BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Adanya krisis ekonomi global memiliki dampak yang signifikan terhadap
perkembangan pasar modal di Indonesia. Dampak krisis keuangan dunia atau lebih dikenal dengan krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika jelas–jelas sangat berpengaruh terhadap Indonesia. Karena sebagian besar ekspor Indonesia dilakukan di pasar Amerika dan tentu saja hal itu sangat mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Salah satu dampak yang paling berpengaruh dari krisis ekonomi Amerika adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang semakin tidak sehat. Pasar modal yang sedang mengalami peningkatan (Bullish) atau mengalami penurunan (Bearish) terlihat dari naik turunnya harga-harga saham yang tercatat yang tercermin melalui suatu pergerakan indeks atau lebih dikenal dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ardian Agung Witjaksono (2010) ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi Indeks Saham, antara lain tingkat inflasi, tingkat suku bunga domestik, kurs valuta asing, kondisi perekonomian internasional, siklus ekonomi suatu negara, peraturan perpajakan, jumlah uang yang beredar. Selain indikator di atas, ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu bursa-bursa regional, utamanya adalah Amerika Serikat yang mempunyai industri pasar modal terbesar di dunia. Sehingga dijadikan sebagai indikator perkembangan bursa-bursa yang lain termasuk Indonesia di Bursa Efek Indonesia yang dipengaruhi oleh perkembangan bursa AS yang rentan terhadap perubahan kebijakan moneter dan fiskal. Sunariyah, (2006: 20-22). Untuk Amerika Serikat indeks yang dapat dijadikan proksi adalah Indeks Dow Jones. Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar saham tertua di Amerika Serikat dan merupakan
representasi
dari
kinerja
industri
terpenting
di
Amerika
Serikat
(www.nyse.com). Perusahaan yang tercatat di Indeks Dow Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Kegiatan operasi mereka tersebar di seluruh dunia. Perusahaan seperti Coca-Cola, ExxonMobil, Citigroup, Procter & Gamble adalah salah 1satu contoh perusahaan yang tercatat di Dow Jones dan beroperasi di Indonesia
(www.kompas.com). Perusahaan-perusahaan tersebut pada umumnya beroperasi secara langsung di Indonesia. Indeks Dow Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian Amerika Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan kondisi perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik investasi langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran modal yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Arus globalisasi telah menyebabkan terjadinya integrasi pasar dunia sehingga suatu negara tidak akan dapat terhindar dari pengaruh perubahan ekonomi dibelahan dunia lainnya. Semakin terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis disuatu negara dengan cepat merambat ke negara lainnya. Prahara keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS) yang mulai terasa pada awal tahun 2008, akibat macetnya subprime mortgage secara cepat mengalir dan menyebar pada sistem keuangan dunia. Pergeseran arus modal yang besar dan tiba-tiba pada berbagai negara membawa gunjangan pada kondisi stabilitas sistem keuangan negara-negara tersebut. Salah satu dampak dari prahara keuangan yang terjadi di Amerika Serikat yaitu melemahnya indeks harga saham di Amerika Serikat yaitu Indeks Dow Jones. Akibatnya, ketika Indeks Dow Jones melemah maka indeks-indeks di negara lain akan ikut melemah termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Selain itu, tingkat inflasi meningkat tajam akibat adanya krisis global di Amerika Serikat. Beberapa sektor yang terdapat pada Indeks Dow Jones dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak luput terkena dampak dari krisis global yang terjadi di Amerika Serikat. Beberapa sektor yang terkena dampak diantaranya sektor industri otomotif, industri telekomunikasi dan lain-lain.
