BAB I PENDAHULUAN Sejauh mana peranan dan efektivitas pendidikan dalam pembinaan kepribadian manusia, para ahli tidak sama pandangannya. Secara fisiologis, pandangan – pandangan tersimpul dalam teori – teori atau aliran aliran. Dalam pembahasan makalah ini akan diulas sedikit tentang aliran – aliran filsafat pendidikan berdasarkan potensi manusia. Pembahasan yang akan dikedepankan mempunyai kesamaan dengan apa yang diutarakan dalam disiplin ilmu Psikologi Umum tentang manusia dan perkembangannya, yang selanjutnya dibahas lebih mendalam dalam Psikologi Perkembangan. Berdasarkan kedua disiplin ilmu tersebut, Filsafat Pendidikan dan Psikologi, aliran – aliran yang mengacu pada potensi manusia dibagi menjadi empat, yaitu : 1) Aliran empirisme atau environmentalisme, 2) Aliran nativisme, 3) Aliran naturalisme, dan 4) Aliran konvergensi. BAB II PEMBAHASAN Aliran filsafat pendidikan berdasarkan potensi manusia adalah sebagai berikut ; 1) Aliran Empirisme atau Environtalisme. Empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Aliran empirisme atau environmental menyatakan bahwa perkembangan seorang individu akan ditentukan oleh pengalaman – pengalaman yang diperolehnya selama perkembangan individu tersebut. Pendidikan pun termasuk pada pengertian pengalaman seorang individu. Menurut teori ini, seseorang dilahirkan bagaikan kertas putih bersih atau meja berlapis lilin yang belum ada tulisannya. Pengalaman sebagai tulisan atau corak yang mengisi kertas putih tersebut. Teori ini dikemukakan oleh John Locke ( 1632 – 1704 M ) yang dikenal dengan teori tabula rasa. Adapun tokoh lain, yaitu J. Herbart ( 1776 – 1941 M ) yang mengemukakan bahwa manusia ketika lahir bagaikan sebuah bejana kosong. Pengalaman yang dialami anak akan menjadi isi dari bejana tersebut. Adapun tokoh lain yang mempunyai pandangan hampir sama dengan John Locke, yaitu : a) Helvatus ( ahli filsafat Yunani ) yang berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan jiwa dan watak yang hampir sama, yaitu suci dan bersih. Pendidikan dan lingkungan yang membuat manusia berbeda. b) Claude Andrien Helvetus ( Jerman, 1715 – 1771 ) yang berpendapat bahwa lingkungan dan pendidikan dapat membentuk ke arah mana saja yang dikehendaki pendidik. Jadi, berdasarkan teori – teori tersebut keturunan atau pembawaan tidak mempunyai peranan dalam perkembangan individu. Pendidikan sebagai bagian dari pengalaman mempunyai peranan yang penting, karena akan menentukan keadaan individu mada masa yang akan datang. Oleh karena itu, menurut teori ini pendidikan merupakan usaha yang cukup mampu untuk mengisi dan membentuk pribadi seseorang ke arah pola yang diinginkan dan diharapkan lingkungan masyarakatnya. Kepribadian terbentuk atas dasar pengaruh lingkungan pendidikan yang didapatnya.
2) Aliran Nativisme. Nativisme berasal dari kata nativus yang berarti terlahir. Aliran nativisme menyatakan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor keturunan atau bawaan sejak lahir. Menurut aliran ini, setiap individu ketika dilahirkan telah membawa sifat – sifat tertentu yang akan menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Dengan demikian, menurut aliran ini keberhasilan belajar seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Faktor lain, yaitu lingkungan dan pengalaman yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh Arthur Schopenhauer ( Belanda, 1788 – 1860 M ). ( Bigot, Kohstamm, Palland, 1950 ) Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat sejak lahir maka ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bekat baik sejak lahir maka ia akan menjadi baik. Dapat dikatakan, pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat anak tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri. Nativisme adalah tentang adanya pengakuan daya asli yang telah terbentuk ketika manusia lahir ke dunia, yaitu daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter ( keturunan ). Aliran ini mengakibatkan pesimistis untuk pendidikan, karena pendidikan menjadi suatu usaha yang tidak berdaya menghadapi perkembangan manusia. Manfaat pendidikan hanya sekedar memoles permukaan peradaban dan tingkah laku sosial, sedangkan lapis kepribadian yang lebih dalam tidak perlu ditentukan. Aliran ini menganggap kepribadian harus diterima apa adanya tanpa mempercayai adanya nilai – nilai pendidikan untuk mengubah kepribadian. 