11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Media Kartu Bergambar
Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 1990:6; Arsyad, 2005:3). Media pembelajaran adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri mereka yang belajar. Media yang menarik tentunya sangat membantu dalam pemahaman suatu materi pelajaran, karena sesuatu yang menarik dapat menimbulkan minat peserta didik, meningkatkan aktivitas berpikir, dan mempertinggi daya ingat.
Kemp &Dayton (dalam Sadiman, 1990:19) menyatakan bahwa media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama jika media tersebut digunakan untuk perseorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang jumlahnya banyak, yaitu (1) memotivasi minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi instruksi. Untuk memenuhi fungsi pertama, media dapat diwujudkan melalui teknik drama atau hiburan. Untuk memenuhi fungsi kedua, media pembelajaran dapat digunakan untuk menyajikan informasi di hadapan sekelompok siswa. Untuk memenuhi fungsi ketiga, informasi yang terdapat dalam media pembelajaran harus melibatkan siswa, baik dalam mental maupun
12
dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Sudjana dan Rivai (dalam Sadiman, 1990:24) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: 1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. 3. Metode mengajar akan lebih variatif, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan guru sehingga siswa tidak merasa bosan. 4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain, seperti mengamati, melakukan sesuatu, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
Gambar merupakan salah satu media visual dua dimensi. Media kartu atau flash card diperkenalkan oleh Glenn Doman, seorang dokter ahli bedah otak dari Philadelpia, Pennsylvania. Kartu bergambar adalah sebuah alat atau media belajar yang dirancang untuk membantu mempermudah dalam belajar. Media kartu bergambar ini terbuat dari kertas tebal atau karton berukuran 17×22 cm yang tengahnya terdapat gambar materi yang sesuai dengan pokok bahasan (Prapita, 2009:4).
Menurut Latuheru (1988 : 41), media kartu adalah media pandang yang tidak diproyeksikan. Media ini antara lain berupa : gambar, grafik, model, dan benda asli. Media kartu ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk komunikasi yang
13
lebih efektif dalam proses pembelajaran. Siswa diharapkan memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan bantuan media kartu. Permainan kartu dapat mengajarkan fakta / konsep secara tepat guna, meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, dan mendorong siswa untuk saling membantu (menyangkut ranah afektif). Menurut Wibawa dan Farida (1991 : 30) media kartu atau flash cards biasanya berisi kata-kata, gambar, atau kombinasinya. Kelebihan media kartu selain bentuknya sederhana, mudah dibuat, juga praktis (mudah disimpan, dibawa, & dimainkan). Karakteristik kartu bergambar menurut Yani (2011:43) adalah: 1. Berisi gambar dan kata-kata Pesan dituangkan dalam bentuk tulisan dan gambar yang mengandung makna tertentu. 2. Media visual diam Gambar yang ditampilkan bukan gambar yang bisa bergerak melainkan gambar yang diam tanpa animasi. 3. Bahan ajar cetak Kartu bergambar ini merupakan bahan ajar cetak yang pembuatannya melalui proses pencetakan atau printing. 4. Menekankan pada persepsi indera penglihatan Kartu bergambar ini lebih ditekankan pada indera penglihatan. Oleh karena itu, kartu bergambar ini termasuk ke dalam media grafis.
14
Tujuan penggunaan media kartu menurut Hamalik (1994 :18) antara lain: 1. Membangkitkan keinginan dan minat baru pada saya. Melalui alat / media siswa akan memperoleh pengalaman lebih luas dan lebih kaya. Dengan demikian persepsinya akan menjadi lebih tajam dan pengertiannya lebih tepat, sehingga akan menimbulkan keinginan dan minat belajar yang baru. 2. Membangkitkan motivasi dan merangsang kegiatan belajar. Media pendidikan memberi-kan pengaruh psikologis terhadap siswa. 3. Memberikan pengalaman yang menyeluruh, pengalaman yang konkrit berintegrasi menjadi pengertian / kesimpulan yang abstrak.
