civil law sistem seperti Belanda, Perancis dan Indonesia Pendapat Roscoe Pound menguraikan tentang empat aspek dalam putusan hakim yaitu:
31
Panggabean II, Op.Cit, h.110
22
1. Bahwa putusan itu merupakan gambaran proses rekayasa sosial, sebagai bagian dari seluruh proses kontrol sosial 2. Bahwa putusan itu merupakan bagian dari tatanan hukum yang berguna bagi pribadi perorangan 3. Bahwa putusan itu mengganbarkan keseimbangan antara ketentuan daris sebab yang nyata dan penguraian suatu preseden 4. Bahwa putusan itu menggambarkan kesadaran akan peran yang ideal tentang tatanan sosial dan hukum Upaya hukum terhadap putusan hakim 1. Banding Peradilan tingkat banding dilakukan oleh peradilan tinggi yang merupakan peradilan “ulangan” atau “revisi” dari putusan pengadilan negeri. Pengadilan tinggi dalam tingkat banding ini memeriksa kembali perkara perdata secara menyeluruh, baik fakta maupun penerapan hukumnya. Peradilan tingkat banding lazim disebut dengan istilah “peradilan tingkat kedua” atau ”Judex Facti”. Pembanding melalui kuasa hukumnya akan mengajukan alasanalasan banding dalam memori bandingnya, alasan tersebut dapat digolongkan dalam dua alasan yaitu: 1. Alasan-alasan bersifat formal yang meliputi a. Surat kuasa khusus untuk banding tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan undang-undang
23
Dalam perkara perdata apabila para pihak mempergunakan seorang kuasa pihk pemberi kuasa harus menunjuk secara tegas pihak penerima kuasa baik secara lisan maupun tertulis di persidangan. Apabila hal ini diabaikan, merupakan salah satu alasan untuk mengajukan permohonan banding. b. Ketidakwenangan
pengadilan
(kompetensi)
mengadili
perkara perdata tersebut Ketidakwenangan pengadilan baik kompetensi absolute maupun kompetensi relative lazim dijadikan alasan-alasan mengemukakan memori banding c. Bahwa surat gugatan penggugat adalah “obscuur libel” Apabila suatu putusan pengadilan negeri mengabulkan gugatan, padahal gugatan tersebut petitumnya tidak jelas dan kabur serta positanya tidak tegas dan sempurna bahkan bertentangan dengan petitum, putusan tersebut dapat dimohonkan banding d. Bahwa putusan pengadilan negeri mengabulkan gugatan dimana subyek tergugat tidak lengkap digugat Hal ini dapat dikategorikan pada alasan bersifat formal dimana subyek tergugat seharusnya digugat tetapi tidak digugat dan putusan pengadilan negeri malah mengabulkan gugatan 2. Alasan-alasan bersifat material
24
a. Bahwa putusan pengadilan negeri harus dibatalkan karena berdasarkan
pertimbangan
yang
kurang
lengkap
(onvoldoende gemotiveerd) Pada hakikatnya setiap putusan pengadilan negeri haruslah memuat alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Eksistensi alasan-alasan sebagai dasar putusan adalah penting karena putusan yang kurang lengkap dipertimbangkan (onvoeldoende gemotiveerd) merupakan alasan banding dan kasasi serta putusan dapat dibatalkan b. Putusan pengadilan negeri salah menerapkan hukum pembuktian atau hukum acara pada umumnya Penerapan hukum pembuktian merupakan salah satu aspek penting dalam putusan hakim. Apabila hakim salah menerapkan hukum pembuktian, secara tidak langsung putusan ini dapat diklasifikasikan salah pula dalam menerapkan hukum acara dan putusan tersebut akan dibatalkan oleh pengadilan tinggi c. Pengadilan negeri telah memutus melebihi dari tuntutan atau memutus terhadap hal yang tidak dituntut Secara teori putusan mahkama agung Republik Indonesia pada asasnya hakim wajib mengadili semua bagian dari tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.
25
Putusan peradilan pada tingkat banding pada hakikatnya dapat berupa: 1. Menyatakan permohonan banding tidak dapat diterima Putusan pengadilan tinggi yang menyatakan permohonan banding tidak dapat diterima disebabkan putusan pengadilan negeri melanggar hal-hal bersifat formal. 2. Menguatkan putusan pengadilan negeri Putusan pengadilan tinggi menguatkan putusan pengadilan negeri bila pengadilan tinggi menilai putusan pengadilan negeri benar dan tepat, baik mengenai hukum acara maupun material yang telah diputus oleh pengadilan negeri 3. Membatalkan putusan pengadilan negeri Putusan pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri apabila hakim banding menilai putusan pengadilan negeri tersebut tidak benar ditinjau dari penerapan hukum acara dan hukum material serta tidak sesuai dengan rasa keadilan 4. Memperbaiki putusan pengadilan negeri Pengadilan tinggi memandang putusan pengadilan negeri tersebut kurang tepat menurut rasa keadilan sehingga perlu diperbaiki 2. Kasasi Upaya hukum pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Pada tingkat kasasi bukan berarti pemeriksaan pada tingkat ketiga,
26
karena pada tingkat kasasi ini tidak dilakukan pemeriksaan kembali perkara tersebut, tetapi hanya diperiksa masalah hukum atau penerapan hukumnya. Alasan yang dapat diajukan untuk melakukan kasasi adalah: 1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang Konkretnya Judex Facti (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi) telah mengadili perkara perdata tersebut seolah berwenang padahal sebenarnya Judex Facti tidak berwenang atau bukan kewenangannya 2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku Salah menerapkan hukum dapat diartikan salah menerapkan ketentuan hukum formal atau hukum acara ataupun hukum materialnya. Kesalahan tersebut dapat dilihat pada penerapan hukum yang berlaku. Sedangkan melanggar hukum dapat diartikan penerapan hukum itu sendiri tidak dapat, salah, dan tidak sesuai serta bertentangan dengan ketentuan undang-undang 3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan Dalam doktrin hukum acara perdata kelalaian memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan. Aspek ini lazim disebut dengan istilah melalaikan persyaratan formal
27
Putusan pada tingkat kasasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Permohonan kasasi tidak dapat diterima Jika permohonan kasasi tidak memenuhi syarat formal untuk mengajukan
kasasi,
seperti
melampaui
tenggang
waktu
melakukan kasasi, surat kuasa khusus kasasi tidak memenuhi syarat, belum dipenuhinya upaya hukum lain (verzet atau banding), terlambat mengajukan memori kasasi, dan sebagainya, hal demikian dapat diklasifikasikan bahwa permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat diterima 2. Permohonan kasasi ditolak Permohonan kasasi ditolak oleh Mahkamah Agung bisa disebabkan karena Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum. Dapat pula permohonan kasasi ditolak oleh Mahkamah Agung karena pemohon kasasi dalam mengajukan memori kasasi tidak relevan dengan pokok perkara. 3. Permohonan kasasi dikabulkan Permohonan kasasi dikabulkan berarti alasan atau keberatan yang diajukan oleh pemohon kasasi dalam memori kasasi oleh Mahkamah Agung disetujui.Judex Facti dianggap telah salah atau tidak benar dan tepat dalam penerapan hukum atau karena alasan hukum lain.
