BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang Dalam perkembangan akhir-akhir ini perkembangan teknologi konstruksi kian marak menawarkan beberapa keuntungan, baik dari segi kemudahan pelaksanaan maupun segi ekonomis. Salah satu diantaranya adalah metode pracetak (precast). Pracetak dapat diartikan sebagai suatu proses produksi elemen struktur bangunan pada suatu lokasi yang berbeda dengan tempat/lokasi dimana elemen struktur tersebut akan digunakan menjadi satu kesatuan dalam sebuah bangunan. Penggunaan beton pracetak dianggap lebih menguntungkan dibandingkan beton dengan sistem pengecoran di tempat (cast in site). Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain, tidak memerlukan bekisting dan penopang bekisting yang terlalu banyak, dapat menghasilkan komponen bangunan dengan akurasi dimensi yang lebih baik, mengurangi kesalahan / ketidaksesuaian mutu beton karena proses pembuatan beton pracetak dilakukan di pabrik, serta mempermudah proses pelaksanaan di lapangan sehingga dapat mereduksi jumlah pekerja lapangan. I.2
Permasalahan Dalam penulisan Tugas Akhir ini, permasalahan yang akan dibahas meliputi beberapa hal, antara lain : 1. Bagaimana mendesain dimensi elemenelemen pracetak yang kuat menahan beban-beban yang ada serta gaya-gaya yang timbul akibat proses pelaksanaan selama fabrikasi hingga terpasang menjadi satu kesatuan struktur bangunan? 2. Bagaimana merancang struktur bangunan yang monolit dan mampu menahan beban lateral dan gravitasi? 3. Bagaimana merencanakan sambungan yang memenuhi kriteria perancangan struktur, yaitu kekuatan (strength), kekakuan (stiffness) dan stabilitas (stability)? 4. Bagaimana menuangkan hasil perhitungan dan perancangan ke dalam gambar teknik?
I.3
Tujuan Adapun tujuan-tujuan yang diharapkan dari perencanaan struktur gedung ini, antara lain adalah : 1. Merancang dimensi dari beton pracetak sehingga mampu mendapatkan dimensi yang efisien 2. Merancang struktur bangunan yang monolit dan mampu menahan beban lateral dan gravitasi 3. Merancang detailing sambungan pada komponen pracetak. 4. Menuangkan hasil perhitungan dan perancangan ke dalam gambar teknik. I.4
Batasan Masalah Batasan masalah dalam tugas akhir perancangan gedung ini adalah : 1. Tugas akhir ini tidak membandingkan kecepatan waktu pelaksanaan proyek konstruksi gedung menggunakan metode pracetak (precast) dengan metode cor di tempat (cast in site). 2. Tidak menghitung analisa biaya dan metode pelaksanaan 3. Perencanaan struktur hanya dilakukan untuk struktur gedung. 4. Dalam perencanaan struktur asrama rungkut ini direncanakan penggunaan teknologi pracetak pada : balok, pelat dan tangga sedangkan untuk kolom menggunakan sistem cor ditempat (cast in site). 1.5
Manfaat Dengan penulisan Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan wawasan khususnya kepada penulis tentang metode pracetak (precast) balok, pelat dan lantai. Sehingga kedepannya dapat menjadi salah satu pilihan dalam melakukan perencanaan bangunan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 3.16 beton pracetak adalah suatu elemen atau komponen beton dengan atau tanpa tulangan yang dicetak terlebih dahulu sebelum dirakit menjadi bangunan. Beberapa prinsip beton pracetak tersebut dipercaya dapat memberikan manfaat lebih dibandingkan beton monolit antara lain terkait dengan waktu, biaya, 1
2 peningkatan jaminan kualitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan , koordinasi, inovasi, reusability, serta relocability (Gibb,1999).
