BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Laporan Keuangan 2.1.1. Definisi Laporan Keuangan Sebagai sistem informasi keuangan, akuntansi adalah suatu proses yang terdiri dari tiga aktivitas yaitu mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan kejadian ekonomis dari suatu organisasi (bisnis atau nonbisnis) kepada pengguna informasi yang berkepentingan. Produk akhir dari ketiga aktivitas tersebut adalah laporan keuangan (financial statement), yang merupakan alat utama dimana informasi keuangan dikomunikasikan kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Berikut ini adalah beberapa definisi laporan keuangan: •
Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2004:2): “financial statements are the principal means through which financial information is communicated to those outside an enterprise. These statements provide the firm’s history quantified in money terms.”
•
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:105): “Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.”
•
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007:1): “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, seperti misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu, juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut. Informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.” Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan
merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang berisi mengenai informasiinformasi keuangan dan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam satuan moneter,
12 yang menjelaskan tentang posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan dan disajikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.1.2. Karakterisik Kualitatif laporan keuangan Agar laporan keuangan berguna bagi pemakai, laporan keuangan harus memiliki karakteristik kualitatif. Menurut SAK (2004:7), terdapat empat karakteristik pokok atas laporan keuangan, yaitu: 1. Dapat dipahami (understandability); kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahaannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi komplek yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dipahami oleh pemakai tertentu. 2. relevan (relevance); agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa yang akan datang, menegaskan, atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. 3. dapat diandalkan (realibility); Informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal, jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan atau secara wajar diharapkan untuk disajikan. 4. dapat dibandingkan (comparability); pemakai informasi keuangan harus dapat membandingkan laporan keuangan antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan
13 peristiwa lain yang serupa haris dilakukan secara konsisten untuk perusahaan yang berbeda.
2.1.3. Komponen-Komponen Laporan Keuangan Menurut PSAK No.1, laporan keuangan yang lengkap terdiri atas komponenkomponen sebagai berikut: •
Neraca (Balance Sheet); menyediakan informasi mengenai nilai dan jenis investasi perusahaan, kewajiban perusahaan terhadap kreditor dan ekuitas pemilik. Neraca dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung tingkat hasil pengembalian, mengevaluasi struktur modal perusahaan, dan memperhitungkan likuiditas dan fleksibilitas keuangan perusahaan.
•
Laporan laba rugi (Income Statements); menyediakan informasi bagi pemakai untuk meramalkan aliran kas di masa yang akan datang, mengevaluasi prestasi perusahaan di masa lalu, dan dipergunakan untuk mempelajari risiko yang dihadapi perusahaan.
•
Laporan perubahan modal (The Statement of Owner’s or Stockholders Equity); menyajikan informasi yang dapat membantu memperhitungkan prestasi secara keseluruhan dengan menyediakan informasi tambahan mengenai naik turunnya aktiva bersih dalam periode yang bersangkutan.
•
Laporan arus kas (The Statement of Cash Flow); menyajikan informasi berupa sumber dan penggunaan kas dalam periode yang bersangkutan dan informasi mengenai operasi, investasi, dan aktivitas pendanaan perusahaan.
•
Catatan atas laporan keuangan (Notes to Financial Statement); biasanya dibuat di akhir periode, isi catatan ini adalah penjelasan umum tentang perusahaan, kebijakan akuntansi yang dianut, dan penjelasan tiap-tiap akun neraca dan laba rugi. Bilamana penjelasan tiap akun neraca dan laba rugi perusahaan masih perlu dirinci, maka disajikan dalam lampiran.
