BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tumbuhan membutuhkan berbagai macam zat kimia untuk tumbuh. Sedikitnya terdapat 16 unsur penting yang dibutuhkan tumbuhan, yaitu C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, dan Cl. Pemanfaatan tanah yang berlebihan dan praktek monokultur mengurangi nutrisi dalam tanah, terutama N, P, K, dan Ca. Oleh karena itu, N, P, K, dan nutrisi tumbuhan lainnya harus ditambahkan secara periodik melalui pemupukan. Pupuk dapat mengandung berbagai nutrisi tumbuhan, tetapi sebagian besar mengandung nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) (Artiola dkk., 2006). Pupuk Nitrogen-Phosphorus-Kalium (NPK) dapat mengandung Cd, Pb, Zn, Hg, dan logam berat lainnya tergantung asal batuan yang digunakan untuk membuat pupuk. Penggunaan pupuk yang terkontaminasi berbagai logam berat menyebabkan konsentrasi logam berat dalam tanah dan air semakin tinggi. Paparan logam berat terbesar melalui makanan karena tumbuhan dan hewan mengakumulasi logam tersebut dari tanah dan air (Bradl, 2005). Kadmium dengan konsentrasi 16 mg/L dalam makanan dapat menyebabkan toksisitas akut berupa mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen. Paparan kronis kadmium dapat menyebabkan kerusakan jantung, paru-paru, tulang, gonad, dan terutama ginjal. Timbal dapat mengganggu proses seluler dan molekuler dalam tubuh sehingga mempengaruhi berbagai organ dan fungsi
1
2
fisiologis. Toksisitas timbal tergantung pada jumlah, durasi, dan luas paparan. Timbal dapat mempengaruhi gastrointestinal, alat gerak, morfologi sel darah, dan menyebabkan hipertensi. Merkuri merupakan racun yang akan terakumulasi dalam tubuh. Toksisitas merkuri dapat berpengaruh pada sistem saraf dan ginjal. Tingkat toksisitasnya tergantung bentuk kimia dan jalur paparan (Gad, 2005). Banyaknya penggunaan pupuk NPK menyebabkan kemungkinan pencemaran kadmium, timbal, dan merkuri sangat tinggi. Oleh karena itu, kadar logam tersebut dalam pupuk NPK perlu dibatasi untuk mengurangi pencemaran logam berat pada lingkungan. Kuantifikasi kadar logam berat dalam pupuk termasuk analisis sekelumit (trace analysis) sehingga diperlukan metode analisis yang peka. Metode analisis kadmium dan timbal yang banyak digunakan adalah spektrofotometri serapan atom nyala (Vignola dkk., 2010; Sabiha-Javied dkk., 2009; Nascentes dkk., 2005; Duran dkk., 2007), sedangkan analisis merkuri menggunakan Mercury Analyzer banyak dilaporkan oleh para peneliti (Horvat dkk., 1991; Nguyen dkk., 1998; Jarzyńska dan Falandysz, 2011). Penelitianpenelitian tersebut menggunakan teknik preparasi sampel yang panjang dan rumit, sehingga tidak aplikatif untuk digunakan dalam analisis rutin. Untuk itu, diperlukan metode analisis dengan preparasi sampel yang lebih sederhana. Preparasi sampel pada penelitian ini menggunakan destruksi basah dengan perbandingan asam nitrat dan asam perklorat 1:2 v/v. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi metode analisis kadmium dan timbal dengan spektrofotometri serapan atom nyala dan merkuri dengan Mercury Analyzer dalam pupuk NPK sehingga metode tersebut dapat digunakan dalam analisis rutin.