28
3. Peninjauan Kembali Upaya hukum peninjauan kembali merupakan suatu upaya hukum agar putusan pengadilan negeri, putusan pengadilan tinggi ataupun putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi mentah kembali. Alasan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah berkuatan hukum tetap adalah: 1. Apabila putusan didasarkan pada suatu: a. Kebohongan b. Tipu muslihat pihak lain yang diketahui setelah perkara diputus c. Bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu 2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat diketemukan (novum) 3. Apabila telah dikabulkan mengenai: a. Suatu hal tidak dituntut b. Lebih daripada yang dituntut 4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya 5. Putusan bertentangan antara satu dengan yang lainnya Dalam hal ini terdapat: a. Pihak-pihak yang sama
29
b. Mengenai soal yang sama c. Atas dasar yang sama d. Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya 6. Apabila dari suatu putusan terdapat a. Suatu kekhilafan hakim b. Suatu kekeliruan yang nyata Putusan terhadap peninjauan kembali dalam perkara perdata dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan yaitu: 1. Putusan yang menyatakan bahwa permohonan kembali tidak dapat diterima. Permohonan peninjauan kembali tidak memenuhi syarat formal sebagaimana
ditentukan
oleh
undang-undang
misalnya
permohonan peninjauan kembali tanpa surat kuasa, peninjauan kembali dimohonkan terhadap putusan pengadilan yang belum berkekuatan hukum tetap. 2. Putusan yang menyatakan bahwa peninjauan kembali ditolak Peninjauan
kembali
ditolak
apabila
Mahkamah
Agung
berpendapat bahwa permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh pemohon tidak beralasan. Ini dapat disebabkan permohonan peninjauan kembali tidak didukung oleh fakta yang menjadi alasan dan dasar peninjauan kembali atau Judex Facti yang dimohonkan peninjauan kembali tidak melanggar alasanalasan peninjauan kembali
30
3. Putusan yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali dikabulkan apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan-alasan permohonan peninjauan kembali. Tugas hakim adalah memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara. Dalam memilih putusan yang akan dijatuhkan bukan hanya prosedur tertentu menurut undang-undang yang harus dipenuhi, tetapi yang penting adalah setelah putusan itu dijatuhkan, yaitu dapat tidaknya putusan yang akan dijatuhkan itu diterima, baik menurut persyaratan keadilan maupun persyaratan konsistensi sistem.Selain itu putusan hakim tersebut harus dapat diterima dimasyarakat. Hakim dalam mengadili harus mengadili berdasar hukum, yaitu hukum yang mengandung kepastian hukum 32 . Setiap keputusan hakim seharusnya mengandung tiga unsur pertimbangan hukum secara proposional yaitu 33 : 1. Unsur kepastian hukum (rechtssicherkeit) yang memberi jaminan bahwa hukum itu dijalankan sehingga yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan seperti itu juga dapat diterapkan untuk jenis perkara yang sama 2. Unsur kemanfaatan (zweckmassigkeit), bahwa isi putusan itu tidak hanya bermanfaat bagi pihak berperkara tetapi juga bagi masyarakat luas. Masyarakat berkepentingan atas putusan hakim itu karena masyarakat menginginkan adanya keseimbangan tatanan dalam masyarakat. 32
Panggabean II,Op.Cit, h..79.
33
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, h..91.
31
Unsur keadilan (gerechtigkeit), yang memberi keadilan bagi pihak yang bersangkutan, kalaupun pihak lawan menilainya tidak adil masyarakat harus dapat menerimanya secara adil. Asas hukum yang berbunyi lex dura sed temen scripta, mengartikan hukum itu sangat kejam tetapi begitulah bunyinya. Dalam hal terjadi konflik antar keadilan dan kepastian hukum serta kemanfaatan, unsur keadilanlah yang seharusnya didahulukan. Secara khusus ada tiga tahapan untuk mengambil keputusan yaitu34 : 1. Cara berpikir hakim dalam mengambil keputusan: a. Bahwa hukum sebagai ilmu mempengaruhi preferensi yang sangat kuat terhadap pemikiran rasional logis (sistem pemikiran rasional), tetapi dalam hambatan-hambatan tipis yang dihadapi hakim, hakim akan dipengaruhi pemikiran yang lebih intuitif berdasarkan pengalaman (sistem pemikiran eksperimental) b. Sering terjadi hakim menerapkan pemikiran yang bergantung pada pengalaman masa lalu yang mengakibatkan penekanan pada heuristic kognitif yaitu suatu penilaian yang berat sebelah. c. Dalam pengambilan keputusan sering terjadi proses kognitif (metal proses) yaitu sikap menghadapi pengaruh faktor-faktor tertentu, antara lain: 1. Faktor fisik, berupa keadaan kesehatan, kondisi kerja, dan lainlain.
34
Panggabean II,Op.Cit, h..80
32
2. Faktor sosial, berupa hubungan kerja antar pribadi dan harapan orang lain, dan lain-lain 3. Faktor mental, berupa dampak emosi dan stress. 2. Tahapan pengambilan keputusan a. Kerangka putusan, pengertian tentang konteks putusan dan menentukan masalah yang harus ditangani b. Mengumpulkan informasi berkualitas tinggi dan kecerdasan, mengambil keputusan c. Mengambil konklusi dengan secara instimatil mengintegrasikan informasi yang dikumpulkan untuk mengambil pilihan putusan yang terakhir d. Belajar dari umpan balik, dengan mengumpulkan informasi tentang hasil dari proses putusan dan tentang proses putusan itu sendiri dengan maksud untuk mengurangi konflik dari waktu yang akan datang 3. Sumber pertimbangan putusan secara universal terdiri dari tiga bidang kontekstual yaitu: a. Bukti, suatu dasar fakta hukum yang dapat disebut sebagai aspek materil perkara b. Peraturan, suatu dasar yuridis yang dapat disebut sebagai aspek formal perkara c. Prinsip-prinsip terdiri dari asas-asas hukum dan kebiasaan dalam peradilan
33
5. Eksaminasi Eksaminasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pertimbangan hukum dari hakim yang memutus perkara tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, dan dinilai adil oleh masyarakat. 35 Obyek dieksminasi adalah proses peradilan dan produk peradilan. Misalnya Penetapan Pengadilan, Putusan Pengadilan, dsb. Kriteria obyek eksaminasi adalah sebagai berikut 36 : 1. putusan pengadilan yang menjadi perhatian luas masyarakat karena dianggap jauh dari rasa keadilan 2. putusan pengadilan yang mengundang perdebatan di kalangan hukum. 3. putusan pengadilan yang penting dijadikan pegangan
35
Susanti Adi Nugroho.dkk,Buku Kumpulan Tulisan Eksaminasi,Indonesian Corruption Watch Jakarta, 2003 h..1 36
Chandera. Dkk, Modul Mata Kuliah Eksaminasi, Unversitas Katolik Adma Jaya ,Yogyakarta,2004, hal.13
34
B. GAMBARAN KASUS 1. Thoby Mutis mengganti statuta
Menjadikan Usakti sebagai Badan Hukum Pendidikan dengan Akta Notaris Edi Priyono, SH. No. 27 tertanggal 29 Agustus 2002.
2001 menjadi statuta 2001R yang memangkas kewenangan yayasan dan mengganti menjadi Badan Hukum Pendidikan.
Sengketa di PN Jaktim, Putusan No. 169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim,16 Desember 2008.Yayasan Trisakti harus menyerahkan pengelolaan pada Universitas Trisakti.
Pemecatan Thoby oleh Yayasan Trisakti yang berlaku mulai 5 September 2002 melalui SK No 310/YAYASAN TRISAKTI/SK/2002.
Banding, PT DKI Jakarta,Putusan No. 263/PDT/2009/PT.DKI, 30 September 2009. Mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Trisakti, memangkas kewenangan rektor untuk mengelola Universitas dan menyerahkannya pada Yayasan.
Kasasi, Putusan MA No.822K/Pdt/2010.28 September 2010.Menolak Kasasi dari Universitas Trisakti.
