I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan yang disebabkan oleh pergerakan gigi. Ortodonsia mencakup diagnosis, pencegahan, perawatan maloklusi gigi, dan bertujuan untuk mencapai hubungan oklusal yang optimal serta estetika yang serasi dengan struktur muka dan kranial lainnya (Proffit dan Fields, 1986).
Perawatan ortodontik didasari oleh pertumbuhan dan perkembangan oklusi dan tulang kraniofasial. Nakata dan Wei (1988) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan orofasial sangat bervariasi pada setiap individu, sehingga antara satu individu dengan lainnya tidak ada kesamaan. Bentuk dan ukuran lengkung rahang dalam arah transversal dan sagital pada suatu individu berbeda dengan individu lainnya yang dipengaruhi beberapa faktor yaitu lingkungan, nutrisi, genetik, ras, dan jenis kelamin (Budiraharjo dan Pradopo, 2002).
Kelompok ras yang berbeda akan menampilkan pola kraniofasial yang berbeda pula (Argyropoulus dkk., 1989). Ciri-ciri fisik pada manusia pada dasarnya merupakan ciri-ciri bawaan atau ciri genetik yang dapat diamati sebagai hasil ekspresi pembawa sifat-sifat keturunan dengan susunan tertentu yang dipenuhi oleh faktor lingkungan (Sofro, 1998). Manusia terbagi menjadi beberapa ras yang tersebar, yaitu Kaukasoid, Negroid, Mongoloid, Austromelanosoid, dan Austroloid (Nesturkh, 1982). Indonesia terdiri dari beberapa pulau dengan
1
2
lingkungan yang berbeda-beda dan penduduknya terdiri dari beberapa suku, unsur utama rasial dari populasinya terdiri dari dua unsur pokok yaitu Mongoloid dan Austromelanosoid.
Ciri-ciri
menonjol
dari
suatu
suku
bangsa
dapat
diklasifikasikan berdasarkan rumpun, subrumpun, keluarga, dan subkeluarga yang terlihat pada kebudayaan yang dipergunakan sehari-hari oleh masyarakat suku bangsa tersebut (Sutardi, 2007).
Ras Mongoloid di Indonesia didominasi oleh suku Jawa, Sunda, dan Melayu (Nesturkh, 1982). Menurut Jacob (1978) ras Mongoloid memiliki ciri-ciri tubuh panjang dan bidang, pinggul sempit, bahu lebar, tangan dan kaki pendek, dan memiliki warna kulit kuning langsat sampai sawo matang. Wajah mongoloid dikenal datar dan lebar karena tulang pipi yang menonjol baik ke arah frontal maupun ke lateral. Bola matanya kecil dan berjauhan letaknya. Suku Jawa merupakan kelompok etnik yang cukup besar di Indonesia dan mempunyai ciriciri ragawi tertentu, yaitu daerah supra orbita tidak jelas, prognatisme tidak ada, indeks muka eury-meso-leptoprosope, dan profil hidung cekung (Sukadana, 1976). Suku Jawa memiliki ciri fisik bentuk kepala antara lonjong dan bulat, bermuka sempit, dan dahi yang lebar (Jacob, 1978). Suku Jawa mempunyai pola gigi-gigi insisivus bawah cenderung berjejal (Harkati, 1987).
Keberjejalan gigi dianggap sebagai jenis yang paling umum dari maloklusi (Bushcang dan Shulman, 2003). Keberjejalan gigi dapat didefinisikan sebagai perbedaan dalam hubungan antara ukuran gigi dan ukuran rahang yang mengakibatkan saling tumpang dan rotasi gigi. Diskrepansi ukuran gigi dan
3
panjang lengkung merupakan sarana yang baik untuk menilai keberjejalan gigi (Warren dkk., 2003). Faktor-faktor yang mungkin menjadi predisposisi keberjejalan gigi adalah gigi yang berukuran besar, basis tulang yang kecil atau kombinasi dari dua diatas, atau sebagai hasil dari sebuah arah evolusi menuju penurunan ukuran tulang wajah tanpa diikuti penurunan yang seimbang dalam ukuran gigi (Bushcang dan Shulman, 2003) Howe berpendapat bahwa keberjejalan gigi tidak hanya karena ukuran gigi geligi yang berlebih, namun juga tidak cukupnya basis apikal untuk menampung gigi geligi. Howe merumuskan formula pada ras Kaukasoid untuk menentukan apakah basis apikal dapat menampung gigi geligi (Moyers, 1988). Analisis Howe adalah metode evaluasi yang dilakukan pada rahang atas dengan cara pengukuran tertentu pada maksila untuk mengetahui hubungan antara massa mahkota gigi dan tulang pendukung. Pengukuran dilakukan pada lebar interpremolar pertama dan lebar interfossa canina. Hubungan persentase lebar interpremolar pertama dan lebar interfossa canina dengan jumlah dari lebar gigi rahang atas dari molar pertama ke molar pertama pada sisi sebelahnya, akan menunjukkan diskrepansi lateral pada lengkung gigi dan basis apikal. Perbedaan antara lebar interpremolar dan lebar interfossa canina dapat menghasilkan suatu indikasi kemungkinan dilakukan ekspansi selama perawatan. Pengukuran pada gigi dapat menunjukkan anomali atau diskrepansi dalam ukuran lebar gigi (Steinvorth, 1953). Salah satu metode untuk mengukur tingkat keberjejalan adalah analisis panjang lengkung Carey. Analisis panjang lengkung Carey mencoba untuk menilai hubungan antara ukuran mesio-distal gigi dan ruang yang tersedia pada
4
lengkung. Analisis panjang lengkung Carey lebih menekankan pada anomali mesio-distal antara ukuran gigi dan proporsi rahang serta mungkin akan dipengaruhi oleh lebar lengkung (Panchal, 2006).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah, yaitu : 1. Bagaimanakah hubungan antara besar indeks Howe’s dan tingkat keberjejalan gigi pada suku Jawa? 2. Bagaimanakah hubungan antara indeks premolar dan tingkat keberjejalan gigi pada suku Jawa? 3. Bagaimanakah hubungan antara indeks fossa canina dan tingkat keberjejalan pada suku Jawa?
C. Keaslian Penelitian John Stifter (1958) telah melakukan studi tentang analisis Howe’s terhadap ras Kaukasoid dengan maloklusi Angle kelas 1. Stifter mendapatkan hasil indeks fossa canina dengan rentang dari 37,5% hingga 51,5%. Rata-rata indeks fossa canina adalah 43,43% dengan standar deviasi 2,74. Sebanyak 29 kasus kurang dari 44%, 25 kasus lebih besar dari 44% dan tidak ada satupun kasus yang dibawah 37%.
Stifter
berpendapat bahwa analisis Howe’s yang diturunkan dari oklusi normal yang jumlahnya sangat terbatas sehingga sangat baik jika digunakan untuk kasus klinis. Namun peneliti belum menemukan penelitian terkait
5
hubungan antara besar indeks Howe’s dan tingkat keberjejalan gigi pada subjek suku Jawa. D. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara besar indeks Howe dan tingkat keberjejalan gigi pada suku Jawa.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan informasi mengenai hubungan antara besar indeks Howe dan tingkat keberjejalan gigi pada suku Jawa. 2. Mengetahui apakah indeks Howe dapat digunakan pada suku Jawa. 3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan informasi ilmu kedokteran gigi di bidang preventif, interseptif, dan kuratif ortodontik.