BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa, serta menjadi penarik bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan untuk industri hilir yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Peranan tanaman pangan telah terbukti secara empiris, baik dikala kondisi ekonomi normal maupun saat menghadapi krisis. Pertanian tanaman pangan sangat relevan untuk dijadikan sebagai pilar ekonomi di daerah, mengingat sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap daerah yang siap didayagunakan untuk membangun ekonomi daerah adalah sumber daya pertanian tanaman pangan, seperti sumber daya alam (lahan, air, keragaman hayati, agro-klimat). Sumber daya manusia dibidang agribisnis, teknologi dan lain – lain. Struktur ekonomi hampir disetiap daerah, terutama diluar Pulau Jawa sebagian besar di sumbang dari sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Oleh karena itu, modernisasi pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan di setiap daerah akan secara langsung dapat meningkatkan perekonomian daerah dan memecahkan sebagian besar persoalan ekonomi seperti ketimpangan kota dan
Universitas Sumatera Utara
daerah, ketimpangan antar daerah dan antar sektor, serta perluasan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia dan negara – negara yang sedang berkembang di penghujung abad kedua puluh (tahun 1997/ 1998) telah menunjukkan kehandalan sektor pertanian dan membangkitkan keyakinan serta harapan
bahwa
sektor
pertanian
dapat
difungsikan
sebagai
penggerak
pembangunan nasional. Untuk mewujudkan harapan tersebut, maka fokus utama pembangunan sektor pertanian perlu diarahkan tidak saja kepada upaya pemenuhan kebutuhan pangan, namun harus memperlakukan komoditas pangan sebagai alat tukar dan peningkatan pendapatan bagi petani. Secara makro masalah pangan dapat bergeser tingkat prioritasnya pada aspek politik, ekonomi dan sosial. Namun, secara mikro peranan pangan sebagai pemenuhan biologis tidak mengalami perubahan, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi kebutuhannya dengan berbagai cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri, dalam suasana tentram serta sejahtera lahir dan bathin, semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas dan merata. Oleh karena itu, kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis. Undang – undang no. 7 tahun 1996 tentang pangan mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat berkewajiban mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
Universitas Sumatera Utara
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan yang menyatakan bahwa penyediaan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan rumah tangga yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Sampai saat ini bahan pangan nabati yang berasal dari komoditi tanaman pangan masih menjadi sumber utama zat gizi, energi dan protein, terutama beras. Walaupun secara teoritis pemenuhan ketersediaan bahan pangan dapat ditempuh melalui produksi domestik dan impor, namun bagi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan tersebar di banyak kepulauan, pemenuhan kebutuhan pangan yang mengandalkan impor akan menciptakan kerentanan ketahanan pangan nasional serta kondisi sosial, ekonomi dan politik secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan pangan yang berasal dari dalam negeri perlu terus diupayakan. Dari segi potensi, peningkatan produksi padi dalam negeri masih berpeluang untuk ditingkatkan secara signifikan guna mencapai swasembada. Dalam pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan, sawah adalah sumber beras utama bagi berjuta – juta penduduk di Indonesia. Kebutuhan pangan bangsa Indonesia yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk telah mendorong pemerintah untuk melaksanakan program peningkatan produksi. Secara umum peningkatan produksi pertanian yang telah dilaksanakan melalui
diversifikasi,
intensifikasi,
ekstensifikasi
dan
rehabilitasi
telah
Universitas Sumatera Utara
ditunjukkan dengan tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Dan kemudian baru dapat dicapai kembali pada tahun 2007 - 2008. Intensifikasi adalah upaya meningkatkan produksi dari sumber daya usaha tani yang terbatas dengan penerapan sapta usaha tani yang terdiri dari : 1. Penggunaan benih/ bibit unggul 2. Perbaikan cara melakukan usaha tani 3. Pemberian pupuk 4. Pengendalian jasad pengganggu tanaman 5. Penyediaan/ pengaturan air 6. Perlakuan panen 7. Pasca panen Untuk melestarikan dan upaya mempertahankan swasembada beras, maka lahan
sawah
merupakan
tumpuan
prioritas
yang
harus
ditingkatkan
produktifitasnya. Melalui kegiatan intensifikasi, Arsyad (1976) dan Endang (1991) menyatakan bahwa dalam meningkatkan mutu kegiatan intensifikasi padi sawah, air merupakan masalah utama dan faktor pembatas (limiting factor) yang dapat mempengaruhi produksi. Lebih lanjut Sugianto dan Irsal (1995) menyatakan walaupun hampir dua pertiga permukaan bumi digenangi oleh air, tetapi bagi pertanian bukanlah sumber daya yang tidak terbatas, kadang kala air tersedia secara berlebihan dan menimbulkan kerusakan tanaman seperti banjir, kadang kala sangat terbatas dan akan menimbulkan kekeringan pada tanaman. Untuk mendukung peningkatan mutu intensifikasi, sejak awal Pelita I Pemerintah telah melaksanakan pembangunan irigasi secara besar – besaran guna
Universitas Sumatera Utara
