BAB 2 STUDI PUSTAKA
2.1 Teori Umum 2.1.1
Komunikasi
2.1.1.1 Definisi Komunikasi Komunikasi
adalah
suatu
proses
interaksi
dimana
seseorang
menyampaikan sesuatu kepada orang lain, baik berupa pesan, ide, maupun gagasan melalui gerakan tubuh, simbolik, atau melalui media sehingga pesan tersebut dapat diterima oleh penerima pesan dan tujuan dan maksud pengirim dapat diterima atau di mengerti oleh si penerima pesan. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam hidup setiap manusia, karena tanpa adanya komunikasi, manusia tidak dapat saling mengerti apa yang mereka inginkan dan tidak dapat mencapai tujuan hidup mereka. (Mulyana, 2007:147) Manusia pada dasarnya tidak dapat hidup sendiri, karena hakekat manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhannya misalnya untuk menyalurkan perasaannya dan untuk mempererat hubungan sesama manusia. Maka, manusia tidak akan pernah bisa lepas dari proses komunikasi, karena hampir setiap waktu manusia selalu berkomunikasi untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesamanya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Deddy Mulyana berpendapat bahwa “Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia, bisa dipastikan akan “tersesat”, karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial.”
9
10 2.1.1.2 Tujuan Komunikasi Tujuan komunikasi adalah sebagai berikut: (Fajar, 2009:113) 1. Perubahan Sikap (Attitude Change) Komunikasi memiliki tujuan untuk merubah sikap seseorang, dimana sikap seorang komunikan dapat berubah setelah menerima pesan, baik positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi seorang komunikator berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain bersikap positif sesuai keinginannya.
2. Perubahan Pendapat (Opinion Change) Tujuan lain dari komunikasi adalah menciptakan pemahaman. Pemahaman ialah kemampuan untuk memahami pesan secara cermat, sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Setelah memahami apa yang dimaksud oleh komunikator maka akan tercipta pendapat yang berbeda – beda bagi komunikan.
3. Perubahan perilaku (Behavior Change) Komunikasi bertujuan untuk merubah perilaku maupun tindakan seseorang.
4. Perubahan sosial (Social Change) Membangun dan memelihara ikatan dengan orang lain sehingga menjadi hubungan yang makin baik. Dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan antar personal.
11 Berdasakan pendapat ahli diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa tujuan dari komunikasi adalah untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai sesuatu yang terjadi sehingga tidak timbul kesalah pahaman atau konflik, yang berakibat pada perubahan sikap dan perilaku orang tersebut sampai akhirnya membawa dampak perubahan sosial yang positif juga pada lingkungan di sekitarnya.
2.1.2
Bauran Pemasaran Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan secara terus – menerus untuk mencapai tujuan di pasar sasaran. (Kotler, 2004:18) Usaha pemasaran secara positif akan berhubungan dengan ekuitas merek jika usaha tersebut menimbulkan tanggapan perilaku yang lebih menguntungkan pada produk bermerek dibandingkan dengan produk tidak bermerek secara ekuivalen. Hubungan antara usaha pemasaran dengan dimensi ekuitas merek harus ditentukan lebih dulu bauran pemasarannya. Dimana bauran pemasaran digunakan sebagai alat bersaing dalam pasar sasarannya. (Kotler, 2004:18) Terdapat empat variabel utama dalam bauran pemasaran yang dikenal dengan 4P yaitu : (Kotler, 2004: 17–18) 1. Produk (Product) Produk didefinisikan sebagai berikut “product mean the goods and service combination the company offers to the target market”. Artinya, produk adalah kombinasi barang – barang dan jasa perusahaan yang ditujukan kepada target pasarnya.
12 2. Harga (Price) Harga didefinisikan sebagai berikut “price is the amount of money that consumer have to pay the product”. Artinya harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk.
3. Distribusi (Place) Distribusi didefinisikan sebagai berikut “Marketing chanels are sets of interdependent organizations involved in the process of making a product or service available for use or consumption”. Artinya saluran pemasaran (saluran distribusi) merupakan serangkaian organisasi yang saling berketergantungan yang terlibat dalam proses untuk membuat suatu produk atau jasa yang siap digunakan atau dikonsumsi.