Peninjauan Kembali, Putusan MA No. 406/PK/Pdt/2011, 10 Nopember 2011. Menolak Peninjauan Kembali Universitas Trisakti’
Sengketa Universitas Trisakti 37 melawan Yayasan Trisakti ini muncul pada saat Thoby Mutis selaku rektor dari Universitas Trisakti mengganti statuta Universitas Trisakti dari statuta 2001 yang telah disepakati serta ditandatangani
37 http://hukum.kompasiana.com/2011/05/19/sengketa-yayasan-trisakti-dengan-thoby-mutis 365321.html. diunduh 16 juni 2012, pukul 17.34
35
bersama antara yayasan dan rektor, menjadi statuta 2001R pada tanggal 6 april 2002. Statuta 2001R tersebut dibuat oleh rektor yang sekaligus ketua senat tanpa melibatkan yayasan apalagi persetujuan yayasan. Dalam statuta tersebut, Thoby Mutis memangkas kewenangan Yayasan Trisakti dalam mengelola Universitas Trisakti. Selain itu untuk menguatkan bahwa Universitas Trisakti adalah universitas yang terlepas dari Yayasan Trisakti maka Thoby membuat Unversitas Trisakti menjadi Badan Hukum Pendidikan dengan Akta Notaris Edi Priyono, SH. No. 27 tertanggal 29 Agustus 2002. Tindakan Thoby mengganti statuta 2001 dengan statuta 2001R adalah karena menurut Thoby Universitas Trisakti sebenarnya adalah milik Negara. Argumen Thoby tersebut bertitik tolak dari sejarah Universitas Trisakti bahwa : 1. Yayasan Badan Permusyawaratan Kewarganegaan Indonesia (Baperki) yang pertama kali mendirikan Universitas Baperki (1958-1962), kemudian berganti nama menjadi Universtas Res Publica (1962-1965). 2. Keputusan Menteri Nomor 01/dar/tahun 1965 tanggal 11 Oktober 1965 tentang penutupan sementara perguruan tinggi (swasta) yang langsung atau tidak langsung membantu gerakan petualangan atau kontra revolusioner G30S PKI. Keputusan itu menyatakan, ada 24 perguruan tinggi swasta, termasuk Universitas Res Publica Jakarta, ditutup untuk sementara waktu.
36
3. Kemudian, Menteri PTIP berdasarkan surat Keputusan Menteri Nomor 09/dar/tahun 1965, 18 Oktober 1965 jo nomor 12/dar/tahun 1965 membentuk tim persiapan pembukaan kembali Universitas Res Publica yang diperbaiki oleh Keputusan Menteri Nomor 012/dar/Tahun 1965 Tanggal 13 November 1965. 4. Pemeritah kemudian mengambil alih Universitas Res Publica dan mengganti namanya menjadi Universitas Trisakti. Dalam Keputusan Menteri Nomor 13/dar/tahun 1965, tanggal 15 November 1965, Menteri PTIP mengganti nama Universitas Res Publica menjadi Universitas Trisakti dan pembentukan presidium sementara yang membawahi Univeritas Trisakti. Kemudian, pada 19 November 1965 Universitas Res Publica dibuka kembali dan bernaung dengan nama Universitas Trisakti. Kemudian Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Syarif Thayeb membentuk Yayasan Trisakti pada 27 Januari 1966 5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef Nomor 0281/U/1979, tanggal 31 Desember 1979. Bahwa pengelolaan dan pembinaan berikut seluruh aset Universitas Trisakti, berdasarkan surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 31 Desember 1979 ini, diserahkan kepada Yayasan Trisakti. Berdasarkan sejarah berdirinya Universitas Trisakti di atas maka Thoby berpendapat bahwa Universitas Trisakti seharusnya adalah milik Negara. Penyerahan pembinaan dan pengelolaan Universitas Trisakti pada Yayasan Trisakti yang tertulis dalam Kepmendikbud No. 0281/U/1979, yaitu Penyerahan
37
Pembinaan dan Pengelolaan Universitas Trisakti Kepada Yayasan Trisakti, menjadi masalah bagi Thoby. Thoby menilai Universitas dan Yayasan tak punya pertalian apapun menyangkut aset dan pengelolaan karena Universitas Trisakti muncul terlebih dahulu daripada yayasan. Sikap dari Thoby mengganti statuta 2001 dengan 2001R yang menghapus keberadaan Yayasan Trisakti dan menggantinya dengan Badan Hukum Pendidikan tersebut mendapat respon dari pihak Yayasan Trisakti dengan melakukan pemecatan terhadap Thoby Mutis dengan surat melalui surat keputusan nomor 310K/YAYASAN TRISAKTI/SK/IX202 yang berlaku efektif tanggal 5 november 2002. Tindakan Thoby mengganti statuta menurut Yayasan Trisakti adalah penyalahgunaan wewenang karena Thoby mengeluarkan statuta 2001R tanpa melibatkan yayasan dan persetujuan yayasan. Tindakan yang dilakukan Thoby tersebut menurut yayasan bertentangan dengan Pasal 100 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan : Susunan organisasi, rincian tugas, fungsi, dan tata kerja perguruan tinggi yangdiselenggarakan oleh masyarakat diatur dalam statuta perguruan tinggi bersangkutan yangditetapkan oleh badan penyelenggara perguruan tinggi atas usul senat perguruan tinggiyang bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan dalam BAB VIII.” Dalam hal pengelolaan dan aset Universitas Trisakti, Yayasan merasa bahwa mereka berhak atas aset dan pengelolaan Universitas Trisakti berdasarkan surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dikeluarkan Daoed Joesoef, Nomor 0281/U/1979 pada31 Desember 1979. Karena berdasarkan surat tersebut
38
Daoed Joesoef menyerahkan pembinaan dan pengelolaan Universitas berikut seluruh aset kepada Yayasan Selain itu tindakan Thoby menurut yayasan juga telah melanggar PP No. 17 tahun 2010 jo PP 66 tahun 2010, sebagai pengganti PP No. 60 tahun 1999 dalam Pasal 58 G PP. No. 66 tahun 2010: 1. Organ dan pengelolaan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat menggunakan tata kelola yang ditetapkan oleh badan hukum nir laba yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan 2. Pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan prinsip sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2): Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, evaluasi yang transparan, akses berkeadilan. Pengelolaan aset dari sengketa Yayasan Trisakti melawan Universitas Trisakti bukan satu-satunya masalah yang terjadi antara kedua pihak tersebut, permasalahan antara kedua pihak ini juga menyangkut: 1. Hak atas merek dan logo Trisakti 2. Surat Kepmendikbud No. 0281/U/1979 tentang penyerahan pengelolaan Universitas Trisakti kepada Yayasan Trisakti 3. Penandatanganan ijazah yang dilakukan oleh Thoby Mutis selaku rektor Universitas Trisakti padahal Thoby telah dipecat sebagai rektor oleh Yayasan Trisakti 39
4. Kepengurusan Yayasan Trisakti yang didasarkan pada Akta No. 22 tertanggal 7 September tentang Berita Acara Rapat Yayasan Trisakti yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Sutjipto, SH 5. Akta Pendirian Universitas Trisakti sebagai Badan Hukum Pendidikan, yaitu Akta No.27 tanggal 29 Agustus 2002
C. PUTUSAN Sengketa Pengelolaan dan aset Universitas Trisakti antara pihak Thoby Mutis melawan Yayasan Trisakti sampai pada pengadilan.Kasus ini pertama kali disidangkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Dalam persidangan tersebut kedudukan Universitas Trisakti yang diwakili oleh Prof. DR. Thoby Mutis; Prof. DR. H.A. Prayitno, dr., Sp.KJ; Advendi Simangunsong, SH., MM., masing-masing selaku Ketua Senat Universitas Trisakti dan Ketua Forum Komunikasi Karyawan Universitas Trisakti adalah sebagai Penggugat dan Yayasan Trisakti sebagai tergugat. Dalam sengketa terhadap pengelolaan dan aset
Universitas
Trisakti
tersebut,
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Timur
mengeluarkan Putusan No. 169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim tanggal 16 Desember 2008. Dalam Putusan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengalahkan Yayasan Trisakti dan memberikan hak pengelolaan Universitas Trisakti serta aset-aset Universitas Trisakti kepada Universitas Trisakti. Pihak Yayasan Trisakti kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi ini pihak Yayasan Trisakti berkedukan sebagai Pembanding dan pihak Universitas Trisakti berkedudukan
40
sebagai Terbanding.Pengadilan Tinggi akhirnya mengeluarkan Putusan No. 263/PDT/2009/PT.DKI tanggal 30 September 2009.Putusan dari Pengadilan Tinggi ini membatalkan Putusan No. 169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim tanggal 16 Desember 2008. Setelah ada putusan dari Pengadilan Tinggi, pihak Universitas Trisakti kemudian mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.Pada tingkat kasasi ini, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan No.822/K/Pdt/2010.Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung menolak Kasasi yang diajukan oleh Universitas Trisakti yang diwakili oleh Thoby Mutis. Menurut Mahkamah Agung alasanalasan kasasi Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum yang telah mempertimbangkan bahwa kedudukan Penggugat tidak berkualitas sebagai ius standi in judicio, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah No. 60 dan 61 Tahun 1999, Surat Dirjen Administrasi Hukum Umum No. C.H.T.01.10-18, tanggal 28 Oktober 2002, putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 410 K/Pdt/2004 tertanggal 25 April 2005.Kemudian, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, bahwa ternyata putusan Judex Facti dalam perkara tidak bertentangan dengan hukum dan atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi yaitu Universitas Trisakti tersebut harus ditolak oleh Mahkamah Agung Universitas Trisakti kemudian mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.Pada tingkat Peninjauan Kembali Mahkamah Agung mengeluarkan putusan No.406/PK/Pdt/2011.Dalam putusan tersebut Mahkamah
41
Agung menolak Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Universitas Trisakti. Penolakan terhadap Peninjauan Kembali itu adalah karena menurut Mahkamah Agung alasan-alasan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kambali tersebut tidak dapat dibenarkan karena : 1. Bahwa Judex Juris tidak melakukan kekhilafan atau kekeliruan nyata memutus perkara a quo. 2. Bahwa pertimbangan Judex Facti atau Pengadilan tinggi sudah tepat dan benar 3. Bahwa tentang status Badan Hukum Universitas Trisakti atau Penggugat telah ada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu putusan No.411/Pdt.G/ 2002/PN.Jak.Bar jo 410 K/Pdt/2004 yang menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum Akta Pendirian Universitas Trisakti sebagai Badan Hukum Pendidikan, yaitu Akta No.27 tanggal 29 Agustus 2002 4. Bahwa karenanya alasan-alasan tersebut tidak termasuk dalam salah satu alasan permohonan peninjauan kembali sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 a sampai dengan f Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2009. 5. Menimbang,
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
di
atas,
maka
permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Universitas Trisakti tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak.