menunjang produksi pertanian. Irigasi (termasuk waduk sebagai sumber air) merupakan bagian terpenting dari infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan irigasi yang baik, dalam pengertian tidak hanya kuantitas, tetapi juga kualitas, dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama tanaman pangan secara signifikan. Pada awal Pelita I lahan sawah beririgasi seluas 3,388 juta hektar dengan produktivitas 24,2 kwintal/ ha, kemudian pada tahun 1987, luas lahan irigasi meningkat menjadi 5,272 juta ha dengan produktivitas 44,8 kwintal/ ha (Suprodjo, 1993). Jaringan irigasi yang baik akan mendorong peningkatan Indeks Pertanaman (IP) (Damardono dan Prabowo, 2008). Rata – rata IP lahan sawah di Indonesia hanya 1,57 kali, yang artinya, dalam satu tahun rata – rata lahan pertanian di Indonesia ditanam kurang dari 2 kali musim tanam. Di Pulau Jawa, IP rata – rata diatas 2, tetapi diluar Pulau Jawa umumnya 1 hingga 1,3 kali. Bagi petani, semakin tinggi IP semakin besar pendapatannya, berarti ia semakin bersemangat meningkatkan produksinya. Dengan memakai data BPS dan FAO, hasil penelitian dari Fuglie (2004) memberikan suatu gambaran mengenai perkembangan irigasi pertanian di Indonesia selama periode 1961 – 2000. Sebelum revolusi hijau dimulai pada awal tahun 1970-an, lahan irigasi (teknis dan non teknis) meningkat dengan rata – rata 1,4% setiap tahunnya dan selama revolusi hijau meningkat dengan lebih dari setengah ke 2,3 % per tahun, tetapi setelah itu merosot secara signifikan ke 0,3% pertahun. Meskipun demikian, disadari bahwa keberhasilan pembangunan irigasi tersebut diikuti pula oleh masalah dan tantangan yang harus dihadapi sebagai akibat peralihan sistem
Universitas Sumatera Utara
pertanian sawah tadah hujan menjadi persawahan beririgasi teknis. Peralihan ini tentu akan mempengaruhi perilaku petani didalam kegiatan usaha tani. Dalam penyelenggaraan usaha tani yang berarti membawa konsekuensi terhadap pola pikir petani itu sendiri dalam tertib pemanfaatan air, partisipasi dalam pengelolaan jaringan irigasi, penggunaan faktor – faktor produksi dan keragaan usaha tani. Dengan demikian sesudah beroperasinya irigasi Bandar Sidoras di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang diharapkan terjadi peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat yang pada gilirannya akan menjamin kecukupan pangan petani dan juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai bahan kajian dalam penelitian ini, perlu dilakukan
suatu analisis tentang potensi sesudah adanya irigasi
dibandingkan dengan sebelum adanya irigasi terhadap kecukupan pangan beras pada Daerah Irigasi Bandar Sidoras Kecamatan Percut Sei Tuan. Kabupaten Deli Serdang. Dengan bertitik tolak dari hal – hal diatas, maka penulis ingin mengadakan penelitian mengenai : Analisis Potensi Daerah Irigasi Bandar Sidoras terhadap Kecukupan Pangan di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
1.2. Perumusan Masalah Perkembangan produksi padi pada dasarnya dapat diwujudkan dengan dukungan program pembangunan irigasi. Dalam rehabilitasi, pengembangan tersier lebih berperan dari segi optimasi dan efisiensi irigasi. Sasaran utama dari
Universitas Sumatera Utara
pengembangan tersier adalah ketersediaan air yang lebih adil, perluasan areal tanam dan optimalisasi penggunaan faktor produksi lainnya serta meningkatkan intensitas pertanaman. Dengan tersedianya air, perluasan areal tanam dan faktor produksi lainnya serta peningkatan intensitas pertanaman diharapkan akan dapat meningkatkan produksi, produktivitas dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Sehubungan dengan uraian diatas, perumusan masalah pokok yang akan diteliti dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Berapa besar pengaruh penggunaan faktor- faktor produksi terhadap produksi padi petani pada lahan sawah beririgasi dan lahan sawah non irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. 2. Berapa besar potensi lahan sawah beririgasi terhadap peningkatan intensitas pertanaman dibanding dengan lahan sawah non irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. 3. Berapa besar perbedaan produksi, produktivitas dan penerimaan petani pada lahan sawah beririgasi dan lahan sawah non irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. 4. Apakah tercapai kecukupan pangan beras dan pengembangan wilayah setelah adanya irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
1.3. Tujuan Penelitian Sejalan dengan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan maka penelitian ini bertujuan untuk :
Universitas Sumatera Utara
1. Menganalisis besarnya penggunaan faktor – faktor produksi terhadap produksi padi petani dilahan sawah yang beririgasi dan lahan sawah non irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. 2. Mengukur besarnya potensi lahan sawah beririgasi terhadap peningkatan intensitas pertanaman dibanding dengan lahan sawah non irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang . 3. Menganalisis perbedaan produksi, produktivitas dan penerimaan petani pada lahan sawah beririgasi dan lahan sawah non irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. 4. Mengukur pencapaian kecukupan pangan beras dan pengembangan wilayah setelah adanya irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan : 1. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan untuk menetapkan kebijaksanaan – kebijaksanaan yang dapat ditempuh dalam rangka usaha mempertahankan swasembada beras 2. Sebagai bahan studi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan di wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara