BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pengangkutan dalam dunia perdagangan, merupakan sarana yang penting dimana dengan adanya angkutan akan memudahkan pendistribusian barang/jasa dari produsen ke agen/grosir, sampai ke konsumen. Pengangkutan juga berfungsi memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. 1 Dalam proses pengangkutan, terjadi perjanjian pengangkutan antara pengirim dan pengangkut. Perjanjian pengangkutan merupakan sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya berkeharusan untuk melakukan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut2. Kedudukan pengirim dan pengangkut dalam perjanjian pengangkutan sama tinggi atau kedudukan koordinasi.3 Menurut sistem hukum Indonesia dalam mengadakan perjanjian pengangkutan tidak disyaratkan harus tertulis, dapat diartikan bahwa adanya perjanjian cukup dengan adanya kesepakatan antara pengangkut dan pengirim, kedua belah pihak boleh membuat ketentuanketentuan sendiri yang menyimpang dari Buku III KUHperdata, karena pada dasarnya setiap
1
H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid III, Djambatan, Jakarta, 1987, hal. 1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti , Bandung, 2008, hal. 46 3 H.M.N Purwosutjipto, op.cit., hal. 7 2
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya4 (kecuali hal2 yang bersifat memaksa ) . Setiap proses pengangkutan, baik itu pengangkutan melalui darat, laut atau udara, pasti ada perjanjian yang mengikat. Sejalan dengan perkembangan masyarakat sekarang ini, alat angkutan tidak hanya digunakan untuk mengangkut orang atau barang. Tetapi secara faktual, pengangkutan hewan sudah ada bahkan sering dilakukan oleh orang yang mempunyai kepentingan. Pengangkutan hewan sering dilakukan melalui moda darat dengan menggunakan jalur kereta api, melalui laut dan pesawat udara. Namun, dalam pelaksanaan pengangkutan terhadap hewan ini, tidak selalu berjalan dengan baik. Pengangkutan hewan juga sering memunculkan suatu masalah, diantaranya hewan mati atau sakit ketika diangkut. Dalam penelitian ini, penulis lebih mengkhususkan perbandingan pengangkutan hewan melalui moda kereta api dan kapal laut. Mengingat dalam pengangkutan setiap moda, antara lain pengangkutan melalui kereta api dan kapal laut, memiliki sistem yang berbeda dalam hal mengangkut hewan. Semua proses mulai dari pra pengangkutan, pada saat pengangkutan dan pasca pengangkutan diatur dalam peraturan perundang-undangan masingmasing, sesuai dengan alat angkut atau moda yang digunakan. Adapun item-item yang akan menjadi perbandingan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Tata cara dalam pelaksanaan pengiriman hewan 2. Sistem pertanggungjawaban 3. Pemberian ganti rugi
4
Pasal 1388 KUHPerdata
4. Asuransi 5. Dokumen pengangkutan (perjanjian) Pengangkutan hewan dalam pengangkutan menggunakan kapal laut, prosedurnya sama dengan prosedur pengiriman barang. Sedangkan dalam pengangkutan menggunakan kereta api, pengangkutan hewan diklasifikasikan dalam pengangkutan barang, tapi lebih dikategorikan dalam angkutan barang yang bersifat khusus. Berkenaan dengan perjanjian pengangkutan, alat angkut kereta api dan kapal laut, dapat dilakukan oleh dua pihak yaitu pengirim hewan dengan perusahaan alat angkut itu sendiri. Dan juga dapat terjadi perjanjian yang melibatkan 3 pihak yaitu perusahaan jasa, pihak pengirim dan pihak perusahaan alat angkut tersebut. Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan UndangUndang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, surat angkutan barang merupakan bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan antara para pihak. Penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dikarenakan dalam pengangkutan hewan antara moda kereta api dengan moda kapal laut mempunyai sistem yang berbeda dan dari situlah penulis melakukan penelitian untuk membandingkan tanggung jawab pengangkutan hewan antara moda kereta api dengan moda kapal laut, dengan melihat beberapa item yang sudah disebutkan diatas untuk dibandingkan. Beberapa hal yang membuat penulis tertarik untuk menulis tentang hal ini adalah : 1. Alasan Praktis
Penulis merasa sangat tertarik dengan topik ini, karena sejak awal, mata kuliah hukum pengangkutan merupakan salah satu mata kuliah yang menjadi favorit penulis. Walaupun unit amatan yang dipilih penulis agak jauh dari tempat tinggal, penulis yakin masih bisa menjangkaunya, baik dari segi jarak maupun biaya. Selain itu, cukup banyaknya data dari media cetak, maupun internet yang mendukung penulis untuk mengetahui permasalahan yang diambil, membuat penulis lebih yakin untuk meneliti peristiwa tersebut.