2.6
Elemen Struktur Pracetak Pelat Untuk pelat pracetak (precast slab), ada beberapa jenis umum yang digunakan yaitu : 1. Pelat pracetak berlubang (Hollow core slab) 2. Pelat pracetak tanpa lubang ( Solid slab) 3. Pelat pracetak Double Tees dan Single Tees. Balok Balok memikul beban pelat dan berat sendiri. Selain itu balok juga berfungsi untuk memikul beban-beban lain yang bekerja pada struktur tersebut. Untuk balok pracetak umumnya ada 3 jenis balok : 1.Balok berpenampang persegi (Rectangular beam) 2. Balok berpenampang L (L-shaped beam) 3. Balok berpenampang T terbalik (Inverted Tee Beam) Tangga Komponen tangga precast bisa dibuat dengan dicor di bengkel khusus (fabrikasi) ataupun langsung ditempat. Namun mengingat bila pengecoran dilakukan dibengkel khusus maka perlu dipikirkan cara pengangkutannya yang cukup repot. Tahap yang penting sebelum komponen tangga benar-benar ditarik keatas yakni pemeriksaan yang benar untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja (Wiryanto Dewobroto,2007)
2.7
Sambungan Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 18.6 gaya-gaya boleh disalurkan antara komponen-komponen struktur dengan menggunakan sambungan grouting, kunci geser, sambungan mekanis, sambungan baja tulangan, pelapisan dengan beton bertulang cor setempat, atau kombinasi dari cara-cara tersebut. • Sambungan Daktail Mekanik French and friends (1989) mengembangkan sambungan yang menggunakan post-tension untuk menghubungkan antara balok dan kolom. Pada sambungan post-tension ini dirancang pelelehan terjadi pada daerah lokasi antara pertemuan balok dan kolom. Sebagai alat penyambung, digunakanlah treaded coupler yang dipasang pada ujung tulangan. Dengan adanya treaded coupler, maka ujung tulangan baja dapat dimasukkan pada
2.2 Perbandingan Sistem Konvensional dan Sistem Pracetak Perbandingan antara sistem konvensional dan sistem pracetak terdiri dari desain, bentuk dan ukurannya, waktu pelaksanaan, teknologi pelaksanaan, koordinasi pelaksanaan, pengawasan/kontrol kerja, kondisi lahan, kondisi cuaca, ketepatan/akurasi ukuran dan kualitas. 2.3
Karakteristik Resiko Gempa Wilayah
Gambar 2.1 Wilayah Gempa di Indonesia 2.4
Tinjauan Jenis Struktur Dalam hal ini jenis struktur dibedakan menjadi 8 sistem dan subsistem berdasarkan SNI 03-1726-2010, yaitu : 1. Rangka Bresing Konsentris 2. Rangka Bresing Eksentris 3. Sistem Dinding Penumpu 4. Sistem Ganda 5. Sistem Interaksi Dinding Geser dan Rangka 6. Sistem Kolom Kantilever 7. Sistem Rangka Gedung 8. Sistem Rangka Pemikul Momen 2.5 Sistem Struktur dan Sistem Gedung 2.5.1 Struktur Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan • Suatu gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan apabila memenuhi ketentuan SNI 03-1726-2010 pasal 4.2.1. • Suatu gedung yang tidak memenuhi ketentuan menurut SNI 03-1726-2010 pasal 4.2.1, ditetapkan sebagai struktur gedung tidak beraturan.
3 lubang tersebut. Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah ketelitian, ketrampilan dan keahlian khusus dalam memasang sambungan ini.
sebagai penyambung / penghubung antar elemen beton baik antar pracetak ataupun antara penyambung dengan cor ditempat. Elemen pracetak yang sudah benar tempatnya akan di cor bagian ujungnya untuk menyamung elemen satu dengan yang lain agar menjadi satu kesatuan yang monolit. Sambungan jenis ini disebut dengan sambungan basah.
post-tensioning rod
grout coupler
Penampang A cor ditempat
Penampang A cor ditempat
bearing strips
Expected Relocated Hinging Zone Top of Beam
Gambar 2.2 Sambungan Daktail Mekanik • Sambungan Daktail Menggunakan Las Ochs dan Ehsani (1993) mengusulkan dua sambungan pada penempatan di lokasi sendi plastis pada permukaan kolom sesuai dengan konsep Strong Column Weak Beam.
