I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang terpusat untuk membimbing, mengawasi dan mengoreksi pertumbuhan struktur dentofasial. Koreksi tersebut meliputi pergerakan gigi geligi untuk memperbaiki malrelasi dan malformasi struktur yang terkait dengan menyesuaikan hubungan antara gigi-gigi dan tulang fasial (Proffit, 2007). Perawatan ortodonti merupakan upaya untuk memperbaiki anomali dari oklusi dan posisi gigi sejauh yang diperlukan. Informasi mengenai umur, tingkat kesadaran, riwayat medis dan kondisi kesehatan umum, kondisi kesehatan rongga mulut, diet, dan kebiasaan pasien dalam membersihkan mulut memiliki peran penting dalam menentukan rencana perawatan (Foster, 1997). Susunan gigi berjejal (crowding) dapat mengakibatkan perubahan lengkung rahang akibat tidak teraturnya dimensi mesiodistal gigi geligi (Harty dan Ogston, 1995). Susunan gigi berjejal dapat didefinisikan dengan suatu ketidaksesuaian antara ukuran gigi dan dimensi lengkung rahang (Foster, 1990). Susunan gigi berjejal merupakan kasus ortodonti yang banyak dijumpai dibandingkan dengan kelainan posisi gigi yang lain (Harkati, 1993) Beberapa indeks maloklusi dapat digunakan untuk mengukur keparahan maloklusi, diantaranya adalah Occlusion Feature Index (OFI), Treatment Priority Index
(TPI),
Handicaping
Labio-lingual
Deviation
(HLD
Index),
dan
Malalignment Index (MI) (Harkati, 1993). Malalignment Index (MI) atau Indeks
1
2
gigi berjejal dikembangkan oleh Van Kirk (1959) yang digunakan untuk mengelompokkan pasien berdasarkan ketidakteraturan gigi. Indeks tersebut memberikan skor antara 0 hingga 2 berdasarkan derajat rotasi gigi dari posisi ideal lengkung gigi. Kondisi gigi berjejal dapat menjadi masalah bagi penderitanya. Gigi berjejal sangat sulit dibersihkan hanya dengan menyikat gigi, keadaan ini dapat menyebabkan penumpukan plak pada area yang sulit dibersihkan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh karena pada saat pembersihan gigi atau menyikat gigi, sikat gigi sulit menjangkau sisa makanan yang menempel pada daerah interdental gigi berjejal. Tingkat keberjejalan gigi dapat mempengaruhi akumulasi plak yang terbentuk, sehingga semakin berjejal gigi maka akan semakin banyak akumulasi plak yang terbentuk (Wijaya, 2011). Gigi yang tidak teratur dapat menyebabkan kesehatan gigi dan mulut terganggu seperti risiko penyakit periodontal dan karies gigi, namun hal tersebut juga dipengaruhi kedisiplinan dalam menjaga kebersihan rongga mulut (Harkati,1993). Prijatmoko (2002) menyatakan bahwa akumulasi plak tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat keberjejalan gigi namun kedisiplinan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan rongga mulut lebih memiliki peranan penting terhadap akumulasi plak pada rongga mulut. Plak gigi merupakan lapisan mikroorganisme yang ditemukan pada permukaan gigi (Marsh, 1992). Plak gigi merupakan masa lengket yang berisi bakteri beserta produk-produknya dan terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri tersebut tidak terjadi secara keseluruhan, melainkan terbentuk melalui beberapa tahapan (Kidd dan Sally, 1991).
3
Bakteri dapat ditemukan pada saliva dan permukaan gigi didalam rongga mulut (Marsh dan Martin, 1999). Bakteri dapat berinteraksi secara spesifik dengan pelikel yaitu melalui adesi permukaan bakteri dan reseptor pelikel (Gibbons 1989 sit. Marsh 1992). Pelikel merupakan lapisan tipis protein saliva yang melekat pada permukaan gigi dan timbul beberapa saat setelah pembersihan gigi (Nield dan Willmann, 2003). Bakteri yang menghuni pelikel terutama berbentuk kokus didominasi oleh Streptococcus. Organisme tersebut tumbuh dan berkembang biak serta mengeluarkan gel ekstra-sel yang lengket sehingga dapat menjerat bakteri yang lain (Kidd dan Sally, 1991). Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), merupakan bakteri anaerob fakultatif, berbentuk kokus yang tersusun dalam rantai dan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 180-400 derajat Celcius. Bakteri tersebut dapat ditemukan didalam rongga mulut manusia dan menjadi bakteri yang paling kondusif dalam pembentukan plak dan menyebabkan karies (Volk dan Wheeler, 1990). Bakteri Streptococcus mutans pertama kali diisolasi dari plak gigi oleh Clark (1924 sit. Volk dan Wheeler, 1990) yang memiliki kecenderungan berbentuk kokus dengan formasi rantai panjang apabila ditanam pada medium yang diperkaya seperti Brain Heart Infusion (BHI), sedangkan apabila ditanam di media agar memperlihatkan rantai pendek dengan bentuk sel tidak beraturan, namun bentuk ini tidak mempengaruhi kemampuannya dalam pembentukan plak maupun karies gigi (Volk dan Wheeler, 1990). Plak pada permukaan gigi memiliki peran penting terhadap etiologi kelainan utama pada rongga mulut, yaitu karies dan kelainan periodontal jika jumlah plak