2. Alasan teoritis Melengkapi bahan – bahan yang diberikan dalam mata kuliah ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan, sekaligus diharapkan dapat memberikan sumbangan ide atau pemikiran bagi pihak – pihak yang tertarik pada permasalahan yang diangkat. Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti hal – hal tersebut, sehingga penulis memberi judul skripsi ini : “ Perbandingan Tanggung Jawab Pengangkutan Hewan antara moda Kereta Api dan Moda Kapal Laut ” B. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara berkembang, memiliki keistimewaan dimana negara ini terdiri dari berbagai pulau. Sebagai negara kepulauan dan negara yang sedang berkembang dalam menjalin hubungan dengan luar negeri maka Indonesia sangat membutuhkan jasa pengangkutan untuk menghubungkan pulau yang satu dengan pulau yang
lain dan negara lain. Kondisi dan keadaan seperti itulah yang mengakibatkan jasa pengangkutan menjadi sangat penting. Setiap negara yang berkembang pasti mengusahakan pembangunan diberbagai bidang. Salah satunya dibidang ekonomi dalam hal ini bidang perdagangan. Untuk menunjang perkembangan suatu negara, dibutuhkan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang perkembangan dari suatu negara. Dalam bidang perdagangan, pengangkutan merupakan hal yang mutlak 5, sebab barang-barang yang dihasilkan oleh produsen, bisa sampai ketangan pengusaha hanya dengan menggunakan jasa pengangkutan, begitupula dari pengusaha sampai ke tangan konsumen. Jika terjadi hambatan-hambatan dalam proses pengangkutan maka hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan bagi jalannya perekonomian itu. Secara
harafiah
pengangkutan
adalah
usaha
membawa,
mengantar,
atau
memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Menurut Abdulkadir Muhammad pengangkutan adalah proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi 6. Pengangkutan sendiri memiliki unsur-unsur yang terdiri dari 7: 1. Ada muatan yang diangkut 2. Tersedia kendaraan sebagai alat angkutannya 3. Ada jalanan tempat yang dilalui alat angkutan tersebut.
5
ibid Abdulkadir Muhammad, Arti Penting Dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga Di Indonesia, Genta Press, Yogyakarta, 2007, hal. 1 7 Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin dan Djohari Santoso, Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal. 195 6
Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan, angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan angkutan memindahkan barang dan/atau orang, maka pengangkutan menghasilkan jasa-jasa angkutan sebagai produksinya, yang merupakan jasa dalam angkutan atau proses angkutan orang atau barang. Selain pengangkutan memberi nilai tempat, pengangkutan juga dapat memberi nilai waktu kepada masyarakat. Nilai waktu dapat terlihat dalam hal barang-barang sampai pada tempat tujuan tepat pada waktunya. Hukum pengangkutan adalah suatu aturan yang mengatur tentang pemindahan suatu barang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Sifat dari hukum pengangkutan ini sendiri mengharuskan pengangkut menjadi pengangkut yang baik yang akan berusaha sekeraskerasnya, agar benda-benda muatan/orang yang dipercayakan kepadanya secara utuh dan lengkap dan tak berubah serta tepat waktu sampai ditempat tujuan. Tujuan angkutan diantaranya Pemindahan suatu barang untuk menambah nilai dari barang tersebut. Jasa pengangkutan memiliki peran yang besar dalam memindahkan dan memperlancar hubungan orang-orang dan atau barang yang berada di wilayah Indonesia bahkan dalam hal hubungan internasional. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, dalam bidang perdagangan pengangkutan bersifat mutlak, hal itu disebabkan adanya aspek pengangkutan yang merupakan sarana untuk berbisnis atau untuk mencari keuntungan. Pengangkutan terbagi atas beberapa moda yaitu pengangkutan udara, darat, laut dan pengangkutan kereta api. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengangkutan ini terdiri dari penumpang/pengirim barang, pengangkut dan sering juga terlibat adanya pihak ketiga. Selain aspek mencari
keuntungan, pengangkutan juga memiliki hal yang pokok dalam penggunaan jasa pengangkutan yaitu timbulnya suatu perjanjian, antara pihak penumpang/pengirim barang, dengan pengangkut. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.8 Dengan kata lain perjanjian pengangkutan merupakan
suatu
perjanjian
yang
timbal
balik
antara
pengangkut
dengan