42
Tabel 1. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri dan Hakim Pengadilan Tinggi Putusan No.169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim
Putusan No.263/Pdt/2009/PT.DKI
1. Bahwa Perubahan Akta No. 152, tertanggal 31 Januari 1991 dan pengangkatan kepengurusan baru Tergugat (Yayasan Trisakti) sebagaimana terdapat dalam Akta No. 22, tertanggal 7 September 2005 adalah perbuatan melawan hukum,
1. Bahwa dalam pengadilan tingkat pertama tidak mempertimbangkan Penggunaan PP No. 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi Dan PP No. 61 Tentang Penetapan perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum untuk menentukan status Penggugat (Universitas Trisakti) sebagai Badan Hukum
2. Bahwa Perubahan Anggaran Dasar Yayasan Trisakti 2. Bahwa gugatan Penggugat (Universitas Trisakti) sebagaimana tertuang dalam Akte Notaris Sutjipto, SH diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta No. 152 tanggal 31 Januari 1991 menjadi Akte Notaris Timur tanggal 16 Juni 2008, pada waktu itu UndangUndang tentang Badan Hukum Pendidikan belum Sutjipto, SH No. 22 tanggal 7 September 2005, yang ada, oleh karena itu Majelis Hakim Tingkat Banding dilakukan dengan tujuan untuk penyesuaian dengan akan mempertimbangkan ketentuan dalam Peraturan Pasal 71 ayat (3) Undang-undang No. 28 Tahun 2004 Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan Peraturan tentang Perubahan Undang-undang No. 16 Tahun 2001 Pemerintah No. 61 Tahun 1999 tentang Yayasan — dilakukan ketika Akte No. 152 tanggal 31 Januari 1991 oleh Pengadilan Negeri Jakarta 3. Bahwa dari ketentuan kedua peraturan pemerintah tersebut perguruan tinggi yang berbentuk badan Barat dalam perkara perdata No.391/Pdt.G/2004/PN.Jak. hukum adalah perguruan yang diselenggarakan oleh Bar tertanggal 17 Mei 2005 telah diputuskan sebagai pemerintah atau yang disebut perguruan tinggi akta yang tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan negeri, sedangkan Universitas trisakti adalah hukum/batal demi hukum; perguruan tinggi swasta atau perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sehingga tidak 3. Bahwa Dewan Pengurus Yayasan yang telah berakhir dapat berbentuk badan hukum masa jabatannya pada tanggal 27 Januari 2005 telah tidak berwenang lagi (onbevoegd) untuk mengadakan 4. Bahwa disimpulkan Penggugat bukanlah badan rapat setelah tanggal 27 Januari 2005, sehingga termasuk hukum hal tersebut sesuai dengan putusan dalam perkara Nomor: 410 K/Pdt/2004 Jo tetapi tidak terbatas rapat yang diadakan pada tanggal 7No.411/Pdt.G/2002/ PN.Jkt.Bar antara Thoby Mutis 9-2005 yang berita acara rapat tersebut tercantum di dan kawan-kawan lawan Yayasan Trisakti cs yang dalam Berita Acara Rapat Yayasan Trisakti tanggal 7-9menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum 2005 Nomor 22 tersebut, adalah tidak sah yang berakibat akta pendirian Universitas Trisakti Badan Hukum keputusan yang diambil oleh rapat tersebut menjadi batal Pendidikan 4. Bahwa Rapat Dewan Pengurus Yayasan Trisakti 5. Bahwa karena penggugat adalah universitas swasta dihadapan Notaris Sutjipto, SH, yang dituangkan dalam dan bukanlah badan hukum maka berdasarkan Berita Acara Rapat Yayasan Trisakti No. 22 tanggal 7-9Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan 2005 telah memberikan keterangan “palsu”, dengan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999 maka tergugat adalah Pembina, penyelenggara dan alasan-alasan: pengelola universitas trisakti. 4.1. Dewan Pengurus Yayasan Trisakti Periode 20002005 berjumlah 34 orang; bukan seperti yang mereka 6. Bahwa Penggugat oleh hukum belum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban, sehingga bukanlah nyatakan dihadapan notaris, “…Bahwa dalam Rapat badan hukum
43
Lanjutan Tabel 1 ini telah dihadiri/diwakili oleh 10 dari 11 anggota Dewan Pengurus; 4.2. Universitas Trisakti tidak didirikan oleh Yayasan Trisakti pada tanggal 29 Nopember 1965 berdasarkan oleh Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No.013/dar Tahun 1965;24 Universitas Trisakti diadakan/didirikan atas perintah Presiden Republik Indonesia Pertama Dr. Ir. Soekarno beradasarkan Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No. 014/dar- tahun 1965 tanggal 19 Nopember 1965 4.3. Universitas Trisakti tidak pernah diserahterimakan kepada Yayasan Trisakti berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 029/U/1979 tertanggal 31 Desember 1979 karena Keputusan Menteri Pendidikan dan029/U/1979 tanggal 31Desember 1979adalah Keputusan tentang Pendirian Universitas Jember 5. Bahwa Anggaran Dasar Yayasan Trisakti yang termuat dalamAkta Notaris No. 22, tertanggal 7 September 2005 tentang Berita Acara Rapat Yayasan Trisakti, yang dibuat oleh/dihadapan Notaris Sutjipto, SH adalah Akta yang tidak sah dan batal demi hukum atau setidaknya dinyatakan batal 6. Bahwa Akta Anggaran Dasar Yayasan Trisakti tersebut telah di putuskan sebagai akta yang tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum/batal demi hukum serta kepengurusan Yayasan Trisakti adalah tidak sah maka asset-asset yang dikuasai oleh Tergugat (Yayasan Trisakti) harus dikembalikan kepada Penggugat 7. Bahwa materi eksepsi tergugat bukan materi eksepsi yang sebenarnya, akan tetapi telah menyangkut pokok perkara yang memerlukan pembuktian lebih lanjut dan bukan mengenai ketidakwenangan Hakimsehingga berdasarkan ketentuan Pasal 136 HIR serta sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I No. 361 K/Sip/1973 tertanggal 30 Desember 1975,maka tidak boleh diajukan dan dipertimbangkan sendiri-sendiri, melainkan diperiksa dan diputus bersama-sama pokok perkara 8. Bahwa berdasarkan pertimbangan diatas maka eksepsi tergugat haruslah ditolak
44
7. Bahwa oleh karena Penggugat bukanlah subjek hukum sehingga tidak dapat menggugat dan digugat
Tabel 2. Pertimbangan Hakim Kasasi dan Hakim Peninjauan Kembali Putusan Mahkamah Agung No.822/K/Pdt/2010 1.