3) Aliran Naturalisme atau negativisme. Aliran naturalisme yang dikemukakan oleh J.J Rosseau ( Perancis, 1712 – 1778 M ), menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia mempunyai pembawaan baik. Namun pembawaan baik tersebut akan rusak oleh faktor lingkungan. Dari pandangan tersebut dapat ditarik pengertian sebagai berikut : a) Semua manusia yang baru lahir mempunyai pembawaan baik, kemudian menjadi rusak oleh tangan menuasia. b) Pendidikan dapat merusak pembawaan anak yang baik, karena aliran ini memandang tidak perlu adanya pendidikan bagi pengembangan bakat dan kemampuan anak. Hal yang diperlukan adalah menyerahkan anak kepada alam ( nature ) agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak ole manusia melalui kegiatan pendidikan. c) Perlu adanya permainan bebas bagi anak untuk mengembangkan pembawaan, kemampuan dan kecenderungannya untuk mempertahankan segala yang baik yang telah diberikan oleh Sang Pencipta. Rohracher, seorang psikolog Austria mempunyai pendapat yang sama dengan J.J Rosseau yang mengemukakan bahwa manusia hanyalah hasil suatu proses alam menurut hukum tertentu. Manusia itu bertanggungjawab pada dirinya tentang keadaan dirinya sendiri. Ia rtidak bertanggungjawab tentang bakatnya. Aliran naturalisme disebut juga aliran negativisme karena berpandangan bahwa pendidik hanya membiarkan anak tumbuh dan berkembang dengan sendirinya selanjutnya diserahkan kepada alam agar pembawaan baik yang dimilikinya tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui kegiatan pendidikan. Akan tetapi agar lebih bijak untuk menghadapi kenyataan tersebut, sebagai pendidik harus mengupayakan yang terbaik untuk mengarahkan anak tetap baik sesuai dengan
keadaan ketika anak tersebut lahir. Menurut pandangan M. Arifin dan Aminuddin R, dalam artikelnya ( http//:one.indoskrip.com ), aliran ini mempunyai konsep tentang pembelajaran, yaitu : d) Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami. e) Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai fasilitator atau nara sumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugersti dari pendidik. Tanggung jawab belajar terdapat pada anak didik itu sendiri. f) Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik, dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi pada pola belajar anak didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya. Dengan demikian, aliran naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang bersifat peadosentris, yaitu faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat kegiatan proses belajar mengajar. Jadi, pendidikan yang merupakan bagian dari pengalaman individu, dijadikan sebagai kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya. 4) Aliran Konvergensi. Aliran ini merupakan teori gabungan ( konvergen ) dari aliran nativisme dan empirisme. Tokoh aliran ini adalan William Stern, yang mengemukakan bahwa pembawaan dan lingkungan mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Aliran ini berpendapat bahwa anak telah memiliki pembawaan baik atau buruk sejak lahir ke dunia, perkembangan selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Anak yang mempunyai pembawaan yang baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal apabila tidak didukung oleh bakat yang baik yang dibawa oleh anak. Akan tetapi William Stern tidak mengemukakan seberapa besar perbandingan pengaruh dari faktor bawaan dan lingkungan. Aliran ini menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat anak dan lingkungan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Pribadi peserta didik akan terbentuk sebagai hasil dari kedua faktor tersebut. Pandangan ini diidentifikasikan pendidikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung rasional. Di Indonesia, teori yang dikemukakan aliran ini dapat diterima seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, sebagai berikut : ” Tentang hubungan antara dasar dan keadaan ini menurut ilmu pendidikan ditetapkan adanya konvergensi yang berarti bahwa kedua – duanya saling mempengaruhi, hingga garis dasar keadaan itu selalu tarik menarik dan akhirnya menjadi satu. Mengenai perlu tidaknya tuntutan di dalam tumbuhnya manusia, samalah keadaannya dengan soal perlu atau tidaknya pemeliharaan dalam tumbuhnya tanam – tanaman. Misalnya, kalau sebutir