pengirim/penumpang, Artinya ketika pengangkut mengangkut barang atau penumpang dia berpredikat sebagai debitur, sebaliknya penumpang/pengirim barang berpredikat sebgai kreditur dimana dia wajib mengangkut barang/penumpang (kreditur) sampai ketempat tujuan yang telah diperjanjikan. Sebaliknya pengangkut bertindak sebagai kreditur ketika dia berhak menerima uang angkutan dari penumpang/pengirim barang yang sekarang sudah bertindak sebagai debitur karena dia wajib memberikan uang angkutan kepada pengangkut. Perjanjian ini bertujuan agar pengangkutan itu selamat sampai tujuan. Dengan memperhatikan definisi diatas, maka pengertian perjanjian pengangkutan adalah sama dengan pengertian perjanjian menurut pasal 1320 KUHperdata dimana terdapat 4 syarat yaitu 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 8
Abdulkadir Muhammad, op.cit., hal. 46
4. Suatu sebab yang halal Adapun yang dimaksud dengan “sampai ke tempat tujuan dengan selamat” mengandung arti bahwa bila pengangkutan tidak berjalan dengan tidak selamat, hal itu menjadi tanggung jawab pengangkut. Keadaan “tidak selamat” mempunyai dua arti yaitu barangnya tidak ada, lenyap atau musnah dan barangnya ada tapi rusak sebagian atau seluruhnya. Dalam penyelenggaraan pengangkutan, tidak selamanya berjalan dengan lancar. Sebab tidak jarang terjadi peristiwa yang tidak diinginkan para pihak. Permasalahan wanprestasi dalam perjanjian, pertanggungjawaban dan ganti kerugian merupakan masalah pokok yang terjadi dalam penggunaan jasa pengangkutan. Sehingga dalam penyelesaian masalah-masalah tersebut, hukum sangatlah berperan. Di Indonesia, alat angkutan tidak hanya mengangkut barang/orang, tapi juga kita sudah sering mendengar tentang pengangkutan hewan dalam hal ini hewan ternak berupa sapi, kambing dan lain sebagainya. Dalam transportasi perdagangan ternak sering terjadi beberapa masalah misalnya Sepuluh milyar ekor ternak sapi disembelih untuk dikonsumsi penduduk dunia setiap tahun. Di Indonesia lebih dari dua juta ekor ternak disembelih per tahun. Kebutuhan daging di Indonesia sebagian besar (65%) masih dipenuhi dari produksi dalam negeri, dan sisanya diperoleh dari impor. Ternak-ternak ini setiap saat menerima perlakuan manusia mulai dari peternakan sampai selama proses pengangkutan dan penyembelihan. Tak dapat disangkal, ternak-ternak itu sering mengalami penderitaan akibat malnutrisi, muatan melebihi daya tampung dan perlakuan tidak wajar. Selain adanya pengangkutan ternak berupa sapi atau kambing, terdapat juga pengiriman anjing yang
zaman sekarang ini sudah marak terjadi. Dan tentunya dalam pengangkutan/pengiriman anjing tersebut tidak luput dari permasalahan-permasalahan. Ketika hewan menjadi salah satu objek dari pengangkutan ini, para pengangkut harus memperhatikan tentang kesejahteraan dari hewan yang diangkut. Aspek pengaturan kesejahteraan hewan mengacu pada lima prinsip (five freedoms) yang diadopsi dunia internasional pada 1979, mencakup bebas dari rasa haus dan lapar, bebas dari rasa menderita, bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit, bebas mengekpresikan perilaku normal serta bebas dari rasa takut dan tertekan. Perlakuan manusia terhadap ternak dipengaruhi kepercayaan dan nilai-nilai budaya masing-masing. Setiap budaya juga berbeda dalam menetapkan prioritas prinsip kesejahteraan hewan, seperti kebutuhan pakan dan air menjadi lebih penting dibandingkan rasa takut dan tertekan. Bebas dari rasa lapar dan haus dimaksudkan sebagai kemudahan akses akan air minum dan makanan yang dapat mempertahankan kesehatan dan tenaga. Dalam hal ini adalah penyediaan pakan yang sesuai dengan species dan keseimbangan gizi. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka akan memicu timbulnya penyakit dan penderitaan. Bebas dari rasa tidak nyaman dipenuhi dengan penyediaan lingkungan yang layak termasuk shelter dan areal istirahat yang nyaman. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka akan menimbulkan penderitaan dan rasa sakit secara mental yang akan berdampak pada kondisi fisik dan psikologi hewan. Isu kesejahteraan hewan justru lebih diperankan organisasi swasta internasional yang mendapat dukungan dana dari komunitas penyayang binatang di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) mulai merintis pembuatan standar-standar menyangkut kesejahteraan hewan pada 2001 dan secara resmi
