1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkembangan media informasi seperti media elektronik dan cetak
semakin mendekatkan kita dengan arus informasi serta globalisasi yang kian deras. Pakar komunikasi McLuhan (1964) mengungkapkan pengertian media massa sebagai suatu jenis komunikasi yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak tersebar, heterogen dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak atau sesaat. Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Media elektronik yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah radio, siaran, televisi, film, media online. Film yang dijadikan sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop.1 Secara kolektif, film sering disebut sinema. Gambar adalah bentuk seni, bentuk popular dari hiburan, dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figure palsu) dengan kamera, dan atau oleh animasi.2
1
Elvinaro Ardianto dan Lukiati K. Erdiyana, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal 3 2 Sudwikatmono, Sinepleks dan Industri Film Indonesia, dalam layar perak, Gramedia, Jakarta, hal 199
1
2
Dalam sejarahnya film merupakan teknologi baru yang muncul pada akhir abad ke 19 yang berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Hal ini membuktikan bahwa film dan kehidupan seseorang mempunyai keterikatan satu sama lain.3 Puncak perfilman Indonesia pun ada pada tahun 1980 an dimana banyak film-film lokal telah dikeluarkan, seperti Catatan si Boy, dan juga Cintaku di Rumah Susun. Sayangnya dikarenakan satu dan lain hal perfilman Indonesia mengalami penurunan pada tahun 1990 an dan baru berjaya lagi pada awal tahun 2000 dengan film Petualangan Sherina dan juga Ada Apa Dengan Cinta. Dari situlah perfilman Indonesia benar-benar meningkat, karena tidak hanya genre filmnya bertambah, tetapi juga dalam segi pembuatan film dan juga para aktornya pun juga semakin berkembang.Bahkan sudah ada beberapa film Indonesia yang mulai masuk ke dalam festival-festival perfilman luar negeri.4 Paska reformasi dianggap sebagai momentum awal kebangkitan perfilman nasional. Hal ini ditandai dengan munculnya film genre horor pertama, Jelangkung dan film genre remaja, Ada Apa Dengan Cinta. AADC sukses fenomenal hanya dalam tiga hari diputar di Jakarta film ini telah meraih 62.217 penonton. Dua film ini dianggap sebagai film pelopor yang nantinya banyak
3
Denis Mcquail, Teori Komunikasi Massa, Penerbit Erlangga, Edisi Kedua, Jakarta, 2003, hal 13 http://www.iradiofm.com/informatif/kabar-dari-jakarta/273-serba-serbi/2806-sejarah-perfilmanindonesia diakses pada tanggal 19 februari 2013 4
3
bermunculan puluhan film-film dengan tema dan genre yang sama. Film bertema remaja dan film horor bahkan hingga kini masih membanjir dan laris di pasaran.5 Film bergenre anak-anak, komedi, religi dan romantisme percintaan yang diadaptasi dari novel juga banyak menyedot perhatian penikmat film untuk menyaksikannya. Sebut saja film film komedi Get Married, film religi Ayat Ayat Cinta yang diangkat dari novel terlaris karya Habiburahhman El Shirezy, film anak–anak Laskar Pelangi yang menjadi film terlaris di Indonesia dengan penonton mencapai 4.606.785 selama masa tayangnya pada tahun 2008, dan yang baru–baru ini juga menjadi film terlaris dengan genre romantisme percintaan berdasarkan kisah kehidupan nyata seorang Presiden RI ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie dalam film yang juga sama dengan bukunya, Habibie Ainun.6 Sejak masa tayang perdananya pada tanggal 20 Desember 2012, film Habibie Ainun terus mendapat respon yang baik, terbukti jumlah penonton yang terus mengalami peningkatan hingga mencapai 2 juta penonton dalam dua pekan penayangannya, ditargetkan akan mencapai 5 juta penonton karena setiap harinya jumlah penonton terus bertambah dan
film
ini akan
bertahan
lama
penayangannya.7 Selain itu, beberapa pejabat dan bahkan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono juga ikut hadir dalam penayangan premier film ini. Film yang diproduksi oleh rumah produksi MD Entertainment ini menceritakan tentang kisah perjalanan hidup dan jalinan asmara cinta seorang Presiden RI ketiga,
5
Ibid http://montase.blogspot.com/2010/05/sekilas-sejarah-film-indonesia.htmlMontase, Edisi 23, Sinema Indonesia Agustinus Dwi Nugroho, diakses pada tanggal 19 februari 2013 7 http://www.tempo.co/read/news/2013/01/02/111451662/Film-Habibie---Ainun-Akan-MasukMURI diakses pada tanggal 19 februari 2013 6
4
Bacharuddin Jusuf Habibie dengan isteri tercintanya ibu Ainun, dimana keduanya saling merasakan cinta pertama dan terakhir. Film yang dibintangi oleh Reza Rahardian sebagai Habibie dan Bunga Citra Lestari sebagai Ainun menceritakan tentang perjalanan cinta sejati Habibie dan Ainun bergandeng dengan mimpi yang ingin diwujudkan, berjalan ditengah dinginnya salju, diterpa berbagai godaan dan cobaan. Rasa sakit, kesendirian, godaan harta dan kekuasaan silih berganti menggangu perjalanancinta dan mimpi mereka, sampai akhirnya kembali ke Indonesia. Habibie dan Ainun saling mencurahkan cinta dan kasih sayang. Saling mengisi dan berbagi, namun semua ada titik akhir, dimana batas harus memisahkan dua jiwa.8 Rasa kasih dan sayang yang ditampilkan dalam film ini mengantarkan setiap yang menonton merasa terharu dan kagum pada rasa cinta yang dimiliki antara Habibie dan Ainun. Romantisme keduanya mampu menjadikan keduanya selalu tegar dalam menghadapi cobaan baik dari permasalahan rumah tangga mereka sendiri hingga karir keduanya. Keduanya saling mendukung disetiap kondisi baik susah maupun senang, saling menguatkan dikala kesedihan dan kebimbangan datang. Kesetiaan dan pengabdian Ainun terhadap Habibie begitu menginspirasi untuk Habibie, sehingga ketika maut memisahkan mereka pun cinta suci yang sejati tetap tumbuh dan berkembang pada hati Habibie.