Berdasarkan (www.detikfinance.com) jika diringkas selama tahun 2008 hampir semua bursa global mengalami penurunan yang sangat besar, sehingga tercatat sebagai yang terburuk. Hal ini dikutip dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri ketika pada bulan Desember 2008 tercatat turun 51,17% ke level 1.340,89. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia mencatat penurunan yang terburuk ke empat setelah indeks saham di Shenzen, Shanghai, dan Mumbai. Akan tetapi tahun 2009, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memperlihatkan tren positifnya dimana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh level tertingginya yaitu pada level 2.559 dan menutup tahun 2009 dengan indeks yang masih berada pada kisaran 2.534. Tren positif tersebut berlanjut di tahun 2010, selama perjalanan tahun 2010 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pernah menciptakan sejumlah rekor yaitu pernah mencapai rekor tertingginya di level 3.786,097. Tren positif bursa Indonesia itu mengindikasikan bahwa krisis ekonomi global telah dapat diatasi khususnya di kegiatan pasar modal secara global. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bayu Gusdono (2010) mengungkapkan bahwa pada umumnya para ahli sepakat bahwa bursa-bursa saham internasional saling terkait satu sama lain. Pasar modal Indonesia melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bursa saham global. Fenomena yang terjadi karena globalisasi serta Indonesia sebagai anggota World Trade Organization telah membuka bursa saham bagi investor asing yang berinvestasi diseluruh dunia. Oleh karena itu, perubahan di satu bursa juga akan ditransmisikan ke bursa negara lain. Dalam hal ini, biasanya bursa yang lebih besar akan mempengaruhi bursa yang lebih kecil. Keterkaitan pasar modal Indonesia dengan pasar modal luar negeri dimulai setelah diperbolehkannya para investor asing untuk ikut memiliki saham-saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kondisi pasar modal di Indonesia juga tergantung dengan tingkat inflasi, pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada pasar modal di Indonesia. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Inflasi ditandai dengan adanya kecenderungan kenaikan tingkat harga umum dan berlangsung terus menerus, dengan kata lain adanya kenaikan harga barang-barang akan membuat biaya produksi perusahaan menjadi meningkat. Maka hal ini akan menurunkan laba perusahaan, dimana akan berdampak pada turunnya harga saham maupun kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen. Dengan demikian, inflasi memiliki pengaruh terhadap harga saham. Argumen yang dapat menguatkan penyataan di atas sekilas diungkapkan oleh J.Racbini (2001:151) sebagai berikut : “ Bank Indonesia berperan dalam menjaga nilai rupiah sehingga suku bunga terjaga dan tingkat inflasi yang terjaga, dan nilai tukar yang stabil berpengaruh pada kestabilan indeks harga-harga”. Berdasarkan (www.setneg.go.id) jika diringkas, selama tahun 2008 salah satu dampak negatif dari krisis global yaitu adanya dorongan laju inflasi. Tekanan inflasi semakin tinggi akibat harga komoditi global yang tinggi. Karena melemahnya Rupiah terhadap USD, maka harga barang-barang juga akan terimbas untuk naik. Akan tetapi, tekanan inflasi telah menunjukkan kecenderungan menurun sejak triwulan IV-2008 seiring dengan penurunan harga komoditas minyak dan pangan dunia, meskipun secara keseluruhan laju inflasi pada tahun 2008 masih lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pengumuman inflasi Oktober tahun 2008 sebesar 0,45% yang lebih rendah dibandingkan inflasi September menyebabkan indeks di BEI pada awal Nopember sempat menguat menjadi 1.352,716 yang akhirnya ditutup menjadi 1.355,408 pada penghujung tahun 2008. Faktor-faktor ekonomi makro secara empiris telah terbukti mempunyai pengaruh terhadap perkembangan investasi di berbagai negara khususnya investasi dalam pasar modal. Tandelilin (2001:213-216) merangkum beberapa faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap investasi di suatu negara, diantaranya adalah laju pertumbuhan tingkat inflasi. Pengamatan terhadap perubahan beberapa variabel atau indikator ekonomi makro dipercaya bisa membantu investor dalam meramalkan apa yang akan terjadi pada perubahan pasar modal.
Tandelilin (2001:211), menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara harga saham dan kinerja ekonomi makro, dan menemukan bahwa perubahan pada harga saham selalu terjadi sebelum terjadinya perubahan ekonomi. Salah satu alasannya yaitu kinerja pasar modal akan bereaksi terhadap perubahan-perubahan ekonomi makro seperti perubahan tingkat bunga, inflasi, atau jumlah uang yang beredar. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Deddy Azhar Mauliano (2010) mengungkapkan bahwa pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti faktor yang berasal dari luar negeri (Ekternal) dan faktor yang berasal dari dalam negeri (Internal). Faktor yang berasal dari luar negeri tersebut bisa datang dari indeks bursa asing Negara lain misalnya Indeks Dow Jones, trend pergerakan harga minyak luar negeri, trend harga emas luar negeri dan adanya sentimen pasar luar negeri. Sedangkan faktor yang berasal dari dalam negeri bisa datang dari nilai tukar mata uang Negara tersebut terhadap Negara lain, tingkat suku bunga dan inflasi yang terjadi di Negara tersebut. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai :“ Pengaruh Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan Tingkat Inflasi (IHK) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2010”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan Indeks Dow Jones, Tingkat Inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2010? 2. Bagaimana Indeks Dow Jones dan Tingkat Inflasi berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2010? 3. Bagaimana Indeks Dow Jones dan Tingkat Inflasi berpengaruh secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2010?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan Indeks Dow Jones, dan Tingkat Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perkembangan Indeks Dow Jones, Tingkat Inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2010. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Indeks Dow Jones dan Tingkat Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara simultan pada kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2010. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Indeks Dow Jones dan Tingkat Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2010.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Investor
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi sebelum mengambil keputusan investasi di pasar modal pada saat terjadi krisis keuangan global berkaitan dengan perubahan dari bursa internasional dan tingkat inflasi terhadap indeks harga saham gabungan. 2. Penulis Untuk menerapkan teori-teori yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan ke dalam praktek sehari-hari sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini. 3. Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan
bagi
pihak-pihak
kegiatan perusahaan.
yang terkait
dan
mempunyai
kepentingan
dalam
4. Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan dokumentasi dalam penyediaan bahan studi bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan referensi untuk peneliti-peneliti sebelumnya.
