BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Karsinoma mammae merupakan salah satu tumor ganas paling sering ditemukan
pada wanita. Di Eropa Barat, Amerika Utara dan Negara maju lain, insiden karsinoma mammae menempati posisi pertama dari kanker kaum wanita. RRC walaupun tergolong Negara berinsiden rendah, tapi insidennya menunjukkan tren meningkat jelas. Di Beijing, Shanghai, Tianjin dan kota besar lain insiden carsinoma mammae telah melonjak menempati posisi pertama dari berbagai kanker wanita. Menurut statistik, setiap tahun di RRC terdapat 40.000 lebih wanita meninggal karenanya, maka kanker mamae telah menjadi salah satu penyakit serius yang mengancam serius jiwa wanita Negara kita. Namun pada karsinoma mammae dapat dilakukan beberapa terapi yaitu seperti terapi bedah berdasarkan dari stadium.1 Anestesi adalah suatu keadaan depresi dari pusat-pusat saraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang. Anestesi terbagi atas tiga teknik, yaitu anestesi umum, anestesi regional, dan anestesi lokal.2 Anestesia umum endotrakeal merupakan teknik anestesia dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesia intravena maupun obat anestesia inhalasi dan memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi.2
BAB II 1
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Anestesi Anestesi adalah suatu keadaan depresi dari pusat-pusat saraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang. Anestesi yang sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi) yaitu :3,4,5,6 a. b. c.
Hipnotik, hilang kesadaran Analgetik, hilang perasaan sakit Relaksan, relaksasi otot-otot Anestesi terbagi atas tiga teknik, yaitu anestesi umum, anestesi regional, dan anestesi lokal.
2.2 Anestesi Umum Anestesi umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat diberikan secara intravena, inhalasi dan intramuskular.3,4 Sebelum dilakukan tindakan anestesia, sebaiknya dilakukan persiapan preanestesia. Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut3,4,5,6: a.
Anamnesis Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian
b.
khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
c.
Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium rutin yang sebaiknya 2
dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada pasien yang berusia di atas 50 tahun d.
sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto toraks dan EKG. Klasifikasi status fisik Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA) : ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap
saat ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan kehidupannya tidak akan lebih dari 24 jam
Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu :3,4 1.
2.
Stadium I (Stadium Analgesia/ Stadium Disorientasi) Dimulai dari induksi sampai hilangnya kesadaran Ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata Stadium II (Stadium Excitement/ Stadium Delirium) Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan bernafas teratur Ditandai dengan hilangnya refleks kelopak mata Pada stadium ini bisa terjadi batuk, nafas panjang, melawan/ berontak dan
3.
muntah Stadium III (Stadium Surgical Anestesia) Dimulai dari pernafasan yang teratur sampai henti nafas (respiratory arrest). Stadium ini terdiri atas : Plane 1 : dari permulaan nafas teratur hingga berhentinya gerakan bola mata Plane 2 : dari berhentinya gerakan bola mata hingga permulaan dari paralise
4.
otot interkostal Plane 3 : dari permulaan hingga komplit paralise dari otot-otot interkostal Plane 4 : dari paralise otot interkostal yang komplit hingga paralise
diafragma Stadium IV (Stadium Overdosis) Dimulai dari permulaan paralise diafragma hingga henti jantung (cardiac
arrest) Stadium ini sangat berbahaya apabila terjadi. Ini terjadi karena overdosis obat-obatan anestesi
3
2.3. Premedikasi Anestesia Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan premedikasi3:
Meredakan kecemasan dan ketakutan Memperlancar induksi anestesi Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus Mengurangi refleks yang tidak diharapkan Mengurangi isi cairan lambung Mengurangi rasa sakit Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama anestesi Menurunkan basal metabolisme tubuh Obat-obat premedikasi yang sering digunakan3,6 :
1.
Sulfas atropin Dosis dewasa 0,025-0,5 mg, dosis anak < 3 tahun : 1/8 mg Merupakan golongan parasimpatolitik dengan cara kerja berkompetisi dengan asetilkolin pada ujung-ujung saraf yang mempersyarafi organ-organ
post ganglion kolinergik Keuntungan : mengurangi sekresi ludah dan menekan refleks vagal Kerugian : menaikan temperatur, mengentalkan lendir dan membesarkan pupil
2.
3.