2.
Putusan Mahkamah Agung No.406/PK/Pdt/2011
Bahwa alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan,karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum yang telah mempertimbangkan bahwa kedudukan Penggugat tidak berkualitas sebagai ius standi in judicio, sebagaimana diatur dalam: 1.1. Pasal 56 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, 1.2. Peraturan Pemerintah No. 60 dan 61 Tahun 1999, 1.3. Surat Dirjen Administrasi Hukum Umum No. C.H.T.01.10-18, tanggal 28 Oktober 2002, 1.4. putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 410 K/Pdt/2004 tertanggal 25 April 2005 Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan tersebut harus ditolak
1.
Bahwa alasan-alasan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali tersebut tidak dapat dibenarkan: 1.1. Bahwa Judex Juris tidak melakukan kekhilafan atau kekeliruan nyata memutus perkara 1.2. Bahwa pertimbangan Judex Facti / Pengadilan tinggi sudah tepat dan benar 1.3. Bahwa tidak sah dan tidak berkekuatan hukum Akta Pendirian Universitas Trisakti sebagai Badan Hukum Pendidikan, yaitu Akta No.27 tanggal 29 Agustus 2002
2.
Bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Universitas Trisakti tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak
Tabel 3. Amar putusan Putusan No.169/Pdt/G/2008/ PN.Jkt.Tim 1. Menolak eksepsi tergugat 2. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
Putusan No.263/Pdt/2009/PT. DKI
Putusan Mahkamah Agung No.822/K/Pdt/2010
Putusan Mahkamah Agung No.406/PK/Pdt/2011
1. Membatalkan Putusan No.169/Pdt/G/2008/P N.Jkt.Tim
Menolak permohonan kasasi dari Universitas Trisakti
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Universitas Trisakti
2. Menerima permohonan banding 3. Menyatakan dari Pembanding perbuatan Tergugat semula Tergugat merupakan Konvensi/Penggugat perbuatan melawan Rekonvensi Hukum 4. Menyatakan Rapat 3. Menerima eksepsi Dewan Pengurus tergugat (Yayasan Yayasan Trisakti Trisakti) yangdiselenggaraka n pada tanggal 7
45
Lanjutan Tabel 3. September 2005 tidak sah 5. Menyatakan Anggaran Dasar Yayasan Trisakti yang termuat dalam Akta Notaris No. 22 tertanggal 7 September 2005 tentang Berita Acara Rapat Yayasan Trisakti, yang dibuat oleh/di hadapan Notaris Sutjipto, SH., adalah akta yang tidak sah dan batal demi hukum
4. Menyerahkan pengelolaan terhadap Universitas Trisakti kepada Tergugat (Yayasan Trisakti)
6. Menyatakan Penggugat adalah Pembina dan Pengelola dari Universitas Trisakti 7. Menolak gugatan Penggugat selebihnya
D. ANALISIS TERHADAP STATUS BADAN HUKUM TRISAKTI DALAM PUTUSAN NO.822/K/PDT/2010 1. Putusan Hukum ada untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia, agar dapat menciptakan ketertiban dalam masyarakat.Hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan didalam
46
masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Sengketa Universitas Trisakti melawan Yayasan Trisakti mengenai pengelolaan aset Universitas Trisakti adalah suatu masalah dimana ada terjadi bentrokan kepentingan antara dua pihak yang merasa mempunyai hak untuk mengelola aset Universitas Trisakti. Hukum muncul disini sebagaimana tugas hukum yaitu membagi hak dan kewajiban antar perorangan didalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Putusan pengadilan Sengketa Universitas Trisakti melawan Yayasan Trisakti yaitu: 1. Putusan No.169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim tanggal 16 Desember 2008 2. Putusan No.263/PDT/2009/PT.DKI tanggal 30 September 2009 3. Putusan M.A No.822/K/Pdt/2010 tanggal 28 September 2010 4. Putusan M.A No.406/PK/Pdt/2011 tanggal 10 November 2011 Putusan hakim seperti yang telah ditulis sebelumya, dengan melihat pendapat para ahli maka Penulis menyimpulkan bahwa putusan hakim itu mempunyai tujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara atau sengketa, yang melibatkan para pihak yang bersengketa. Putusan yang dikeluarkan hakim untuk menyelesaikan sengketa tersebut harus memuat alasan dan dasar putusan, serta memuat Pasal tertentu dari
47
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar oleh hakim untuk mengadili. Pertimbangan hakim menjadi dasar bagi hakim untuk mengambil keputusan. Secara universal pertimbangan hakim didasarkan pada: 1. Bukti suatu dasar fakta hukum yang dapat disebut sebagai aspek materil perkara 2. Peraturan suatu dasar yuridis yang dapat disebut sebagai aspek formal perkara 3. Prinsip-prinsip terdiri dari asas-asas hukum dan kebiasaan dalam peradilan Putusan hakim juga seharusnya mengandung tiga unsur yaitu unsur kepastian hukum, unsur kemanfaatan, unsur keadilan. a. Pengadilan Negeri Pengadilan negeri memeriksa perkara secara menyeluruh, pada putusan perngadilan ini pengadilan negeri menolak eksepsi dari Yayasan Trisakti. Dimana dalam eksepsi Yayasan Trisakti menyatakan bahwa Universitas Trisakti bukanlah badan hukum tetapi pelaksana kegiatan dari Yayasan Trisakti yang bertujuan dalam bidang pendidikan. Putusan pengadilan negeri yang kemudian menolak eksepsi berdasarkan pertimbangan bahwa materi eksepsi bukan materi eksepsi yang sebenarnya dan bukan mengenai ketidakwenangan hakim menurut Penulis adalah suatu tindakan yang salah karena dalam materi tersebut 48
menguraikan tentang kedudukan subyek hukum dan subyek hukum adalah salah satu syarat dalam tata cara proses peradilan. Pada asasnya setiap pihak yang merasa mempunyai hak dan ingin menuntutnya atau ingin mempertahankan atau membelanya, berwenang untuk bertindak selaku pihak baik selaku penggugat maupun tergugat 38 . Namun ada syarat yang harus dipenuhi yakni : 1. Mempunyai kewenangan untuk menjadi pendukung hak 2. Mempunyai kemampuan untuk bertindak atau melakukan perbuatan hukum Mempunyai kewenangan untuk menjadi pendukung hak dan mempunyai kemampuan untuk bertindak melakukan perbuatan hukum adalah subyek hukum. Seperti yang telah diuraikan dalam putusan bahwa akta pendirian Badan Hukum Pendidikan Universitas Trisakti telah ditolak. Ini menunjukan bahwa Universitas Trisakti bukanlah badan hukum. Teori kekayaan bertujuan menyatakan adapun hak-hak yang diberikan kepada subyek hukum pada hakikatnya adalah hak-hak dengan tiada subyek hukum namun merupakan kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan yang dimiliki oleh tujuan itu. Kekayaan tersebut berasal dari kekayaan seseorang yang dipisahkan atau disendirikan dari orang yang bersangkutan dan diserahkan kepada badan tersebut misalnya: Yayasan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan lain-lain. 38
Soeroso, Tata Caradan Proses Persidangan,Sinar Grafika, Jakarta,2004 hal.11
49
Teori organ menyatakan bahwa badan hukum seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum, badan hukum tersebut menjadi suatu badan yang membentuk kehendaknya melalui perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut misalnya anggota atau pengurus. Teori Kekayaan Bertujuan dan Teori Organ inilah yang mendasari keberadaan Yayasan sebagai subyek hukum. Teori kenyataan yuridis mengatakan badan hukum dipersamakan dengan manusia adalah suatu realitas yuridis, yaitu suatu fakta yang diciptakan oleh hukum. Jadi adanya badan hukum itu karena ditentukan oleh hukum sedemikian itu. Melihat teori kenyataan yuridis dengan penolakan pendaftaran Badan Hukum Pendidikan Universitas Trisakti maka hukum menyatakan bahwa Universits Trisakti bukanlah badan hukum. Teori badan hukum diatas menunjukan bahwa yang merupakan badan hukum adalah Yayasan Trisakti sedangkan Universitas Trisakti bukanlah badan hukum, melainkan pelaksana kegiatan dari Yayasan Trisakti Status Universitas Trisakti bukanlah badan hukum menjadikan Universitas Trisakti tidak dapat menggugat dan digugat dalam pengadilan. Karena itu tindakan hakim yang menolak eksepsi dari pihak tergugat (Yayasan Trisakti) menurut Penulis tidak tepat.
