BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah dalam APBN tahun 2015 kembali meningkatkan target penerimaan pajak dari tahun sebelumnya. Target penerimaan pajak pada APBN-P tahun 2014 dipatok sebesar Rp1.246,1 triliun, sedangkan pada APBN 2015 target penerimaan pajak meningkat menjadi Rp1.370,8 triliun (Sulistiyono, 2015). Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2014 merupakan rekor terendah penerimaan pajak selama 25 tahun terakhir. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.246,1 triliun, namun sampai akhir tahun 2014 pajak yang terkumpul hanya sebesar Rp1.143 triliun atau hanya sebesar 91,75 persen dari yang ditargetkan (Kementrian Keuangan, 2015). Pemerintah sedang berusaha keras untuk meningkatkan realisasi penerimaan tersebut karena penerimaan pajak merupakan komponen terbesar dalam pendapatan negara. Komponen pendapatan negara Indonesia, seperti yang tertera di APBN, terdiri dari pendapatan dalam negeri dan hibah. Pendapatan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan perpajakan sendiri terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri berupa pajak penghasilan baik PPh Migas maupun PPh Nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, cukai dan pajak lainnya, sedangkan untuk Pajak Perdagangan Internasional terdiri dari bea masuk dan keluar.
1
Sampai saat ini pemerintah terus berupaya meningkatkan penerimaan perpajakan. Jenis-jenis pajak yang lebih diutamakan untuk dijadikan prioritas adalah Pajak Penghasilan (PPh) baik untuk Wajib Pajak (WP) badan maupun orang pribadi (OP), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pemanfaatan atau penyerahan barang/jasa kena pajak. Komponen pada Pajak Pertambahan Nilai selain PPN atas transaksi pemanfaatan atau penyerahan barang/jasa juga terdapat jenis PPN lain yaitu Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri (PPN atas KMS). PPN atas KMS memang masih sangat tidak populer di kalangan masyarakat, bahkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang adanya PPN atas KMS tersebut. Peraturan mengenai PPN atas KMS sebenarnya sudah diatur sejak tahun 1994 dalam pasal tersendiri pada perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 pasal 16 C. Pemungutan PPN atas KMS dijadikan sebagai salah satu komponen extra effort penerimaan pajak ditengah target penerimaan pajak yang semakin tinggi. Saat ini Indonesia mengalami perkembangan ekonomi yang stabil seiring dengan perkembangan golongan menengah. Hal tersebut membuat sektor properti mengalami kemajuan yang sangat pesat sehingga pemerintah memberikan perhatian lebih pada pemungutan PPN atas KMS. PPN atas KMS saat ini masih sedikit memberikan peranan atas kontribusinya dalam penerimaan pajak (Moses, 2013). Kontribusi PPN atas KMS saat ini tidak lebih dari satu persen dari total penerimaan pajak, padahal bila diberikan perhatian yang lebih maka potensi PPN atas KMS dapat memberikan peranan yang signifikan terhadap penerimaan pajak di Indonesia.