Penampang B
Penampang B Bottom of Beam
d 1.5 d
Sambungan Daktail dengan Cor Ditempat
Skematis dari detail balok dengan penempatan sendi plastis
Gambar 2.5 Sambungan Daktail Dengan Cor Setempat BAB III METODOLOGI 3.1
Bagan Alir Metodologi : START
Gambar 2.3 Sambungan Daktail Dengan Las • Sambungan Daktail Menggunakan Baut Englekirk dan Nakaki, Inc. Irvine California dan Dywidag System International USA, Inc. Long Beach California telah mengembangkan sistem dengan menggunakan penyambungan daktail yang di kenal dengan DPCF System (Ductile Precast Concrete Frame System). Penyambungan ini dilakukan menggunakan baut untuk menghubungkan elemen satu dengan yang lain.
PENGUMPULAN DATA
DAN STUDI LITERATUR
PEMELIHAN KRITERIA DESAIN PRELIMINARY DESAIN
ANALISA STRUKTUR SEKUNDER PERHITUNGAN ANALISA STRUKTUR SEKUNDER TIDAK
PEMBEBANAN
ANALISA PEMBEBANAN
ANALISA STRUKTUR UTAMA OK
Gambar 2.4 Sambungan Daktail Dengan Menggunakan Baut • Sambungan Daktail Cor Setempat Sambungan ini merupakan sambungan dengan menggunakan tulangan biasa
GAMBAR RENCANA
FINISH
4 3.2 Tahapan atau Metode Perencanaan 3.2.1 Pengumpulan Data Mengumpulkan data awal gedung yang akan dimodifikasi, antara lain sebagai berikut : Data Umum Gedung : • Nama Gedung : BP2IP • Lokasi : Madura • Fungsi :Asrama Pendidikan Pelayaran • Zone Gempa :3 (tiga) • Jumlah Lantai :4(empat) lantai • Ketinggian tiap lantai : 3,5 m • Tinggi Bangunan : + 20 m • Struktur Utama : Struktur Beton Bertulang Data Bahan : • Mutu beton (fc’) : 35 Mpa • Mutu baja (fy) : 400 Mpa Data Tanah : Seperti Terlampir. BAB IV
PRELIMINARY DESAIN
Dengan bentang 6 m dari perhitungan rumus di atas didapatkan dimensi balok induk 50/70 dan balok anak 30/50. 4.1.2
Perencanaan Dimensi Kolom Pada perencanaan, kolom yang mengalami pembebanan paling besar adalah kolom yang memikul bentang 600 cm. Berdasarkan RSNI 03-1727-1989 Tabel P3-1. Dari perhitungan tersebut didapatkan dimensi kolom 80/80. 4.2 4.2.1
Perencanaan Dimensi Pelat Peraturan Perencanaan Pelat Penentuan tebal pelat minimum untuk satu arah dan dua arah menggunakan persyaratan pada SNI 03-2847-2002. Untuk memenuhi syarat lendutan, tebal pelat minimum satu arah harus sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5 tabel 8 seperti yang dipakai pada balok. Sedangkan untuk pelat dua arah harus sesuai dengan SNI 03-2847-2002- pasal 11.5.3.3. Perumusan untuk mencari lebar flens pada balok SNI 03-2847-2002 pasal 10.10 hal 56 : • Balok Tengah : be
Preliminary Desain Di dalam suatu perencanaan gedung, kita harus melakukan preliminary design terlebih dahulu. Preliminary design adalah suatu tahapan perhitungan dimana kita merencanakan dimensi awal dari suatu elemen struktur. 4.1
4.1.1 Perencanaan Dimensi Balok Balok yang digunakan adalah Rectangular beam, yaitu balok pracetak berpenampang persegi yang kemudian akan dicor setempat sehingga membentuk suatu aksi komposit. Perencanaan balok dilakukan dalam dua tahap : Tahap 1 : balok pracetak dibuat dulu di tempat lain (pabrik) Tahap 2 : dilakukan pengecoran di atas balok pracetak (over topping), setelah sebelumnya dipasang terlebih Penentuan tinggi balok minimum (hmin) dihitung berdasarkan SNI 03-2847-2002 Tabel 8 untuk fy = 400 Mpa:
hmin =
1 x Lb 16
Sedangkan untuk lebarnya :
b=
2 h 3
hf
h
bw
Menurut SNI 03-2847-2002 PASAL 10.10.2 : nilai lebar efektif balok T tidak boleh memenuhi seperempat bentang balok dan lebar efektif dari masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi : Delapan kali tebal plat Setengah jarak bersih antara balokbalok yang bersebelahan •
Balok tepi
be hf
h
bw
Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 10.10.3 : Nilai efektif sayap dari sisi badan tidak boleh lebih dari : Seperduabelas dari bentang balok Enam kali tebal plat
5 Setengah kali jarak bersih antara balokbalok yang bersebelahan Dari berbagai persyaratan di atas ketebalan pelat yang direncanakan dapat dipakai yaitu 15mm. BAB V PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 5.1
Permodelan Pelat Desain tebal pelat lantai direncanakan menggunakan ketebalan 15 cm dengan perincian tebal pelat pracetak 8 cm dan pelat cor setempat dengan tebal 7 cm. Peraturan yang digunakan sebagai patokan menentukan besar beban yang bekerja pada struktur pelat adalah Tata Cara Perhitungan Pembebanan untuk Bangunan Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-2010).