14 2.1.4. Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan Menurut PSAK No.1 tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut suatu laporan kuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan yang meliputi: aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian serta arus kas. Infomasi tersebut di atas besera informasi lainnya yang terdapat dalam catatan kas laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi laporan arus kas pada masa depan, khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas. Sedangkan menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2004,6), tujuan dari pelaporan keuangan (objectives of financial reporting) oleh perusahaan bisnis ialah bahwa pelaporan keuangan harus menyediakan informasi: 1. yang berguna bagi investor serta kreditor saat ini atau potensial dan para pemakai lainnya untuk membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan serupa secara rasional. Informasi yang disajikan kepada mereka yang memiliki pemahaman yang memadai tentang aktivitas-aktivitas ekonomi dan bisnis serta ingin mempelajari informasi tersebut secara seksama harus komprehensif. 2. untuk membantu investor serta kreditor-kreditor saat ini atau potensial dan para pemakai lainnya dalam menilai jumlah, penetapan waktu, dan ketidakpastian penerimaan kas prospektif dari dividen atau bunga dan hasil dari penjualan, penebusan, atau jatuh tempo sekuritas atau pinjaman. Karena arus kas investor dan kreditor berhubungan dengan arus kas perusahaan, maka pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang dapat membantu investor, kreditor, serta pemakai lainnya menilai jumlah, penetapan waktu, dan ketidakpastian arus kas masuk bersih prospektif pada perusahaan terkait. 3. tentang sumber daya ekonomi dari sebuah perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer sumber daya ke entitas lainnya dan ekuitas pemilik), dan pengaruh dari transaksi, kejadian, serta situasi
15 yang mengubah sumber daya perusahaan dan klaim pihak lain terhadap sumber daya tersebut. Manfaat
dari
laporan
keuangan
bagi
pemakainya
terdapat
pada
pengintepretasian angka-angka yang sudah dianalisis dari sebuah laporan keuangan sehingga dapat diketahui bagaimana posisi keuangan, kinerja, dan perusahaan posisi keuangan perusahaan tersebut.
2.1.5
Pengguna Laporan Keuangan Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007;2), Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan, pemakai laporan keuangan adalah : a. Investor. Penanam modal dan penasihat mereka berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. b. Karyawan. Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja. c.
Pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
d. Pemasok dan Kreditor Usaha Lainnya. Pemasok
dan
kreditor
usaha lainnya tertarik
dengan
informasi
yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan
16 dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjaman, kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan. e. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan atau tergantung pada perusahaan. f. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya, dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. g. Masyarakat. Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
2.1. Laba 2.2.1. Definisi Laba Laba dapat diartikan sebagai suatu peningkatan dalam ekuitas pemilik yang dihasilkan dari operasi perusahaan yang menguntungkan. Sedangkan penurunan dalam ekuitas pemilik yang dihasilkan dari operasi perusahaan adalah rugi. Banyak orang mengaitkan laba dengan kelebihan pendapatan atas kelebihan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Secara makna pragmatik, SFAC No.1 menyatakan bahwa laba akuntansi adalah alat ukur yang baik untuk mengukur kinerja perusahaan dan bahwa laba akuntansi bisa digunakan untuk meramalkan aliran kas perusahaan.
17 Sedangkan
FASB
Statement
yang
dikutip
oleh
Harahap
(2004:113)
mendefinisikan laba akuntansi sebagai berikut: “Accounting income atau laba akuntansi sebagai perubahan dalam equity (net aset) dari suatu entitas selama suatu periode tertentu yang diakibatkan oleh transaksi dan kejadian atau peristiwa yang berasal bukan dari pemilik. Dalam income termasuk seluruh perubahan dalam equity selain dari pemilik dan pembayaran kepada pemilik”. 2.2.2. Jenis-jenis Laba PSAK No.1 menyatakan bahwa laporan laba rugi harus memuat informasi laba kotor, laba operasi, dan laba bersih. Laba kotor (gross profit) adalah selisih dari pendapatan perusahaan dikurangi dengan cost barang terjual. Cost barang terjual adalah semua biaya yang dikorbankan untuk proses pemanufakturan, mulai dari tahap ketika bahan baku masuk ke pabrik, diolah, dan hingga dijual. Semua biaya-biaya langsung yang berhubungan dengan penciptaan produk tersebut dikelompokkan sebagai cost barang terjual. Bagi perusahaan dagang, cost barang terjual ini akan terdiri dari biayabiaya: harga beli barang dan biaya lain yang dikeluarkan untuk menjadikan barang tersebut siap dijual. Angka laba operasi adalah selisih laba kotor dengan biaya-biaya operasi. Biayabiaya operasi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan operasi perusahaan. Per definisi, biaya-biaya ini adalah biaya-biaya yang sering terjadi di dalam perusahaan dan bersifat operatif. Selain itu, biaya-biaya ini diasumsikan memiliki hubungan dengan penciptaan pendapatan. Di antara biaya-biaya operasi tersebut adalah: biaya gaji karyawan administrasi, biaya perjalanan dinas, biaya iklan dan promosi, dan lain-lain. Angka laba bersih adalah angka yang menunjukkan selisih antara seluruh pendapatan yang operatif maupun tidak dan seluruh biaya-operatif maupun tidak. Dengan demikian, sesungguhnya laba bersih ini adalah laba yang menunjukkan bagian laba yang akan ditahan di dalam perusahaan dan yang akan dibagikan sebagai dividen.