3
B.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah metode analisis kadmium dan timbal dalam pupuk NPK dengan spektrofotometri serapan atom nyala adalah metode yang valid? 2. Apakah metode analisis merkuri dalam pupuk NPK dengan Mercury Analyzer adalah metode yang valid? 3. Apakah pupuk NPK di pasaran mengandung kadmium, timbal, dan merkuri dalam batas aman?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Melakukan validasi metode analisis Cd dan Pb dalam pupuk NPK secara spektrofotometri serapan atom nyala. 2. Melakukan validasi metode analisis Hg dalam pupuk NPK dengan Mercury Analyzer. 3. Mengukur kadar kadmium, timbal, dan merkuri dalam pupuk NPK yang beredar di pasaran.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan metode analisis Cd dan Pb dengan spektrofotometri serapan atom nyala dan Hg dengan Mercury Analyzer yang valid dan dapat diaplikasikan oleh pihak terkait untuk analisis rutin cemaran Cd, Pb, dan Hg dalam pupuk NPK.
4
E.
Tinjauan Pustaka
1. Pupuk NPK Pupuk merupakan material yang diberikan pada tanaman untuk meningkatkan pertumbuhannya. Pupuk dapat diberikan melalui tanah untuk diserap akar, atau melalui udara untuk diserap daun. Pupuk dapat berupa pupuk organik atau anorganik, tergantung material penyusunnya (Elsworth dan Paley, 2009). Pupuk NPK merupakan salah satu jenis pupuk majemuk buatan. Nitrogen, fosfat, dan kalium adalah unsur hara makro yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk dengan kandungan N, P, dan K merupakan jenis komoditas pupuk bernilai ekonomi tinggi (Yuwono, 2004). Nitrogen secara umum meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. Sementara itu, fosfor dan kalium meningkatkan kesehatan tanaman (Kim dan Lee, 2009). a. Nitrogen Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah besar, umumnya menjadi faktor pembatas antara tanah yang dipupuk dengan tanah yang tidak dipupuk. Nitrogen merupakan komponen penting dalam klorofil, yang memungkinkan tumbuhan melakukan fotosintesis. Nitrogen menyusun protein untuk pertumbuhan dan penggantian sel (Akinrinde, 2004). Nitrogen yang diserap tanaman dapat berupa NH3, NH4+, dan NO3-. NH3 diserap daun melalui udara, sedangkan bentuk anorganik NH4+ dan NO3diambil oleh akar. Bentuk NH3 tidak harus direduksi oleh tanaman sehingga dapat menghemat energi. NO3- harus direduksi menjadi NH3 sebelum dapat diubah menjadi asam amino yang diperlukan tanaman (Yuwono, 2004).
5
b. Fosfor Fosfor dibutuhkan dalam tanaman dalam jumlah yang relatif besar, tetapi sedikit lebih kecil di bawah nitrogen dan kalium. Pada daerah beriklim tropis dengan tanah yang lembab, fosfor merupakan faktor pembatas untuk produksi tanaman. Ketersediaan fosfor di alam terbatas dan jumlah ini semakin menipis karena penggunaan fosfor dalam jumlah besar (Lehmann, 2003). Fosfor dalam pupuk dinyatakan dalam bentuk oksidanya, yaitu P2O5 (Yuwono, 2004). Fosfor
diperlukan
dalam
berbagai
aktivitas
seluler,
seperti
pembentukan energi, sintesis asam nukleat, fotosintesis, aktivasi dan inaktivasi enzim, signaling, dan fiksasi nitrogen. Defisiensi fosfor mempengaruhi perkembangan dan fungsi akar, serta mengubah metabolisme karbon. Tanaman yang kekurangan fosfor akan mentranspor karbon lebih banyak ke akar, sehingga pertumbuhan akar meningkat dan tanaman dapat menyerap fosfor dari tanah lebih banyak. Perubahan metabolisme karbon terjadi pada jalur glikolisis, respirasi mitokondria, pembentukan metabolit sekunder dan membran tilakoid (Vance dkk., 2003). c. Kalium Kalium adalah satu-satunya unsur berbentuk kation monovalen yang diperlukan tanaman. Unsur kalium dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Meskipun kalium merupakan mineral dengan jumlah keempat terbesar di litosfer, konsentrasinya dalam tanah rendah, yaitu antara 0,1 hingga 1,0 mM
6
(Chen dan Gabelman, 2000). Kadar kalium dalam pupuk dinyatakan sebagai persen K2O (Yuwono, 2004). Tanaman menyerap kalium dalam jumlah besar, sekitar 1,0 hingga 5,0 % dari berat kering. Untuk itu, mekanisme utama masuknya kalium dalam tanaman adalah dengan difusi (Chen dan Gabelman, 2000). Kalium berperan penting dalam menjaga keseimbangan ionik untuk proses metabolisme sel dan mengaktifkan enzim-enzim. Kalium dalam bentuk kation (K+) mengatur potensial air sel dan osmosis. Enzim yang diaktifkan oleh kalium antara lain enzim pada sintesis pati, pembuatan ATP, fotosintesis, reduksi nitrat, dan translokasi gula ke berbagai jaringan tanaman (Leigh dan Wyn Jones, 1984; Yuwono, 2004).