2
Pada Pasal 16 C Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menyatakan bahwa: PPN akan dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/pekerjaan oleh orang pribadi/badan yang hasilnya digunakan pihak lain yang batasan dan tata cara nya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. PPN atas KMS saat ini diatur dalam PMK Nomor 163/PMK.03/2012 yang merupakan
perubahan
dari
peraturan
sebelumnya
yaitu
PMK
Nomor
39/PMK.03/2010. Terdapat pokok-pokok perubahan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012. Pokok-pokok perubahan tersebut antara lain: a. Luas Bangunan Objek Pajak Pada PMK Nomor 39/PMK.03/2010 bangunan yang dapat dikenai PPN atas KMS adalah bangunan dengan kriteria luas minimal 300m2, sedangkan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 luas bagunan minimal diturunkan menjadi minimal 200m2. b. Tarif Efektif Tarif Efektif untuk PPN atas KMS juga diturunkan seiring dengan diturunkannya kriteria luas minimal bangunan. Besaran tarif efektif untuk PPN atas KMS sebelumnya adalah 4% kemudian pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 tarif efektif diturunkan menjadi sebesar 2%. c. Pengawasan dan Uji Kepatuhan Pengasawan dan uji kepatuhan untuk PPN atas KMS belum sepenuhnya diatur dalam PMK Nomor 39/PMK.03/2010 sehingga pada PMK Nomor
163/PMK.03/2012
dicantumkan
3
peraturan
mengenai
pelaksanaan pengawasan dan uji kepatuhan untuk PPN atas KMS dalam pasal 5. d. Penggunaan Data Nilai Pembanding dalam Rangka Penetapan secara Jabatan. Peraturan mengenai penggunaan data nilai pembanding dalam rangka penetapan secara jabatan diatur dalam PMK Nomor 163/PMK.03/2012 pasal 9 tentang verifikasi dan pemeriksaan. Pengujian atas PPN atas KMS ini kemudian di atur lebih lanjut dalam PER-23/PJ/2012 stdd PER-25/PJ/2012. e. Tanggung Renteng Pada PMK Nomor 39/PMK.03/2010 disebutkan pada pasal 7 ayat (2) bahwa: Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menunjukkan bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. Ayat di atas mengatur bahwa pemilik bangunan berikutnya ikut menanggung PPN atas KMS yang belum disetor oleh pemilik sebelumnya. Ayat ini kemudian dihapus karena tidak sesuai dengan prinsip tanggung renteng. Ketentuan mengenai luas bangunan minimal untuk bangunan yang dikenakan PPN atas KMS sebelumnya juga sudah pernah mengalami perubahan. Pada KMK Nomor 554/KMK.04/2000 tentang Batasan dan Tata Cara
4
Pengenanaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan disebutkan bahwa bangunan yang dibangun tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan dengan luas minimal 400m2 dikenai PPN atas kegiatan membangun sendiri kemudian pada KMK Nomor 320/KMK.03/2002 luas minimalnya diturunkan menjadi 200m2. Kriteria minimal luas bangunan ini kemudian kembali diubah dan dinaikkan menjadi minimal 300m2 pada PMK Nomor 39/PMK.03/2010. Peraturan mengenai PPN atas KMS dibuat dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan PPN. Perubahan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 juga lebih menekankan pada berjalannya proses pengawasan untuk meningkatkan partisipasi Wajib Pajak untuk membayar PPN atas KMSnya. Tujuan dari perubahan PMK Nomor 39/PMK.03/2010 menjadi PMK Nomor 163/PMK.03/2012 adalah pemerintah berusaha untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dengan cara menurunkan tarif efektif, menurunkan batasan luas bangunan yang dapat dikenakan PPN atas KMS dan peyempurnaan enforcement. Peyempurnaan enforcement salah satunya dilakukan dengan adanya penetapan secara jabatan dengan dasar HSBGN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis
pelaksanaan
PMK
Nomor
163/PMK.03/2012
terkait
pemungutan PPN atas KMS di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 1.2. Permasalahan Penelitan 1. Bagaimana implementasi PMK Nomor 163/PMK.03/2012 pada pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo?
5
2. Apakah pelaksanaan pemungutan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo sudah sesuai dengan PMK Nomor 163/PMK.03/2012? 3. Bagaimana proses pengawasan dan uji kepatuhan dalam hal pemungutan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo dijalankan setelah pemberlakuan PMK Nomor 163/PMK.03/2012? 4. Apakah
dengan
adanya
perubahan
pada
PMK
Nomor
163/PMK.03/2012 dapat meningkatkan partisipasi jumlah Wajib Pajak dan
meningkatkan
kontribusi
penerimaan
PPN
atas
Kegiatan
Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo? 1.3. Motivasi Penelitan 1. Memberikan kontribusi berupa hasil penelitian mengenai implementasi PMK 163/PMK.03/2012 pada Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 2. Memberikan kontribusi berupa hasil penelitian mengenai proses pengawasan dan uji kepatuhan pada pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri berdasarkan implementasi PMK 163/PMK.03/2012 di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 3. Mengetahui kepatuhan pajak masyarakat dalam melaporkan dan membayar Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri khususnya di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo.