- Tulangan Lentur: D 19 - Tulangan Sengkang : Ø 10 5.4 Perencanaan Balok Lift 5.4.1 Data Perencanaan Perencanaan yang dilakukan pada lift ini meliputi balok-balok yang berkaitan dengan mesin lift. Pada bangunan ini digunakan lift penumpang yang diproduksi oleh YOUNG JIN Elevator dengan data-data sebagai berikut : Tipe lift : Passanger Elevator Kapasitas : 15 orang (1000 kg) Kecepatan : 45 m/min Lebar pintu : 1000 mm Dimensi ruang luncur : 2150 x 2900 mm2 Dimensi sangkar (car size) 2 • Outside : 1660 x 1655 mm 2 • InsideS -7 : 1600 x 1700 mmS -4 R1
5.2 Perencanaan Tangga 5.2.1 Dimensi Awal Data-data perencanaan : Untuk tangga lantai dasar h = 350 cm Tebal pelat = 10 cm Tebal selimut beton = 20 mm Lebar injakan (i) = 30 cm Beda tinggi lantai ke bordes =
350 = 175 cm 2
Syarat Perencanaan = 60 ≤ 2.t + i ≤ 65 = 60 ≤ 2.t + 30 ≤ 65 = 15 ≤ t ≤ 18 diambil t = 17 cm Syarat kemiringan tangga = 20 ≤ α ≤ 40 Kemiringan tangga (α) = 33,360
h/2 −1 t 175 = − 1 = 10 17
Banyak injakan yang ada
=
Jarak horizontal
= 500 cm
Gambar 5.5 Dimensi Tangga 5.3 Perencanaan Balok Anak Pracetak 5.3.1 Dimensi Awal - Balok anak : 30 × 50 cm - Mutu beton (f’c): 35 MPa - Mutu baja (fy) : 400 Mpa
R1
B a lo k P en u m p u B ela k a n g 3 0 /5 0
R2
R2
B a lo k P en u m p u D ep an 3 0 /5 0
B alo k In d u k 5 0 /7 0
Q -7
B alo k P e m is ah S an g k ar 3 0 /4 0
Q -3
Gambar 5.18 Denah Sangkar Lift Perencanaan dimensi balok lift : • Balok penumpu depan dan belakang 1 1 h = ×l = × 600 =37,5 cm ≈ 50 cm 16 16
b= •
2 2 × h = × 50 ≈ 30 cm 3 3
Balok Penggantung 1 1 h = ×l = × 300 = 25 cm ≈ 40 cm 16 16
b=
2 2 × h = × 40 = 26,67 cm ≈ 30 cm. 3 3
6 BAB VI PERENCANAAN PEMBEBANAN GEMPA START
Mengumpulkan Data-Data Perencanaan
Perhitungan Berat Struktur
Analisa Beban Gempa : 1. Percepatan Respon Spektrum 2. Parameter Percepatan Respon Spektral 3. Periode Waktu Getar Alami Fundamental 4. Koefisien Respon Seismik 5. Perhitungan Gaya Geser Dasar 6. Gaya Seismik Lateral 7. Perhitungan Kuat Geser 8. Kontrol Drift
BAB VII ANALISA STRUKTUR PRIMER 7.1 Perancangan Balok Induk 7.1.1 Penulangan Lentur Balok Induk Penulangan Lentur Sesudah Komposit Balok Induk Interior Melintang B (1-2) Lantai 4 Dimensi balok induk = 50/70 m2 Panjang balok induk =6m Diameter tulangan utama = 22 mm Diameter sengkang = 13 mm Tebal decking = 40 mm Dari analisa sofware Etabs didapat nilai momen sebagai berikut : M tumpuan kiri = -83178172 Nmm = -109900000 Nmm M tumpuan kanan = +36099675 Nmm M lapangan Kebutuhan tulangan dipakai • Tulangan tumpuan atas = 4 D 22 • Tulangan tumpuan bawah = 4 D 22 • Tulangan lapangan atas = 2 D 22 • Tulangan lapangan bawah = 2 D 22 Dipasang tulangan geser Ø10 – 100