4. Promosi (Promotion) Promosi di definisikan sebagai berikut “Promotion include all the activities the company undertakes to communicate and promote it’s product in the target market“. Artinya promosi merupakan bagian dari keseluruhan aktivitas perusahaan yang menangani tentang komunikasi dan menawarkan produknya ke target pasar.
13
2.1.3
Perilaku Konsumen
2.1.3.1 Definisi Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. (Schiffman dan Kanuk, 2008:113) Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal tersebut atau kegiatan mengevaluasi. (Prabowo, Hartiwi, Sari, dan Gautama, 2007:84)
2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen adalah : (Kotler, 2006:231–245) 1. Faktor Budaya Faktor Budaya memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku pembelian konsumen, faktor budaya ini meliputi : a. Budaya Budaya merupakan faktor yang menentukan suatu keinginan dan perilaku seseorang. Budaya adalah susunan nilai – nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga atau institusi penting lainnya. Setiap perilaku konsumen dikendalikan oleh nilai dan norma budaya yang berbeda – beda satu
14 sama lain. Oleh sebab itu, perusahaan harus melakukan analisa terlebih dahulu mengenai budaya masyarakat dari suatu daerah sebelum memasarkan produknya ke daerah tersebut.
b. Sub Budaya (Sub Culture) Sub budaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai bersama berdasarkan pengalaman dan situasi hidup yang sama. Sub budaya meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Bagian pemasaran harus merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
c. Kelas Sosial Kelas sosial adalah bagian dalam masyarakat yang bersifat relatif permanen dan tersusun dengan rapi dimana para anggotanya memiliki nilai, kepentingan dan perilaku yang sama.
2. Faktor Sosial Selain faktor budaya, perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor sosial seperi : a. Kelompok Acuan Kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan.
15
b. Keluarga Keluarga merupakan alasan utama yang mendasari pembelian konsumen. Para anggota keluarga menjadi kelompok acuan utama yang paling mempengaruhi perilaku pembelian konsumen terhadap suatu merek.
c. Peran dan Status Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan masyarakat. Seseorang seringkali membeli produk yang dapat menunjukkan status mereka dalam masyarakat.
3. Faktor Pribadi Keputusan pembelian seseorang juga dapat dipengaruhi oleh faktor – faktor yang berasal dari pribadi seseorang, seperti : a. Umur dan tahap siklus hidup Usia memiliki hubungan yang erat dengan perilaku dan selera seseorang, dimana seiring dengan bertambahnya usia seseorang akan diikuti dengan perubahan selera terhadap produk atau jasa.
b. Pekerjaan Pekerjaan seseorang juga dapat mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.
16
c. Situasi Ekonomi Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan seseorang terhadap produk yang akan dibelinya.
d. Gaya Hidup Gaya hidup (life style) adalah pola kehidupan seseorang seperti yang diperlihatkannya dalam kegiatan, minat, dan pendapat – pendapatnya.
e. Kepribadian Kepribadian tiap orang yang berbeda mempengaruhi perilaku pembelian seseorang. Kepribadian adalah karakteristik psikologis unik yang dimiliki masing – masing individu. Seperti : kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan beradaptasi.
4. Faktor Psikologis a. Motivasi Motivasi adalah kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan.
b. Persepsi Cara seseorang bertindak biasanya dipengaruhi oleh persepsi yang dimilikinya mengenai suatu situasi. Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti.
17
c. Pembelajaran Seseorang akan mengalami proses pembelajaran ketika mereka melakukan tindakan. Pembelajaran (learning) adalah perubahan perilaku individu yang muncul karena pengalaman.
d. Keyakinan dan Sikap Dengan melakukan dan lewat pembelajaran, seseorang mendapatkan keyakinan dan sikap, dimana kedua hal ini akan mempengaruhi perilaku membeli seseorang. Suatu keyakinan (belief) adalah pemikiran deskriptif seseorang mengenai sesuatu. Sedangkan sikap (attitude) mengacu pada evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang terhadap suatu objek atau gagasan.