2. Logam Berat Logam berat adalah logam (metal) dan senyawa mirip logam (metalloid) dengan berat jenis lebih dari 5 g/cm3. Logam berat meliputi: arsen, kadmium, krom, tembaga, timbal, merkuri, perak, seng, besi, dan kelompok unsur platina (Hassanien dan El Shahawy, 2011). Logam berat secara alami dapat ditemukan dalam batuan, tanah, sedimen, dan air dalam jumlah kecil (Yang dkk., 2000). Logam berat dalam bentuk organik terakumulasi dalam rantai makanan. Oleh karena itu, logam berat dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat ditemukan pada organisme dalam tingkatan rantai makanan yang lebih tinggi. Rantai makanan merupakan jalur utama masuknya polutan tersebut dari tanah dan air melalui tumbuhan dan hewan ke manusia (Hapke, 1996).
7
Sumber utama kontaminasi logam berat pada lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah kegiatan pertambangan, limbah industri dan rumah tangga, penggunaan bahan bakar fosil, dan kegiatan pertanian (Yang dkk., 2008). Logam berat dapat terhirup, tertelan, atau terabsorbsi melalui kulit dan terdistribusi hingga kompartemen pusat. Logam berat dapat mengalami metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi pada organ dengan perfusi tinggi. Banyak logam berat yang terdeposit dalam jaringan lunak, seperti rambut dan kuku, serta jaringan dengan perfusi rendah, seperti tulang dan gigi (Diaz, 2006). a. Kadmium Kadmium (Cd) adalah logam putih keperakan yang mengkilap dengan berat atom 112,4 dan berat jenis 8,64 g/cm3. Kadmium melebur pada 321°C (Bradl dkk., 2005). Kadmium tidak larut dalam air, tetapi larut dalam asam, amonium nitrat, dan asam sulfat panas (Moffat dkk., 2011). Logam
kadmium
telah
menjadi
permasalahan
besar
dalam
pencemaran lingkungan karena tingkat toksisitasnya sangat tinggi. Cemaran kadmium meningkat drastis dalam 100 tahun terakhir. Rokok merupakan sumber utama paparan kadmium pada manusia (Järup, 2003). Makanan merupakan sumber paparan kadmium terbesar bagi non perokok. Kadmium terakumulasi dalam sayuran hijau, ginjal, liver, dan otot hewan (De Vries dkk., 2007). Kadmium toksik terhadap tumbuhan, invertebrata, dan vertebrata dalam kadar yang lebih rendah dari Zn, Pb, atau Cu. Kadmium mengganggu metabolisme kalsium, vitamin D, kolagen, dan menyebabkan degenerasi
8
tulang. Paparan kronis kadmium mempengaruhi ginjal dan paru-paru, menyebabkan proteinurea, mengurangi kecepatan filtrasi ginjal, dan emfisema (Bradl dkk., 2005). Batas maksimum kadmium dalam pupuk NPK adalah 100 mg/kg (BSN, 2010). b. Timbal Timbal (Pb) merupakan logam berwarna biru keabuan dengan berat atom 207,2 dan titik lebur 327,4°C. Timbal tidak larut dalam air dan pelarut organik, tetapi larut dalam asam nitrat dan asam sulfat pekat panas. Timbal digunakan dalam baterai, pipa, pembuatan baja dan logam lain, keramik, plastik, dan peralatan elektronik (Moffat dkk., 2011). Paparan timbal berasal dari udara dan makanan dalam jumlah yang sama besar. Timbal dalam udara berasal dari penggunaan bahan bakar minyak dan dapat terdeposit dalam tanah dan air, sehingga dapat terbawa pada makanan yang dikonsumsi manusia (Järup, 2003). Keracunan timbal banyak terjadi pada bayi dan anak-anak. Ketika masuk ke sirkulasi darah, timbal akan terdistribusi dalam tiga kompartemen: darah, jaringan lunak (seperti ginjal, sumsum tulang, liver, dan otak), dan jaringan mineral (tulang dan gigi). Timbal terakumulasi dalam jangka waktu lama dan hanya diekskresikan dalam jumlah sangat kecil. Gejala keracunan timbal berupa tremor, pusing, muntah, bingung, garis biru-hitam pada gusi, dan kolik (Bradl dkk., 2005). Batas maksimum timbal dalam pupuk NPK adalah 500 mg/kg (BSN, 2010).