FINISH
6.1
Perencanaan Pembebanan Gempa Dalam hal ini beban gempa rencana dicek terhadap kontrol – kontrol sesuai peraturan gempa yaitu SNI 03-1726-2010, dimana kontrol – kontrol tersebut terdiri dari kontrol nilai gaya geser dasar (base shear), waktu getar alami fundamental (T), dan simpangan (drift). 6.2
Data-Data Perencanaan Data-data perancangan Gedung Asrama BP2IP adalah sebagai berikut : Mutu beton (fc’) : 35 Mpa Mutu baja tulangan (fy) : 400Mpa Mutu tulangan sengkang : 400 Mpa Fungsi bangunan : Asrama Tinggi bangunan : 42 m Jumlah tingkat : 12 m Tinggi tiap tingkat : 3,5 m Dimensi balok induk : 50/70 cm2 : 80 x 80 cm 2 Dimensi kolom Dimensi balok anak : 30/50 cm2 Zona gempa :3 Kelas situs :D R :5
Ø12-150
55 cm 4D22
50 cm
Potongan A-A skala 1: 30
Gambar potongan balok sebelum komposit Overtopping
7 cm 8 cm
Pelat Pracetak
Ø12-150
55 cm 4D22
50 cm
Potongan A-A skala 1: 30
Gambar potongan balok setelah diberi overtopping
7.2 Perencanaan Kolom 7.2.1 Perencanaan Kolom Eksterior C-2 Lantai 1-2 • Mutu Beton : 35 Mpa • Mutu Baja : 400 Mpa • Dimensi kolom : 80/80 cm • Tebal decking : 40 mm • Diameter Tulangan Utama (D) :25 mm • Diameter Sengkang (Ø) : 16 mm d = h – cc - φ - 0,5D
7 = 800 – 40 – 16– 12,5 = 731,5 mm2 Dengan menggunakan software etabs v9.7.1 diperoleh Besarnya gaya pada kolom atas adalah sebagaiberikut: Tabel 7.1 Besar kombinasi gaya kolombawah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kombinasi Beban 1,4D 1,2D+1,6L 1,2D+1L±1,0Ex 1,2D+1L±1,0Ey 1,9D±1,0Ex 1,9D±1,0Ey 1,2D+1L±2,0Ex 1,2D+1L±2,0Ey 1,9D±2,0Ex 1,9D±2,0Ey
Axial (KN) 4050,11 4062,9 3848,75 4010,51 2611,26 2773,02 3856,37 4179,89 2618,88 2942,4
Momen(kNm) 83,12 97,682 103,01 158,292 102,085 123,958 203,828 228,815 202,903 194,481
GESER(Kn) 45,46 53,47 48,84 74,45 46,36 55,64 92,45 100,87 91,79 82,06
Jadi, tulangan memanjang 16 D25 bisa digunakan
•
7.2.1.2 Persyaratan Terhadap Gaya Geser SesuaidenganSNI 03-2847-2002 Pasal 23.10.3,Gaya geser rencana (Ve) pada komponen struktur tidak boleh kurang dari: Jumlah gaya lintang yang timbul akibat termobilisasinya kuat lentur nominal komponen struktur pada setiap ujung bentang bersihnya dan akibat beban gravitasi terfaktor.