50
Selain sebagai syarat untuk beracara di pengadilan status badan hukum juga berpengaruh pada pengelolaan Universitas Trisakti, karena dalam pengelolaan pendidikan tinggi, bila dilihat dari Undang Undang No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pengelolaan terhadap pendidikan tinggi terbagi dua yaitu pada Perguruan Tinggi Swasta yang harus melalui badan penyelenggara dan Perguruan Tinggi Negeri yang dapat dikelola langsung oleh perguruan tinggi tersebut. Putusan hakim yang menyatakan bahwa pengelolaan terhadap Universitas Trisakti diserahkan kepada pihak Universitas Trisakti (Thoby Mutis) menurut Penulis merupakan tindakan yang salah karena bila melihat pada Pasal 67 Undang Undang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa pengelolaan otonomi pada perguruan tinggi swasta diselenggarakan oleh badan penyelenggara, maka dengan status Universitas Trisakti sebagai Perguruan Tinggi Swasta pengelolaan terhadap Universitas Trisakti tidak dapat dikelola langsung oleh Universitas melainkan harus melalui badan penyelenggara yaitu Yayasan Trisakti. Universitas Trisakti sebagai perguruan tinggi swasta dapat dilihat pada saat ditolaknya pendaftaran Universitas Trisakti sebagai perguruan tinggi negeri oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1967.
51
b. Banding Peradilan tingkat banding dilakukan oleh peradilan tinggi yang merupakan peradilan “ulangan” atau “revisi” dari putusan pengadilan negeri. Pengadilan tinggi dalam tingkat banding ini memeriksa kembali perkara perdata secara menyeluruh, baik fakta maupun penerapan hukumnya Putusan hakim No.263/PDT/2009/PT.DKI tanggal 30 September 2009, merupakan hasil banding yang diajukan oleh pihak Yayasan Trisakti
kepada
Pengadilan
Tinggi
terhadap
Putusan
No.169/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Tim tanggal 16 Desember 2008. Pihak Yayasan Trisakti merasa tidak puas dengan putusan hakim yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang memenangkan pihak Universitas Trisakti dan kemudian mengajukan banding. Permintaan Banding tersebut kemudian dimenangkan oleh pihak Yayasan Trisakti. Sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan Tinggi tersebut Universitas Trisakti kemudian mengajukan kasasi dan peninjauan kembali kepada M.A namun MA merasa bahwa putusan Pengadilan Tinggi sudah tepat sehingga kasasi dan peninjauan kembali yang diajukan oleh Universitas Trisakti ditolak oleh Mahkamah Agung. Pertimbangan hakim pengadilan tinggi menyatakan bahwa pihak Universitas Trisakti bukanlah badan hukum sehingga Universitas Trisakti tidak dapat berperkara dipengadilan. Pertimbangan dari hakim
52
Pengadilan Tinggi dalam Putusan No.263/PDT/2009/PT.DKI tanggal 30 September 2009, antara lain: 1. Bahwa
dalam
pengadilan
tingkat
pertama
tidak
mempertimbangkan Penggunaan PP No. 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi Dan PP No. 61 Tentang Penetapan perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum untuk menentukan status Penggugat (Universitas Trisakti) sebagai Badan Hukum. 2. Bahwa gugatan Penggugat (Universitas Trisakti) diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tanggal 16 Juni 2008, pada waktu itu Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan belum ada, oleh karena itu Majelis Hakim Tingkat Banding akan mempertimbangkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999. 3. Bahwa dari ketentuan kedua peraturan pemerintah tersebut perguruan tinggi yang berbentuk badan hukum adalah perguruan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau yang disebut perguruan tinggi negeri, sedangkan Universitas trisakti adalah perguruan tinggi swasta atau perguruan tinggi yang diselenggarakan
oleh
berbentuk badan hukum.
53
masyarakat
sehingga
tidak
dapat
4. Bahwa disimpulkan Penggugat bukanlah badan hukum hal tersebut sesuai dengan putusan dalam perkara Nomor: 410 K/Pdt/2004 Jo No.411/Pdt.G/2002/ PN.Jkt.Bar antara Thoby Mutis dan kawan-kawan lawan Yayasan Trisakti cs yang menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum akta pendirian Universitas Trisakti Badan Hukum Pendidikan. 5. Bahwa karena penggugat bukanlah
badan
hukum
adalah universitas swasta dan maka
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999 maka tergugat adalah Pembina, penyelenggara dan pengelola universitas trisakti. 6. Bahwa Penggugat oleh hukum belum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban, sehingga bukanlah badan hukum. 7. Bahwa oleh karena Penggugat bukanlah subjek hukum sehingga tidak dapat menggugat dan digugat Berdasarkan pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi di atas, maka Pengadilan Tinggi dalam putusan bandingnya kemudian membatalkan putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan kemudian mengadili sendiri yang menyatakan bahwa Universitas Trisakti bukanlah badan hukum sehingga pengelolaan aset Universitas Trisakti yang sebelumnya telah dimenangkan oleh Universitas Trisakti melalui Pengadilan Negeri Jakarta Timur diserahkan kepada Yayasan Trisakti.