9
c. Merkuri Merkuri (Hg) merupakan logam cair berwarna putih keperakan, dengan berat atom 200,6 dan titik lebur -38,87°C. Merkuri praktis tidak larut dalam air, larut dalam asam sulfat mendidih, agak larut dalam asam nitrat, dan tidak larut dalam asam klorida. Logam ini digunakan dalam instrumen sains, produk farmasi, bahan kimia pertanian, dan cat (Moffat dkk., 2011). Masuknya merkuri ke tubuh manusia sebagian besar melalui makanan, terutama ikan (Järup, 2003). Toksikokinetik dan efek merkuri pada manusia tergantung bentuk kimianya. Uap logam Hg mudah terabsorpsi melalui paru-paru, sedangkan metil-Hg dapat masuk melalui saluran gastrointestinal. Secara umum, sistem saraf mudah dirusak oleh merkuri dan paparan kronisnya dapat mempengaruhi ginjal (Bradl dkk., 2005). Batas maksimum merkuri dalam pupuk NPK adalah 10 mg/kg (BSN, 2010). Analisis merkuri paling sensitif menggunakan sinar dengan panjang gelombang 184,889 nm. Namun, sinar dengan panjang gelombang tersebut tidak dapat dihasilkan oleh sumber sinar spektrofotometer serapan atom pada umumnya. Sinar yang dapat digunakan untuk analisis merkuri mempunyai panjang gelombang 253,652 nm. Merkuri yang terdapat dalam sampel biasanya berada dalam jumlah sangat kelumit, sehingga SSA nyala tidak dapat digunakan untuk menganalisisnya. SSA graphite furnace dapat digunakan untuk menganalisis merkuri dalam sampel padatan. Teknik analisis paling sensitif adalah dengan menggunakan SSA teknik uap dingin (Welz dkk., 2005).
10
3. Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom (SSA) digunakan untuk menganalisis unsur-unsur logam. Atom logam diuapkan dan radiasi dilewatkan melalui atom tersebut. Atom dalam bentuk uap berada pada keadaan azas (ground state) dan tidak mengemisikan energi, sehingga dapat menyerap radiasi dengan energi yang sebanding dengan perbedaan keadaan azas dan keadaan tereksitasi atom tersebut (Watson, 1999). a. Instrumentasi spektrofotometer serapan atom (SSA) Instrumentasi SSA terdiri dari sumber sinar, tempat sampel, monokromator, dan detektor. Sumber sinar dapat berupa hollow cathode lamp (HCL), electrodeless discharge lamp (EDL), atau continuum source (CS) (Broekaert, 2005). Hollow cathode lamp berupa tabung katoda yang dapat menghasilkan radiasi spesifik untuk unsur yang dianalisis. Bagian dalam dari hollow cathode lamp dilapisi dengan unsur yang dianalisis. Electrodeless discharge lamp merupakan tabung yang di dalamnya berisi unsur yang dianalisis dalam bentuk uap. Arus listrik dihasilkan dengan induksi frekuensi gelombang mikro atau radio (Lajunen dan Perämäki, 2004). Continuum source mengemisikan sinar dengan rentang panjang gelombang yang lebar, yaitu antara 190-900 nm. Sinar yang tidak spesifik ini dilewatkan melalui sampel dan panjang gelombang yang sesuai dengan unsur yang dianalisis diseleksi oleh monokromator (Welz dkk., 2010). Sampel diubah menjadi atom dalam keadaan azas dengan nyala (flame) atau tanpa nyala (flameless). Nyala berfungsi untuk menguapkan
11
sampel dan mengubahnya menjadi bentuk atom. Nyala untuk pembakaran dapat mencapai suhu 3000°C, tergantung pada gas yang digunakan. Gas yang banyak digunakan adalah campuran asetilen-udara, dengan suhu pembakaran yang dapat mencapai 2200°C. Asetilen berfungsi sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Teknik
atomisasi
sampel
tanpa
nyala
dikembangkan
untuk
meningkatkan sensitivitas analisis. Teknik tanpa nyala biasanya digunakan untuk logam yang masih membiaskan cahaya pada suhu tinggi (Taylor dan Schulman, 2002). Terdapat berbagai macam teknik atomisasi tanpa nyala, diantaranya teknik tabung grafit (graphite furnace), teknik pembentukan hidrida (hydride-generation), dan teknik uap dingin (cold vapour) (Welz dan Sperling,
1999).