6
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bukti: 1. Proses implementasi PMK Nomor 163/PMK.03/2012 pada Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 2. Kesesuaian proses pemungutan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo dengan PMK Nomor 163/PMK.03/2012. 3. Proses pengawasan dan uji kepatuhan dalam hal pemungutan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo setelah pemberlakuan PMK Nomr 163/PMK.03/2012 4. Pengaruh perubahan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 dapat meningkatkan
partisipasi
jumlah
Wajib
Pajak
dan
kontribusi
penerimaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo 1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dasar perubahan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri. Penelitian yang dilakukan hanya dibatasi di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabupaten Sukoharjo.
7
1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari KPP Pratama Kabupaten Sukoharjo. Data primer yang diambil berupa realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri serta jumlah Wajib Pajak yang membayar PPN atas Kegiatan
Membangun
Sendiri
pada
periode
tahun
2011-2014
untuk
membandingkan antara sebelum dan setelah PMK Nomor 163/PMK.03/2012 berlaku. Data primer lainnya berupa data yang diperoleh dari proses wawancara dengan pegawai pajak KPP Pratama Sukoharjo yang berwenang untuk mengetahui proses implementasi PMK Nomor 163/PMK.03/2012 mengenai pengawasan, uji kepatuhan dan verifikasi dengan menggunakan data nilai pembanding untuk pemungutan PPN atas KMS dilakukan. Penelitian ini juga mengambil data sekunder dari Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan (BPMPP). Data tersebut berupa data mengenai banyaknya masyarakat yang mengajukan IMB pada tahun 2011-2014. Data tersebut diambil sesuai PMK Nomor 163/PMK.03/2012 bahwa KPP Pratama bekerja sama dengan BPMPP setempat untuk mengetahui data tentang masyarakat yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Data tersebut diambil baik dari BPMPP Kabupaten Sukoharjo dan BPMPP Kabupaten Wonogiri yang merupakan wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo.
8
1.6.2. Analisis Data Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis dengan cara menelaah apa yang dipahami peneliti dalam landasan teori dengan penerapan yang sebenarnya terjadi. 1.7. Sistematika Penelitian 1.7.1. Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan studi penelitian, tujuan studi penelitian, manfaat studi penelitian, batasan studi penelitian, metode studi penelitian, dan sistematika studi penelitian. 1.7.2. Bab II Kajian Literatur Bab ini membahas mengenai pengertian-pengertian dari istilah yang digunakan pada penelitian ini. Selain itu dibahas pula mengenai peraturan perundang-undangan, peraturan-peraturan terkait lainnya dan teori yang digunakan sebagai landasan dilakukannya penelitian ini. 1.7.3. Bab III Metode Penelitian Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini. 1.7.4. Bab IV Analisis Data dan Temuan Hasil Penelitan Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap data-data primer yang didapat dari KPP Pratama Sukoharjo, BPMPP Kabupaten Sukoharjo, BPMPP Kabupaten Wonogiri serta data-data sekunder lainnya. Setelah data tersebut dianalisis kemudian peneliti akan mendapatkan temuan hasil dari analisis tersebut.
9
1.7.5. Bab V Penutup Bab ini terdiri dari tiga sub bab yaitu kesimpulan, saran dan keterbatasan penelitian. Pada kesimpulan akan dibahas mengenai penarikan kesimpulan dari temuan hasil penelitian, pada sub bab saran akan berisi masukan berdasarkan temuan hasil penelitian tersebut, sedangkan pada sub bab keterbatasan penelitian berisi
tentang
keterbatasan-keterbatasan
10
yang
ada
pada
penelitian
ini