Ve =
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal23.10.2 jika komponen struktur SRPMM memenuhi gaya aksial tekan terfaktor ≥ Ag × fc maka harus
M nt + M nb hn
Dari Gambar 7.7 didapatkan momen nominal kolom sebesar 2048 kNm,Mnl= Mnt = 2048 kNm
10
memenuhi ketentuan pasal 23.10.4. Seperti pada tabel 7.1 diatas, didapat gaya aksial tekan terfaktor yang terbesar adalah 4179,89 kN. 4179,89 KN≥ 800 × 800 × 35 10
4179,89 KN≥ 2240000 N = 2240 kN ……Ok 7.2.1.1 Penulangan Memanjang Kolom yang direncanakan diberi tulangan 20 D29 atau 1,08% dengan menggunakan software PcaColoum. Prosentase kolom ini sesuai syarat SNI 03-2847-2002 Ps. 13.4.2.2 yaitu antara 1% - 6% telah terpenuhi.
Gambar 7.7 Diagram interaksi kolom interior MenurutSNI 03-2847-2002 Pasal 12.3.5.2, kapasitas beban aksial kolom tidak boleh kurang dari beban aksial terfaktorhasilanalisastruktur. φPn max = 0,8 × φ × [0,85 × f ' c ×(Ag − As t ) + f y × As t ]
Gambar 7.8 Diagram interaksi kolom M nt + M nb 2048 + 2048 Ve = = = 1170,29 kN hn 3,5 Gaya lintang maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban dengan pengaruh nilai E, dimana nilai E diambil sebesar dua kali dari nilai gempa rencana U = 1,2D + 1,0L + 2,0E. Besarnya gaya geser pada kombinasi ini diambil dengan bantuan software etabs v9.7.1 didapat sebesar 100,87 kN. Nilai gaya geser diambil nilai terbesar dari kedua nilai di atas sehingga diambil nilai gaya geser sebesar 1170,29 kN. 7.2.1.3 Pengekangan Kolom Pada Daerah Sendi Plastis Panjang pengekangan kolom di sendi plastis berdasarkan SNI 03- 2847-2002 Pasal 23.10.4.1, Panjang lo: ≥ h = 800 mm
φPn max = 0,8 × 0,65 × [0,85 × 35 × (640000 − 8160 ) + 400 × 8160] φPn max = 11471844,8 N
4178,89kN... OK
=
11471,84kN
>
1 1 ≥ × ln = × 3500 = 583,33 mm 6 6
≥ 500 mm
Dari ketiga syarat diatas, lo diambil yang terbesar sehingga jarak pengekangan kolom
8 yang pertama dimulai dari muka hubungan balok-kolom sampai sejarak lo = 800 mm. Kekuatan geser yang disumbangkan beton untuk komponen kolom adalah
untuk daerah diluar sendi plastis Dicoba dipasang 4φ25 – 100 (Av=804,3 mm2)maka: Vs =
Av× fy × d 1963,495× 400× 731,5 = = 5745187,565 N s 100
N u fc Vc = 1 + × bw × d 14 A 6 = 5745,187 kN g φ(Vs + Vc) = 0,75×(5745,187 + 846,13) 4178890 35 Vc = 1 + × 800 × 731,5 = 846131,2913 N = 846,131kN =4943,49kN>1170,29 kN……....OK 14 × 800 × 800 6 Sehingga sengkang 4φ25 – 100 dapat digunakan.
Syarat tidak diperlukan tulangan geser: Vu < 0,5× φ Vc 1170,29< 0,5×0,75×846,13 1170,29 kN > 311,204 kN……………NOT OK Syaratcek keperluan tulangan geser minimum Vu < φ Vc 1170,29< 0,75×846,13 634,597 1170,29 kN > kN…………NOT OK Diperlukan pemasangan tulangan geser dengan nilai minimal sebesar Vs =
Vu
φ
− Vc =
1170,29 − 846,13 = 714,257kN 0,75
Dicoba pasang tulangan3φ16-150 mm(Av= 603,2 mm2) Dengan s adalah spasi antar tulangan geser dapat dihitung dengan persamaan berikut. Vs =
Av × fy × d 603,2 × 400× 731,5 = s 150
= 1176642,13 N = 1176 kN Ceksyaratkuatgeser φVC< VU<φVS+φVC 634,597<1170,29< 0,7 (714,257 + 846,13) 634,597<1170,29<1092,28………….OK Sehingga sengkang 3φ16 – 150 mm dapat digunakan. Kontrol Jarak Tulangan Transversal maximum Kolom Spasi maksimum sengkang ikat pada rentan lo adalah so. Spasi so berdasarkan SNI 03-28472002 Pasal 23.10.5.1,tidak lebih dari : >8 db = 8 (29) = 232 mm >24 diameter sengkang = 24(16) = 384 mm >½ H kolom = ½ (800) = 400 mm >300 mm Sehingga sengkang 4φ10 – 150dapat digunakan. Sengkang pertama harus dipasang tidak lebih dari 0,5 so dari muka HBK = 0,5×150 = 75 mm.
