1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian Adanya revolusi teknologi komunikasi, menjadikan masyarakat dunia
mengalami perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi. Sehingga aktivitas
dan cara berkomunikasi masyarakat dalam kehidupan sosial,
perdagangan, ekonomi, dan pendidikan telah berubah secara mendasar sejalan dengan kemajuan teknologi, informasi, dan telekomunikasi. Kekuatan komunikasi pada masa kini dapat membuat seseorang berbicara dengan ribuan bahkan jutaan orang secara serempak dan serentak, ciri utamanya adalah keserempakan1. Artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikasi yang jumlahnya relatif banyak pada saat yang sama secara bersama-sama. Keserempakan merupakan ciri utama dari komunikasi massa. Bittner dalam bukunya mass communication an introduction mengatakan komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Definisi ini memberikan batasan pada komponen komunikasi massa. Komponen-komponen tersebut mencakup adanya pesanpesan, media massa (koran. Majalah televisi, radio, dan film)2 . Media massa merupakan sarana bagi komunikasi massa, media massa telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas
1
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993 hal10.
2
Sasa Djuarsa Sendjaja.,DKK. Pengantar Ilmu Komunikasi, Universitas Terbuka,hal7.3
1
2
sosial, tapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media menyuguhkan budaya yang juga dibaurkan dengan informasi dan hiburan3. Salah satu media masa yang dapat diserap secara mendalam oleh khalayak adalah film. Film merupakan produk kebudayaan yang dibuat dengan disadari oleh kesadaran. Hal ini berarti bahwa film diciptakan melalui proses pemikiran dan pertimbangan tentang nilai-nilai normatif yang dianut masyarakat, suatu hal yang wajar sebagai pertanggungjawaban bagi kemanusiaan dan kehidupan. Film apapun pada hakekatnya memilki nilai-nilai kebaikan, walaupun sajiannya kadang tidak transparan. Sehingga penonton tahu bahwa film pada prinsipnya memilki fungsi ganda, yaitu sebagai tuntunan dan tontonan. Sebagai tuntunan, artinya film dituntut untuk mendidik. Sebagai hiburan film memiliki fungsi sosial, sekaligus membawa informasi dan sanggup mempengaruhi selera dan sikap-sikap, nilai, pengertian, dan kesadaran manusia mengenai diri, dan lingkungan kehidupannya. Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film mewakili komunitas kelompok masyarakat pendukungnya, baik realitas dalam bentuk imajinasi ataupun realitas dalam arti sebenarnya. Film menunjukkan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau, cara menghadapi masa kini dan keinginan manusia terhadap masa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya film bukan lagi sekedar usaha menampilkan citra bergerak (moving image), namun telah diikuti oleh muatan-muatan kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia atau gaya hidup.4
3 4
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Erlangga, Jakarta 1996, hal 3. Victor C Mambor, satu abad “Gambar Idoep” di Indonesia. 2007. Http://situskuncitripod.org
3
Film adalah suatu karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan atas sinematografi dengan direkam pita seluloid, pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya. Dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan/ atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan/ atau lainnya.5 Film adalah gambar hidup, juga sering disebut moving image (semula plesetan dari ”berpindah gambar”). Film secara kolektif sering disebut sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk popular dan hiburan dan juga bisnis. Film dihasilkan dari rekaman orang atau benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan atau boleh dengan animasi.6 Dalam pertumbuhannya, baik film hiburan yang mengacu pada Hollywood ataupun film-film seni kadang tumbuh berdampingan, saling memberi namun juga bersitegang. Masing-masing memiliki karakter diversifikasi pasar, festival, dan pola perkembangannya sendiri. Sementara pada proses pertumbuhan film indonesia mengalami proses kehadiran kembali, yang awalnya dicap rendahan menjadi sesuai dengan nilai-nilai seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelas menengah keatas, juga intelektual dan budayawan. Untuk