Valium Dosis 0,2-0,6 mg/kgBB Memberikan efek sedativa, amnesia, tranquilizer, relaksasi otot, hipnotik kuat, analgesi kurang Pethidine Dosis i.v 0,2-0,5 mg/kgBB, dosis i.m 1-2 mg/kgBB Efek farmakologi yakni sebagai analgetik, bersifat sedativa, mendepresi pusat pernafasan, menaikkan tekanan CSF, menimbulkan vasodilatasi, pupil mengecil dan mulut kering
2.4. Induksi Anestesia Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Sebelum memulai induksi anestesia, selayaknya disiapkan peralatan dan obatobatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi
4
dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS3,4,5,6,7 : S = Scope Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang T = Tubes Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed) A = Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas T = Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut I = Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan C = Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia S = Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya
2.5. Obat-Obat Anestesi Umum Gas Anestesi Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik iala N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Sevofluran. Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit, sehingga masih mnjadi misteri dalam farmakologi modern. 7 Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya: 1. Ambilan oleh paru 2. Difusi gas dari paru ke darah 3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya. Berikut adalah jenis gas anestetik inhalasi, diantaranya: N2O
5
N2O merupakan salah satu gas anestetik yag tak berwarna, tidak berbau, tak iritasi, tak terbakar, dan pemberian anestesia dengan N2O harus disertai oksigen minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir anestesia setelah N 2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit. 3,4,5,6,7 Halotan Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, di mana induksi dan tahapan anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol% dan pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan klinis pasien. 3,4,5,6,7 Isofluran Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi. Tanda untuk mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. 3,4,5,6,7 Desfluran Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk desfluran. Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O. 3,4,5,6,7 Sevofluran Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi 6
yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi disamping halotan. Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari tubuh. 3,4,5,6,7 Obat-obat Anestesia Intravena Yang dimaksud dengan intravenous anestesia adalah anestesi yang diberikan dengan cara suntikan zat (obat) anestesia melalui vena. 3,4,5,6,7 1. hipnosis Golongan barbiturat (pentotal) Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya cepat (30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya habis, seperti zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan kehilangan
kesadaran dengan jalan memblok kontrol brainstem Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudia sebagai induksi diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-
20 detik (untuk orang dewasa) Benzodiazepin Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi. Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat
aksi
penghambat
gamma-aminobutyric di
GABA A melainkan
otak.
acid
(GABA)
Benzodiazepine
meningkatkan
sebagai
tidak
kepekaan
neurotransmitter
mengaktifkan
reseptor
reseptor
GABA A terhadap
neurotransmitter penghambat Ketamin Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja singkat. Efek
anestesinya
ditimbulkan
oleh
penghambatan
efek
membran
dan
neurotransmitter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Dosis ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM. 7
Anestesia dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesia disosiatif. Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi, lakrimasi, gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit, analgesia bertahan sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung sampai 1-2 jam. 2. Analgetik3,4,5,6,7 Morfin Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak begitu mempengaharui unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahakan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,10,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan. Fentanil Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid sintetik dari kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor μ. Fentanyl banyak digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih singkat, efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan relatif kurang mempengaruhi kardiovaskular. Meridipin Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan
sebagai
obat
preanestetik,
untuk
menimbulkan
analgesia
obstetrik
dibandingkan dengan morfin, meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin. Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien 8
tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB. 3. Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant) Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien secara intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari otot-otot rangka dan memudahkan dilakukannya operasi. 3,4,5,6,7 a. Pelumpuh otot depolarisasi Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sipnatik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Yang termasuk golongan ini adalah suksinilkolin, dengan dosis 1-2 mg/kgBB IV. b. Pelumpuh otot non-depolarisasi Pelumpuh otot non-depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinikkolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.7,8
Long acting 1. D-tubokurarin 2. Pankuronium 3. Metakurin 4. Pipekuronium 5. Doksakurium 6. Alkurium Intermediate acting 1. Gallamin 2. Atrakurium 3. Vekuronium 4. Rokuronium 5. Cistacuronium Short acting 1. Mivakurium 2. Ropacuronium
Dosis (mg/kgBB)
Durasi (menit)
0,4-0,6 0,08-0,12 0,2-0,4 0,05-0,12 0,02-0,08 0,15-0,3
30-60 30-60 40-60 40-60 45-60 40-60
4-6 0,5-0,6 0,1-0,2 0,6-1,2 0,15-0,2
30-60 20-45 25-45 30-60 30-45
0,2-0,25 1,5-2
10-15 15-30
Teknik anestesi umum ada 3, yaitu :3,4 1. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesia umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesia parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
9
2. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesia umum yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesia inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan kategori menggunakan sungkup muka, Endotrakeal Tube nafas spontan, Endotrakeal tube nafas terkontrol 3. Anestesi imbang merupakan teknik anestesia dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesia intravena maupun obat anestesia inhalasi atau kombinasi teknik anestesia umum dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesia secara optimal dan berimbang
Induksi Anestesi Induksi anestesi dapat diberikan secara intravena, intramuskular, inhalasi dan per rektal. Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesia, pernafasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Tiopental diberikan secara intravena dengan kepekatan 2,5% dan dosis antara 3-7 mg/kgBB. Propofol intravena diberikan dengan kepekatan 1% menggunakan dosis 2-3 mg/kgBB. Ketamin (ketalar) intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Paska anestesia dengan ketamin sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan menggunakan sedativa seperti midazolam. Ketamin tidak dianjurkan pada pasien dengan tekanan darah tinggi. Ketamin menyebabkan pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka. 3,4,5,6,7 Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau pada dewasa yang takut disuntik. Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N2O : O2 = 3:1 aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikkan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan. Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk, walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol%.3,4,5,6,7 10
Induksi intramuskular sampai saat ini hanya dapat menggunakan ketamin, dengan dosis i.m 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur. Induksi per rektal hanya digunakan untuk anak atau bayi dengan menggunakan tiopental atau midazolam. 3,4,5,6,7
2.6 Intubasi Endotrakeal Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi.3,4 Indikasi intubasi endotrakeal3,4 : 1. 2. 3. 4. 5.
Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi Operasi-operasi pada kepala, leher, mulutm hidung dan tenggorokan Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tak
6. 7. 8.
ada ketegangan Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol Untuk mencegah kontaminasi trakea Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal dengan pengisian cuffnya dapat terjadi inflasi ke dalam gaster Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord
9. 10.
Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal penting yaitu3,4 :
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang cukup Posisi kepala dan leher yang tepat Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal3,4 :
a.
Pipa endotrakea Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil di bawah usia 5 tahun hampir bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi dan anak kecil 11
digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dan dewasa dengan cuff supaya tidak bocor. Pipa endotrakea dapat dimasukkan melalui mulut atau melalui hidung. Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil : Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + ¼ umur (thn) Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn) Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)
b.
Lari ngos kop
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop : Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller) Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh) 12
Kesulitan dalam teknik intubasi3:
Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth) Kesulitan membuka mulut Uvula tidak terlihat (malapati 3 dan 4) Abnormalitas pada daerah servikal Kontraktur jaringan leher Komplikasi pada intubasi endotrakeal3,4 :
Memar & oedem laring Strech injury Non specific granuloma larynx Stenosis trakea Trauma gigi geligi Laserasi bibir, gusi dan laring Aspirasi Spasme bronkus
Penilaian Mallapati
13
Dalam anestesi, skor Mallampati, digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar faucial.