Teknik
tabung
grafit
merupakan
teknik
atomisasi
elektrotermal. Sampel diletakkan dalam tabung grafit dan dialiri argon. Sampel kemudian dipanaskan dengan melewatkan arus listrik melalui grafit (Taylor dan Schulman, 2002). Teknik pembentukan hidrida digunakan berdasarkan prinsip pemisahan unsur pembentuk hidrida yang mudah menguap dari matriks sampel sebelum dikenai sinar. Unsur tersebut selanjutnya diubah menjadi uap atom. Teknik uap dingin digunakan untuk menganalisis merkuri. Merkuri direduksi menjadi unsur logam, diuapkan, dan dikenai sinar untuk dapat diukur absorbansinya (Lajunen dan Perämäki, 2004). Matriks
sampel
terkadang
menghasilkan
radiasi
yang
dapat
mengganggu analisis. Monokromator digunakan untuk memilih radiasi yang diemisikan oleh sumber sinar (Kealey dan Haines, 2002). Intensitas radiasi
12
diukur oleh detektor yang berupa photomultiplier tube (PMT), photodiode array (PDA), atau charge-coupled device (CCD) (Becker-Ross dkk., 2006). b. Gangguan pada spektrofotometer serapan atom (SSA) Gangguan pada SSA dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu gangguan spektra, kimia, dan fisika. Gangguan spektra terjadi karena atom lain mengemisikan sinar yang tidak dapat dipisahkan monokromator sehingga terbaca oleh detektor. Penggunaan hollow cathode lamp atau electrodeless discharge lamp dapat meminimalkan gangguan tersebut, tetapi tidak menghilangkan seluruhnya. Pemantulan atau absorpsi sinar oleh partikel padat, pelarut yang tidak teruapkan, atau molekul dalam nyala akan mengakibatkan gangguan positif dalam SSA. Hal ini sering terjadi jika sinar yang digunakan mempunyai panjang gelombang kurang dari 300 nm, ketika kandungan garamnya tinggi. Garam tidak dapat terlarut atau terdisosiasi seluruhnya menjadi atom. Koreksi dilakukan dengan mengukur absorbansi sinar dengan panjang gelombang yang dekat dengan panjang gelombang yang diabsorbsi unsur yang dianalisis, tetapi tidak diabsorbsi oleh unsur tersebut (Christian, 2003). Gangguan kimia dapat berupa gangguan ionisasi atau pembentukan senyawa yang dapat membiaskan cahaya. Unsur alkali dan alkali tanah mudah mengalami ionisasi pada nyala dengan suhu tinggi karena mempunyai potensial ionisasi yang rendah (Cantle, 1982). Sinyal emisi dan absorpsi sampel akan menurun sehingga sensitivitas dan linieritas akan terganggu. Namun, adanya unsur yang mudah terionisasi dalam sampel akan menambah
13
jumlah elektron bebas dalam nyala sehingga proses ionisasi unsur yang dianalisis dapat ditekan. Hal ini menyebabkan peningkatan absorbsi dan menghasilkan gangguan positif. Gangguan ini dapat dikoreksi dengan menambahkan senyawa pengganggu dalam jumlah yang sama pada larutan standar sehingga tingkat gangguan positif konstan dan ionisasi yang terjadi dapat diminimalkan (Christian, 2003). Larutan sampel dapat mengandung unsur yang dapat membentuk senyawa pembias cahaya dalam nyala. Gangguan ini dapat dihilangkan secara kimiawi. Jika analit logam bereaksi dengan gas nyala membentuk oksida dan hidroksida logam yang dapat membiaskan