jagung yangt baik dasarnya jatuh di tanah yang baik, banyak airnya dan mendapat sinar matahari, maka pemeliharaan dari bapak tani tentu akan menambah baik tanaman. Kalau tak ada pemeliharaan, sedangkan tanahnya tidak baik atau tempat jatuhnya biji jagung itu tidak mendapat sinar matahari atau kekurangan air, maka biji jagung itu walaupun dasarnya baik, tak akan dapat tumbuh baik karena pengaruh keadaan. Sebaliknya kalau sebutir jagung tidak baik dasarnya, akan tetapi ditanam dengan pemeliharaan yang sebaik – baiknya oleh bapak tani, maka biji itu akan dapat tumbuh lebih baik daripada biji lain yang tidak baik dasarnya. ” ( Ki Hajar Dewantara, 1962 ) Jadi, pandangan teori konvergensi dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Pendidikan itu serba mungkin diberikan kepada anak didik. 2) Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan kepada anak untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah pembawaan yang buruk. 3) Hasil pendidikan tergantung dari pembawaan dan lingkungan. BAB II PENUTUP Kesimpulan : Aliran filsafat berdasarkan potensi yang dimiliki manusia yaitu; aliran empirisme, aliran nativisme, aliran naturalisme dan aliran konvergensi. Perbedaan pandangan pada setiap aliran tidak harus menjadi perselisihan karena setiap aliran mempunyai dasar yang dijadikan acuan untuk pendapat yang dikemukakan. Pendapat – pendapat yang dikemukakan berdasarkan penilitian – penilitian yang dilakukan oleh para ahli dengan objek yang ada disekitar mereka pada zamannya. Aliran – aliran yang telah dikemukakan merupakan teori dasar dan asas filsafat pendidikan idealisme, realisme dan empirisme. Masing – masing mempunyai pengaruh dan penganut hingga sekarang dengan segala variasinya, baik dalam dunia dan perkembangan filsafat, ilmu jiwa ( psikologi ) maupun ilmu pendidikan itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Mcklar. Aliran – Aliran Pendidikan. http://one.indoskrip.com Sudrajat, Akhmad. Aliran Filsafat Pendidikan. http://masterdagan.blogspot.com Ahmadi, Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Ismono, H, Drs. 2000. Filsafat Pendidikan. Ciamis : Institut Agama Islam Darussalam. LANDASAN FILSAFAT Filsafat, Ilmu, dan Ilmu Pendidikan Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai keakar-akarnya. Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat, yaitu : 1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat dialam ini.
2. Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran. 3. Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berfikir dengan benar. 4. Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia, nilai, dan norma masyarakat serta ajaran agama. Hubungan Antara Filsafat dan Ilmu Suatu ilmu baru muncul setelah terjadi pengkajian dalam filsafat. Filsafat merupakan tempat berpijak bagi kegiatan pembentukan ilmu itu. Karena itu filsafat dikatakan sebagai induk dari semua bidang ilmu. Pada taraf selanjutnya, ilmu menyatakan dirinya otonom, ia bebas sama sekali dengan konsep-konsep dan norma-norma filsafat. Jujun (1981) membagi tingkat perkembangan ilmu menjadi dua bagian : 1. Tingkat empiris ialah ilmu yang baru ditemukan di lapangan. 2. Tingkat penjelasan atau teoritis ialah ilmu yang sudah mengembangkan suatu struktur teoritis. Pendidikan adalah merupakan salah satu bidang ilmu. Sama halnya dengan ilmu-ilmu yang lain pendidikan lahir dari induk-nya yaitu filsafat. Sikun Pribadi (1989) menggambarkan hubungan filsafat, filsafat pendidikan, ilmu pendidikan, ilmu pendidikan praktis, pebuatan mendidik, pengalaman mendidik, dan keyakinan mendidik, sebagai berikut : 1. filsafat umum menjadi sumber segala kegiatan manusia. 2. filsafat pendidikan dijabarkan dari filsafat. 3. ilmu pendidikan dijabarkan dari filsafat pendidikan. 4. ilmu pendidikan praktis dijabarkan dari teori-teori pendidikan. 5. perbuatan mendidik menerapkan teori pendidikan praktis. 6. sebagai akibat dari perbuatan mendidik, akan mendapatkan pengalaman tentang mendidik. 7. pengalaman mendidik memberi umpan balik kepada teori pendidikan yang terdapat dalam ilmu mendidik. 8. ilmu pendidikan memberi umpan balik kepada filsafat pendidikan. 9. ilmu pendidikan juga mengadakan hubungan dengan pengalaman mendidik. 10. perbuatan-perbuatan mendidik bisa menimbulkan keyakinan tersendiri tentang pendidikan. Filsafat Pendidikan Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar-akarnya mengenai pendidikan. Filsafat itu akan menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai berikut : (Ateng Sutisna, 1990) 1. apakah pendidikan itu ? 2. apa yang hendak ia capai ? 3. bagaimana cara terbaik merealisasi tujuan-tujuan itu ? Zanti Arbi (1988) menceritakan tentang maksud filsafat pendidikan sebagai berikut : 1. Menginspirasikan, maksudnya memberi inspirasi kepada para pendidik untuk melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan. 2. Menganalisis, maksudnya memeriksa secara teliti bagian-bagian pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validitasnya. 3. Mempreskiptifkan, maksudnya upaya menjelaskan atau memberi pengarahan kepada pendidik melalui filsafat pendidikan. 4. Menginvestigasi, maksudnya memeriksa atau meneliti kebenaran suatu teori