8
http://devamelodica.com/sinopsis-dan-trailer-habibie-dan-ainun/diakses pada tanggal 19 februari 2013
5
Romantisme didefinisikan sebagai
menghabiskan waktu bersama,
menghabiskan energidan kreativitas untuk menarik dan menjadi hubungan agar tetap menyenangkan dan cinta tetap hidup di dalamnya serta menjadikan suatu kualitas yang menyenangkan dan misterius, sebuah hubungan antara sepasang kekasihnya. Bagi sebagian orang tindakan romantis banyak diwakili melalui perbuatan misalnya dengan memberikan bunga pada moment – moment tertentu, memberikan puisi – puisi indah sebagai ungkapan kasih sayang terhadap pasangannya, memberikan coklat dan memberikan kejutan untuk pasangannya disaat pasangannya sedang berulang tahun atau ketika merayakan hari jadi hubungan kekasih atau hari jadi perkawinan sepasang suami isteri. Berbeda dengan apa yang dilakukan Reza Rahardian sebagai Habibie dan Bunga Citra Lestari sebagai Ainun dalam film Habibie Ainun yang mengungkapkan romantisme keduanya untuk menunjukan rasa kasih dan sayang serta cintanya yang besar, mereka justru jarang menghabiskan waktu bersama dan merayakan moment-moment indah bersama, karena kesibukan Habibie dalam menggapai cita–citanya untuk membuat terobosan teknologi pesawat terbang untuk bangsa dan negaranya tercinta, Indonesia, walaupun beliau sudah mendapat karir yang bagus di Jerman. Namun rasa saling menghargai dan mendukung antara Habibie dan Ainun yang sangat besar, terlebih pengorbanan Ainun yang rela berpisah dengan orang tuanya dari Indonesia untuk dapat mengabdi kepada sang suami untuk ikut ke Jerman agar dapat terus mendampingi suami tercintanya dalam mewujudkan mimpinya membangun teknologi baru untuk tanah air Indonesia, membuat
6
Habibie melihat sosok Ainun sebagai isteri yang sangat setia mendampinginya dalam keadaan kondisi apapun. Ainun juga selalu rutin memberikan obat yang harus diminum oleh Habibie terkait penyakit TBC yang diderita Habibie. Kisah romantisme yang ada pada cerita dalam film tersebut inilah yang ingin direpresentasikan peneliti dengan menggunakan analisis semiotika dari tokoh pakar semiotika Charles Sanders Peirce. Semiotika adalah suatu bidang studi yang hangat dan memikat, dimana yang menjadi dasar dari konsep semiotika itu sendiri adalah konsep tentang tanda, tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda–tanda, melainkan dunia itu sendiri pun sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda–tanda, karena jika tidak begitu manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas.9 Dari kesuksesan film Habibie Ainun inilah peneliti ingin meneliti bagaimana romantisme cerita ini ditampilkan dalam bentuk tayangan film dengan judul “Reproduksi Makna Romantisme Dalam Film Habibie & Ainun” yang menggunakan analisis semiotika tokoh Charles Sandres Peirce.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan uraian yang dijelaskan diatas,
maka rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah :
9
Drs. Alex Sobur, M.si, Semiotika Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hal 13
7
“ Bagaimana Reproduksi Makna Romantisme Dalam Film Habibie&Ainun melalui Analisis Semiotika dari tokoh Charles Sanders Peirce? “
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana reproduksi makna
romantisme dalam film Habibie Ainun dilihat dengan menggunakan analisis semiotika tokoh Charles Sanders Peirce, dengan melihat tanda, simbol, dan ikon yang ada pada tayangan film tersebut.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan makna tentang romantisme dalam bentuk tanda, simbol, dan ikon pada sebuah film khususnya film Habibie Ainun, serta dapat bermanfaat bagi pengembangan bidang ilmu Komunikasi pada umumnya dan bidang kajian analisis semiotika pada tokoh semiotika Charles Sanders Peirce khususnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mahasiswa yang mengadakan penelitian serupa dimasa yang akan datang.
8
1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini secara praktis bermanfaat untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para praktisi pembuat film, agar dapat menghasilkan film-film yang lebih kreatif, inovatif, sarat dan sesuai dengan etika budaya yang ada di Indonesia, serta dapat digunakan ssebagai salah satu pendukung evaluasi kelebihan dan kekurangan film yang telah dibuat sebelumnya. Sehingga, untuk ke depannya dapat menghasilkan film yang lebih berkualitas.