7.2.1.5
Perencanaan HBK Sesuai SNI 03-2847-2002 Ps. 20.10.5.3 bahwa tulangan hubungan balok – kolom untuk struktur SRPMM harus memenuhi persyaratan pada SNI 03-2847-2002 Ps. 13.11.2 dimana pada sambungan elemen portal ke kolom harus disediakan tulangan lateral dengan luas tidak kurang dari: 75 f 'c bw .s Av = × 1200 fy dimana Av tidak boleh kurang dari Avmin = 1 bw × s = 800× 100 = 66,67 mm2 3
3 × 400
fy
75 35 800 × 100 2 × = 73,95 mm 1200 400 Maka cukup digunakan sengkang 2φ16-100 mm(Av= 402,12 mm2) untuk dipasang didalam HBK. Av =
BAB VIII PERENCANAAN SAMBUNGAN 8.6 Perencanaan Sambungan 8.6.1 Perencanaan Konsol pada Kolom Data Perencanaan : Dimensi Balok 50 / 70 Dimensi konsol : bw = 500 mm h = 400 mm d = 400 – 40 – 25 = 335 mm fc’ = 35 MPa fy = 400 MPa a = 250 mm Overtopping
70 80
700 Pelat Pracetak 4D16 344.00 400.00
500.00
7.2.1.4 Pengekangan di Luar Sendi Plastis BerdasarkanSNI 03-2847-2002 Pasal 23.10.5.4, spasi sengkang ikat diseluruh penampang kolom tidak boleh lebih dari : 2so=2(150)= 300 mm
4D16 4D16-150
A
A
800.00
DETAIL SAMBUNGAN BALOK - KOLOMEKSTERIOR Skala 1 : 30
9
Overtopping
Tul. Utama 2D 22
Overtopping
2D 22
2Ø10
150 cm
100cm
2Ø10 35 cm
Balok Induk
35 cm
100 cm 150 cm
500 cm
100 cm 150 cm
Pelat Pracetak
8 cm 7 cm
2D 22
8 cm 7 cm
Pelat Pracetak
Digunakan jarak antar tiang = 150 cm • Jarak tepi tiang pancang : 1,5 D ≤ S1 ≤ 2 D 1,5×60 ≤ S1 ≤ 2×60 90 cm ≤ S1 ≤ 120 cm Digunakan jarak tiang ke tepi = 100 cm
100 cm 150 cm
8.7.1 Perencanaan Konsol pada Balok Induk Contoh perhitungan Dimensi Balok Anak 30/50 Direncanakan dimensi konsol : bw = 300 mm Tebal pelat landasan = 15 mm h = 100 mm d = h – tebal pelat landasan – (D/2) = 100 – 15 – (19/2) = 75,5 mm lp = 80 Mpa a = 70 mm f c’ = 35 Mpa fy = 400 Mpa
Gambar 9.1. Denah Tiang Pancang
Pelat A
2D 22
2D 22
50 cm
Balok Anak
Balok Anak Tul. Utama 4D 22
Ø12-150
BAB X METODE PELAKSANAAN
Ø12-150
1/4Ln=150cm
1/4Ln=150 cm
SAMBUNGAN BALOK INDUK DAN BALOK ANAK skala 1: 40
BAB IX PERENCANAAN PONDASI Spesifikasi Tiang Pancang Pada perencanaan pondasi gedung ini, digunakan pondasi tiang pancang jenis pencil pile shoeProduk dari PT. Wijaya Karya Beton. 1. Tiang pancang beton pracetak (precast concrete pile) dengan bentuk penampang bulat. 2. Mutu beton tiang pancang K-600 (concrete cube compressive strength is 600 kg/cm2 at 28 days). Berikut ini, spesifikasi tiang pancang yang akan digunakan, o Diameter outside (D) : 600 mm o Thickness : 100 mm o Kelas :C o Cross section : 1570 mm2 o Modulus : 18263,4 cm3 o Bending momen crack : 29 tm o Bending momen ultimate : 58 tm Allowable axial : 229 ton Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok Jumlah Tiang pancang didesain jaraknya sesuai yang diijinkan. Tebal poer yang direncanakan pada Tiang pacang group ini sebesar 1 meter. • Jarak antar tiang : 2,5 D ≤ S ≤ 3 D 2,5×60 ≤ S ≤ 3×60 150 cm ≤ S ≤ 180 cm
