1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Masalah rendahnya mutu sekolah sudah sangat sering dikeluhkan masyarakat. Hal ini peranan guru merupakan salah satu unsur yang dianggap sangat menentukan. Dengan kata lain, rendahnya mutu sekolah dipandang mempunyai kaitan langsung dengan rendahnya mutu guru. Orangtua melihat sekolah, terutama dilihat mutu gurunya. Sebab mutu guru yang rendah menyebabkan mutu sekolah yang rendah pula. Sebagian besar guru dianggap mutunya rendah. Sesungguhnya mutu sekolah bukan saja masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dan juga bukan soal dana. Meskipun Amerika Serikat (AS) membelanjakan separuh dari pendapatannya untuk pendidikan, tetapi mutu pendidikannya kalah dari Jepang dan Jerman yang mengeluarkan biaya pendidikan tidak sebanyak AS. Dalam penyelenggaraan pendidikan, AS cenderung untuk membelanjakan sebagian besar uang untuk sarana dan administrasi, sementara untuk gaji guru relatif kecil. Sebaliknya Jepang dan Jerman, mengeluarkan sebagian besar biaya untuk gaji guru, sementara bangunan/sarana dan administrasi dibuat lebih sederhana tidak sementereng AS. Pendidikan Matematika di sekolah dasar seharusnya membuahkan hasil belajar berupa perubahan pengetahuan, dan keterampilan yang sejalan dengan tujuan kelembagaan sekolah dasar. Sebagaimana dijelaskan dalam Departemen
Pendidikan
Nasional.
(2006),
bahwa
penyelenggaraan
pendidikan di sekolah dasar bertujuan: (1) mendidik siswa agar menjadi manusia
Indonesia
seutuhnya
berdasarkan
Pancasila
yang
mampu
membangun dirinya sendiri serta ikut bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa; (2) memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi; dan (3) memberi bekal kemampuan dasar untuk hidup di masyarakat dan
1
2
mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya (Depdikbud, 1994). Dikaitkan dengan konteks pendidikan dasar sembilan tahun, maka fungsi dan tujuan pendidikan Matematika di sekolah dasar harus pula mendukung pemilikan kompetensi tamatan sekolah dasar, yaitu pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan melaksanakan tugas atau mempunyai kemampuan untuk mendekatkan dirinya dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan kebutuhan daerah. Sementara itu, kondisi pendidikan Matematika di negara dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitikberatkan pada model belajar konvensional seperti ceramah sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar (Suwarma, 1991; Jarolimek, 1967). Suasana belajar seperti itu, semakin menjauhkan peran pendidikan Matematika dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan memasyarakat (Djahiri, 1993) Salah dikembangkan
satu untuk
alternatif memenuhi
model tuntutan
pembelajaran tersebut
yang
adalah
dapat metode
pembelajaran Think Pair and Share. Yang dimaksud metode Think Pair and Share adalah salah satu cara mengajar, di mana guru melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta mempunyai ciriciri sebagai berikut: peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif, kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan heterogen, penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dan pada individu. Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambang, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa. Sampai saat ini memang sudah banyak kebijakan dan strategi untuk memperbaiki mutu sekolah, namun hasilnya belum optimal. Sejauh gaji guru masih relatif rendah, tampaknya tidak mudah meningkatkan mutu
3
pendidikan. Di situlah titik kelemahan pendidikan, sehingga mutu sekolah sulit ditingkatkan. Oleh sebab itu, jika benar-benar mau meningkatkan mutu sekolah, maka system penggajian guru secepatnya diperbaiki. Dengan demikian untuk menciptakan potensi guru yang baik, maka harus diadakan upaya untuk meningkatkan profesionalisme keguruan, karana hal ini sangat menunjang bagi pelaksanaan proses pebbelajaran yang baik. Maka dari itu upaya yang dilakukan adalah dengan mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang didasarkan pada desain kajian seorang guru agar bias diterima siswa yang nantinya akan menciptakan suasana pembelajaran yang baik. Apabila siswa sudah bisa menerima pembelajaran yang guru sampaikan, dengan demikian proses pembelajaranpun akan diikuti dengan baik. Maka dari itu tentunya hasil belajarpun akan meningkat. Dengan melihat paparan yang sudah dijelaskan tersebut di atas, serta melihat perolehan hasil belajar matematika SDN Plumbungan di Kelas IV yang masih jauh dari hasil belajar yang sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu dengan perolehan hamper 60 % siswa mendapatkan hasil belajar yang masih kurang. Dengan demikian, penulis mencoba melakukan penelitian terhadap siswa terhadap mekanisme belajar mengajar yaitu dengan menggunakan kajian meningkatkan kemampuan memahami perkalian cara susun pada siswa kelas IV SDN Plumbungan Gabus Pati dengan metode Think Pair And Share (TPS). Dalam
implimentasi
pembelajaran
guru
sebagai
praktisi
melaksanakan kegiatan, yaitu dengan cara menggunakan srategi pengajaran konsep untuk membantu kelancaran pada setiap tindakan pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses pada pembelajaran. Dari setiap pengamatan selanjutnya dilakukan refleksi dan analisis setiap tindakan untuk kemudian melakuakan perbaikan-perbaikan. Dengan menggunakan model ini diharapkan siswa dapat termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan baik dengan tujuan meningkatkan volume pembelajaran. Dengan demikian proses pembelajaran diharapkan sesuai dengan apa yang diharapkan. Mendasarkan uraian tersebut, maka
4
penulis
tertarik
untuk
melakukan
penelitian
dengan
judul
“upaya
meningkatkan hasil belajar perkalian cara susun pelajaran matematika dengan model think pair
and
share (TPS)
pada
siswa
kelas
IV
SDN
Plumbungan Gabus Kabupaten Pati Semester I tahun 2011/2012”.
