BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya dunia bisnis pada umummya dan dunia industri pada khususnya,
maka kebutuhan akan pendanaan
menjadi hal yang utama bagi
kalangan pengusaha untuk mengembangkan usahanya dan meningkatkan mutu produknya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan lembaga pembiayaan non bank yang bergerak dibidang penyediaan dana atau barang. Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pada saat ini adalah sewa guna usaha atau biasa disebut juga leasing. Saat ini leasing merupakan salah satu cara perusahaan memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses berkepanjangan. Alat-alat produksi merupakan komponen utama atau komponen pokok yang keberadaannya mutlak diperlukan dalam kegiatan industri. Dilihat dari sisi investasi, pengadaan alat-alat produksi memerlukan dana yang relatif besar. Pada umumnya pengadaan alat-alat produksi ini dibiayai dengan kredit bank, namun dalam keadaan tertentu, pembiayaan melalui kredit bank dianggap kurang menguntungkan. Jia dibandingkan dengan kredit perbankan, pembiayaan leasing lebih memberikan keunggulan secara ekonomi diantaranya adalah tidak perlu menyediakan jaminan, pembiayaan penuh 100% tanpa uang muka dan pembayaran angsuran relatif fleksibel. Perusahaan dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) dalam melakukan usahanya diatur oleh suatu aturan khusus yang berbeda dengan aturan yang berlaku bagi 1
perusahaan pada umumnya. Salah satu aturan yang berbeda tersebut adalah masalah peraturan perpajakan. Perusahaan dengan status PMA pada saat mendatangkan alat-alat produksi yang merupakan komponen utama perusahaan, maka pajak yang dikenakan relatif kecil bahkan beberapa komponen tertentu tarif pajaknya 0%. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 546/KMK.01/1997 tanggal 3 November 1997 memberikan pengaturan berupa pembebasan bea masuk atas impor mesin , barang dan jasa dalam rangka mendorong investasi dan efisiensi nasional. Pasal 2 KMK tersebut mengatur bahwa pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka pengembangan, meliputi mesin yang terkait langsung dengan kegiatan industri/industri jasa. Tarif pajak yang relatif rendah dan fasilitas lain yang diberikan oleh Pemerintah menyebabkan beberapa perusahaan dengan status PMA lebih memilih menggunakan modal perusahaan untuk pengadaan alat-alat produksi. Keuntungan menggunakan pilihan tersebut adalah berkurangnya modal kerja perusahaan. Perusahaan pada umumnya menggunakan fasilitas kredit atau fasilitas pembiayaan lainnya untuk keperluan modal kerjanya. Apabila perusahaan memilih menggunakan fasilitas kredit, maka perusahaan tersebut harus mempersiapkan jaminan. Masalah jaminan bukan hal yang mudah
bagi
perusahaan khususnya perusahaan dengan status PMA, maka beberapa perusahaan PMA lebih memilih untuk tidak menggunakan kredit bank tetapi lebih memilih menggunakan fasilitas pembiayaan lainnya. Salah satu alternatif yang dipilih adalah menjual alat-alat produksi yang dimiliki dan kemudian menyewa kembali alat-alat produksi tersebut untuk digunakan dalam proses produksi. Dengan cara seperti ini perusahaan memperoleh modal kerja tanpa harus memikirkan jaminan.
2
Pembiayaan dengan cara seperti tersebut di atas, pada kenyataannya dilakukan tidak hanya oleh lembaga keuangan bukan bank namun juga dilakukan oleh bank. Cara “menjual” alat-alat produksi dan kemudian “menyewa” kembali alat-alat produksi tersebut dikenal dengan istilah sale and lease back. Cara tersebut dikenal sebagai suatu teknik khusus di dalam Leasing. Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang dimilikinya kepada lessor dan atas barang tersebut dibuat kontrak leasing antara lessee dengan lessor. Perjanjian yang dibuat dengan mekanisme ini mempunyai tujuan agar lessor memberikan dana untuk keperluan lessee yang besarnya sama dengan nilai obyek barang lease. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan mengatur bahwa dalam kegiatan sewa-guna-usaha, pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali. Dalam pasal 4 (4) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1441b/KMK.04/1989 tanggal 25 Desember 1989 tentang Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana telah diganti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 296/KMK.04/1994 tanggal 27 Juni 1994 juncto butir B.1.1.4 SE-10/PJ.42/1994 tanggal 22 Maret 1994 dinyatakan : "Tidak termasuk dalam pengertian pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemindahan hak dari lessee kepada lessor dengan cara sale and lease back dengan syarat, barang modal tersebut masih digunakan oleh lessee sebagai Pengusaha Kena Pajak"
3
Namun dalam perkembangannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 296/ KMK.04/1994 tanggal 27 Juni 1994 tersebut sejak tanggal 1 Januari 1995 dinyatakan tidak berlaku dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 643/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994. Terhitung sejak tanggal 1 Januari 1995, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas pemindahtanganan “barang modal” atau penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan diatur dalam Pasal 16D UndangUndang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (yang saat ini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000). Sesuai dengan PSAK Nomor 30 poin b angka 6 untuk standar khusus akuntansi sewa-guna-usaha dengan hak opsi mengenai sales and lease back, transaksi tersebut harus diberlakukan sebagai 2 (dua) transaksi yang terpisah, yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa-guna-usaha. Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap transaksi sales and lease back sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992 dan Surat Dirjen Pajak Nomor S-133/PJ.33/1995 tanggal 11 September 1995 serta Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996. Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 dijelaskan bahwa pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan secara Sales and Lease merupakan pemindahtanganan hak dengan 2 transaksi yaitu : transaksi penjualan harta dan transaksi sewa-guna-usaha.