2.2.3. Tujuan dan Manfaat Laba Laba merupakan pos penting dari ikhtisar keuangan yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan
18 potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan (IAI,2007:4). Bagi pemilik saham dan atau investor, laba berarti peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang akan diterima, melalui pembagian dividen. Laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian pihak-pihak tertentu terutama dalam menaksir kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, serta dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospeknya di masa depan Tujuan yang lebih spesifik mencakup: 1. Penggunaan laba sebagai pengukuran efisiensi manajemen. 2. Penggunaan angka laba historis untuk membantu meramalkan arah masa depan dari perusahaan atau pembagian dividen masa depan. 3. Penggunaan laba sebagai pengukuran pencapaian dan sebagai pedoman untuk keputusan manajerial masa depan.
2.3. Agency Theory Konsep Agency Theory menurut Anthony dan Govinda Rajan (1995:569) adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas demi kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal ke agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executif Officer) sebagai agent mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak Principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan makin meningkat terutama karena principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent, sedangkan agent memiliki informasi yang lebih banyak mengenai
19 kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent. Ketidakseimbangan inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Adanya asumsi bahwa individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan kinerja agent. Berdasarkan penelitian Watts dan Zimmerman (1986) yang dikemukakan oleh Deddy Adriadie Silitonga (2007:57) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memicu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingan. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah earnings management.
2.4. Manajemen Laba 2.4.1. Definisi Manajemen Laba Manajemen laba dapat diartikan bermacam-macam, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Terdapat berbagai macam definisi manajemen laba, diantaranya adalah: •
Menurut Scott (2003:369): “Earnings management is the choice by a manager of accounting policies so as to achieve some spesific objectives.”
•
Menurut Ahmed Riahi dan Belkaoui (2006:74): “Manajemen laba (earnings management) yaitu suatu kemampuan untuk ‘memanipulasi’ pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan.”
20 •
Menurut Schipper (1989): “...disclosure management in the sense of purposeful intervention in the external reporting process, with intent of obtaining some private gain”
•
Menurut Healy and Wahlen yang dikutip oleh Gumanti (2000:104): “Manipulasi yang dikenal dengan istilah earnings management merupakan upaya manajer untuk menggunakan keputusan tertentu dalam melaporkan transaksi atau mengubah laporan keuangan yang bertujuan menyesatkan pemakai laporan keuangan yang ingin mengetahui kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkan.” Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan
keuangan eksternal dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan di mata investor dan kreditor. Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer dalam proses pembuatan dan pelaporan laporan keuangan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dan tindakan yang dilakukan. Akan tetapi tindakan manajemen laba ini tidaklah harus selalu dikaitkan dengan tindakan kecurangan pihak manajer ataupun usaha memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting method) untuk mengatur keuntungan yang dapat diakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations. Manajemen laba tidak hanya berkaitan dengan motivasi individu manajer untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kepentingan perusahaan, maka tindakan manajer tersebut belumlah dapat dikatakan sebagai tindakan memanipulasi yang merugikan perusahaan.
2.4.2. Motivasi Manajemen Laba Menurut Scott (2003:378) ada beberapa motivasi yang mendorong manajer melakukan manajemen laba, yaitu: •
Pola Bonus (bonus plan) Laba sering dijadikan indikator penilaian prestasi manajer perusahaan dengan cara menetapkan tingkat laba yang harus dicapai dalam periode tertentu. Laba juga dapat mengurangi biaya keagenan (agency cost). Pada motivasi ini,
21 diasumsikan bahwa manajer akan memilih prosedur akuntansi yang meningkatkan keuntungan yang dilaporkan dalam upaya untuk memaksimalkan imbalan bonus. •
Perjanjian Utang (debt cobenants) Motivasi ini muncul ketika perusahaan melakukan perjanjian utang jangka panjang yang berisikan perjanjian untuk melindungi sang pemberi pinjaman dari aksi manajer yang tidak sesuai dengan kepentingan sang pemberi pinjaman, seperti dividen yang berlebihan, pinjaman tambahan, atau membiarkan modal kerja atau laporan ekuitas jatuh di bawah tingkat yang ditetapkan, semua aktivitas yang dapat mencairkan sekuritas sang pemberi pinjaman. Karena pelanggaran perjanjian dapat mengakibatkan biaya tinggi, manajer perusahaan akan berharap untuk menghindarinya, karena ini akan membatasi kebebasan aksi mereka dalam mengoperasikan perusahaan. Jadi, manajemen laba dapat muncul sebagai alat untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran perjanjian kontrak utang.