meningkatkan
apresiasi
penonton
film
indonesia
adalah
menyempurnakan permainan trik-trik serealistis mungkin, seni peran yang lebih
5 6
Undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1992 tentang perfilman BAB 1 Pasal 1 ayat 1 Perum produksi film Negara . http://id.wikipedia.com.2006
4
sunggu-sungguh. Pembenahan struktur cerita, pembenahan setting budaya yang lebih dapat dipertanggungjawabkan, penyuguhan gambar yang lebih estetis. Membuat film adalah suatu kerja kolaboratif, sebuah film dihasilkan oleh kerjasama beberapa variabel yang mendukung. Produksi film yang normal membutuhkan kooperasi banyak ahli dan teknisi yang bekerjasama sebagai suatu tim, sebagai sebuah unit produksi.7 Dunia perfilman berperan penting sebagai media komunikasi. Perfilman di Indonesia masih mengalami pasang surut, perfilman yang diputar di bioskopbioskop dan stasiun televisi masih didominasi film asing, namun saat ini perfilman Indonesia mulai menggeliat kembali menuju puncaknya. Banyak film yang telah menjadi box office di tanah air. Film anak-anak, remaja sampai dewasa, seperti sudah tersihir dengan kehadiran film-film baru dengan berbagai pilihan cerita yang menarik. Meski tidak semua film selalu sesuai dengan dunia nyata. Namun hal ini hampir tidak berarti mengingat sebuah film juga mempunyai kekuatan untuk meyakinkan penontonnya lewat realitas kameranya. Peningkatan mutu film dari genre-genre film nasional yang laris sekarang ini dapat meningkatkan daya apresiasi film bermutu dilingkungan penonton urban yang marginal, tetapi mungkin dapat pula ditonton oleh golongan penonton yang terpelajar dan intelektual. Untuk membuat film bermutu yang laris di semua golongan penonton dengan latar belakang budaya mereka yang berbeda-beda adalah dengan memberi kesempatan kepada sineasnya.8
7 8
Ernes, Lindgren, The Art Of The Film, Newyork:Collier Book 1963 hal.4 Sud Wikatmono, kutip sineplex dan industry film Indonesia,dalam layar perak, Jakarta:Gramedia
5
Dan diantara banyaknya produksi film dalam negri yang berhasil menyita banyak perhatian penonton ialah Laskar Pelangi. Film yang diilhami oleh suksesnya novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ini menjadikan sang sutradara bersemangat dalam menggarap film ini, tak tanggung pula film ini disutradarai oleh perusahaan yang memang telah menghasilkan banyak film berkwalitas, Miles Production dan Mizan Production. Film ini dirilis pada jumat, 26 September 2008 pada saat libur lebaran. Mereka berani mengeluarkan biaya yang terhitung besar besar yaitu senilai kurang lebih 8 milyar rupiah demi terciptanya kesuksesan Laskar Pelangi ini. Dan usaha mereka pun tidak sia-sia, hingga maret 2009, Laskar Pelangi telah ditonton oleh 4,6 juta orang. Film Laskar Pelangi ini diadaptasi dari novel Laskar Pelangi. Film Laskar Pelangi merupakan sebuah adaptasi sinema yang mengambil waktu di akhir tahun 1970-an. Film ini dipenuhi kisah masyarakat pinggiran, perjuangan hidup menggapai mimpi yang mengharukan, serta persahabatan yang menyelamatkan hidup manusia dengan latar belakang sebuah pulau indah yang pernah menjadi salah satu pulau terkaya di Indonesia, Belitung. Laskar Pelangi adalah kisah nyata tentang persahabatan sejumlah siswa SD Muhammadiyah Gantong di Belitung yakni Ikal (Zulfanny), Mahar (Verry S Yamarno), Lintang (Ferdian), Kucai (Yogi Nugraha), Syahdan (M Syukur Ramadan), A Kiong (Suhendri), Borek (Febriansyah), Harun (Jeffry Yanuar), Trapani (Suharyadi Syah Ramadhan), dan Sahara (Dewi Ratih Ayu Safitri). Masing-masing anak yang memiliki keunikan dan keistimewaan ini berjuang untuk terus bisa sekolah, di tengah tantangan berat yang mereka hadapi. Seperti