2.2 Teori Khusus 2.2.1 Definisi Brand (Merek) Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti : logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian suatu merek berperan dalam membedakan suatu barang dan jasa dengan pesaingnya. (Aaker, 2006:27) American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal – hal tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Jadi
18 merek membedakan penjual, produsen atau produk dari penjual, produsen atau produk lain. (Kotler, 2006:460)
2.2.2 Brand Equity (Ekuitas Merek) Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan kepada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam bentuk cara seorang konsumen dalam berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. (Kotler & Keller, 2007:367) Ekuitas Merek (Brand Equity) adalah nilai yang dirasakan oleh konsumen yang diasosiasikan dengan nama merek dan logo, atau simbol tertentu. (Walker, 2003:246) Terdapat beberapa elemen utama yang merupakan pendukung dari Brand Equity (Ekuitas Merek) yaitu : Brand Awareness (Kesadaran Merek), Brand Association (Asosiasi Merek), Perceived Quality (Persepsi Kualitas) dan Brand Loyalty (Loyalitas Merek). Elemen – elemen tersebut akan membentuk Brand Equity (Ekuitas Merek). Seperti dilihat dalam gambar berikut : (David A. Aaker, 2008:133) Brand Awareness (Kesadaran Merek) Perceived Quality (Persepsi Kualitas) Brand Equity (Ekuitas Merek) Brand Association (Asosiasi Merek) Brand Loyalty (Loyalitas Merek)
Gambar 2.1 Indikator Brand Equity (Ekuitas Merek) Sumber : David A. Aaker (2008:133)
19 2.2.3 Perceived Quality (Persepsi Kualitas) 2.2.3.1 Definisi Perceived Quality (Persepsi Kualitas) Brand perceived quality (persepsi kualitas merek) adalah persepsi konsumen terhadap kualitas suatu merek produk atau jasa. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Karena perceived quality merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika perceived quality konsumen negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar. Sebaliknya, jika perceived quality konsumen positif, produk akan disukai dan akan bertahan lama di pasar. (Durianto, Sugiarto dan Sitinjak, 2004:126)
2.2.3.2 Indikator Perceived Quality (Persepsi Kualitas) Mengacu kepada pendapat David A. Garvin, Indikator perceived quality dibagi menjadi tujuh, yaitu: (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2004:98) 1. Kinerja Melibatkan berbagai karateristik operasional utama, misalnya karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, kenyamanan dan sistem kemudi. Namun karena faktor kepentingan konsumen berbeda satu sama lain, sering kali konsumen mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut – atribut kinerja ini. Seperti kecepatan akan diberi nilai yang tinggi oleh sebagian konsumen, namun dianggap tidak relavan atau diberi nilai
20 rendah oleh sebagian konsumen yang lebih mementingkan atribut kenyamanan.
2. Pelayanan Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut. Misalnya mobil merek tertentu menyediakan pelayanan kerusakan atau service mobil 24 jam di seluruh dunia.
3. Ketahanan Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Yang mencerminkan ketahanan yang diukur dengan masa pakai. Contohnya mobil merek tertentu yang memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah berumur 12 tahun namun masih berfungsi dengan baik.
4. Keandalan Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk atau jasa dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.
5. Karakteristik produk Bagian – bagian tambahan dari produk (feature), biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. Bagian – bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan konsumennya yang dinamis sesuai perkembangan.
21 6. Kesesuaian dengan spesifikasi Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufuktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Misalnya sebuah mobil pada kelas tertentu dengan spesifikasi yang telah ditentukan seperti jenis dan kekuatan mesin, pintu, material untuk pintu mobil, ban, dan sistem pengapian.
7. Hasil Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam Indikator sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan "hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.