•
Biaya Politis (political motivations) Banyak perusahaan yang secara politis nampak jelas. Motivasi praktik manajemen laba ini biasanya dialami oleh perusahaan-perusahaan besar, karena aktivitas operasi mereka menyentuh sebagian besar masyarakat. Perusahaan-perusahaan seperti itu akan ‘me-menage’ labanya untuk mengurangi penampakannya, sebagai contoh: Untuk mengurangi biaya politis dan pengawasan dari pemerintah dilakukan dengan cara menurunkan earning. Untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah, misalnya subsidi, perlindungan dari pesaing luar negeri, dilakukan dengan cara menurunkan earning. Untuk meminimalkan tuntutan serikat buruh, dilakukan dengan cara menurunkan earning.
•
Pajak (taxation motivations) Pajak mungkin merupakan motivasi yang paling jelas dalam manajemen laba. Bagaimanapun juga, bagian dalam perusahaan yang menangani pajak cenderung untuk menjalankan peraturan akuntansinya sendiri untuk mengkalkulasikan pendapatan kena pajak, dengan demikian mengurangi ruangan perusahaan untuk
22 melakukan manuver. Dalam hal ini manajer berusaha menurunkan laba untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayar. •
Pergantian Pimpinan (changes of chief executive officer (CEO)) Manajemen laba diperkirakan terjadi pada periode pergantian pimpinan. Contohnya, motivasi perencanaan bonus memprediksi bahwa pimpinan yang akan pensiun akan secara khusus membuat strategi income maximization untuk meningkatkan bonus mereka. Begitu juga pimpinan dari perusahaan yang berkinerja buruk mungkin akan melakukan income maximization untuk mencegah, atau menunda dari pemecatan. Alternatif lain, pimpinan seperti itu dapat melakukan take a bath untuk meningkatkan kemungkinan keuntungan di masa datang.
•
Penawaran Saham (initial public offering(IPO)) Menurut definisi, perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (initial public offering atau IPO) tidak memiliki harga saham yang established. Ini memunculkan pertanyan bagaimana menilai saham dari perusahaan yang melakukan IPO. Rupanya, informasi akuntansi keuangan yang terdapat di dalam prospektus merupakan sumber informasi yang berguna, sebagai contoh Hughes (1986) secara analitis menunjukkan bahwa informasi, seperti laba bersih dapat berguna dalam membantu investor dalam memberi isyarat bagi manajer dari perusahaan yang go public untuk me-manage laba yang dilaporkan dalam prospektus dengan harapan menerima harga yang lebih tinggi. Dalam hal ini manajer melakukan manajemen laba dalam laporan keuangan bertujuan untuk mempengaruhi pasar, yaitu persepsi investor.
2.4.3. Pola Manajemen Laba Menurut Scott (2003:383) terdapat beberapa pola manajemen laba, yaitu: •
Taking a Bath Ini dapat terjadi pada periode tekanan organisasional termasuk mengangkat pimpinan baru. Apabila perusahaan harus melaporkan kerugian, manajemen mungkin akan merasa terdorong untuk melaporkan kerugian yang besar – tidak ada ruginya pada titik ini. Konsekuensinya, mereka akan menghapus aset,
23 menyediakan biaya yang diharapkan di masa mendatang.. Ini akan meningkatkan probabilitas keuntungan yang dilaporkan di masa datang. •
Income Minimization Pola ini mirip dengan take a bath. pola seperti ini dapat dipilih oleh perusahaan yang secara politis nampak jelas selama periode keuntungan tinggi. Kebijakan yang menganjurkan income minimization termasuk penghapusan yang cepat atas modal aset dan modal tidak berwujud, pembebanan periklanan dan pembelanjaan riset dan pengembangan, dan lain-lain.
•
Income Maximization Manajer biasanya melakukan pola ini pada saat akan menerima bonus, untuk menghindari pelanggaran perjanjian, juga pada periode penawaran saham perdana (Initial Public Offerings, IPO). Pola ini dapat dilakukan dengan mengakui pendapatan terlebih dahulu, menunda pengakuan beban, dan lain-lain.
•
Income Smoothing Semakin tinggi variabilitas laba, maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya pelanggaran perjanjian, akibatnya akan mendorong manajemen melakukan perataan laba untuk meratakan rasio perjanjian. Jika manager risk averse, mereka meratakan laba perusahaan. Ludovicus Sensi (2008:55) dalam artikel yang dibuatnya, pada majalah “Akuntan
Indonesia” edisi bulan Mei juga menerangkan tentang “Pola dan Teknik earnings management“ sehingga menambah beberapa pola manajemen laba, antara lain: •
Cadangan “Cookie jar” Manajemen secara bebas membentuk cadangan di masa “borning” yang kemudian digunakan untuk meratakan laba di masa “sulit”. Dimana cadangan tersebut justru cenderung diperbesar sehingga dapat digunakan pada saat perusahaan mengalami kerugian ataupun penurunan laba agar perusahaan tidak terlihat jelek.
