BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan bertanggung jawab oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengatur, mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Harapan dari pemberian kewenangan ini adalah daerah mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Selain itu, pemerintah daerah
dapat
meningkatkan
kemandirian,
efisiensi,
dan
efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan. Perwujudan dari pemberian otonomi kepada pemerintah daerah (Kuncoro, 2012: 319), adalah setiap daerah merencanakan, melaksanakan berbagai program, dan kegiatan untuk melayani masyarakat di segala bidang, menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan efisien, mampu mendorong peran serta masyarakat, meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Keberhasilan dari pelaksanaan otonomi daerah berkaitan erat dengan kinerja dan akuntabilitas pemerintah daerah, baik itu aspek pengelolaan keuangan maupun aspek penataan pemerintahan yang baik. Reformasi keuangan daerah menurut Halim (2012: xiv), memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk menunjukkan kemampuan mengelola
1
keuangan daerah secara mandiri tanpa banyak campur tangan dari pemerintah pusat. Peluang tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi pemerintah daerah karena tentunya banyak hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut di atas. Salah satu kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah di bidang keuangan, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah mengelola sumber-sumber pendapatan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumbersumber pendapatan daerah tersebut adalah pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sesuai Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan bentuk nyata dari desentralisasi fiskal, dan terdiri atas hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Sumber-sumber PAD tersebut, harus digali dan dioptimalkan sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi. Ciri utama pemerintah daerah yang mampu melaksanakan otonomi (Halim, 2001: 125) adalah pertama, peningkatan kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola, serta menggunakan keuangan sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Kedua, ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, di mana PAD diharapkan dapat menjadi
2
bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah meningkat. Secara umum potensi PAD didominasi oleh komponen pungutan daerah yaitu pajak daerah dan retribusi daerah, sementara komponen lainnya adalah bagian laba BUMD dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah masih memberikan kontribusi yang kecil (Halim, 2014: 170). Upaya peningkatan pajak daerah dan retribusi haruslah dilaksanakan dengan baik sehingga otonomi daerah dapat sejalan dengan desentralisasi fiskal, khususnya dari sisi pendapatan. Kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan nilai, peluang investasi, dan kemampuan ekonomi masyarakat setempat. Peningkatan pungutan daerah oleh setiap pemerintah daerah, baik itu provinsi
maupun
kabupaten/kota
haruslah
didukung
dengan
berbagai
kebijaksanaan yang sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing serta tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil dari upaya tersebut dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Penggunaan PAD lebih fleksibel dan dari sisi otonomi fiskal, pajak daerah dan retribusi daerah lebih mencerminkan tingkat otonomi karena sumber-sumber penerimaan tersebut diatur dan dikendalikan sepenuhnya oleh daerah. Seperti halnya dengan daerah-daerah lain, Kabupaten Rote Ndao sebagai salah satu daerah otonom di Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki sumber PAD yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan. Pada Tabel 1.1 berikut, realisasi penerimaan PAD Kabupaten Rote Ndao dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 sebagai berikut.
3
Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan PAD Kabupaten Rote Ndao, 2009-2013 No 1 1 2 3 4
Realisasi (Rp) Jenis Penerimaan 2009 2010 2011 2012 2013 3 4 5 6 7 2 Pajak Daerah 1.455.848.040,40 2.530.324.999,84 1.991.203.804,32 3.188.608.222,91 3.335.712.278,19 Retribusi 3.704.942.684,00 2.746.032.006,00 3.972.723.231,00 4.769.199.262,00 5.314.635.775,00 Daerah Bagian Laba 1.587.281.779,13 2.398.579.984,02 3.777.203.168,88 4.384.458.439,25 5.320.183.700,91 BUMD Penerimaan 5.328.355.858,26 5.076.964.742,84 6.705.492.904,48 3.724.453.909,55 3.676.311.515,86 Lain-lain Total PAD 12.076.428.361,79 12.751.901.732,70 16.446.623.108,68 16.066.719.833,71 17.646.843.269,96 Sumber: Laporan Keuangan Pemda, 2009-2013 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1.1 maka realisasi PAD Kabupaten Rote Ndao setiap tahun mengalami kenaikan. Apabila dilihat lebih khusus lagi pada pungutan daerah maka retribusi daerah cenderung lebih besar dari pajak daerah. Retribusi daerah merupakan salah satu jenis pungutan yang dapat dikenakan pemerintah daerah kepada masyarakat selain