2.2.3.3 Hubungan Perceived Quality dengan Purchased Decision Perceived quality mempunyai peranan yang penting dalam membangun suatu merek, perceived quality sebuah merek dapat menjadi alasan bagi konsumen untuk mempertimbangkan merek yang tersedia dan pada akhirnya akan mempengaruhi konsumen dalam memutuskan merek mana yang akan dibeli. (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2004:100-101) Persepsi kualitas terhadap merek menggambarkan respon keseluruhan konsumen terhadap kualitas dan keunggulan yang ditawarkan oleh suatu merek. (Sadat, 2009:90) Persepsi kualitas merupakan faktor yang menjadi alasan sebuah merek di pertimbangkan dan dibeli oleh konsumen. Hal ini sangat mempengaruhi merek apa yang akan dipilih oleh konsumen untuk selanjutnya dapat
22 mengambil keputusan untuk melakukan pembelian terhadap merek tersebut. (Bilson, 2005:102) Secara umum perceived quality dapat menghasilkan nilai – nilai berikut: alasan untuk membeli, differensiasi atau posisi harga premium, perluasan saluran distribusi, perluasan merek. (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2004:101-103) Perceived Quality (Persepsi Kualitas) dapat mempengaruhi keputusan pembelian secara langsung. Persepsi kualitas harus diikuti dengan peningkatan kualitas yang nyata dari produk atau jasa yang ditawarkan. (Aaker, 2008:118) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahjuni Astuti dan I Gde Cahyadi (2007), ditemukan bukti bahwa persepsi kualitas mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian. Hasil yang ditemukan menunjukkan bahwa persepsi kualitas mempengaruhi rasa percaya diri konsumen atas pembelian melalui keunikan atribut, karena menciptakan alasan yang kuat bagi konsumen untuk membeli (reason to buy). Disini persepsi kualitas menjadi salah satu elemen ekuitas merek yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasa percaya diri konsumen atas keputusan pembelian sepeda motor Honda di Surabaya dengan nilai regresi sebesar 0,552. Oleh karena itu, dapat diidentifikasikan bahwa semakin tinggi persepsi kualitas terhadap merek maka semakin mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian terhadap suatu merek. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadli dan Qomariah (2008) yang menunjukkan bahwa variabel persepsi kualitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian yaitu sebesar 3,373. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Iriani (2011)
23 menunjukkan bahwa variabel persepsi kualitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpukan hipotesis sebagai berikut : H1 : Perceived Quality (X1) berpengaruh secara parsial terhadap Purchased Decision (Y)
2.2.4 Brand Loyalty (Loyalitas Merek) 2.2.4.1 Definisi Brand Loyalty (Loyalitas Merek) Brand Loyalty (Loyalitas Merek) adalah suatu ukuran mengenai keterkaitan konsumen terhadap suatu merek, dimana ukuran ini mampu memberikan gambaran mengenai mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek atau produk yang lain. (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2004:104)
2.2.4.2 Indikator Brand Loyalty (Loyalitas Merek) Indikator dalam Brand Loyalty, diantaranya adalah : (Durianto, Sugiarto dan Sitinjak, 2004:104) a. Switcher (Berpindah – pindah) Konsumen yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai konsumen yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi konsumen untuk berpindah dalam melakukan pembeliannya dari suatu merek ke merek lain. Dapat diidentifikasikan bahwa konsumen tingkat ini sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut.
24 b. Habitual Buyer (Pembelian yang bersifat kebiasaan) Pembelian yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau
setidaknya
mereka
tidak
mengalami
ketidakpuasan
dalam
mengkonsumsi merek produk tersebut.
c. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas) Pada tingkatan ini, pembeli masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut. Meskipun demikian ada kemungkinan bahwa mereka berpindah ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang berhubungan dengan waktu, uang atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek.
d. Like the Brand (Menyukai merek) Pembeli yang masuk dalam kategori
ini merupakan pembeli yang
sungguh – sungguh menyukai suatu merek. Pada tingkatan ini dapat dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek.
e. Committed Buyer (Pembeli yang komit) Pada tahap ini konsumen dianggap sebagai seorang pembeli yang setia, dimana mereka memiliki suatu kebanggaan menjadi pengguna merek dan mereka menganggap bahwa merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka baik dipandang dari segi fungsinya maupun dipandang sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka.