•
Abuse Of Materiality Penyesuaian tanpa didukung dengan dokumen lengkap sering diabaikan oleh auditor karena jumlahnya tidak material. Walaupun jumlahnya tidak material,
24 namun penyesuaian perusahaan misalnya meningkatkan laba perusahaan ataupun sebaliknya menurunkan laba perusahaan. •
Revenue Recognation Perusahaan mengakui pendapatan secara premature. Penjualan periode dimasa datang diakui sebagai penjualan pada periode berjalan dan/atau menggeser biaya penjualan periode mendatang untuk menghasilkan laba yang dilaporkan pada tahun berjalan yang lebih tinggi dan melakukan hal sebaliknya, jika ingin menurunkan laba yang akan dilaporkan.
2.4.4. Praktik dan Teknik Manajemen Laba Menurut Ayres (1994), terdapat tiga praktik yang dapat dilakukan manajer untuk me-manage laba, yaitu: •
Manajemen Akrual (accruals management) Praktik ini biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer (manajer’s discretion). Contoh untuk hal ini antara lain adalah dengan mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan, menilai sebagai beban biaya atau menilai sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of an investment) misalnya biaya perawatan aktiva tidak lancar, dan perkiraan-perkiraan akuntansi lainnya, seperti misalnya beban piutang ragu-ragu, dan perubahan-perubahan metode akuntansi.
•
Penerapan suatu Kebijakan yang Wajib (adoption of mandatory accounting changes) Praktik ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan, yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.
•
Perubahan Metode Akuntansi secara Sukarela (voluntary accounting changes) Praktik ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau mengubah suatu metode akuntansi tertentu di antara sekian banyak metode yang
25 dapat dipilih,yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada (Generally Accepted Accounting Principles, GAAP). Sedangkan menurut Mulford and Commiskey (2002), terdapat beberapa bentuk teknik manajemen laba yang berada dalam batasan badan akuntansi yang ada (GAAP). Tidak ada asumsi pada titik ini bahwa pemakaian teknik-teknik atau aktivitas-aktivitas tersebut berada di luar batas-batas fleksibilitas GAAP. Teknik-teknik tersebut digambarkan dalam tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Teknik atau Aktivitas Manajemen Laba yang Potensial 1.
Mengubah metode depresiasi
2.
Mengubah umur ekonomis yang digunakan untuk tujuan depresiasi
3.
Mengubah perkiraan sisa umur manfaat yang digunakan untuk tujuan depresiasi
4.
Menentukan penyisihan untuk piutang tak tertagih
5.
Menentukan penyisihan untuk obligasi garansi
6.
Memutuskan penilaia penyisihan untuk pajak tangguhan
7.
Menentukan keberadaan aset yang rusak dan kerugian akrual lain yang penting
8.
Memperkirakan tingkat penyelesaian dari kontrak persentase-persentase
9.
Memperkirakan kemungkinan realisasi dari klaim kontrak
10. Memperkirakan pencatatan atas investasi tertentu 11. Memperkirakan jumlah akrual restrukturisasi 12. Menentukan kebutuhan dan jumlah persediaan yang dicatat 13. Memperkirakan akrual kewajiban lingkungan 14. Membuat atau mengubah asumsi aktuaria pensiun 15. Menentukan porsi harga dari transaksi pembeban untuk dibebankan pada riset dan pengembangan acquired in process 16. Menentukan atau mengubah periode amortisasi untuk harta tak berwujud 17. Memutuskan pada tingkat mana berbagai macam biaya, seperti pengembangan tanah, periklanan direct response, dan pengembangan software harus dikapitalisasi 18. Memutuskan klasifikasi hedge yang tepat dari derivatif keuangan 19. Menentukan apakah suatu investasi memberikan pengaruh yang signifikan atas perusahaan investee 20. Memutuskan apakah penurunan pada nilai pasar dari investasi bersifat permanen
Sumber : Mulford and Commiskey (2002)
26 2.4.5
Metode Pendeteksian Praktik Earnings Management Pada penelitian ini, manajemen laba diukur dengan menggunakan proxy
discretionary accruals (DAC). Pengukuran discretionary accrual saat ini telah dipakai secara luas untuk menguji earnings management hypothesis. Berdasarkan perspektif manajerial, accruals dapat menunjukkan instrumen-instrumen yang mendukung adanya manajemen laba. Pengukuran berdasarkan accrual juga secara teoritis lebih menarik karena accrual merupakan kumpulan sejumlah dampak bersih atas kebijakan akuntansi yang mencakup portofolio penentu pendapatan (income). Metode yang digunakan untuk pendeteksian manajemen laba mengikuti model yang dikembangkan oleh Jones (1991) yang dikenal sebagai The Modified Jones Models ini merupakan modifikasi dari The Jones Model. Model ini merupakan pendeteksi manajemen laba yang lebih kuat dibandingkan dengan model pendeteksi manajemen laba yang lainnya. Jones (1991) mengembangkan model untuk memisahkan discretionary accruals dari non-discretionary accrual. Model ini dibangun atas kelemahan pengukuran discretionary accruals terhadap pendapatan. Dalam model ini non-discretionary accruals adalah estimasi pada periode kejadian (event period), yaitu selama earning management terjadi. Model berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan oleh Jones (1991) dalam perhitungan dicretionary accruals. 1. Menghitung Total Accrual (TA), dengan menggunakan rumus : TAC= α1(1/TAt-1) + α2(∆Salest/TAt-1) + α3(PPEt/TAt-1)
..................(1)
Keterangan: TAC
:
Total accruals perusahaan pada periode t.