1.5 Kerangka Pemikiran Pasar modal adalah tempat pertemuan antara penawaran dengan permintaan surat berharga (Sunariyah, 2006:5). Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor (Suad Husnan, 2005). Pasar modal memiliki beberapa fungsi strategis yang menyebabkan lembaga ini mempunyai daya tarik baik bagi pihak yang membutuhkan dana, pihak yang memiliki dana, maupun pemerintah. Dalam melakukan investasi para investor tidak begitu saja menanamkan modalnya kepada asset tertentu, melainkan harus dengan pertimbangan dan analisis-analisis tertentu. Analisis dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh return dan risiko yang optimum. Mengacu pada teori manajemen keuangan, penyederhanaan risiko-risiko atau klasifikasi risiko total (Kamarudin Ahmad, 2004:100) menjelaskan risiko terdiri dari dua jenis risiko, yang pertama yaitu risiko sistematis, disebut pula risiko pasar yang berkaitan dengan perekonomian secara makro, misalnya purchasing, power risk, political risk, foreign exchange risk, dan risiko lainnya. Yang kedua yaitu risiko tidak sistematis, disebut juga risiko khususnya yang terdapat pada masing-masing perusahaan, seperti risiko kebangkrutan, risiko manajemen, dan risiko industri yang dapat didiversifikasi. Pasar modal Indonesia melalui Bursa Efek Indonesia merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bursa saham global. Oleh karena itu, perubahan di satu bursa juga akan ditransmisikan ke bursa negara lain. Dalam hal ini biasanya bursa yang lebih besar akan mempengaruhi bursa yang lebih kecil. Adanya hubungan antara pasar modal dunia, juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Bakri Abdul Karim, M. Shabri, dan S.AAbdul Karim dengan judul ”Financial Integration between Indonesia and Its Major Trading Partners” yang dilakukan pada tahun 2008. Hasil penelitian mereka mengemukakan bahwa selama
periode pengamatan dari bulan Juli tahun 1998 hingga bulan Desember tahun 2007, ditemukan indikasi bahwa pasar modal Indonesia sudah terintegrasi dengan pasar modal Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan China. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal dunia atau global baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam pasar global dewasa ini, pasar modal antar negara akan saling berinteraksi dan saling mempengaruhi, terutama oleh pasar Amerika dengan tingkat kapitalisasi terbesar di dunia. Perubahan indikator ekonomi di pasar Amerika berpengaruh kuat terhadap perubahan market di negara lain. Ini terbukti dengan terjadinya krisis keuangan global sepanjang tahun 2008 yang bermuara dari subprime mortgage di Amerika. Pergeseran arus modal yang besar dan tiba-tiba pada berbagai negara membawa gunjangan pada kondisi stabilitas sistem keuangan negara-negara tersebut. Salah satu dampak dari prahara keuangan yang terjadi di Amerika Serikat yaitu melemahnya indeks harga saham di Amerika Serikat yaitu Indeks Dow Jones. Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar saham tertua di Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja industri terpenting di Amerika Serikat. Indeks yang digunakan untuk mengukur kinerja Bursa saham Amerika. (www.nyse.org). Akibatnya, ketika Indeks Dow Jones melemah maka indeks-indeks di negara lain akan ikut melemah termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Selain itu, tingkat inflasi meningkat tajam akibat adanya krisis global di Amerika Serikat. Selain pengaruh dari bursa global, investor juga harus memperhatikan beberapa faktor-faktor fundamental ekonomi (makro ekonomi) dalam negeri yang diantaranya yaitu perubahan tingkat inflasi. Menurut pernyataan Harianto dan Sudomo (1998) peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi pasar modal, karena inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan menurun, dan hal ini akan berdampak terhadap ekspektasi pemodal terhadap harga saham perusahaan.