diperkenalkan kepada negara anggota pada 2004. Pada tahun yang sama, OIE menyelenggarakan konferensi internasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran negara anggota dan menjelaskan tentang inisiatif OIE dalam menetapkan standar-standar tersebut. Adapun contoh kasus pengangkutan yang terjadi, dimana yang diangkut adalah anjing. Pengangkutan yang melibatkan beberapa pihak ini, yaitu pihak pemilik anjing, ekspedisi, dan pengangkut mengalami masalah dalam pengangkutan, dimana hewan yang diangkut mati. Untuk melihat siapa yang bertanggung jawab dalam kasus ini, perlu dilihat juga bagaimana hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Dalam penelitian ini, saya akan meneliti tentang perbandingan pengangkutan dalam hal pengiriman hewan baik itu pengangkutan dengan menggunakan kereta api dan pengangkutan yang menggunakan kapal laut. Seperti yang telah dijelaskan diatas, pengiriman hewan dengan menggunakan kereta api dan kapal laut berbeda prosedurnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada dua moda tersebut. Disamping itu, dalam pengiriman hewan tidaklah selalu berjalan sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Banyak hal yang bisa terjadi, misalnya dalam pengangkutan hewan tersebut mati, sakit, atau tidak sampai ke tujuan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini saya akan melakukan perbandingan tentang pertanggungjawaban pengangkutan hewan dengan menggunakan alat angkut kereta api dan alat angkut kapal laut. Peraturan yang berkaitan penelitian saya yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan PP No 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Kereta Api. Dan Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, PP Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.
Adapun Pedoman Tata Cara dan Syarat Pengiriman/Pengangkutan yaitu titipan menjadi tanggung jawab pengangkut, bilamana pengirim telah membayar lunas semua biaya pengiriman dan memiliki Bukti Tanda Terima Kiriman Barang (BTTKB) asli. Dilarang memasukan kedalam titipan barang-barang sbb: Uang tunai, surat-surat berharga, arloji dan perhiasan, Surat, warkatpos & kartu pos, Barang mudah meledak, beracun dan merusak kiriman lain, Narkoba dan sejenisnya. Pengirim wajib memberitahukan isi titipan yang sebenarnya. Pernyataan yang tidak sesuai isi sebenarnya merupakan pelanggaran yang dapat dituntut sesuai hukum yang berlaku. Pengangkut tidak bertanggung jawab atas hal-hal: Resiko teknik (hilang / berubah fungsi) atas titipan mesin dan barang elektronik. Kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan akibat dari kehilangan, kerusakan dan keterlambatan penyerahan titipan Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2007 tidak disebutkan bahwa “barang” dalam pelaksaanaan pengangkutan termasuk dalam pengangkutan hewan. Tapi bila dilihat pada peraturan pemerintah no. 72 tahun 2009 khususnya pada pasal 138 ayat (1) telah dijelaskan Angkutan barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) huruf b diklasifikasikan atas: a. barang curah; b. barang cair; c. muatan yang diletakkan di atas palet; d. kaca lembaran; e. barang yang memerlukan fasilitas pendingin; f. tumbuhan dan hewan hidup; g. kendaraan; h. alat berat;
i. barang dengan berat tertentu; dan j. peti kemas. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 telah mengatur pertanggung jawaban pengangkut sarana kereta api yaitu Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka- luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak pengguna jasa diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati. (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami. (4) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, luka-luka, atau meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. Pasal 158 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang hilang, rusak, atau musnah yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diterima oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sampai dengan diserahkannya barang kepada penerima. (3) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami, tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh dan biaya jasa yang telah digunakan. (4) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh keterangan yang tidak benar dalam surat angkutan barang. Pasal 159 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga yang disebabkan oleh pengoperasian
angkutan kereta api, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian disebabkan oleh kesalahan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian. (2) Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian dari pihak ketiga kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.