6
kisah pilu Lintang yang putus sekolah setelah ayahnya meninggal. Ia terpaksa meninggalkan bangku sekolah demi bekerja menghidupi tiga adik perempuannya. Ikal yang hidup dalam keadaan ekonomi yang pas-pasan tetap bertekad sekolah dan meraih cita-cita kuliah di Perancis, dan semangat ibu guru Muslimah mendapatkan murid di tengah ancaman sekolah yang akan ditutup. Novel Laskar Pelangi ini adalah memoar Andrea Hirata. Ikal adalah sosok masa kecil Andrea yang dengan keterbatasan ekonomi keluarga dan ancaman putus sekolah, terus berusaha dan berdoa menggapai cita- citanya bersekolah ke Perancis. Segala persoalan dan tantangan itu akhirnya dapat diatasi oleh Ikal, Mahar, dan Lintang dengan bakat dan kecerdasan yang muncul sebagai pendorong semangat mereka. Harapan tersebut pada akhirnya dapat diraih Andrea yang benar-benar berhasil melanjutkan studi ke Perancis kemudian perjalanan hidupnya itu dituangkan dalam novel berjudul Laskar Pelangi. Produser film "Laskar Pelangi", Mira Lesmana dan sang sutradara, Riri Riza mengakui tidak mudah memindahkan cerita dari 529 halaman novel ke medium layar lebar atau film. Alasan itu pula yang akhirnya memuat kedua sineas muda Indonesia ini terus-menerus melakukan perbaikan pada skenario hingga akhirnya naskah draft ke-17 diserahkan ke Andrea Hirata. Manajemen produksi film menjadi sangat penting karena manajemen dibutuhkan dalam semua organisasi untuk pencapaian tujuan dan juga menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan serta untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Manajemen produksi film, merupakan semua aktifitas untuk mewujudkan sebuah karya film sesuai dengan tujuan yang telah
7
ditetapkan secara efektif dan efisien. Sangat berbeda dengan manajemen produksi pada umumnya, sebab film merupakan hasil paduan antara unsur kesenian dan teknologi. Dan menilai hasil sebuah produksi film tidak hanya pada hasil rekaman fisik pada celluloidnya saja, tapi apa yang menjadi isi / kandungan yang ditangkap oleh penontonnya. Manajemen produksi disamping mengurusi hal fisik, juga berhubungan dengan usaha penciptaan / kreativitas, artistik, teknologi, dan manusia. Semua langkah / proses manajemen akan menggeluti semua unsur tersebut diatas.9 Berdasarkan deskripsi diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti secara deskriptif mengenai produksi film laskar pelangi, dilihat dari tahap proses praproduksi, produksi, dan pasca produksi. serta dari unsure manajemen, yaitu Planning, Organizing, Actuating, Controlling, dan Evaluating.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Bagaimana manajemen produksi film “Laskar Pelangi”?
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan peneliti dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
manajemen produksi yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, dan evaluasi film laskar pelangi. \ 9
Bustal Nawawi: Diktat Manajemen Produksi Film, Jakarta: Yayasan Citra; hal5
8
1.4.
Signifikansi Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat positif baik
secara akademis maupun praktis
1.4.1. Signifikansi Akademis Selain menambah jumlah penelitian mengenai masalah perfilman, penelitian ini juga diharapkan memberikan masukan bagi pengembangan ilmu komunikasi umumnya dan khususnya di bidang perfilman sebagai bagian dari media massa. Serta dapat dijadikan bahan tambahan bagi perpustakaan dan studi banding bagi mereka yang memiliki minat dan bergerak di bidang studi komunikasi khususnya broadcasting.
1.4.2. Signifikansi Praktis Sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi produksi film laskar pelangi dalam memproduksi tontonan yang berkualitas serta para broadcaster yang bekerja dibelakang layar, sehingga dapat memproduksi tayangan secara efektif dan efisien, serta menjaring audiens.