BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Departemen kesehatan RI menyatakan bahwa setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak Menular (PTM) (63%
W D K U
dari seluruh kematian). Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian dini tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara global PTM penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler. Menurut definisi kardiovaskuler dari WHO, penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah.
©
Pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian
disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun dan seharusnya dapat dicegah. Kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung terjadi berkisar sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi sampai dengan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah. Data statistik negara Indonesia oleh WHO menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab utama kematian (328.500 orang [21.2%]) pada tahun 2012 dan disusul oleh penyakit jantung iskemik pada peringkat kedua (138.400 orang [8.9%]). Penyakit jantung dan pembuluh darah dan diabetes memiliki beban penyakit
1
2
terbesar di Indonesia. Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa proporsi obesitas sentral pada penduduk berumur 15 tahun keatas di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,6%. Penyakit tidak menular menciptakan beban ekonomi cukup tinggi untuk negara, yaitu melalui pembiayaan kesehatan. Penyakit jantung merupakan salah satu penyakit terbanyak pada
W D K U
pasien rawat jalan dan rawat inap yang menggunakan Jamkesmas pada tahun 2012. Total biaya yang dikeluarkan untuk rawat jalan tingkat lanjut penyakit jantung sebesar Rp 3.264.033.343, sedangkan untuk rawat inap tingkat lanjut sebesar Rp 22.995.073.768.
Hipertensi merupakan faktor resiko penyakit sirkulasi dan kardiovaskular yang termasuk penyebab utama kematian global (13%). Pasien dengan hipertensi memiliki kemungkinan sebesar 1,9 kali dan
©
pasien dengan hiperlipidemia memiliki kemungkinan sebesar 1,8 kali menderita penyakit jantung dibandingkan dengan pasien tanpa hipertensi atau hiperlipidemia (Bai, 2009). Hiperlipidemia berkontribusi dalam meningkatkan resiko penyakit jantung, baik fatal maupun non fatal (stroke, infark, angina, dan gagal jantung) (Cabrera, et al. 2012). Distribusi dari kelebihan lemak tubuh memiliki peran penting dalam pembentukan faktor resiko penyakit jantung (Chiarelli, et al. 2008). Efek dari jaringan lemak dalam pembentukan faktor resiko penyakit jantung bervariasi berdasarkan lokasi deposit lemak tubuh (misalnya lemak di dalam rongga perut, lemak subkutan tubuh bagian atas dan lemak
3
tubuh bagian bawah) (Jensen, 2008). Obesitas abdominal dan obesitas umum akan menyebabkan peningkatkan pada jumlah trigliserid, Low Density Lipoprotein (LDL), kolesterol, gula darah, insulin, tekanan darah. Obesitas tersebut juga menyebabkan penurunan pada jumlah HDL. Faktorfaktor inilah yang dapat mengarah pada awitan penyakit jantung dimana juga akan meningkatkan awitan Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau
W D K U
mortalitas dan total mortalitas (Klop, et al. 2013).
Meskipun saat ini banyak alat dan metode canggih yang dapat digunakan untuk mengukur massa lemak tubuh total dan regional (Mangge, et al. 2009), diperlukan metode pengukuran indeks antopometri lain yang lebih aman dan mudah digunakan sehingga secara realistis dapat digunakan sehari-hari. Pengukuran lingkar leher merupakan indikator dari distribusi lemak tubuh bagian atas, dimana morfologi tubuh dan distribusi
©
lemak dapat digunakan sebagai faktor untuk menilai resiko. Sebagai tambahan indeks massa tubuh, pengukuran lingkar pinggang dan rasio pinggang-pinggul yang merupakan indikator dari obesitas, pengukuran lingkar leher dapat digunakan sebagai indikator resiko kardiometabolik (Preis, 2010).
Berdasarkan American Diabetes Association dan American College of Cardiology Foundation, resiko kardiometabolik merujuk pada seberapa besar kemungkinan seseorang untuk menderita diabetes atau penyakit jantung dalam jangka waktu tertentu. Resiko kardiometabolik dinyatakan dalam bentuk persentase setiap 10 tahun. Faktor-faktor yang dapat
4
mempengaruhi resiko kardiometabolik adalah faktor metabolik (kolesterol total, HDL, glukosa darah puasa), obesitas (terutama obesitas sentral), faktor biologis (tekanan darah), resistensi insulin. Apabila seseorang memiliki satu atau lebih faktor tersebut dan ditambah dengan faktor gaya hidup (merokok atau aktivitas fisik yang kurang), maka resiko kardiometabolik akan meningkat. (Vanuzzo, et al. 2008) 1.2
W D K U
Masalah Penelitian
Penelitian sebelumnya tidak mempelajari secara fokus hubungan lingkar leher dengan riwayat Sindrom Koroner Akut (SKA), khususnya pada pasien yang terdiagnosis baik tipe STEMI, NSTEMI, dan Unstable Angina Pectoris (UAP). Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian hubungan lingkar leher dengan salah satu dari beberapa parameter SKA yaitu profil lipid, seperti LDL, High Density Lipoprotein (HDL), trigliserid
©
dan kolesterol total. Penelitian ini digunakan untuk menilai lingkar leher dapat digunakan sebagai indikator yang berhubungan dengan resiko kejadian SKA dan apakah lingkar leher dapat digunakan sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan kebutuhan khusus atau bedbound dimana pengukuran antopometri lain tidak dapat digunakan. Oleh karena itu perlu dipertanyakan apakah terdapat hubungan antara lingkar leher dengan riwayat sindrom koroner akut.
5
1.3 1.3.1
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui gambaran distribusi lingkar leher pada pasien dengan riwayat sindrom koroner akut.
1.3.2
Tujuan Khusus Mengetahui hubungan antara lingkar leher dengan profil lipid sebagai
W D K U
parameter sindrom koroner akut. 1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian hubungan lingkar leher dengan riwayat sindrom koroner akut yang dapat diambil adalah mendukung penggunaan ukuran lingkar leher sebagai indikator faktor resiko penyakit jantung, sehingga diharapkan kedepannya pengukuran lingkar leher dapat
©
digunakan sebagai indikator yang cepat, mudah, membutuhkan usaha dan biaya yang sedikit, mampu membina kepercayaan dan hubungan yang baik antara dokter dan pasien, serta dapat digunakan sebagai alat deteksi dini faktor resiko penyakit jantung pada penelitian selanjutnya.
6
1.5
No
Keaslian Penelitian
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Waktu
Tempat
Metode Penelitian
1
LL Ben‐ Noun
Relationship between changes in neck circumference and cardiovascular risk factors
1998
Israel
Kohort prospektif
2
Jun Liang
Neck circumference and early stage atherosclerosis: the cardiometabolic risk in Chinese (CRC) Study
2009
Xuzhou, China
Cross Sectional
3
Maria Nanik
Hubungan rasio lingkar leherlingkar pinggang terhadap tekanan darah pada anggota kepolisian di Sekolah Polisi Negara Sampali
2011
Medan, Indonesia
Cross Sectional
4
Veronica C.E., et al
Hubungan lingkar leher dengan obesitas pada mahasiswa FK Universitas Sam Ratulangi
2012
Manado, Indonesia
Cross sectional
5
Renata Kuciene
Association of neck circumference and high blood pressure in children and adolescents
2012
Kaunas County, Lithuania
Casecontrol
6
Rahma Teta A
Hubungan lingkar leher dan lingkar pinggang dengan kadar trigliserida orang dewasa
2014
Semarang, Indonesia
Cross sectional
©
W D K U