4
didalam rongga mulut tidak dikontrol (Errawan dan Roslan, 1988). Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan tersebut adalah menghambat pembentukan plak pada permukaan gigi atau dengan membersihkan plak yang sudah terbentuk sebelum menimbulkan peradangan pada gingiva. Mencegah pembentukan plak pada rongga mulut dapat dilakukan dengan pembersihan gigi secara mekanis yaitu dengan menggosok gigi, namun cara tersebut kurang efektif sehingga diperlukan pembersihan gigi secara kimiawi untuk mengontrol adanya plak gigi (Hull, 1980). Berkumur dengan larutan anti plak yang mengandung bahan kimia merupakan cara yang efektif untuk menghambat pertumbuhan plak (Parsons, 1974). Obat kumur sebagai antiplak bekerja dengan mekanisme yang berbeda, namun secara umum obat kumur dapat mengurangi jumlah bakteri yang melekat pada
permukaan
gigi,
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
dan
menghambat pertumbuhan plak. Komposisi obat kumur adalah zat aktif, bahan pengencer, alkohol dan bahan perasa (Cummins dan Creeth, 1992). Bahan aktif yang terdapat pada obat kumur antara lain adalah klorheksidin dan fluor ( Barrajo dkk., 2002). Obat kumur dengan kandungan fluor termasuk dalam golongan anion. Obat kumur tersebut bekerja dengan cara berikatan pada ligan bermuatan positif seperti hidroksiapatit gigi (Dahlman, 2003). Efek berkumur dengan obat kumur yang mengandung fluor adalah dapat menurunkan kemungkinan karies dan penyakit periodontal. Obat kumur yang mengandung fluor dapat mengurangi kuantitas dan kualitas plak gigi atau bakteri dalam mulut (Darwita dkk., 2010).
5
Klorheksidin adalah derivat biguanid yang bersifat bakterisidal baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif, meskipun terdapat bakteri gram negatif yang resisten terhadap klorheksidin. Klorheksidin mempunyai indeks terapi yang tinggi serta efektif. Kelebihan klorheksidin sebagai desinfektan mulut adalah mencegah terbentuknya plak gigi dan dapat melarutkan sebagian plak yang sudah ada (Rahardja dan Tjay, 2007). Klorheksidin berikatan dengan dinding bakteri berdasarkan sifat elektroforesis, yaitu ketika konsentrasi plak menurun maka molekul klorheksidin akan terlepas dari dinding bakteri dan digantikan oleh ion kalsium saliva sehingga bakteri dapat melanjutkan aktivitas metabolisme (Gjermo, 1989).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
tersebut,
timbul
permasalahan
yaitu:
Bagaimanakah perbandingan efektivitas obat kumur fluor dan klorheksidin terhadap penurunan jumlah koloni Streptococcus mutans plak gigi pada kasus gigi berjejal tingkat sedang?
C. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian mengenai efektivitas obat kumur dengan kandungan klorheksidin dan fluor terhadap bakteri Streptococcus plak gigi salah satunya oleh Hanum (2007) hasil penelitian tersebut menunjukkan obat kumur dengan
kandungan
klorheksidin
dan
fluor
dapat
menghambat
bakteri
Streptococcus Alpha pada pengguna alat ortodonti lepasan dan obat kumur dengan
6
kandungan klorheksidin memiliki kemampuan lebih baik untuk menghambat bakteri Streptococcus alpha, penelitian oleh Zulfiani (2002) mendapatkan hasil obat kumur klorheksidin dengan alkohol memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat pembentukan plak gigi dibandingkan dengan obat kumur klorheksidin tanpa alkohol, dan Penelitian oleh Julita (1992) mendapatkan hasil bahwa obat kumur klorheksidin terbukti dapat menghambat akumulasi plak pada gigi, namun sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian mengenai perbandingan efektivitas obat kumur klorheksidin dan fluor terhadap penurunan jumlah koloni Streptococcus mutans plak gigi pada kasus gigi berjejal tingkat sedang.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah perbandingan efektivitas obat kumur fluor dengan klorheksidin terhadap penurunan jumlah koloni Streptococcus mutans plak gigi pada kasus gigi berjejal tingkat sedang.
E. Manfaat Penelitan Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan: 1.
Menjadi bahan pertimbangan dokter gigi dalam penggunaan obat kumur fluor dan klorheksidin sebagai larutan antiplak untuk menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans pada kasus gigi berjejal tingkat sedang.
7
2.
Memberikan dukungan ilmiah bagi pengembangan penelitian selanjutnya mengenai obat kumur klorheksidin dan fluor dalam menurunkan jumlah koloni Streptococcus mutans plak gigi pada kasus gigi berjejal tingkat sedang.
3.
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat berkumur setelah menyikat gigi sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan kesehatan mulut, kontrol plak, menyembuhkan infeksi, mencegah terjadinya karies, dan menyegarkan mulut.