Dalam setiap pekerjaan konstruksi, metode pelaksanaan merupakan item penting yang tidak bisa dipisahkan. Apalagi menyangkut struktur beton pracetak. Untuk merencanakan beton pracetak, terlebih dahulu harus diketahui apakah struktur tersebut bisa dilaksanakan. Tahap pelaksanaan juga sangat mempengaruhi analisa yang digunakan dalam mendimensi struktur. Untuk itu perencanaan setiap elemen pracetak harus disesuaikan dengan kapasitas tower crane yang tersedia. BAB XI PENUTUP 11.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil perencanaan yang telah dilakukan dalam penyusunan Tugas akhir ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam melakukan perencanaan struktur gedung yang menggunakan elemen beton pracetak terlebih dahulu direncanakan metode pelaksanaan yang akan digunakan untuk menetapkan asumsi-asumsi dalam melakukan analisa pembebanan dan permodelan struktur gedung. 2. Pengaturan beban hidup atau pembebanan yang benar ialah yang sesuai dengan SNI 03-2847-2002 Pasal 10.9.2 ialah sistem catur karena momen yang terjadi tidak sebesar momen akibat beban merata yang dibebankan ke seluruh bentang :
10
3.
4.
5.
6.
Pasal 10.9.2.1 Beban mati terfaktor pada semua bentang dengan beban hidup penuh terfaktor yang bekerja pada dua bentang yang berdekatan. Pasal 10.9.2.2 Beban mati terfaktor pada semua bentang dengan beban hidup penuh terfaktor pada bentang yang berselang-seling. Pelat lantai yang terpasang di atas balok induk maupun balok anak dikasarkan permukaannya, yang berfungsi sebagai penahan geser dan sebagai pengikat antara bagian pracetak dan bagian topping agar dapat bersifat monolit dalam satu kesatuan struktur atau bangunan. Penggunaan elemen beton pracetak pada struktur gedung cocok digunakan pada gedung yang memiliki denah tipikal sehingga perencanaan dan pembuatan dapat dilakukan secara tipikal dan massal. Sambungan antara elemen pada struktur, seperti sambungan balok dan kolom serta balok induk dan balok anak diusahakan supaya memenuhi kriteria jenis sambungan agar dapat bekerja sesuai dengan yang direncanakan. Pelaksanaan metode pracetak menjadi suatu hal yang sangat mungkin dilakukan di Indonesia, hanya saja diperlukan ketelitian dan keahlian dalam penggarapannya.
11.2 Saran 1. Masih perlu lagi pengembangan teknologi Pracetak agar lebih efisien lagi dalam penggunaannya, serta lebih mudah dalam pengaplikasiannya. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. 2002. RSNI 031726-2010 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional. Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 032847-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. 2005. RSNI - 3 Tata Cara Penghitungan Pembebanan Untuk Bangunan Rumah Dan Gedung. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional. Chu-Kia Wang, Charles G. Salmon. 1990. Desain Beton Bertulang. Jakarta : Erlangga. Departemen Pekerjaan Umum. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia N.I – 2. Bandung : Direktorat Jendral Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung. Bandung : Direktorat Jenderal Cipta Karya. Jurusan Teknik Sipil ITS. 1997. Tabel, Grafik, dan Diagram Interaksi Untuk Perhitungan Konstruksi Beton Berdasarkan SNI 1993. Surabaya PCI. Fourth Edition. PCI Design Handbook Precast and Prestressed Concrete. Chicago : PCI Industry Handbook Committee. Rachmat Purwono. 2005. Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa. Surabaya : ITS Press.