Latuheru menyatakan, keuntungan yang diperoleh dari media kartu adalah : 1. Dapat menterjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih realistik. 2. Dapat dengan mudah ditemukan dalam buku-buku pelajaran, majalah, & surat kabar di perpustakaan. 3. Mudah digunakan 4. Dapat digunakan pada semua jenis dan jenjang pendidikan 5. Menghemat waktu dan tenaga guru. 6. Menarik perhatian siswa.
Sedangkan beberapa kelebihan dan kelemahan media bergambar menurut Sadiman (2008:29-31) adalah: Kelebihan: 1. Sifatnya konkret, lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.
15
2. Dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek, atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu dapat siswa dibawa ke objek atau peristiwa tersebut. 3. Dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. 4. Dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja sehingga dapat mencegah kesalahpahaman. 5. Harganya murah, mudah diperoleh dan digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus. Kelemahan: 1. Hanya menekankan persepsi indera mata. 2. Benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran. 3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Menurut Slavin (1995 : 227) pembelajaran kooperatif merupakan ide lama semenjak abad pertama setelah masehi, para filosof sudah mengemukakan bahwa agar seseorang belajar, harus memiliki teman belajar. Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya.
Ide utama dari pembelajaran kooperatif adalah siswa bekerjasama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Slavin (dalam Trianto 2009:57) menekankan bahwa belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan
16
kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi.
Ibrahim (2000:6) menyatakan adanya beberapa unsur dasar pembelajaran kooperatif yang mengharuskan siswa untuk: 1. Menganggap bahwa meraka “sehidup sepenanggungan bersama” dalam kelompoknya. 2. Bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti mereka sendiri. 3. Melihat bahwa semua siswa di dalam kelompok memiliki tujuan yang sama. 4. Membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. 5. Dievaluasi atau diberi hadiah penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya. 6. Berbagi kepemimpinana dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7. Mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Ibrahim menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi, sedang dan rendah.
17
3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda. 4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Dalam perkembangan, belajar kooperatif memiliki tipe. Tiap tipe mempunyai perbedaan dalam hakekat pembelajaran, bentuk kerjasama, peranan dan kominikasi antar siswa, serta peranan guru. Salah satu tipe belajar kooperatif adalah NHT (Number Head Together).
NHT dikembangkan oleh Kagan (dalam Lie, 2002 :58) model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membegikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain itu, tipe ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama siswa. Model pembelajaran ini selalu diawali dengan membagi kelas menjadi beberapa kelompok, masing-masing siswa sengaja diberi nomor untuk memudahkan kinerja kelompok, mengubah posisi kelompok, menyusun materi, mempresentasikan dan mendapat tanggapan dari kelompok lain.
Di dalam Numbered Head Together (NHT) ada 4 langkah yang dikemukakan oleh Kagan (1993, dalam Ibrahim, 2000 :28) yaitu : 1. Langkah 1 (Pembentukan kelompok dan penomoran) Dalam pembentukan kelompok, disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) yaitu guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 orang dan memberikan mereka nomor sehingga tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor berbeda.
18
Kelompok-kelompok ini terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 2. Langkah II (Diskusi masalah) Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berfikir bersama untuk mengembangkan dan meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawaban dari pertanyaan yang ada dalam LKS. 3. Langkah III (Memanggil nomor anggota) Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor siswa. Siswa yang memiliki nomor yang sama dari setiap kelompok mengangkat tangan, berkumpul dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas. Kemudian mempresentasikan di depan kelas, sedangkan siswa dari kelompok lain menanggapi. 4. Langkah IV (Menarik kesimpulan) Guru bersama siswa membahas hasil diskusi kelompok dan membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang dipelajari. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas.
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh ibrahim menjadi enam langkah sebagai berikut: 1. Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan membuat skenario pembelajaran (SP), lembar kerja siswa (LKS) yang sesuai dengan model NHT.