25 Untuk memahami lebih lanjut mengenai tipe Loyalitas Merek ini dapat dilihat dalam gambar berikut :
Committed Buyer Like The Brand Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher Gambar 2.2 Piramida Brand Loyalty Sumber : David A. Aaker (Durianto, Sugiarto dan Sitinjak, 2004:130)
2.2.4.3 Hubungan Brand Loyalty dengan Purchased Decision Loyalitas merek didefinisikan sebagai komitmen yang kuat dalam membeli atau berlangganan kembali suatu produk atau jasa yang dipilih secara konsisten di masa mendatang. Loyalitas merek membuat konsumen membeli suatu merek secara teratur dan tidak mau beralih ke merek lainnya. Pada tingkatan ini, konsumen cukup membutuhkan informasi yang relatif sedikit, karena sudah menjadi kebiasaannya untuk membeli produk dengan merek tersebut. Konsumen yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif pilihan pada merek lain. (Sadat, 2009:99) Konsumen yang membuat keputusan pembelian dengan yakin dan confidence, berarti konsumen tidak ragu akan apa yang diputuskan dan dibeli. Dengan demikian keyakinan tersebut sangat berperan dalam membangun loyalitasnya lebih lanjut, terutama kemauan konsumen untuk merekomendasi calon konsumen lain dan memberikan informasi dari mulut ke mulut (Word-of-
26 Mouth) yang bernada positif atas merek tersebut, yang selanjutnya akan berdampak pada keputusan pembeliannya terhadap suatu merek. (Astuti dan Cahyadi, 2007:74) Tingkat loyalitas merek yang tinggi terhadap suatu merek dapat menciptakan rasa peraya diri yang besar pada pelanggan saat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian. (Aaker, 2008:122) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahjuni Astuti dan I Gde Cahyadi (2007), diketahui bahwa loyalitas merek mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian. Hasil yang ditemukan menyatakan bahwa tingkat brand loyalty yang tinggi, yaitu berupa komitmen yang kuat dari konsumen terhadap merek dapat menciptakan rasa percaya diri yang besar pada konsumen saat mengambil keputusan pembelian. Hal ini disebabkan karena konsumen merasa memiliki ikatan yang besar bahwa keputusannya membeli merek tersebut adalah keputusan yang tepat. Disini loyalitas merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasa percaya diri konsumen atas keputusan pembelian sepeda motor Honda di Surabaya dengan nilai regresi sebesar 0,155. Oleh karena itu, dapat diidentifikasikan bahwa semakin tinggi loyalitas merek terhadap merek maka semakin mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian terhadap suatu merek. Hal ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadli dan Qomariah (2008) yang menunjukkan bahwa variabel brand loyalty (loyalitas merek) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian yaitu sebesar 4,564. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Iriani (2011) juga menunjukkan bahwa variabel brand loyalty (loyalitas merek) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpukan hipotesis sebagai berikut : H2 : Brand Loyalty (X2) berpengaruh secara parsial terhadap Purchased Decision (Y)
27 2.2.5 Purchased Decision (Keputusan Pembelian) 2.2.5.1 Definisi Purchased Decision (Keputusan Pembelian) Keputusan pembelian (purchased decision) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar – benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. (Kotler & Armstrong, 2008:226)
2.2.5.2 Indikator Purchased Decision (Keputusan Pembelian) Indikator dalam keputusan pembelian yang dapat dijelaskan melalui gambar berikut : (Kotler & Armstrong, 2008:139) Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Pasca Pembelian
Gambar 2.3 Indikator Purchased Decision (Keputusan Pembelian) Sumber : Principles of Marketing (Kotler & Armstrong, 2008:139)
Keterangan : 1. Pengenalan Kebutuhan (Need Recognition) Proses pembelian yang diawali dengan adanya pengenalan kebutuhan (Need Recognition) dimana konsumen memahami kebutuhan dirinya sendiri. Konsumen menyadari adanya perbedaan antara keadaan sebenarnya dengan keadaan yang diinginkannya.
2. Pencarian Informasi (information search) Pencarian informasi (information search) merupakan tahap proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen telah tertarik untuk
28 mencari lebih banyak informasi. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber manapun, yang meliputi: a. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan. b. Sumber komersial : iklan, kemasan, pajangan. c. Sumber publik : media masa, organisasi. d. Sumber pengalaman : menangani, memeriksa, menggunakan produk.
Ketika lebih banyak informasi diperoleh, semakin bertambah pula kesadaran dan pengetahuan konsumen mengenai merek yang tersedia dan sifat – sifatnya.
3. Evaluasi Alternatif Informasi yang diperoleh oleh calon pembeli akan digunakan untuk mengevaluasi merek – merek alternatif. Produsen harus memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya, menentukan sikap tertentu mengenai suatu produk hingga mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.
4. Keputusan Pembelian Setelah melakukan evaluasi dari beberapa pilihan alternatif yang ada, maka konsumen akan memilih untuk membeli produk yang paling disukai, menarik dan dapat memenuhi kebutuhan mereka.