Menurut Sadono Sukirno (2004:14) ,“Inflasi didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Kenaikan inflasi akan meningkatkan biaya perusahaan. Harga-harga barang komoditi ataupun jasa yang meningkat menyebabkan biaya produksi juga meningkat. Dengan adanya kenaikan inflasi, pendapatan perusahaan yang diperoleh dari hasil penjualan juga akan meningkat, tetapi apabila biaya perusahaan lebih besar dibandingkan dengan pendapatannya, maka keuntungan yang tersedia untuk pemegang saham juga akan mengalami penurunan. Menurut Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh 1) Bayu Gusdono (2010) dalam topiknya yang berjudul “Pengaruh Indeks Dow Jones, Suku Bunga SBI, Kurs Dollar AS Dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode 2008-2009”. Penulis menyimpulkan bahwa (1) Indeks Dow Jones, Suku Bunga SBI, Kurs Dollar AS, dan Tingkat Inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap IHSG pada periode Januari 2008 – Desember 2009. (2) Indeks Dow Jones berpengaruh positif secara signifikan terhadap IHSG. Sedangkan Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar AS berpengaruh negatif terhadap IHSG. Pada periode yang sama, Tingkat Inflasi tidak berpenagruh secara signifikan terhadap IHSG. 2) Edison Salomo (2006) dalam topiknya yang berjudul “ Pengaruh Perubahan Indeks Dow Jones, Harga Minyak Mentah Dunia, dan Kurs Dollar terhadap Perubahan Indeks Nikkei, Hang Seng, Dan IHSG”. Penulis menyimpulkan bahwa periode oktober 2004 sampaI oktober 2005, Indeks Dow Jones, Harga Minyak Mentah Dunia dan Kurs Dollar berpengaruh terhadap perubahan Indeks Nikkei, perubahan Indeks Hang Seng Dan perubahan IHSG baik simultan maupun parsial. 3) Diondra Nirmala (2010) dalam topiknya yang berjudul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga (SBI) Dan Tingkat Inflasi (IHK) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2004 – 2009”. Penulis menyimpulkan bahwa Tingkat Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi (IHK) tidak berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). 4) Edo Yerifian (2009) dalam topiknya yang berjudul “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Per Dollar, Tingkat Suku Bunga (SBI), Dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Penulis menyimpulkan bahwa (1) Nilai Tukar Rupiah per Dollar AS, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. (2) Secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara Nilai Tukar Rupiah Per Dollar AS, Tingkat Suku Bunga SBI Dan Tingkat Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.
Tabel 1.1 Pemetaan Penelitian Sebelumnya Peneliti
Dow Jones
Hangseng
Nikkei
Harga Minyak Mentah
Kurs Dollar
SBI
Inflasi
IHSG
SIMULTAN
PARSIAL
Bayu Gusdono
√
−
−
−
√
√
√
√
√
−
Edison Salomo
√
√
√
√
√
−
−
√
√
√
Diondra Nirmala
−
−
−
−
−
√
√
√
−
−
Edo Yerifian
−
−
−
−
√
√
√
√
√
√
Soni Sanjaya (Penulis)
√
−
−
−
−
−
√
√
√
√
Sumber : Penulis Berdasarkan pemikiran dan penelitian terdahulu di atas perubahan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal diantaranya disebabkan oleh perubahan indeks bursa global yang diwakili oleh Indeks Dow Jones dan perubahan Tingkat Inflasi.
Gambar 1.1 Model Kerangka Pemikiran
Pasar Modal Global
Kinerja
Pasar Modal
(Dow Jones)
Pasar Modal
Indonesia
Investasi
Risiko Tidak
Risiko
Sistematis
Sistematis
IHSG
Faktor non
Faktor
Fundamental
Fundamental
= Variabel yang diteliti
Tingkat Inflasi
= Variabel yang tidak diteliti
1.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian kerangka pemikiran yang telah diuraikan pada gambar 1.1, maka penulis mengambil suatu hipotesis bahwa : 1. Indeks Dow Jones dan Tingkat Inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 2. Indeks Dow Jones secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 3. Tingkat Inflasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
1.7 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif menggambarkan atau melukiskan atas setiap data aktual serta fenomena yang ada. Menurut Nazir (2005:89) pengertian metode deskriptif sebagai berikut : “Metode deskriptif adalah studi untuk menentukan fakta dengan interprestasi yang tepat, dimana di dalamnya termasuk studi untuk melukiskan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena, kelompok atau individu, serta studi untuk menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk meminimalisasikan bias dan memaksimumkan realibilitas.” Metode ini bertujuan untuk menjawab permasalahan mengenai seluruh variabel penelitian secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Kemudian definisi metode verifikatif menurut Rasyad (2003:6) sebagai berikut : “Metode verifikatif adalah metode yang digunakan untuk melakukan perkiraan (estimate) dan pengujian hipotesis.” Metode ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kausalitas antar variabel suatu pengujian hipotesis melalui suatu perhitungan statistik sehingga didapat hasil kesimpulan yang menunjukkan hipotesis tersebut ditolak atau diterima. Jadi metode verifikatif untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
1.8 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Oktober 2011 sampai dengan penyusunan skripsi ini selesai. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data laporan dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks Dow Jones dan pergerakan Tingkat Inflasi (IHK) pada setiap tahun nya dimana data diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id), Bank Indonesia (www.bi.go.id), New York Stock Exchange (www.nyse.com), dan lain-lain.