cahaya, temperatur pada nyala harus ditingkatkan untuk menguraikan senyawa tersebut (Cantle, 1982). Gangguan fisika merupakan gangguan-gangguan yang mempengaruhi pemasukan sampel ke dalam nyala dan mengurangi efisiensi atomisasi. Gangguan ini meliputi variasi kecepatan alir udara, viskositas sampel, kandungan padatan, dan perubahan suhu nyala. Gangguan fisika dapat dikendalikan dengan melakukan kalibrasi secara teratur dan menggunakan standar internal (Christian, 2003). c. Spektrofotometri serapan atom nyala Nyala (flame) digunakan untuk menguapkan sampel menjadi bentuk atomnya. Gas yang banyak digunakan adalah asetilen-udara. Gas ini sesuai untuk banyak unsur dan dapat mencapai temperatur yang cukup untuk kuantifikasi. Nyala yang terbentuk transparan terhadap rentang panjang
14
gelombang yang lebar (Lajunen dan Perämäki, 2004). Instrumentasi SSA nyala terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram skematik SSA nyala (Watson, 1999)
Larutan sampel yang mengandung unsur analit dalam bentuk garam terlarut masuk ke nyala dengan temperatur 2000 hingga 3000 K. Pelarut akan segera menguap dan membentuk aerosol. Partikel padat dalam aerosol akan segera meleleh dan menguap dengan cepat karena titik lebur analit jauh lebih rendah dibanding temperatur nyala. Uap berupa molekul terpisah atau agregat molekul akan memisah menjadi atom tunggal (Lajunen dan Perämäki, 2004). Atom tersebut akan mengabsorbsi energi dari sinar dengan panjang gelombang yang khas untuk masing-masing unsur. Intensitas sinar yang diabsorpsi mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu bahwa besarnya absorbansi berbanding lurus dengan jarak yang dilalui sinar dalam nyala dan konsentrasi uap atom. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan, tetapi jarak yang dilalui sinar dalam nyala dianggap konstan dan konsentrasi uap atom proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Christian, 2003). Proses yang terjadi dalam SSA nyala diilustrasikan pada Gambar 2.
15
Gambar 2. Proses atomisasi dalam nyala (Christian, 2003)
d. Mercury Analyzer Mercury Analyzer merupakan teknik analisis spektrofotometri serapan atom menggunakan teknik pemasukan sampel uap dingin (cold vapour). Teknik ini berdasarkan sifat unik merkuri yang mempunyai tekanan uap cukup tinggi pada suhu kamar (0,16 Pa pada 293 K). Uap yang terbentuk stabil dan monoatomik. Oleh karena itu, uap merkuri dapat dibaca absorpsi atomiknya tanpa penggunaan nyala atau teknik atomisasi lainnya (Lajunen dan Perämäki, 2004). Merkuri yang dianalisis berupa bentuk tereduksinya. Reduksi dapat dilakukan dengan natrium borohidrid (NaBH4) atau timah (II) klorida (SnCl2) (Jeffery dkk., 1989). Larutan sampel mengalami pengeringan untuk menghilangkan uap air karena air mengabsorpsi radiasi yang sama dengan merkuri, yaitu 253,7 nm. Sampel dilewatkan melalui tabung absorpsi. Sinar dari sumber sinar mengenai sampel dan besarnya absorpsi sebanding dengan jumlah atom dalam sampel (Farrey dan Nelson, 1982). Instrumentasi Mercury Analyzer terdapat pada Gambar 3.