pajak. Retribusi merupakan harga yang dibayarkan atas pelayanan atau konsumsi barang/jasa yang secara khusus disediakan bagi masyarakat (Tim Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2007: 43) terdiri atas retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi izin tertentu. Untuk pungutan retribusi daerah, prestasi baliknya langsung dapat dirasakan oleh perseorangan atau badan yang membayarnya. Hal ini berarti retribusi daerah sifatnya lebih ekonomis. Jika masyarakat membutuhkan pelayanan tertentu dari pemerintah misalnya pelayanan pasar, orang tersebut harus membayar kepada pemerintah sehingga memiliki hak untuk menggunakannya. Retribusi dapat memberikan kebebasan untuk pembayaran sesuai jasa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Pungutan retribusi daerah yang dilakukan juga memperbaiki alokasi sumber daya pemerintah dan membantu
4
pemerintah melakukan diversifikasi sumber-sumber penerimaan daerah. Salah satu retribusi daerah adalah retribusi pelayanan pasar. Retribusi pelayanan pasar adalah salah satu jenis retribusi jasa umum yang bisa diperoleh karena pemberian jasa oleh pemerintah daerah berupa penyediaan pelayanan pasar. Pelayanan pasar bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi para pedagang dalam berusaha sehingga dikenakan retribusi atas jasa yang diberikan tersebut. Pengenaan retribusi pelayanan pasar didasarkan atas peraturan daerah dan hasil pungutan tersebut dijadikan sebagai salah satu sumber untuk mendukung penyelenggaraan pemerintah daerah. Pemungutan retribusi pelayanan pasar harus dilakukan sebaik mungkin agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Peningkatan sarana dan prasarana pasar selain untuk meningkat pelayanan juga harus dibarengi dengan pertumbuhan serta peningkatan kontribusi retribusi pelayanan pasar terhadap PAD daerah tersebut. Pungutan tersebut hendaknya dilakukan secara efektif dan efisien, artinya dari sisi efektif satuan kerja pengelola harus mengoptimalkan kinerjanya sehingga target yang telah ditetapkan bisa tercapai, sedangkan dari dari efisiensi biaya pemungutan seharusnya lebih rendah dari penerimaan itu sendiri. Pemungutan retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2004 tentang Retribusi Pelayanan Pasar yang kemudian diganti dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum. Hasil dari pemungutan retribusi pelayanan pasar selama tahun 2009 sampai tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini.
5
Tabel 1.2 Retribusi Pelayanan Pasar Kabupaten Rote Ndao, 2009-2013 NO
Tahun
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
%
1
2
3
4
5
1
2009
210.318.000,00
171.567.100,00
81,58
2
2010
259.145.000,00
170.957.000,00
65,9
3
2011
198.656.000,00
153.175.000,00
77,11
4
2012
289.188.000,00
160.464.000,00
55,49
2013 289.949.000,00 215.752.250,00 5 Sumber: Laporan Keuangan Pemda Kab Rote Ndao, 2009-2013 (diolah)
74,41
Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa target dan realisasi retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao mengalami fluktuatif, bahkan realisasinya selama 5 (lima) tahun anggaran tidak pernah mencapai target yang telah ditetapkan. Hal ini bisa menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan retribusi pelayanan pasar belum optimal. Oleh karena itu, perlu diteliti dan dianalisis lebih lanjut kinerja dari Pemerintah Kabupaten Rote Ndao dalam pengelolaan retribusi pelayanan pasar tersebut.
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengukuran kinerja, pengelolaan keuangan daerah, pendapatan asli daerah termasuk retribusi daerah sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa penelitian
pengukuran
kinerja,
pengelolaan
keuangan
daerah,
pendapatan asli daerah antara lain adalah sebagai berikut.
6
Tabel 1.3. Penelitian Terdahulu
No 1.
Peneliti
Lokasi
Ojo (2009)
dan
Zhiren
Metode
Hasil
Nigeria
Penelitian survei cross-sectional
Republik Rakyat China
Deskriptif
Keuangan harus dikelola secara efisien efektif. Ini adalah tentang kewaspadaan keuangan. Manajemen keuangan yang efisien diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan proyek dan pemberian pelayanan berkualitas. Selain itu, efisiensi dalam pengelolaan keuangan di setiap organisasi akan dicapai melalui kinerja yang sangat baik. Hal ini menuntut disiplin diri dari manejer tingkat atas, tengah, dan manajer tingkat rendah dalam organisasi. Sistem manajemen kinerja Cina telah berkembang relatif cepat sejak pertengahan 1990an. Insentif mampu meningkatkan kinerja tetapi kunci utama ada pada sistem manajemen sumber daya manusia yang baik. Pemerintah dan swasta memiliki hubungan negatif dengan persepsi warga dari keempat dimensi kinerja layanan lokal, tetapi orientasi strategis kewirausahaan menunjukkan hubungan positif dengan semua manajemen. Kinerja juga cenderung positif mempengaruhi persepsi warga terhadap pelayanan publik di daerah. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa dampak dari praktek NPM bervariasi. Sebagian besar pemungutan pajak penilaian di Malaysia tidak memadai.