54
Inti dari pertimbangan hakim seperti yang telah Penulis paparkan di atas, bila dikaitkan dengan pengelolaan aset Universitas Trisakti yang menjadi sengketa menurut Penulis adalah masalah status badan hukum Universitas Trisakti. Karena bila Universitas Trisakti diakui sebagai subyek hukum maka Universitas Trisakti dapat berperkara dipengadilan dan dengan adanya status badan hukum maka Universitas Trisakti dapat mengelola sendiri aset yang dimiliki oleh Universitas Trisakti. Putusan hakim tingkat banding di Pengadilan Tinggi, tingkat kasasi Mahkamah Agung, dan tingkat Peninjauan Kembali Mahkamah Agung, semuanya menyatakan bahwa Universitas Trisakti bukanlah subyek hukum. Putusan hakim yang menyatakan bahwa Universitas Trisakti bukanlah subyek hukum muncul karena pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa Universitas Trisakti bukan badan hukum sehingga Universitas Trisakti tidak dapat berperkara di pengadilan. Pertimbangan hakim dalam putusan itu berdasarkan subyek hukum. Pengertian subyek hukum itu sendiri adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Subyek hukum antara lain adalah manusia dan badan hukum. Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Menurut teori badan hukun yaitu dapat dilihat bahwa badan hukum itu ada karena ditentukan oleh hukum sedemikian rupa, bila dikaitkan
55
dengan kasus sengketa trisakti ini maka bila oleh putusan pengadilan dinyatakan bahwa Universitas Trisakti bukan badan hukum, maka Universitas Trisakti tidak dapat menjadi badan hukum dan tidak bias menjadi pemangku hak dan kewajiban. Pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa kedudukan Universitas Trisakti sebagai ius standi in judicio dengan melihat: 1. Surat Dirjen Administrasi Hukum Umum No. C.H.T.01.10-18, tanggal 28 Oktober 2002, yang isinya tentang penolakan anggaran dasar pendirian Badan Hukum Pendidikan Universitas Trisakti 2. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 410 K/Pdt/2004 tertanggal 25 April 2005 pada amar no.4, yang Menyatakan tidak
sah dan tidak berkekuatan hukum Akta Pendirian Universitas Trisakti Badan Hukum Pendidikan No.27, tanggal 29 Agustus 2002 yang dibuat di hadapan Edy Priyono, SH., Notaris di Jakarta 3. Pasal 56 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 4. Peraturan Pemerintah No. 60 dan 61 Tahun 1999 Pada 4 poin di atas dapat dilihat bahwa Universitas Trisakti belum menjadi badan hukum karena: 1. Penolakan terhadap anggaran dasar pendirian BHP Universitas Trisakti 2. Adanya yurisprudensi yang menyatakan tidak sah dan tidak
berkekuatan hukum Akta Pendirian Universitas Trisakti Badan 56
Hukum Pendidikan No.27, tanggal 29 Agustus 2002 yang dibuat di hadapan Edy Priyono, SH., Notaris di Jakarta 3. Undang-undang dan peraturan yang menyebutkan bahwa
Universitas Swasta tidak dapat berbadan hukum Putusan hakim Pengadilan Tinggi tersebut membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.Keputusan tersebut menurut Penulis telah benar karena pertimbangan hakim tersebut telah memenuhi asas universal pertimbangan hakim yaitu: 1. Bukti Surat Dirjen Administrasi Hukum Umum No.C.H.T.01.10-18, tanggal 28 Oktober 2002, yang isinya tentang penolakan anggaran dasar pendirian Badan Hukum Pendidikan Universitas Trisakti.Dengan adanya bukti bahwa Universitas Trisakti bukan Badan Hukum Pendidikan maka Universitas Trisakti dalam pengelolaannya berada di bawah Yayasan Trisakti. 2. Dasar hukum pertimbangan hakim a. Yurisprudensi berupa putusan dalam perkara Nomor: 410
K/Pdt/2004 Jo Nomor 411/Pdt.G/2002/ PN.Jkt.Bar b. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah No. 61 Tahun 1999. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa pertimbangan hakim yang menyatakan belum berbadan hukum telah benar. Hal itu berakibat bahwa pihak Universitas Trisakti tidak dapat berperkara dipengadilan
57
Tindakan pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri juga benar karena “putusan pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri apabila hakim banding menilai putusan pengadilan negeri tersebut tidak benar ditinjau dari penerapan hukum acara dan hukum material serta tidak sesuai dengan rasa keadilan”. Alasan material adalah “Bahwa putusan pengadilan negeri harus dibatalkan karena berdasarkan pertimbangan yang kurang lengkap (onvoldoende gemotiveerd)”. Pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa Universitas Trisakti bukan subyek hukum, bila dilihat melalui Undang Undang Pendidikan Tinggi, menurut Penulis sangatlah tepat. Penulis memakai UU Pendidikan Tinggi karena UU Pendidikan Tinggi merupakan Undang-undang yang sekarang menjadi patokan dalam Pendidikan Tinggi. Undang undang Pendidikan Tinggi dalam Pasal 1 ayat (8) menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya disingkat PTS adalah
Perguruan Tinggi yang didirikan dan atau diselenggarakan oleh masyarakat. Sejarah Universitas Trisakti sendiri bila dilihat dapat diketahui bahwa didirikan oleh Yayasan Baperki dengan nama Universitas Baperki kemudian setelah dibuka kembali oleh pemerintah kemudian
menjadi
Universitas
Trisakti.Jadi
pemerintah
hanya
membuka kembali dan bukan mendirikan kembali Universitas Trisakti.
58
Uraian di atas menunjukan bahwa Universitas Trisakti adalah obyek hukum yang berfungsi untuk melaksanakan Pendidikan Tinggi, bukan sebagai subyek hukum. c. Kasasi Tingkat kasasi bukanlah peradilan yang ketiga yang memeriksa perkara, namun memeriksa masalah hukum atau penerapan hukumnya saja. Putusan M.A No.822/K/Pdt/2010 tanggal 28 September 2010 dalam putusannya menyatakan bahwa M.A menolak kasasi dari Universitas Trisakti. Putusan M.A menolak kasasi dari Universitas Trisakti berdasarkan pertimbangan yaitu bahwa putusan hakim banding telah benar dan tidak bertentangan dengan hukum dan undang-undang, menurut Penulis pertimbangan hakim tersebut telah benar dan sesuai karena menurut bukti yang ada Universitas Trisakti bukanlah badan hukum melainkan pelaksana kegiatan dari Yayasan Trisakti. d. Peninjauan Kembali Putusan
terhadap
peninjauan
kembali
yang
diajukan
oleh
Universitas Trisakti juga ditolak oleh M.A dengan pertimbangan bahwa putusan yang dikeluarkan hakim pada tingkat kasasi dan tingkat banding telah benar. Peninjauan kembali ditolak apabila Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh pemohon tidak beralasan. Ini dapat disebabkan permohonan peninjauan kembali
59
tidak didukung oleh fakta yang menjadi alasan dan dasar peninjauan kembali atau Judex Facti yang dimohonkan peninjauan kembali tidak melanggar alasan-alasan peninjauan kembali. Penulis juga setuju dengan pertimbangan hakim peninjauan kembali ini. Pertimbangan hakim yang menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999 sebagai dasar hukum pertimbangan hakim untuk menentukan apakan Universitas Trisakti dapat menjadi badan hukum juga menjadi permasalahan bagi Universitas Trisakti Pertimbangan hakim peninjauan kembali juga menyatakan bahwa, alasan peninjauan kembali yang diajukan pihak Universitas Trisakti tidak termasuk salah satu alasan peninjauan kembali. Alasan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah berkuatan hukum tetap adalah: 1. Apabila putusan didasarkan pada suatu: a. Kebohongan b. Tipu muslihat pihak lain yang diketahui setelah perkara diputus c. Bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu 2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat diketemukan (novum) 3. Apabila telah dikabulkan mengenai:
60
a. Suatu hal tidak dituntut b. Lebih daripada yang dituntut 4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya 5. Putusan bertentangan antara satu dengan yang lainnya Dalam hal ini terdapat: a. Pihak-pihak yang sama b. Mengenai soal yang sama c. Atas dasar yang sama d. Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya 6. Apabila dari suatu putusan terdapat c. Suatu kekhilafan hakim d. Suatu kekeliruan yang nyata 2. Persoalan Pengelolaan Pendidikan Tinggi Dalam Kasus Sengketa Universitas Trisakti Melawan Yayasan Trisakti. Pengelolaan terhadap Pendidikan Tinggi bila dilihat dalam Undang Undang Pendidikan Tinggi No.12 Tahun 2012, bagian kelima, Pasal 62 sampai Pasal 68 bertujuan untuk memberikan otonomi pada perguruan tinggi untuk mengelola sendiri perguruan tinggi tersebut dalam bidang akademik maupun dalam bidang non-akademik. Bidang akademik mencakup kurikulum dan proses pembelajaran, sedangkan non akademik mencakup bidang keuangan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan bidang lain yang dianggap relevan.