16
Gambar 3. Prinsip teknik uap dingin (Lajunen dan Perämäki, 2004)
4. Validasi Metode Analisis Validasi metode adalah proses untuk mengkonfirmasi suatu prosedur analisis melalui pengujian supaya sesuai dengan peruntukannya. Tujuan akhir validasi metode analisis adalah untuk meyakinkan bahwa setiap pengukuran dalam analisis rutin menghasilkan nilai yang sedekat mungkin dengan nilai sebenarnya (Gonzáles dan Herrador, 2007). Validasi metode analisis merupakan bagian dasar dari penjaminan mutu (quality assurance) hasil uji suatu laboratorium. Selain validasi metode, penjaminan mutu hasil uji laboratorium juga meliputi prosedur kontrol kualitas internal (internal quality control), uji profisiensi (proficiency testing), dan akreditasi pada standar internasional ISO/IEC 17025:2005 (Taverniers dkk., 2004). Validasi metode analisis harus menggunakan sampel dan standar yang sesuai dengan sampel yang dianalisis. Parameter validasi metode meliputi:
17
akurasi, presisi, spesifisitas, linieritas, rentang, batas deteksi, dan batas kuantifikasi (ICH, 2005). a. Linieritas dan rentang Linieritas suatu metode analisis adalah kemampuan metode untuk memperoleh hasil yang proporsional dengan jumlah analit dalam sampel pada suatu rentang tertentu (ICH, 2005). Linieritas dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Rentang adalah interval antara konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi analit dalam sampel yang masih menunjukkan presisi, akurasi, dan linieritas (ICH, 2005). Rentang dari suatu prosedur analisis biasanya diperoleh dari kriteria validasi yang lain. Rentang harus mencakup perkiraan hasil analisis (Ermer, 2005). b. Batas deteksi dan batas kuantifikasi Batas deteksi atau limit of detection (LoD) adalah jumlah analit terkecil yang masih dapat dideteksi, tetapi tidak perlu dikuantifikasi. Batas kuantifikasi atau limit of quantification (LoQ) adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat dikuantifikasi dengan presisi dan akurasi yang diterima (ICH, 2005). LoD dan LoQ dapat diperoleh dengan pendekatan signal-to-noise dan simpangan baku. LoD merupakan konsentrasi sampel yang memberikan respon sebanding dengan rasio signal-to-noise 3:1, sedangkan LoQ memberikan rasio 10:1 (Lee, 2004). Batas deteksi sangat penting dalam analisis sekelumit. Batas deteksi yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kesalahan negatif (false negative), yaitu
18
adanya analit dalam sampel yang tidak dilaporkan. Batas deteksi atau batas kuantifikasi tidak menggambarkan sensitivitas karena sensitivitas tergantung pada sifat dari fungsi kalibrasi dan variabilitas perolehan kembali analit pada rentang konsentrasi tertentu (Willets dan Wood, 2000). c. Presisi Presisi adalah kedekatan hasil uji dari beberapa pengukuran sampel yang homogen. Presisi terdiri dari: keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah uji presisi yang dilakukan pada kondisi yang sama dalam waktu yang singkat. Presisi antara menggambarkan variasi pengukuran yang dilakukan pada hari yang berbeda, oleh analis yang berbeda, atau dengan alat yang berbeda tetapi dilakukan di laboratorium yang sama. Sedangkan ketertiruan menggambarkan presisi antar laboratorium. Parameter yang digunakan dalam presisi berupa varians, simpangan baku, atau koefisien variasi suatu seri pengukuran (ICH, 2005). Persentase simpangan baku relatif (relative standard deviation (RSD)) yang diperbolehkan untuk uji presisi dapat merujuk pada fungsi Horwitz atau AOAC Peer Verified Methods (AOAC PVM), sebagaimana terdapat pada Tabel I. Horwitz mengemukakan bahwa RSD suatu metode dapat bervariasi tergantung pada konsentrasi yang digunakan. RSD pada berbagai konsentrasi mengikuti persamaan empiris: RSD = ±2(
,
)
yang mana c adalah fraksi konsentrasi pada uji presisi (Horwitz, 1982).