19
2. Pembentukan kelompok Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. Sebuah kelompok dalam model pembelajaran NHT adalah kelompok belajar yang terdiri dari 4-6 orang siswa dengan kemampuan akademik yang berbeda. Penyebaran siswa dalam setiap kelompok juga harus memperhatikan jenis kelamin dan kenerja siswa dengan demikian keseimbangan di dalam kelompok akan tercapai. 3. Diskusi masalah Kegiatan utama dalam langkah ini adalah siswa mempelajari materi dan mengerjakan LKS secara berkelompok. Selama belajar kelompok, siswa selalu berada di dalam kelompoknya. Tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman-teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki kegiatan dan aturan-aturan yang sangat penting seperti yang dikemukakan oleh Lie (2008:20) yaitu siswa diposisikan untuk duduk berkelompok dan dikondisikan setiap siswa dapat terlibat aktif dalam bekerja secara berkelompok. Kerja kelompok dihentikan jika semua anggota kelompok sudah memahami materi yang dipelajari. Guru sebaiknya memberikan bimbingan jika ada materi yang dianggap sulit saat siswa melakukan kerja kelompok. Pada pembelajaran kooperatif tipe NHT , kompetisi akademik harus dirancang sedemikian rupa dengan tujuan untuk menguji pengetahuan yang telah dicapai setiap siswa. Dalam kompetisi akademik ini kelompok memutuskan jawaban yang paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya.
20
4. Pemberian jawaban Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka. kegiatan ini dipandu dengan pertanyaan arahan. 5. Memberi kesimpulan Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. 6. Memberikan penghargaan Guru memberikan penghargaan pada kelompok yang prestasinya paling bagus.
Ibrahim (2000:28) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu hasil belajar struktural, pengakuan adanya keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Hasil belajar akademik struktural ditujukan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas akademiknya. Pengakuan adanya keraguan bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Sedangkan keterampilan sosial yang ingin dikembangkan adalah keaktifan dalam kegiatan diskusi, menghargai pendapat orang lain, dapat bekerja dalam tim.
Lundgren (Ibrahim 2000:18) menyatakan beberapa manfaat yang diperoleh dari model pembelajaran tipe NHT yaitu rasa harga diri siswa menjadi lebih tinggi, penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, konflik antar pribadi menjadi berkurang, kepekaan dan toleransi, interaksi menjadi lebih mudah, dan hasil belajar menjadi lebih tinggi. .
21
Selain memiliki kelebihan di atas, model pembelajaran NHT juga memiliki kelemahan. Menurut Mas’adah (2011:29) beberapa kelemahan pembelajaran kooperatif tipe NHT yang harus diantisipasi diantaranya yaitu: 1) kemungkinan nomor yang dipanggil lagi oleh guru, 2) tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru, 3) kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung diatur kegiatan kelompok, 4) banyak kelompok yang akan melapor dan dimonitor, 5) membutuhkan lebih banyak waktu, 6) membutuhkan sosialisasi yang lebih.
C. Penguasaan Materi
Menurut Sudjana (1988:49) Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu pengajaran terdiri dari tiga macam yaitu : bidang kognitif, afektif, dan psikomatorik. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang harus nampak dari hasil belajar.
Penguasaan materi merupakan salah satu aspek dalam ranah kognitif dari tujuan kegiatan belajar mengajar. Ranah kognitif meliputi tingkah laku dari tingkatan terendah sampai tertinggi, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Penguasaan merupakan kemampuan menyerap arti dari materi suatu bahan yang dipelajari. Penguasaan bahan hanya sekedar mengingat mengenai apa yang pernah dipelajari, tapi menguasai lebih dari itu, yakni melibatkan berbagai proses kegiatan mental sehingga lebih bersifat dinamis Nurhadi (2004:26).