2.
Burns (2010)
3.
Andrews dan van de Walle (2012)
Inggris
Regresi dan OLS
4.
Pawi, dkk. (2012)
Malaysia
Konsep Bintang
Rating
7
Tabel 1.3. Lanjutan 5.
Hakim (2012)
Kota Tasikmalaya
Deskriptif
6.
Ridho, dkk. (2012)
Kabupaten Kulonprogo
Kualitatif dengan pendekatan deskriptif
7.
Sutisna (2012)
DKI Jakarta
Kualitatif dengan pendekatan deskriptif
8.
Rais (2012)
Kota Ternate
Kualitatif dengan pendekatan deskriptif
9.
Balunywa, dkk (2014)
Uganda
Penelitian survei cross-sectional
Pajak daerah dan retribusi daerah Kota Tasikmalaya dikategorikan sangat efektif dan efisien. Sedangkan kontribusi pajak daerah rasio kontribusinya cenderung naik dan kontribusi yang diberikan retribusi daerah rasio kontribusinya cenderung turun. Kontribusi pajak daerah lebih baik dibandingkan rasio kontribusi retribusi daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan PAD sudah baik bila ditinjau dari indikator input, proses, dan output. Saran yang diberikan adalah peningkatan kemampuan pegawai dalam mengelola PAD, peningkatan sarana dan prasarana, dan peningkatan fungsi koordinasi. Pertumbuhan retribusi Pasar Rawabelong fluktuatif, rasio efektivitasnya kurang efektif, dan rasio efisiensinya tidak efisien. Rata-rata kontribusi retribusi daerah terhadap PAD sebesar 11,35 persen, tingkst efektivitas sebesar 98,97 persen dan tingkat efisiensi sebesar 21,28 persen. Hasil analisis SWOT terletak pada kuadran IV yakni strategi diversifikasi. Desentralisasi meningkatkan pendapatan kinerja dan pelayanan dengan pengecualian beberapa kekurangan seperti seperti korupsi, nepotisme dan campur tangan politik. Oleh karena itu perlu meningkatkan basis pajak, peningkatan kualitas dan kualifikasi sdm, penegakkan hukum, dan mengurangi campur tangan politik.
Sumber: diolah
Penelitian ini menitikberatkan pada analisis kinerja pengelolaan retribusi
8
pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut adalah lokasi dan waktu penelitian.
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dilihat bahwa adanya perbedaan antara target dan realisasi penerimaan retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao, di mana penentuan target tidak didasarkan atas potensi sebenarnya, dan realisasi penerimaan selama tahun 2009 -2013 tidak pernah mencapai mencapai target. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan didalam kinerja penerimaan retribusi pelayanan pasar, karena itu rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Kinerja Pengelolaan Retribusi Pelayanan Pasar di Kabupaten Rote Ndao Belum Optimal”.
1.4 Pertanyaan Penelitian Rumusan masalah menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan
retribusi
pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao belum optimal. Oleh karena itu, untuk melihat lebih jauh dan mendalam tentang kinerja pengelolaannya maka pertanyaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Berapa besar pertumbuhan retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao? 2. Berapa besar kontribusi retribusi pelayanan pasar terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Rote Ndao? 3. Berapa besar efektivitas retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao? 4. Berapa besar efisiensi retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao?
9
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis pertumbuhan retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao. 2. Menganalisis kontribusi retribusi pelayanan pasar terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Rote Ndao. 3. Menganalisis efektivitas retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao. 4. Menganalsis efisiensi retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Rote Ndao.
1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Rote Ndao dalam menilai kinerja pengelolaan pendapatan asli daerah khususnya retribusi pelayanan pasar. 2. Sebagai referensi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Rote Ndao dalam upaya untuk meningkatkan penerimaan retribusi pelayanan pasar. 3. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian yang berhubungan dengan retribusi pelayanan pasar.
1.7 Sistematika Penulisan Tesis ini terbagi atas lima bab, yang secara garis besar sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, yang memuat latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, memuat teori, dan kajian terhadap penelitian terdahulu. Bab III Metoda Penelitian,
10
yang berisi desain penelitian, metoda pengumpulan data, definisi operasional, instrumen penelitian, dan metoda analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang memuat deskripsi umum objek penelitian, deskripsi hasil penelitian, dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran, yang memuat simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran.
11