BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1999 menyatakan bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perekonomian nasional, maka perlu disediakan kemudahan untuk memperoleh informasi keuangan tahunan perusahaan. Informasi keuangan dapat digunakan oleh masyarakat dan dunia usaha sebagai dasar pengambilan keputusan. Informasi keuangan dapat diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi (PSAK No.1, 2009). Laporan keuangan yang disusun haruslah dapat dipahami, relevan, andal, konsisten dan dapat diperbandingkan sehingga informasi yang dihasilkan dapat menunjukkan kondisi perusahaan sebenarnya. maka dari itu laporan keuangan perusahaan perlu diaudit oleh pihak ketiga untuk menilai tingkat kewajaran laporan keuangan yang dilaporkan oleh manajemen Kurniasih dan Rohman, (2014). Laporan keuangan adalah media komunikasi yang digunakan perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak yang berkepentingan seperti investor. Sebagai media komunikasi, laporan keuangan digunakan pihak-pihak berkepentingan sebagai cerminan untuk melihat kondisi perusahaan. Auditor eksternal adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan kedua pihak tersebut. Dalam hal ini, 1
2
auditor eksternal bertugas untuk mengevaluasi dan melakukan penilaian tentang tingkat kewajaran laporan keuangan yang dihasilkan manajemen berdasarkan standar yang berlaku. Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik, auditor eksternal harus mampu menghasilkan opini audit yang berkualitas yang akan berguna tidak saja bagi dunia bisnis, tetapi juga bagi masyarakat luas. Hal tersebut dapat tercapai jika auditor memiliki salah satu elemen penting kendali mutu audit yaitu independensi dan objektivitas Wahyuni dan Fitryani,(2012). Oleh karena itu, dibutuhkan pihak independen. Menurut (Agoes, 2012) independensi dapat diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Oleh karena itu, auditor harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa professional sebagaimana diatur dalam standar professional akuntan publik yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta maupun dalam penampilan. Auditor yang independen akan memberikan opini sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Jika dalam proses identifikasi informasi mengenai kondisi perusahaan auditor tidak menemukan adanya kesangsian besar terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor akan memberikan opini audit non going concern dan opini audit going concern akan
3
diberikan kepada perusahaan yang oleh auditor diragukan kemampuannya dalam menjaga kelangsungan usaha perusahaan. Opini audit going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001). Auditor melakukan evaluasi terhadap perusahaan sebelum menentukan apakah terdapat kesangsian atas kelangsungan usaha suatu perusahaan. Auditor memerlukan berbagai informasi mengenai kondisi perusahaan dalam penilaian atas ada atau tidaknya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian atas kelangsungan hidup entitas, maka auditor perlu mencari informasi mengenai rencana manajemen dalam mengurangi dampak dari ketidak mampuan entitas tersebut. Selain itu, auditor juga harus mempertimbangkan bagaimana rencana manajemen dilaksanakan oleh perusahaan sehingga kesangsian atas kelangsungan hidup entitas dapat dikurangi (IAPI, 2011) SA Seksi 341. Jika auditor tidak menemukan
kesangsian
atas
kondisi
perusahaan
dalam
menjalankan
dan
mempertahankan kelangsungan usahanya. Going concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan jika entitas tersebut mengalami hal yang sebaliknya maka entitas tersebut dikatakan bermasalah. Kelangsungan hidup perusahaan (Petronela, 2004). Going concern merupakan hal yang sangat sensitive sehingga perlu untuk diungkapkan dan diketahui oleh semua pihak agar perusahaan mampu mengambil
4