1.2 Identifikasi Masalah Pada saat pelaksanaan pembelajaran matematika kelas IV materi perkalian cara susun menunjukkan bahwa motivasi dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran masih sangat rendah sehingga berakibat pada rendahnya pemahaman siswa tentang materi ini. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang belum mampu mencapai tingkat katuntasan minimal. Berdasarkan pengamatan dan refleksi peneliti teman sejawat tentang pelajaran matematika di kelas IV materi perkalian cara susun maka penulis dapat menyimpulkan bahwa hal-hal menyebabkan siswa tidak mampu mencapai ketuntasan minimal. Untuk itu terdapat masalah yang harus diselesaikan sebagai berikut. a) Nilai hasil rapor rata-rata siswa di bawah KKM sebesar 70. b) Siswa
menganggap
sulit
matematika
jadi
kurang
suka
dengan
pembelajaran matematika. c) Siswa bermain sendiri saat pembelajaran matematika. d) Buku pegangan siswa belum memnuhi standar. e) Ketika diskusi kelompok siswa kurang aktif. f) Ketika diberikan materi ceramah siswa bicara sendiri. Dari guru: a) Dalam pembelajaran Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah. b) Materi pembelajaran matematika yang diberikan oleh guru masih teoritis, sehingga kurang menarik bagi siswa. c) Sumber belajar yang digunakan oleh guru tidak lebih dari satu buku sehingga kurang referensi sebagai bahan ajar. d) Guru kurang memahami tingkat kebutuhan anak, sebaliknya siswa harus memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh guru.
5
e) Kurangnya pengawasan disaat siswa nak sedang belajar. f) Tidak menggunakan media dalam KBM sehingga siswa merasa bosan. g) Guru kurang memberi motivasi dan melatih kreativitas siswa. h) Penjelasan guru kurang teratur dan tergesa-gesa. i) Guru kurang memberi pengertian bahwa matematika mudah. j) Pembelajaran yang dilaksanakan guru kurang menarik. Permasalahan di atas adalah masalah yang harus segera diatasi karena menyebabkan sebagian siswa tidak mampu mencapai tingkat ketuntasan minimal dan merupakan permasalahan yang sangat mendasar untuk itu harus secepatnya secepatnya diatasi oleh guru. Karena masalah motivasi belajar dan kreatifitas siswa rendah maka menyebabkan kepemahaman siswa rendah sehingga banyak siswa yang tidak tuntas.
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan paparan dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah “Apakah model pembelajaran TPS dapat meningkatkan hasil belajar perkalian cara susun pada pelajaran matematika siswa kelas IV SDN Plumbungan Gabus Pati semester I tahun 2011/2012”.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan hasil belajar perkalian cara susun pada pelajaran matematika dapat diupayakan dengan penggunaan model TPS pada siswa kelas IV SDN Plumbungan Gabus Kabupaten Pati pada Semester I Tahun 2011/2012.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat memberikan pengalaman baru bagi dunia pendidikan, menambah khasanah serta dapat meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi masalah pembelajaran
6
khususnya Matematika, sehingga pengalaman ini dapat didesain sedemikian rupa sehingga dapat diterapkan pada Mata Pelajaran lain. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Kepala Sekolah dan Guru, dapat dijadikan media motivasi untuk dapat dilaksanakan di sekolah di tempat bekerja yaitu di SDN Plumbungan, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. b. Bagi siswa, dapat memberikan motivasi dan dorongan belajar matematika itu mudah dan menyenangkan serta dapat memberikan wawasan materi pembelajaran. c. Bagi pembaca, dapat dijadikan rujukan atau bahan pembelajaran dalam upaya melaksanakan penelitian karya ilmiah.