BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Data statistik tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 45% penduduk di Indonesia bekerja di bidang agrikultur. Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong. Di samping itu, Indonesia terkenal akan kekayaan hasil perkebunannya (Agrikultur) seperti karet, sawit, tembakau, teh, kopi, dan tebu. (Dept. Pertanian Tahun 2011) didukungnya dengan luas lahan Agrikultur
di
Indonesia
yang
sangat
luas
yakni
45.000.000
hektar
mengidentifikasikan sangatlah menjanjikan untuk memulai usaha di bidang perkebunan di Indonesia. Semakin bertambahnya jumlah Investor yang mengivestasikan kekayaannya di bidang Agrikultur semakin bertambah pula luas tanah untuk membuka lahan Agrikultur tersebut. Hal ini terbukti dari data Biro Pusat Statistik (2010) yang menyatakan adanya peningkatan penggunaan lahan agrikultur dari tahun 1995–2010. Sari (n.d) dalam penelitian Aditia dan Kiswara (2012) menyatakan banyak para pakar dari bidang pertanian atau Agrikultur menyatakan bahwasanya industri perkebunan mempunyai karakteristik yang unik dan khusus jika dibandingkan dengan industri lainnya. Keunikan tersebut ditekankan lebih lanjut oleh Ridwan (2011) yang menyatakan bahwa “Perbedaan (keunikan) tersebut ditunjukkan oleh adanya aktivitas pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman untuk menghasilkan suatu produk yang akan dikonsumsi atau diproses lebih lanjut.
1
2
Karena karakteristik industri perkebunan yang unik, perusahaan yang bergerak di bidang agrikultur memiliki kemungkinan untuk menyajikan informasi secara lebih bias bila dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak di bidang lain terutama dalam pengukuran, penyajian, dan pengungkapan aset tetapnya yang berupa aset biologis”. Seperti yang diketahui setiap asset perusahaan akan dilakukan pengukuran, penyajian, dan pengungkapan dari setiap assetnya. Kendala terpenting yang sedang dihadapi dalam perusahaan aglrikultur di Indonesia mengenai aset biologis yaitu permasalahan penerapan IFRS (IAS 41) yaitu mengharuskan banyak perusahaan atau entitas bisnis merubah pengukuran serta pelaporan akuntansinya yang sebagian besar berdasarkan nilai historis (historical cost), menjadi pengukuran serta pelaporan berdasarkan nilai wajar (fair value). Pada dasarnya IAS 41 sendiri mengatur mengenai perlakuan akuntansi, penyajian laporan keuangan, dan pengungkapan terkait dengan kegaitan pertanian yang tidak tercakup dalam standar lainnya. Meskipun terdapat tren menuju penerapan standar akuntansi berbasis nilai wajar, Reformasi ini telah menimbulkan berbagai kontroversi dari berbagai kalangan. Terdapat beberapa kelompok dan kalangan yang mendukung penerapan nilai wajar namun terdapat juga kelompok yang meragukan penerapan ini. Penttinen & Latukka (2004) menyatakan bahwa penerapan nilai wajar akan menyebabkan fluktuasi yang tidak realistis pada laba bersih perusahaanperusahaan kehutanan. Herbohn & Herbohn (2006) dan Dowling & Godfrey (2001) menekankan pada meningkatnya volatilitas, manipulasi dan subyektifitas dari pendapatan yang dilaporkan. Argelis & Soft (2001) menyatakan bahwa
3
pengukuran menggunakan nilai wajar untuk aset biologis karena hal tersebut menghindari kompleksitas dalam menghitung biaya. Herbohn & Herbohn (2006) menghitung koefisien varians dari laba serta keuntungan dan kerugian aset-aset kayu pada delapan perusahaan publik dan lima perusahaan pemerintah. Mereka menyatakan bahwa pengukuran menggunakan nilai wajar akan meningkatkan volatilitas laba. Disisi lain ada beberapa pakar yang setuju dengan penerapan IAS 41 itu sendiri. Argiles & Soft (2001) dapat menerima pengukuran menggunakan nilai wajar untuk aset biologis karena hal tersebut menghindari kompleksitas dalam menghitung biaya. Hal ini dikarenakan banyak pertanian-pertanian keluarga di negara-negara barat terutama di Uni Eropa, yang tidak memiliki sumber daya dan kemampuan untuk melaksanakan