TAt-1
:
Total Asset periode t-1.
∆Salest
:
perubahan dalam penjualan bersih perusahaan pada periode t.
PPEt
:
Property, plant, and equipment perusahaan pada perode t.
2. Menghitung Non Disctionary Accruals (NDTAC), dengan menggunakan rumus : NDTAC = α1(1/TAt-1) + α2(∆Salest - ∆RECt)/TAt-1 + α3(PPEt/TAt-1) Keterangan :
......(2)
27 TAC
:
Total accruals perusahaan pada periode t.
TAt-1
:
Total Asset periode t-1.
∆Salest : perubahan dalam penjualan bersih pada periode t. ∆RECt
:
perubahan piutang bersih pada periode t.
PPEt
:
Property, plant, and equipment perusahaan pada perode t.
α1, α2, α3
:
parameter tertentu pada periode t.
3. Mengukur Discretionary Accrual (DA), dengan mengurangkan Total Accrual dengan Non Discretionary Accrual, yaitu: DTACt = TACt/TAt-1 – NDTACt
......................................................(3)
Keterangan: DTACt
: Discretionary Accrual perusahaan pada periode t.
TACt
: Total Accrual perusahaan pada periode t.
NDTACt
: Non Discretionary Accrual perusahaan pada periode t.
Apabila DACt positif, manajemen laba dilakukan dengan menaikan laba; bila DACt negatif, manajemen laba dilakukan dengan menurunkan laba, bila DACt nol, maka tidak terdapat indikasi manajemen laba.
2.4.6. Discretionary Accruals Discretionary accruals digunakan sebagai indikator adanya praktik manajemen laba,
karena manajeman laba lebih menekankan kepada keleluasaan atau kebijakan
(discretion) yang tersedia dalam memilih dan menetapkan prinsip-prinsip akuntansi untuk mencapai hasil akhir, dan dijalankan di dalam kerangka praktik yang berlaku secara umum yang masih dapat diperdebatkan. Dengan kata lain, discretionary accruals merupakan accruals dimana manajemen memiliki fleksibilitas dalam mengkontrol jumlahnya karena discretionary accruals ada di bawah kebijaksanaan (discretion) manajemen
2.5. Pasar Modal
28 2.5.1. Definisi Pasar Modal Pada dasarnya pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang (lebih dari satu tahun jatuh tempo). Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995, pengertian pasar modal dijelaskan lebih spesifik sebagai: “Kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”. Sedangkan Suad Husnan (1996:1) menyatakan bahwa pasar modal adalah: “Pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities maupun perusahaan swasta”. Pasar modal memberikan peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal memberikan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka perusahaan publik dapat memperoleh dana segar masyarakat melalui penjualan efek saham atau efek utang (obligasi). Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Jadi diharapkan dengan adanya pasar modal aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan-perusahaan untuk dapat meningkatkan pendapatan perusahaan dan pada akhirnya memberikan kemakmuran bagi masyarakat yang lebih luas.