22
Hasil belajar dari ranah kognitif mempunyai hirarki atau bertingkat-tingkat. Adapun tungkatan-tingkatan yang dimaksud adalah : 1. Informasi non verbal, 2. Informasi fakta dan pengetahuan verbal, 3. Konsep dan prinsip, dan 4. Pemecahan masalah dan kreativitas.
Informasi non verbal dikenal atau dipelajari dengan cara pengindraan terhadap objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dikenal atau dipelajari dengan cara mendengarkan orang lain dan dengan jalan membaca. Semua itu penting untuk memperoleh konsepkonsep. Selanjutnya, konsep-konsep itu penting untuk membentuk prinsipprinsip. Kemudian prinsip-prinsip itu penting di dalam pemecahan masalah atau di dalam kreativitas (Slameto, 1991 : 131).
Menurut Nurhadi (2004:27) penguasaan materi tidak hanya penguasaan fakta. Penguasaan materi juga barkenaan dengan sikap terhadap belajar dan juga sikap terhadap pandangan yang bertentangan. Penguasaan materi harus membantu siswa untuk menghubungkan pengetahuan taknik tehadap nilai-nilai pribadi. Hal ini juga memungkinkan siswa membuat keputusan berdasarkan pemikiran yang mendalam dan melakukan diskusi bersama orang lain yang berbeda pandangan.
Menurut Anderson, dkk (2000: 67-68), ranah kognitif terdiri dari 6 jenis perilaku sebagai berikut :
23
1.
Remember mencakup kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Penguasaan itu meliputi fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip dan metode.
2. Understand mencakup kemampuan menangkap arti dan makna hal yang dipelajari. 3. Apply mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. 4. Analyze mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagianbagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya : mengurai masalah menjadi bagian yang lebih kecil. 5. Evaluate mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. 6. Create mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Untuk mencapai ke-6 standar prilaku tersebut tidaklah mudah. Untuk mencapai standar keberhasilan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri (faktor internal) maupun faktor yang berada di luar individu (faktor eksternal) (Sudjana, 2010:39). Menurut Slameto (dalam Setyawati, 2011:28) faktor internal terbagi menjadi tiga faktor, yaitu: 1. Faktor jasmaniah, terdiri dari faktor kesehatan dan cacat tubuh 2. Faktor psikologis, terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan. 3. Faktor kelelahan, terdiri dari kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
24
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi ada tiga faktor yaitu: 1. Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, perhatian orang tua, dan sebagainya). 2. Faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, alat pelajaran, waktu sekolah dan sebagainya. 3. Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat). Penguasaan materi pelajaran oleh siswa dapat diukur dengan mengadakan evaluasi. Menurut Thoha (1994:1) evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Salah satu instrument atau alat ukur yang biasa digunakan dalam evaluasi adalah tes. Menurut Arikunto (2001:53) tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
D. Aktivitas Belajar Siswa
Menurut Mulyono (2001:26) dan Sardiman (2003:22) aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (siswa dan guru) dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Aktivitas peserta didik merupakan prinsip yang penting dalam pembelajaran, karena pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau aktivitas sendiri bagi peserta didik. Keterlibatan peserta didik
25
secara aktif akan memberikan ingatan yang lama bagi peserta didik dan menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Sardiman (2007:101) mengungkapkan ada beberapa nilai aktivitas dalam pembelajaran, yaitu: 1. Para peserta didik menemukan sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan segala aspek pribadi peserta didik secara integral. 3. Memupuk kerja sama yang harmonis dikalangan peserta didik. 4. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, sereta hubungan orang tua dan guru. 5. Para peserta didik bekerja menurut minat dan kemapuan sendiri. 6. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis . 7. Pengajaran dilakukan secara realistis dan kongkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindari verbalistis. 8. Pengajaran disekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan masyarakat.