prosedur-prosedur dan perhitungan akuntansi. Perbedaan pendapat tersebut diungkapkan karena sifat dari aset biologis membuat perhitungan berdasarkan nilai historis untuk aset biologis menjadi sulit karena aset mengalami proses kelahiran, perkembangan, kematian, demikian pula kerumitan dalam hal alokasi biaya bersama (joint costs). Alokasi biaya tidak langsung juga merupakan salah satu sumber lain kompleksitas perhitungan biaya di pertanian. Maruli & Mita (2010) menyatakan, meskipun IAS 41 sendiri menawarkan kemudahan (simplicity) dalam perhitungan merupakan keuntungan utama dalam menerapkan nilai wajar dibandingkan penggunaan nilai historis. Tetapi penilaian dengan menggunakan nilai wajar pada perusahaan tetap harus memperhatikan pertimbangan keseimbangan antara manfaat dan biaya-biayanya meskipun saat ini belum ada literatur-literatur sebelumnya yang menjelaskan
4
perihal apakah terjadi volatilitas yang abnormal dalam pendapatan dan laba, relevansi nilai, perataan pendapatan (income smoothing) serta terjadi peningkatan atau penurunan profitabilitas akibat penerapan nilai wajar. Penelitian ini ditujukan sebagai analisi mengenai kemungkinan adanya volatilitas pendapatan dan laba ketika perusahaan agrikultur melakukan penilaian aset biologis dengan metode fair value atau historical cost dengan indikator pada laporan keuangan perusahaan sub sektor perkebunan yang berasal dari BEI pada tahun 2010 – 2014. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini diambil judul: ”Analisis Fair Value dan Historical Cost Terhadap Penilaian Asset Biologis Pada Impliaksi Volatilitas Earnings.”
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
yang
dikemukakan,
penulis
mengidentifikasi masalah yang akan menjadi pokok pemikiran dan bahasan adalah : 1. Bagaimana dampak dari fair value dan historical cost terhadap penilaian aset biologis dan pengaruhnya terhadap volatilitas earnings. 2. Bagaimana dampak dari fair value terhadap penilaian aset biologis dan pengaruhnya terhadap volatilitas earnings. 3. Bagaimana dampak historical cost terhadap penilaian aset biologis dan pengaruhnya terhadap volatilitas earnings.
5
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui dan mempelajari mengenai perbedaan yang terjadi ketika perusahaan menggunakan metode fair value dan historical cost dalam melalukan kegiatan penilaian aset biologis pada implikasi volatilitas earnings pada perusahaan-perusahaan yang berjalan di sub sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010 – 2014. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini bila dikaitkan dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya adalah untuk mendapatkan bukti empiris : 1. Mencari dampak dari fair value dan historical cost terhadap penilaian aset biologis dan pengaruhnya terhadap volatilitas earnings. 2. Menganalisa dampak dari fair value terhadap penilaian aset biologis dan pengaruhnya terhadap volatilitas earnings. 3. Mengetahui dampak historical cost terhadap penilaian aset biologis dan pengaruhnya terhadap volatilitas earnings. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi :
6
1. Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan berfikir, menambah kemampuan intelektual, pembanding wacana, pengalaman dan sarana ilmu pengetahuan yang telah didapat selama kuliah 2. Pembaca Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk pembaca bisa menjadi referensi dan sumber informasi bagi penelitian yang sejenis. 3. Peneliti selanjutnya Diharapkan penelitian ini bisa menjadi bahan masukan bagi para peneliti berikutnya yang tertarik membahas mengenai judul yang sejenis atau bahkan bisa di kembangkan ke arah yang lebih luas.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan agrikultur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dipublikasikan melalui situs internet yaitu www.idx.co.id dan lokasi yang digunakan untuk pengambilan data ini di Galeri Investasi Universitas Widyatama Jl. Cikutra No.204.