Pelaksanaan pengiriman hewan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Mengenai tanggung jawab perusahaan angkutan pelayaran, pasal 40 UU No. 17 Tahun 2008 menentukan sebagai berikut: a. Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya. b. Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati. Tanggung jawab yang tertuang dalam pasal 40 UU No. 17 Tahun 2008 diperjelas dengan pasal 41 UU No. 17 Tahun 2008 yang menentukan sebagai berikut: 1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa: a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut; c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau d. kerugian pihak ketiga. 2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya. 3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung
jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perlu adanya pertanggungjawaban hukum yang harus dilakukan oleh pihak yang berkaitan dengan permasalahan ini. Beberapa prinsip - prinsip tanggung jawab hukum yang digunakan dalam memecahkan permasalahan diatas, adalah sebagai berikut : 1. Tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault principle) Pengangkut harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dia lakukan sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak penumpang / pengirim barang. 2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (persumption of liability principle) Pengangkut harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang/pengirim barang, kecuali dia bisa membuktikan bahwa kerugian terjadi bukan disebabkan oleh pengangkut itu sendiri 3. Prinsip tanggung jawab mutlak (stricht liability) Pengangkut bertanggung jawab secara mutlak. C. Rumusan Masalah Dari pemaparan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan mengenai hal tersebut sebagai berikut : Bagaimanakah perbandingan tanggung jawab pengangkutan hewan antara moda kereta api dengan moda kapal laut ?
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dibuat untuk meneliti beberapa hal, dengan tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui perbandingan pengangkutan hewan antara moda kereta api dengan moda kapal laut, dimana perbandingan tersebut akan menjelaskan tentang adanya kesamaan atau perbedaan antara item-item yang telah disebutkan yaitu item tentang tatacara penyelenggaraan, tentang dokumen angkutan, sistem pertanggungjawaban, ganti rugi, dan asuransi antara moda kereta api dan moda kapal laut. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Manfaat teoritis a. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pada khususnya di bidang hukum b. Khususnya ilmu hukum, yaitu untuk menambah literatur, bahan penelitian ilmiah dan sumbangan pemikiran dibidang ilmu hukum khususnya di bidang hukum Pengangkutan.
2.
Manfaat praktis a. Untuk memberikan
masukan pada semua pihak
yang tertarik dan
berkepentingan serta memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. b. Memberikan masukan juga sumbangan pemikiran pada pemerintah terkait dengan pengangkutan hewan yang dilakukan oleh masyarakat.
F. Metode Penelitian Dalam skripsi ini, penggunaan metode penelitian dijelaskan melalui hal dibawah ini, yaitu sebagai berikut : 1.
Jenis Penelitian Penelitian Deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisa data yang ada seteliti mungkin, dengan tujuan agar dapat menguraikan apa saja perbandingan-perbandingan dalam pelaksanaan pengangkutan hewan antara moda kereta api dengan moda kapal laut.
2.
Pendekatan Masalah Dalam skripsi ini, pendekatan yang digunakan adalah Yuridis normatif Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai penelahan dalam tataran konseptional tentang arti dan maksud berbagai peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan kedudukan dan peranan pengangkut dalam penyelenggaraan pengangkutan baik itu pengiriman orang ataupun pengiriman barang.
3.
Jenis Data a.
Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber informasi pada saat dilakukan penelitian. Data primer yang dimaksud ini didapat dari penelahan peraturan perundang-undangan yang terkait.
b.
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang mendukung penelitian, yaitu dari buku – buku, dokumen – dokumen, ataupun data – data dari internet.
4.
Metode Pengumpulan data Perolehan data primer dilaksanakan dengan melakukan pendekatan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pengangkutan hewan yang dilakukan melalui moda kereta api dan kapal laut, buku-buku mengenai hukum pengangkutan, buku-buku mengenai perlindungan hewan Surat Kabar serta Data Internet yang berhubungan dengan pengangkutan. Selain itu, penulis juga akan melakukan wawancara. Wawancara tersebut akan dilakukan kepada pihak – pihak yang terkait dengan permasalahan yang diangkat, yaitu : a. Pihak PT. Kereta Api b. Pihak PT.PELNI c. Pihak Jasa Pengiriman Barang yang bekerja sama dengan PT. Kereta api d. Pihak Jasa Pengiriman Barang yang bekerja sama dengan PT.PELNI
5.
Unit Amatan Yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan PP No 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Kereta Api. Dan Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, PP Nomor 20 Tahun 2010 tentang angkutan di perairan.
6.
Unit Analisis Perbandingan pengangkutan hewan yang menggunakan moda kapal laut dan moda kereta api.