tindakan selanjutnya dan dapat melangsungkan usahanya agar terhindar dari kebangkrutan. Penjelasan tersebut diungkapkan oleh auditor dengan opini wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas. Tetapi untuk mengeluarkan opini going concern, auditor dituntut untuk tetap mempertahankan sikap mental independennya. Karena auditor cenderung tidak mengeluarkan opini going concern ketika independensi nya terganggu. Berdasarkan hal tersebut di dalam penelitian ini ukuran perusahaan, audit tenure, dan reputasi KAP diteliti pengaruhnya terhadap opini going concern karena peneliti berasumsi bahwa ketiga faktor tersebut dapat mempengaruhi independensi auditor untuk mengeluarkan opini going concern. (Santosa dan Wedari, 2007), menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar memiliki akses yang lebih mudah dalam mendapatkan dana baik itu berupa pinjaman dari kreditur atau dana investasi dari investor, maupun dari sumber dana eksternal lainnya. Kemudahan ini dikarenakan kepercayaan yang didapat oleh perusahaan besar dari calon sumber dana. Kreditur misalnya, akan lebih merasa terjamin memberikan pinjaman pada perusahaan besar yang biasanya memiliki tanggung jawab perusahaan yang lebih baik dari perusahaan dengan skala yang lebih kecil. Dalam penelitian faktorfaktor yang berpengaruh terhadap laporan audit, memberikan bukti empiris bahwa ada
5
hubungan negatif antara ukuran perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern. Menurut (Kurniasih dan Rohman, 2014) mengeluarkan opini audit going concern juga dapat dilihat dari lamanya audit tenure antara auditor dengan klien (perusahaan). Audit tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin antara auditor dari sebuah kantor akuntan publik (KAP) dengan auditee yang sama. Penelitian ini menambahkan spesialisasi auditor yang dianggap berpengaruh terhadap kualitas audit. Menurut Wiguna (2012) dalam Monica (2015),hal itu berarti bahwa seorang auditor harus benar-benar ahli dalam memberikan jasa auditnya, antara lain dengan pemahaman yang memadai atas industri bisnis kliennya sehingga audit yang dihasilkan semakin dapat dipercaya publik karena dilakukan oleh seseorang yang berkompeten di bidangnya. Auditor yang telah mengikuti pelatihan-pelatihan yang berfokus pada industri tertentu disebut sebagai auditor spesialis. Menurut (Pertiwi et al., 2016) reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan hal yang dianggap memliki pengaruh terhadap opini going concern dan untuk mendapatkan opini going concern tersebut diperlukannya kualitas audit yang baik, dari KAP yang berskala besar. Hal ini dikarenakan adanya hubungan yang erat antara reputasi KAP dengan ukuran KAP yang dimana kedua hal tersebut mempunyai perbedaan kualitas auditor dan independensi antara perusahaan big four dengan non big four. Selain itu KAP yang bersekala besar adalah KAP yang sudah dikenal internasional dimana menyediakan jasa audit yang lebih berkualitas dan cenderung
6
lebih independen daripada KAP yang berskala kecil. Dalam hal ini terdapat persepsi bahwa auditor yang berasal dari KAP big four memiliki kualitas yang lebih baik karena auditor big four mempunyai karakteristik-karakteristik yang bisa dikatakan dengan kualitas, seperti pelatihan dan pengakuan internasional. Berdasarkan pada uraian di atas maka peneliti tertarik untuk menliti dengan judul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Tenure Audit Dan Reputasi KAP Terhadap Opini Audit Going Concern (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). B. Rumusan masalah Berdasrkan latar belakang yang telah diuaraikan diatas, permasalahan yang akan di kaji dalam penelitian ini adalah: 1.
Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap opini going concern?
2.
Apakah Audit Tenure berpengaruh tehadap opini going concern?
3.
Apakah Reputasi KAP berpengaruh terhadap opini going concern?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas tujuan dalam peneliti ini adalah: 1.
Untuk menguji dan memberikan bukti secara empiris pengaruh terhadap ukuran perusahaan terhadap opini going concern.
2.
Untuk menguji dan memberikan bukti secara empiris pengaruh tenure audit terhadap opini going concern.
7
3.
Untuk menguji dan memberikan bukti secara empiris reputasi KAP terhadap opini going concern.
D. Manfaat Penelitian Penulis berharap dalam penelitiannya dapat memberikan manfaat/kegunaan bagi banyak pihak baik peneliti sendiri maupun pihak-pihak lain yang berhubungan dengan pengembangan ilmu mengenai opini audit going concern, antara lain : 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teori berupa bukti empiris mengenai pengaruh ukuran perusahaan, tenure audit dan reputasi kap terhadap opini audit going concern.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi, wawasan dan referensi dilingkungan akademis serta bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.