19
Tabel I. Perbandingan persentase RSD yang diperbolehkan menurut fungsi Horwitz dan AOAC Peer Verified Methods (PVM) (Gonzáles dan Herrador, 2007) Horwitz AOAC PVM Analit (%) Fraksi analit Unit % RSD % RSD 100 1 100% 2 1,3 10 10-1 10% 2,8 1,8 1 10-2 1% 4 2,7 0,1 10-3 0,1% 5,7 3,7 0,01 10-4 100 ppm 8 5,3 0,001 10-5 10 ppm 11,3 7,3 0,0001 10-6 1 ppm 16 11 0,00001 10-7 100 ppb 22,6 15 0,000001 10-8 10 ppb 32 21 0,0000001 10-9 1 ppb 45,3 30
d. Akurasi Akurasi suatu metode analisis adalah kesesuaian antara hasil uji dengan nilai yang diterima. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (ICH, 2005). Besarnya rentang perolehan kembali tergantung pada level analit yang diuji, seperti terdapat pada Tabel II. Uji akurasi dapat dilakukan dengan membandingkan hasil analisis suatu metode dengan metode baku. Akurasi juga dapat diukur dengan menganalisis sampel yang telah diketahui konsentrasi analitnya (misalnya dengan certified reference material (CRM)) dan membandingkan nilai hasil uji dengan nilai sebenarnya. Jika CRM tidak tersedia, senyawa dengan konsentrasi yang telah diketahui dapat ditambahkan ke dalam matriks blanko (Huber, 2003).
20
Tabel II. Persentase perolehan kembali yang diperbolehkan berdasarkan level analit (Gonzáles dan Herrador, 2007) Rentang Analit (%) Fraksi analit Unit perolehan kembali (%) 100 1 100% 98-102 10 10-1 10% 98-102 1 10-2 1% 97-103 0,1 10-3 0,1% 95-105 0,01 10-4 100 ppm 90-107 0,001 10-5 10 ppm 80-110 0,0001 10-6 1 ppm 80-110 0,00001 10-7 100 ppb 80-110 0,000001 10-8 10 ppb 60-115 0,0000001 10-9 1 ppb 40-120
F.
LANDASAN TEORI
Pupuk NPK merupakan pupuk yang banyak digunakan dalam pertanian. Pupuk NPK dapat mengandung cemaran logam berat, yaitu kadmium, timbal, dan merkuri. Berdasarkan SNI, batas maksimum cemaran kadmium dalam pupuk NPK adalah 100 mg/kg dan 500 mg/kg untuk timbal, sedangkan batas maksimum merkuri sebesar 10 mg/kg. Kandungan cemaran logam berat dalam pupuk yang sekelumit memerlukan metode analisis dengan batas deteksi yang rendah. Kadmium dan timbal dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom nyala. Nyala berfungsi untuk mengubah analit menjadi bentuk atomnya. Atom dalam keadaan azas akan mengabsorpsi energi yang khas untuk masing-masing unsur. Merkuri
dianalisis dengan
Mercury
Analyzer,
yang merupakan
spektrofotometer serapan atom dengan prinsip uap dingin. Hal ini didasarkan pada sifat merkuri yang memiliki tekanan uap cukup tinggi pada suhu kamar. Metode yang baru dikembangkan harus divalidasi untuk meyakinkan bahwa hasil analisis yang diperoleh menggambarkan hasil yang sebenarnya. Validasi metode analisis meliputi linieritas, batas deteksi, batas kuantifikasi,
21
presisi, dan akurasi. Metode yang telah valid baru dapat digunakan untuk menganalisis sampel.
G. 1. Metode
analisis
kadmium
HIPOTESIS dan
timbal
dalam
pupuk
NPK
secara
spektrofotometri serapan atom nyala merupakan metode yang valid. 2. Metode analisis merkuri dalam pupuk NPK dengan Mercury Analyzer merupakan metode yang valid. 3. Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar kadmium, timbal, dan merkuri dalam pupuk NPK yang beredar di pasaran.