2.5.2. Definisi Saham
29 Secara sederhana saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Wujud saham berupa kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Dalam buku klinik go public dan investasi (1995:34-35) yang disusun bersama oleh Badan Pengawas Pasar Modal (sekarang BAPEPAM LK) dan PT.Bursa Efek Jakarta (sekarang PT. Bursa Efek Indonesia), saham didefinisikan sebagai berikut: “Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbetuk perseroan terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan. Dengan demikian, kalau seseorang investor ingin membeli saham, maka iapun menjadi pemilik atau pemegang saham perusahaan”. Sementara menurut Elton dan Gruber (1995:17) yang dikutip oleh Deddy Arie Silitonga, definisi saham adalah: “Common stock represents an ownership claim on the earning and asset of a corporation. After holders of debt claims are paid, the management of the company can either pay out the remaining earnings to stockholders in form of dividends or reinvest part of the earnings in the business”. Dan menurut Kusnadi (2003;362) saham merupakan: “Suatu sertifikasi atau tanda otentik yang mempunyai kekuatan hukum bagi pemegangnya sebagai keikutsertaan di dalam perusahaan serta mempunyai nilai nominal (mata uang) serta dapat diperjual belikan.” Jadi dapat disimpulkan bahwa saham ialah surat bukti keikutsertaan dalam pemodalan perusahaan dan mempunyai hak atas sebagian kekayaan perusahaan, hal ini berarti kalau seorang investor membeli saham maka ia pun menjadi pemilik perusahaan itu, yang proporsi kepemilikannya sesuai dengan jumlah kepemilikan saham yang dipunyai oleh pemegang saham tersebut.
2.5.3. Karakteristik Saham
30 Menurut Jogiyanto (2003), ada beberapa karakteristik saham yang dapat kita ketahui diantaranya sebagai berikut: 1. Saham termasuk financial asset, investor membeli saham karena mengharapkan akan diperolehnya pendapatan atau keuntungan, baik berupa dividen maupun capital gain. 2. Saham mengandung risiko, risiko yang melekat pada saham pada umumnya dapat dibagi atas risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis adalah risiko yang akan dialami oleh semua saham dan tidak dapat dihindari, sedangkan risiko tidak sistematis adalah risiko yang dapat dihindari dan tidak semua perusahaan mengalaminya, risiko ini tidak sama besarnya antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. 3. Saham mengandung unsur ketidakpastian. Harga saham terkadang naik, terkadang turun. Tingkat keuntungan yang berbentuk dividen juga tidak tetap dan selalu berfluktuasi bahkan bisa saja perusahaan tidak membagikan dividennya. 4. Meskipun terlihat sama, pada kenyataannya, saham antara satu perusahaan dengan yang lain berbeda, baik dari segi harga maupun kualitasnya. 5. Transaksi penjualan dan pembelian hanya dapat dilakukan di tempat tertentu, melalui pialang dan lantai bursa.
2.5.4. Jenis-jenis Saham Saham atau stock merupakan surat bukti kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan. Dalam transaksi perdagangan di bursa efek, saham merupakan instrumen yang dominan diperdagangkan. Menurut Fakhrudin (2001;6) saham ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagihnya dibagi atas: “Saham biasa (common stock) dan saham istimewa (preferred stock).” Jenis-jenis saham diatas dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut: 1. Saham Biasa (Common Stock) Saham jenis ini tidak memberikan hak khusus kepada pemiliknya untuk memperoleh prioritas utama dalam pembagian dividen maupun hasil likuidasi
31 perusahaan. Pemilik saham biasa akan memperoleh haknya setelah klaim dari kreditur dam pemegang saham preferen diselesaikan.
2. Saham Preferen (Preferred Stock) Saham preferen adalah saham yang mempunyai kombinasi karakteristik gabungan dari obligasi maupun saham biasa, karena saham preferen memberikan pendapatan yang tetap seperti halnya bunga obligasi, dan juga mendapatkan hak kepemilikan seperti pada saham biasa.