61
Penyelenggaraan otonomi pada perguruan tinggi dalam Undang Undang Pendidikan Tinggi terbagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Pemberian otonomi kepada Perguruan Tinggi Negeri Diberikan
oleh
menteri
pendidikan
secara
selektif
dengan
membentuk PTN badan hukum serta bertujuan agar dapat menghasilkan pendidikan tinggi yang bermutu. Sehingga dalam PTN otonomi terhadap pengelolaan pendidikan tinggi, langsung diberikan kepada Perguruan Tinggi tersebut. 2. Pemberian otonomi pada Perguruan Tinggi Swasta. Perguruan Tinggi Swasta dapat melaksanakan otonomi dalam pengelolaan pendidikan tinggi tetapi dalam pelaksanaan otonomi dalam pengelolaan tersebut tidak seperti pada Perguruan Tinggi Negeri yang langsung dapat dikelola oleh perguruan tinggi melainkan harus melalui badan penyelenggara. Keinginan dari pihak Universitas Trisakti untuk mengelola sendiri aset-aset yang dimiliki oleh Universitas Trisakti ini dapat dilihat sebagai salah satu keinginan untuk melaksanakan otonomi dalam pengelolaan perguruan tinggi, tetapi berdasarkan Undang Undang Pendidikan Tinggi status Universitas Trisakti sebagai universitas swasta membuat Universitas Trisakti tidak dapat mengelola sendiri aset Universitas Trisakti secara akademik maupun non akademik Ditolaknya anggaran dasar pendirian status Badan Hukum Pendidikan berdasarkan Surat Dirjen Administrasi Hukum Umum No.C.H.T.01.10-18, 62
tanggal 28 Oktober 2002, dan putusan dalam perkara Nomor: 410
K/Pdt/2004 Jo Nomor 411/Pdt.G/2002/ PN.Jkt.Bar yang menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum Akta Pendirian Universitas Trisakti Badan Hukum Pendidikan No.27, tanggal 29 Agustus 2002 yang dibuat di hadapan Edy Priyono, SH., Notaris di Jakarta menunjukan bahwa Universitas Trisakti adalah Universitas swasta.
Universitas Trisakti sebagai Perguruan Tinggi Swasta juga dapat dilihat melalui sejarah pada tahun 1967, ketika kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri, SH ditawarkan agar Universitas Trisakti menjadi Perguruan Tinggi Negeri, pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan untuk Universitas Trisakti tetap sebagai Perguruan Tinggi Swasta, karena negara tidak sanggup membiayai. 39 Sebagai universitas swasta Universitas Trisakti dalam melaksanakan otonomi harus melalui badan penyelenggara hal ini sesuai dengan Undang Undang Pendidikan Tinggi Pasal 67 yang menyatakan bahwa penyelengaraan otonomi pada Perguruan Tinggi Swasta dilakukan oleh badan penyelenggara. Sehingga dari Undang Undang Pendidikan Tinggi Pasal 67 dapat disimpulkan bahwa
universitas
swasta
adalah
pelaksana
dari
pengelolaan
badan
penyelenggara yang bergerak dalam bidang pendidikan tinggi.
Badan penyelenggara yang dimaksud dalam Undang Undang Pendidikan Tinggi adalah badan penyelenggara yang berbadan hukum, berprinsip nirlaba, serta wajib mendapatkan izin menteri. Hal ini sesuai 39
http://hukum.kompasiana.com/2011/05/19/sengketa-yayasan-trisakti-dengan-thoby-mutis 365321.html, diunduh, 29 November 2013 pukul 19.14.
63
dengan
Pasal
60
Undang
Undang
Pendidikan
Tinggi.
Badan
penyelenggara yang dimaksud dalam Undang Undang Pendidikan Tinggi adalah: 1. Yayasan 2. Perkumpulan 3. Bentuk lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Undang-undang Pendidikan Tinggi Pasal 60 menunjukan bahwa Pendidikan dapat menjadi salah satu tujuan dari yayasan. Yayasan menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No 28 tahun 2004 tentang Yayasan menyatakan“Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan guna mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak memiliki anggota.” Yayasan untuk mencapai tujuannya membutuhkan organ yang terdiri dari pembina, pengawas dan pengurus. Setiap organ yayasan tersebut mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri. Pengurus menurut Undang-undang No 28 tahun 2004 tentang Yayasan Pasal 35 bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk mencapai tujuan dan kepentingan yayasan. Untuk mencapai tujuannya maka pengurus berhak untuk mengangkat pelaksana kegiatan yayasan. Pengelolaan pendidikan tinggi swasta bila dilihat menurut Undang undang Yayasan dan Undang undang Pendidikan Tinggi maka kemandirian akademik dan non akademik berdasarkan Undang-undang 64
Pendidikan Tinggi harus diletakan dalam kerangka struktur badan yayasan sebagai berikut:
PEMBINA
Mengangkat dan memberhentikan
PENGAWAS
Mengawasi Memberi nasehat
PENGURUS Melakukan pengelolaan akademik maupun non akademik pada Pendidikan Tinggi
Mengangkat dan memberhentikan
PELAKSANA KEGIATAN YAYASAN Rektor, Pembantu Rektor, Dekan, Dosen, Tenaga Administrasi, dll.
Berdasarkan bagan di atas, dapat dilihat bahwa rektor perguruan tinggi swasta berada di bawah pengurus. Fungsi rektor adalah sebagai pelaksana kegiatan yayasan untuk mencapai tujuan dan kepentingan yayasan dalam bidang pendidikan.
65
Sengketa pengelolaan antara Universitas Trisakti dan Yayasan Trisakti menurut Penulis dengan mengacu pada uraian di atas, maka pengelolaan terhadap pendidikan tinggi swasta tidak dapat dilakukan oleh rektor seperti yang dilakukan oleh Thoby Mutis karena kedudukan Thoby sebagai rektor ada di bawah pengurus yayasan. Sehingga dalam kasus sengketa Universitas Trisakti melawan Yayasan Trisakti ini, pengelolaan pendidikan tinggi secara akademik maupun non akademik Universitas Trisakti harus kembali pada pengurus Yayasan Trisakti. Pengurus yayasan adalah perwujudan dari yayasan, hal ini dapat dilihat dari pemberian tanggung jawab secara penuh oleh yayasan pada pengurus yayasan untuk mencapai tujuan yayasan. Pemberian tanggung jawab secara penuh oleh yayasan ini membuat pengurus mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan yayasan yang berfungsi untuk membantu pengurus melaksanakan tugasnya sesuai dengan Undang undang No. 28 tahun 2004 tentang Yayasan Pasal 35 ayat (3). Hal di atas menunjukan bahwa pelaksana kegiatan yayasan ada dalam yayasan, sehingga pelaksana kegiatan yayasan bukanlah badan hukum. Pelaksana kegiatan yayasan yang diangkat oleh pengurus yayasan bertujuan
membantu
pengurus
melaksanakan
tugasnya.
Dalam
pengelolaan pendidikan tinggi pelaksana kegiatan yayasan tersebut diwujudkan dengan adanya pembentukan rektorat oleh pengurus yayasan.
66
Yayasan bila dikaitkan dengan pengelolaan pendidikan tinggi, maka perguruan tinggi sebagai badan pelaksana berada didalam yayasan, hal ini menunjukan bahwa perguruan tinggi bukanlah badan hukum. Sehingga walaupun dalam Undang Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi memberikan otonomi pada rektor untuk mengelola sendiri bidang akdemik dan non akademik dalam perguruan tinggi, tetapi dalam konteks hukum yayasan karena perguruan tinggi adalah pelaksana kegiatan yayasan, maka pelaksanaan pengelolaan terhadap perguruan tinggi yang berada di bawah yayasan dilakukan oleh yayasan itu sendiri bukan oleh pelaksana kegiatan yayasan. Perguruan tinggi swasta ada dalam yayasan maka dalam kasus sengketa pengelolaan Universitas Trisakti ini, Yayasan Trisakti dapat mengambil kembali kewenangan yang telah diberikan pada Thoby Mutis selaku rektor dan menunjuk kembali rektor baru untuk menjalankan kewenangan dalam Universitas Trisakti. Karena seperti yang telah diuraikan oleh Penulis bahwa rektor adalah pelaksana kegiatan yayasan dan pengurus mempunyai hak untuk mengangkat dan memberhentikan pelaksanan kegiatan yayasan.
1. 67