Ada beberapa jenis aktivitas belajar yang dikemukakan oleh Sardiman (2007:101) yang dalam hal ini mencakup aktivitas fisik dan mental, yaitu sebagai berikut: 1. Visual activities Jenis kegiatan ini diantaranya seperti membaca, memperhatikan gambar demontrasi, mengamati percobaan orang lain. 2. Oral activities Jenis kegiatan ini diantaranya seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengemukakan pendapat, mengadakan wawancara, interupsi, dll.
26
3. Listening activities Jenis kegiatan ini diantaranya mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato. 4. Writing activities Jenis kegiatan ini diantaranya seperti menulis cerita, karangan, mengisi angket, menyalin, mengerjakan tes, dll. 5. Motor activities Jenis kegiatan ini diantaranya seperti melakukan percobaan, melakukan konstruksi, membuat metode, mereparasi, berkebun, beternak, dll. 6. Drawing activities Jenis kegiatan ini diantaranya seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram, dll. 7. Mental activities Jenis kegiatan ini diantaranya seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan, mengambil keputusan, dll. 8. Emotional activities Jenis kegiatan ini diantaranya seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, semangat, bergairah, berani, tenang, gugup, dll.
Aktivitas belajar siswa mencakup dua aspek yang tidak tepisahkan yaitu aspek mental (emosional-intelektual-sosial) dan aktivitas motorik (gerak fisik). Kedua aspek tersebut berkaitan satu sama lain. Dalam setiap pembelajaran selalu ada aktivitas yang dilakukan, hanya saja kadar keaktifannya yang berbeda-beda. Kadar keaktifan ini kadarnya dari yang rendah yaitu mendengar sampai yang
27
paling tinggi yaitu mengambil keputusan. Dalam Saripah (2011:42) ada dua faktor yang mempengaruhi kadar keaktifan yaitu: 1. Faktor ekternal Faktor ekternal berkenaan karakteristik tujuan instruksional dan karakteristik bahan pengajaran, yang keduanya mendasari stimulasi guru dalam mempelajari siswa. Faktor ekternal dalam kontek ini adalah kualitas program pembelajaran. Variabel yang berkenaan dengan karakteristik tujuan instruksional adalah kemampuan yang harus dicapai siswa. Kemampuan ini tercermin dalam aspek kognitif seperti hapalan, pemehaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Karakteristik materi bahan pengajaran yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar siswa berkenaan dengan sifat materi yang harus dipelajari siswa, seperti fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan generalisasi. Stimulasi guru berkenen dengan apa yang dilakukan oleh guru dalam upayanya membelajarkan siswa. Faktor ini sangat menentukan kadar aktivitas belajar siswa. Stimulasi tersebut dapat bersifat pengajian informasi, pengajuan pertanyaan, penugasan pengajuan masalah.
Semakin tinggi aktivitas mental, semakin berbobot aktivitas belajar siswa dan semakin kompleks usaha guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Ini berarti perlu adanya keseimbangan tugas antara aktivitas siswa belajar dan aktivitas guru mengajar. Dengan kata lain guru dan siswa sama-sama aktif dalam melaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran aktivitas belajar tidak akan berwujud tanpa adanya stimulasi guru dalam tujuannya sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
28
2. Faktor internal Faktor internal yang berpengaruh terhadap kadar aktivitas belajar siswa tidak lepas dari kemauan, minat, dan motivasi belajar siswa itu sendiri. Faktor kemampuan siswa berbeda satu sama lain, melalui optimalisasi kegiatan belajar dapat dikembangkan untuk menunjang optimalisasi aktivitas belajar. Kemampuan tersebut adalah intelektual, emosional, sosial, dan motorik. Kemampuan intelektual tampak dalam daya nalar siswa pada saat memecahkan masalah. Kemampuan emosional terlihat dalam sikap, toleransi, dan tenggang rasa sesama siswa dalam melaksanakan tugas-tugas belajarnya. Kemampuan sosial tampak dalam interaksi sosial, tanggung jawab bersama dan pertisipasi dalam kegiatan pembelajaran.