2.5.5. Volume Perdagangan Saham (Trading Volume Activity) Volume perdagangan saham menurut Securities Act yang dikeluarkan oleh British Columbia Securities Commission Canada (2001), berarti “the number of securities traded” atau jumlah sekuritas yang diperdagangkan di bursa efek. Sementara R. Adriansyah (2002) mengatakan bahwa volume perdagangan saham adalah “jumlah saham yang telah diperdagangkan sampai dengan batas akhir satu hari tertentu”. Volume perdagangan saham dianggap sebagai ukuran dari kekuatan atau kelemahan pasar. Apabila volume meningkat sementara harga bergerak naik dan turun, sepertinya harga akan tetap pada kecenderungan sekarang. Sebaliknya, penurunan volume perdagangan dipertimbangkan sebagai sinyal akan terjadi pembalikan kecenderungan. (Djoko Susanto dan Agus Sabardi. 2002:104) Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu dinamika didalam perdagangan saham yang dicerminkan dalam naik atau turunnya transaksi perdagangan saham. Diantara berbagai macam faktor tersebut, beberapa diantaranya dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Dinamika dalam perdagangan saham dapat disebabkan oleh kondisi objektif dan subjektif investor (Sjahrir, 1995:xii), kondisi objektif investor dalam hal ini adalah kondisi ketika seorang investor menggunakan kemampuannya untuk menilai pasar. Dalam menentukan perilaku terhadap pasar, seorang investor dapat menggunakan analisis fundamental. Kondisi subjektif di sisi lain dapat berupa sikap dan perilaku investor dalam melihat pasar. Dipasar bursa Indonesia, dinamika perdagangan saham menurut Sjahrir masih banyak disebabkan oleh
32 penilaian subjektif seorang investor, yang dalam hal ini dapat berupa sikap spekulatif seorang investor.
2. Dinamika dalam perdagangan saham dapat terjadi karena terdapat suatu kondisi information asymetry. Menurut Beaver, information asymetry merupakan istilah untuk menggambarkan adanya dua kondisi investor, yaitu investor yang more informed dan investor yang less informed. Investor dalam hal ini dapat berupa pemilik saham, pembeli maupun penjual saham. Perbedaannya bukan pada posisi penjual atau pembeli saham, namun berdasarkan informasi yang dimiliki oleh seorang investor. Perdagangan saham dapat dipengaruhi oleh kondisi ini, karena biasanya setiap investor yang more informed memiliki insentif untuk melakukan perdagangan secara aktif untuk memperoleh return dari perdagangan saham tersebut. Sebaliknya seorang investor yang less informed dapat menolak untuk melakukan perdagangan dengan investor yang more informed dan melakukan strategi perdagangan beli dan tahan. Seorang investor dapat saja suatu saat menjadi yang more informed dan saat lain menjadi less informed, sehingga setiap saat terjadi tarik menarik kepentingan yang mengakibatkan dinamisnya perdagangan saham. 3. Dinamika perdagangan saham juga dapat dilihat sebagai suatu proses yang timbul dari proses keseimbangan (equilibrium process). Hal tersebut terjadi karena di satu sisi terdapat selera, kepercayaan dan kepentingan investor yang berbeda-beda dan sisi lain ada kondisi-kondisi dan informasi-informasi yang bermacam ragam yang terjadi dipasar. Dalam kaitan dengan teori equilibrium ini, menurut Hendriksen, para investor akan selalu mempertemukan atau menyesuaikan harapan-harapan mereka setiap saat pada informasi ataupun kondisi baru yang tersedia dan terjadi. Volume perdagangan saham yang diperdagangkan dipasar merupakan cerminan dari pertemuan harapan investor dan emiten. Harapan akan masa depan yang positif dari investor akan meningkatkan volume perdagangan saham disamping meningkatkan hargaharga saham yang ada. Sebaliknya bila harapan akan masa depan dilihat negatif oleh para investor, maka akan terlihat pula volume saham yang diperdagangkan pun
33 cenderung menurun. Volume perdagangan merupakan salah satu indikator naik turunnya kegiatan dipasar modal. Besarnya aktivitas volume perdagangan saham dapat dihitung dengan menggunakan rumus : TVAit =
∑ Saham perusahaan i yang diperdagangkan pada waktu t ∑ Saham perusahaan i yang tercatat di BEI ............................(4)
Setelah TVA saham masing-masing saham diketahui kemudian dihitung rata-rata volume perdagangan relatif saham sampel dengan cara : n
∑ TVAi X TVA =
i= I
n
...............................(5)
n
= jumlah hari pengamatan saham sampel
TVA
= volume perdagangan relatif saham
X TVA
= rata-rata volume perdagangan relatif saham.
2.5.6. Indeks LQ45 Indeks ini hanya terdiri dari 45 saham yang terpilih melalui beberapa kriteria pemilihan sehingga terdiri dari saham-saham dengan likuiditas (LiQuid) tinggi, mempertimbangkan Kapitalisasi Pasar Saham tersebut, dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks ini dapat berubah-ubah. Indeks LQ45 dihitung mundur hingga tanggal 13 Juli 1994 sebagai hari dasar, dengan nilai dasar 100, sehingga memiliki data historis yang panjang. Untuk seleksi awal digunakan data pasar dari Juli 1993 – Juni 1994, hasilnya terpilih 45 emiten yang meliputi 72% dari total kapitalisasi pasar dan 72,5% nilai transaksi di pasar reguler.