I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah satu restorasi pengganti gigi yang hilang tersebut berupa gigi tiruan cekat (GTC). Gigi tiruan cekat yang baik adalah yang dapat mengembalikan fungsi kunyah, fungsi estetik, fungsi bicara, mengembalikan kesehatan jaringan penyangga gigi dan kesehatan syaraf serta otot pengunyahan (Eny, 2010). Pencetakan gigi tiruan merupakan salah satu tahap yang menentukan keberhasilan pembuatan GTC. Menurut The Glossary of Prosthodontics Term (2005), pencetakan yaitu hasil negatif yang sama, atau copy yang berkebalikan dari suatu permukaan benda, rekaman dari gigi dan struktur di sekitarnya yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Akurasi dari bahan cetak, baik dari segi stabilitas dimensi dan detail reproduksi sangat penting untuk menciptakan ketepatan hasil GTC (Levartovsky dkk, 2013). Bahan cetak elastomer merupakan salah satu bahan digunakan untuk mendapatkan cetakan negatif dari gigi dan jaringan sekitarnya. Elastomer merupakan kelompok bahan cetak elastik yang terdiri dari polimer yang saling berikatan sehingga menyebabkan material tersebut memiliki konsistensi seperti karet. Ada empat macam bahan cetak yang sering digunakan untuk pencetakan akhir pada GTC, yaitu : polisulfida, polyether, silikon tipe kondensasi dan silikon tipe adisi (Markovic dkk, 2012). Polyvinyl siloxane merupakan salah satu bahan cetak silikon tipe adisi yang sering digunakan untuk mencetak restorasi GTC. Keakuratan hasil cetakan polyvinyl siloxane tidak perlu diragukan lagi dan bahan ini dapat menghasilkan detail cetakan yang halus. Selain akurasi
1
dimensi, kelebihan lain dari bahan ini adalah elastisitas, ketahanan terhadap air dan gaya robek yang baik (Singh dkk, 2013; Levartovsky dkk, 2013). Pada aplikasi klinis, bahan cetak yang digunakan untuk mencetak restorasi GTC mudah terpapar saliva dan darah dari pasien yang dapat menyebabkan infeksi silang bakteri. Mikroorganisme dari dalam rongga mulut, dapat bertahan pada permukaan bahan cetak dan berpindah ke cetakan gips. Pencucian dengan air mengalir tidak sepenuhnya membersihkan mikroorganisme
yang
menempel
pada
bahan
cetak
(Melili
dkk,
2008).
Ketika
mempertimbangkan metode untuk mendesinfeksi bahan cetak, harus diperhatikan dua faktor penting, yaitu efektifitas antibakteri dan efek metode tersebut terhadap akurasi dimensi bahan cetak (Melili dkk, 2008). Hal ini senada dengan pernyataan Levartovky dkk. (2013) yang menyebutkan bahwa akurasi dimensi hasil cetakan dapat dipengaruhi oleh disinfeksi bahan cetak, waktu pengisian, dan teknik pencetakan. Bahan cetak jenis elastomer dapat terkontaminasi mikroorganisme yang berada di rongga mulut. Poulos dan Antonoff (1997) menyatakan polyvinyl siloxane adalah bahan yang paling resisten terhadap retensi mikroorganisme yang kemudian diikuti polisulfat, namun jumlah mikroorganisme yang ada akan terus berkurang melalui proses desinfeksi. Dalam dunia kedokteran, benda-benda yang perlu disterilkan dikelompokkan menjadi benda kritis (berhubungan dengan tulang dan organ dalam), semikritis (berhubungan dengan mukosa, darah, saliva), dan nonkritis (berhubungan dengan
kulit). Pengelompokkan ini
termasuk juga cetakan gigi yang akan dikirim ke teknisi. Benda-benda yang tergolong dalam kelompok semikritis dianjurkan untuk disterilisasi setidaknya pada desinfektan tingkat tinggi (Kollefrath, 2010).