4
Dalam Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN diatur bahwa jasa di bidang sewaguna-usaha dengan hak opsi tidak dikenakan PPN. Juga dalam Pasal 15 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) diatur bahwa : "Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dari Lessor kepada Lessee, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai" Memperhatikan ketentuan Pasal 16D Undang-Undang PPN maupun ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006, maka perlakuan perpajakan khususnya PPN atas transaksi sale and lease back adalah sebagai berikut : - Penjualan barang modal dari lessee kepada lessor terutang PPN Pasal 16D. - Terhadap lease back atau leasing kembali oleh lessee dengan cara leasing biasa diberlakukan ketentuan leasing biasa seperti dijelaskan sebelumnya. - Penyerahan jasa (pembiayaan) transaksi sewa guna usaha dari lessor kepada lessee dikecualikan dari pengenaan PPN.
Dengan demikian dalam hal transaksi Financial Lease dan Sale and Lease Back, Wajib Pajak (lessee maupun lessor) akan lebih mudah dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Alat-alat produksi dalam
usaha perindustrian dapat berupa benda bergerak
berwujud yang terdaftar maupun tidak terdaftar. Apabila alat-alat produksi tersebut dijual, maka untuk peralihan hak milik harus ada levering (penyerahan). Di lihat dari pembedaan benda, cara levering (penyerahan) masing-masing benda tersebut berbeda. Adanya peralihan hak milik menjadi syarat mutlak agar dapat dilakukan tahap “menyewa” kembali.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pelaku usaha menjual alat-alat produksi dan kemudian melakukan lease ? 2. Apakah penjualan alat-alat produksi dan me-lease kembali di dalam praktek Perjanjian Pembiayaan dapat dikualifikasi sebagai sale and lease back ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pelaku usaha menjual alat-alat produksi dan kemudian melakukan lease terhadap alat-alat produksi yang dijualnya. b. Mengetahui kualifikasi penjualan alat-alat produksi dan me-lease kembali dalam praktek Perjanjian Pembiayaan. 2. Tujuan Subyektif Untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat guna penyusunan tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
6
D. Keaslian Penelitian
Peneliti telah melakukan penulusuran terhadap hasil-hasil penelitian dan karyakarya ilmiah lainnya, namun tidak menemukan permasalahan yang sama dengan yang peneliti angkat dalam penelitian ini. Namun demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang memuat sebagian unsur-unsur dari penelitian ini dan juga pengkajian permasalahannya tidak sama. Beberapa hasil penelitian tersebut antara lain : 1. Penelitian dengan judul “Pembelian Kendaraan Bermotor Dengan Pembiayaan Leasing” yang ditulis oleh Arif Budiarto mahasiswa Program Magister Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010. Permasalahan dalam penelitian tersebut adalah perlindungan hukum terhadap para pihak dan pencantuman klausula baku dalam kaitannya dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 2. Penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Perjanjian Leasing Kendaraan Bermotor” yang ditulis oleh Doni Mulyanto mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010. Permasalahan dalam penelitian tersebut adalah perlindungan hukum konsumen ditinjau dari UndangUndang Perlindungan Konsumen dan upaya penyelesaian jika timbul sengketa diantara para pihak. Penelitian tentang “Sale and Lease Back Dalam Praktek Perjanjian Pembiayaan” ini sangatlah berbeda dengan ke dua penelitian tersebut di atas. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli.
7