29 5. Pasca Pembelian Jika barang yang telah dibeli oleh konsumen tidak memberikan kepuasan seperti yang diharapkan, maka konsumen akan merubah sikapnya terhadap merek dari produk tersebut menjadi negatif dan tidak akan melakukan pembelian berikutnya. Namun, jika konsumen merasa puas akan produk yang dibelinya, maka akan meningkatkan keinginan untuk membeli kembali produk tersebut di kemudian hari.
2.2.6 Hubungan Brand Equity (Ekuitas Merek) dengan Purchased Decision (Keputusan Pembelian) Pendekatan ekuitas merek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekuitas merek berbasis konsumen. Pendekatan ekuitas merek berbasis konsumen akan memandang ekuitas merek dari sudut konsumen. Dasar pemikiran model ekuitas merek berbasis konsumen mengungkapkan bahwa kekuatan suatu merek terletak pada apa yang telah dilihat, dibaca, didengar, dipelajari, dipikirkan, dan dirasakan konsumen tentang merek selama ini. (Kotler dan Keller, 2007:45) Ekuitas merek berbasis konsumen dapat didefinisikan sebagai perbedaan dampak dari pengetahuan merek terhadap tanggapan konsumen pada merek tersebut. Suatu merek dapat dikatakan memiliki ekuitas merek berbasis konsumen yang positif apabila konsumen bereaksi lebih menyenangkan terhadap produk tertentu. Sebaliknya, suatu merek dapat dikatakan memiliki ekuitas merek berbasis konsumen yang negatif apabila konsumen bereaksi secara kurang menyenangkan terhadap aktivitas pemasaran merek dalam situasi yang sama. (Kotler dan Keller, 2007:46)
30 Ekuitas merek dapat memberikan nilai bagi perusahaan (Durianto, 2004:93). Berikut adalah nilai ekuitas merek bagi perusahaan: 1. Ekuitas merek yang kuat dapat membantu perusahaan dalam upaya menarik minat calon konsumen serta upaya untuk menjalin hubungan yang baik dengan para konsumen dan dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek. 2. Seluruh elemen ekuitas merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen karena ekuitas merek yang kuat akan mengurangi keinginan konsumen untuk berpindah ke merek lain. 3. Konsumen yang memiliki loyalitas tinggi terhadap suatu merek tidak akan mudah untuk berpindah ke merek pesaing, walaupun pesaing telah melakukan inovasi produk. 4. Asosiasi merek akan berguna bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi atas keputusan strategi perluasan merek. 5. Perusahaan yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat menentukan harga premium serta mengurangi ketergantungan perusahaan terhadap promosi. 6. Perusahaan yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat menghemat pengeluaran biaya pada saat perusahaan memutuskan untuk melakukan perluasan merek. 7. Ekuitas merek yang kuat akan menciptakan loyalitas saluran distribusi yang akan meningkatkan jumlah penjualan perusahaan. 8. Empat elemen inti ekuitas merek (Brand Awareness, Brand Association, Perceived Quality, dan Brand Loyality) yang kuat dapat meningkatkan keputusan pembelian.
31 Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, dan sosialisasi dengan berbagai karakteristik merek. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, maka semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut dan pada akhirnya akan mengarah pada keputusan pembelian produk. (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2004:94)
2.3 Kerangka Pemikiran Persepsi Kualitas (Perceived Quality) (X1)
-
Kinerja Pelayanan Ketahanan Keandalan Karakteristik Produk Kesesuaian dengan spesifik Hasil
Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2004:98
Loyalitas Merek (Brand Loyalty) (X2)
-
Switcher Habitual Buyer Satisfied Buyer Like The Brand Commited Buyer
1
Keputusan Pembelian (Purchase Decision) (Y) 3
-
Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Pasca Pembelian
Kotler & Armstrong, 2008:139 2
Durianto, Sugiarto dan Sitinjak, 2004:104 Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti (2013)
32
2.4 Kerangka Teori Komunikasi
Bauran Pemasaran Perilaku Konsumen
Brand
Brand Equity
Perceived Quality
Brand Loyalty
Purchased Decision
Gambar 2.5 Kerangka Teori Sumber : Peneliti (2013)