2
Menurut spesifikasi dari Disease Control Centre, desinfektan kimia seperti larutan klorin, formaldehid, glutaraldehyde, phenol, dan iodofor mempunyai potensi untuk menghapuskan virus hepatitis, herpes dan AIDS dalam waktu 10 hingga 30 menit (Matyas dkk, 1990). Beberapa penelitian sebelumnya bahkan menyebutkan bahwa waktu perendaman selama 10 menit merupakan waktu yang cukup untuk mengeliminasi bakteri pada permukaan hasil cetakan (Singh dkk, 2013). Desinfeksi dengan menggunakan bahan kimia diyakini sebagai prosedur disinfeksi yang paling mudah dilakukan (Ramakrishnaiah dkk, 2012). Glutaraldehyde merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi. Larutan glutaraldehyde dalam konsentrasi 2% dapat digunakan untuk mendesinfeksi instrument kerja dan tidak menyebabkan distorsi pada permukaan hasil cetakan (Rad, 2010; Ahila dan Subramaniam, 2012). Larutan ini juga efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus yang akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru akan mati setelah 10 jam (Signaterdedi, 2009). Desinfeksi bahan cetak dapat dilakukan dengan cara penyemprotan (spray) dan perendaman (Saber dkk, 2010; Singh dkk, 2013). Penelitian oleh Rad (2010) menyebutkan bahwa metode yang paling umum untuk mendesinfeksi bahan cetak adalah dengan cara penyemprotan (spray), namun beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa hasil cetakan juga dapat didesinfeksi dengan cara direndam. Sampai saat ini tidak ada kesepakatan umum tentang metode untuk mendesinfeksi atau mensterilisasi hasil cetakan polyvinyl siloxane meskipun telah banyak dilakukan penelitian untuk mengkaji bagaimana bahan desinfektan dan metode desinfeksi dapat berpengaruh terhadap bahan cetak (Kollefrath dkk, 2010). Penelitian oleh Saber dkk, (2010) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari bahan cetak silikon tipe kondensasi setelah didesinfeksi dengan cara di-spray.
3
Pada penelitian oleh Singh dkk, (2013) disebutkan bahwa terdapat perubahan dimensi bahan cetak setelah dilakukan perendaman, namun
hal tersebut tidak berpengaruh secara klinis.
Melilli dkk, (2008) merendamkan bahan cetak elastomer polieter dan silikon ke dalam larutan desinfektan amonium dan glutaraldehyde. Hasil penelitian oleh Melili dkk,(2008) menyebutkan terdapat perubahan yang signifikan terhadap dimensi kedua bahan cetak ini. Teknik pencetakan juga merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan model kerja. Teknik mencetak yang sering digunakan untuk mencetak GTC adalah teknik mencetak dengan material elastomer light body dan heavy body atau lebih dikenal dengan teknik puttywash atau double impression. Pencetakan dengan double impression ini dapat dilakukan dengan cara teknik one step dan two step (Levartovsky dkk., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Hung dkk, (1992) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan akurasi dimensi antara teknik pencetakan one step dan two step. Sedangkan menurut Dugal (2013) dan Caputi (2008) teknik pencetakan two step lebih akurat dibanding teknik one step. Masih belum diketahuinya akurasi dimensi hasil cetakan GTC antara teknik one step dan two step setelah dilakukan desinfeksi masih memerlukan penelitian lebih lanjut. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat ditarik suatu perumusan masalah: Apakah terdapat pengaruh teknik desinfeksi glutaraldehyde 2% dan teknik pencetakan dengan bahan polyvinyl siloxane terhadap akurasi dimensi model gigi tiruan cekat? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengkaji pengaruh teknik desinfeksi glutaraldehyde 2% dan teknik pencetakan dengan bahan polyvinyl siloxane terhadap akurasi dimensi model gigi tiruan cekat.
4
D. Manfaat Penelitian 1. Memberi informasi mengenai pengaruh teknik desinfeksi glutaraldehyde 2% dan teknik pencetakan dengan bahan polyvinyl siloxane terhadap akurasi dimensi model gigi tiruan cekat. 2. Memberikan rekomendasi mengenai metode desinfeksi dan pencetakan dengan bahan cetak polyvinyl siloxane yang akurat. E. Keaslian Penelitian Penelitian oleh Singh (2013) tentang efek desinfeksi kimia terhadap bahan cetak memberi hasil bahwa terdapat perubahan dimensi bahan cetak namun tidak berpengaruh secara klinis. Penelitian tersebut menggunakan master model edentulous dengan hanya menggunakan light body saja. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang sudah ada ialah penulis menggunakan master model GTC dengan teknik one step dan two step. Penelitian lain oleh Saber (2010) yang menggunakan master model GTC menunjukan perubahan yang signifikan terhadap bahan cetak silikon tipe kondensasi setelah didisinfeksi dengan iodophor dan sodium hipoklorit. Perbedaan dengan penulis ialah penulis menggunakan bahan cetak silikon tipe adisi dan bahan disinfektan glutaraldehyde 2%. Pengukuran hasil cetakan oleh Saber (2010), Ahila (2012), Melili (2008), dan Singh (2013) menggunakan mikroskop travelling dan jangka sorong digital, sedangkan penulis menggunakan CAD/CAM untuk menghindari kesalahan pengukuran oleh karena lelahnya mata operator.
5