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade : Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring tidak terlihat Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat Grade IV : Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat
2.7
Terapi cairan Terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu terapi pasien yang sangat menentukan
keberhasilan penanganan pasien kritis, tindakan ini seringkali merupakan langkah “life saving” pada pasien yang menderita kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena muntah, mencret dan syok. Tujuan terapi cairan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengganti cairan yang hilang Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung Mencukupi kebutuhan per hari Mengatasi syok Mengoreksi dehidrasi Mengatasi kelainan akibat terapi lain.6
Terapi cairan perioperatif Terdapat tiga periode yang dialami oleh pasien apabila menjalani tindakan pembedahan, yaitu: pra bedah, selama pembedahan dan pascabedah. 1. Terapi cairan prabedah Tujuannya adalah: mengganti cairan dan kalori yang dialami pasien prabedah akibat puasa, fasilitas vena terbuka bahkan untuk koreksi defisit akibat hipovolemik atau dehidrasi. Penatalaksanaan cairan preoperasi termasuk dalam 14
mengganti cairan pemeliharaan yang hilang selama puasa sebelum operasi, dan luka dalam pembedahan maupun perdarahan selama pembedahan. 7 Estimasti kebutuhan cairan pemeliharaan dapat dilihat dalam tabel berikut3,7 Berat Badan
Indeks
10 Kg berat badan pertama
4 ml/Kg/jam
10 Kg berat badan berikutnya
Tambahkan 2 ml/kg/jam
Masing-masing berat badan > 20 kg
Tambahkan 1 ml/Kg/jama
Cairan yang digunakan adalah6: Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan Untuk koreksi defisit puasa atau dehidrasi berikan cairan kristaloid Perdarahan akut berikan cairan kristaloid + koloid atau transfusi 7 2. Terapi cairan selama operasi Tujuannya adalah: fasilitas vena terbuka, koreksi kehilangan cairan melalui
luka operasi, mengganti perdarahan dan mengganti cairan yang hilang melalui organ ekskresi. Cairan yang digunakan adalah cairan pengganti, bisa kristaloid, koloid maupun transfusi darah. Pedoman koreksinya: Pada pasien anak, perdarahan > 10% dari perkiraan volume darah = transfusi darah. Perdarahan < 10% dari perkiraan volume darah = berikan kristaloid sebanyak 2-3 x jumlah perdarahan atau koloid yang jumlahnya sama dengan
perkiraan jumlah perdarahan atau campuran kristaloid. Pada pasien dewasa, perdarahan > 20% dari perkiraan volume darah = transfusi. Perdarahan <20% dari perkiraan volume darah = berikan kristaloid sebanyak 2-3 x jumlah perdarahan atau koloid yang jumlahnya sama dengan
perkiraan jumlah perdarahan atau campuran kristaloid dan koloid. Jumlah perdarahan dihitung berdasarkan jumlah darah pada botol suction, kasa yang terkena darah, maupun handuk selama operasi berlangsung.
3. Terapi cairan pascabedah Tujuannya adalah: fasilitas vena terbuka, pemberian cairan pemeliharaan, nutrisi parenteral dan koreksi terhadap kelainan akibat terapi yang lain. Cairan yang digunakan tergantung
15
masalah yang dijumpai, bisa mempergunakan cairan pemeliharaan, cairan pengganti atau cairan nutrisi 2.8 Karsinoma mamae Karsinoma mammae merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. 2 2.9 Epidemiologi Variasi geografi menonjol Eropa utara, amerika utara merupakan area insiden tinggi. Eropa selatan, amerika selatan adalah insiden sedang, asia afrika adalah area insiden rendah. China walaupun tergolong area dengan insiden yang rendah tapi dikota besar dan sedang (khususnya kota pesisir) insidennya lebih tinggi dari pedesaan dan di area pedalaman. Misalnya pada tahun 1972 insiden di shanghai adalag 17.100.000 tahun 2000 adalah 38,2/100.000. studi epidemiologi terhadap migran menunjukan perbedaan geografi insiden karsinoma mamae tidak sepenuhnya berkaitan dengan suseptibilitas genetik, tapi juga dipengaruhi faktor lingkungan, terutama lingkungan hidup masa dini.1 Variasi antara kelompok target Penyakit ini terutama mengenai wanita, kanker mamae pada pria hanya sekitar 1 % dari kanker mamae.
Usia timbulnya penyakit Kebanyakan pada masa usia setengah baya dan lansia. Jarang terjadi pada usia kurang 30 tahun, sedangkan yang kurang dari 20 tahun sangat jarang. Data dari china hanya menemukan 3 kasus berusia kurang 20 tahun. Menurut analisis data dari 6263 kasus di RS kanker Universitas Zhongshan, rentan usia pasien adalah 17-90 tahunan, usia median 47 tahun. Dihiyung dengan selang usia 5 tahunan, pasien terbanyak berusia 45-49 tahun (25,2%), disusul 40-44 tahun (15,8%, dan 54-59 tahun (15,6%). Belakangan ini insiden karsinoma mamae seluruh dunia cendrung meningkat, sedangkan mortalitas cendrung menurun. Penyebab pasti meningkatknya insiden belum jelas, ada yang berpendapat berkaitam dengan meningkatnya taraf hidup dan perubahan 16
pola hidup. Penyebab utama menurunnya mortalitas karsinoma mamae mencakup intervensi terhadap faktor resiko karsinoma mamae, meluasnya penapisan masal dengan foto mamae serta kemajuan tetapi karsinoma mamae.1
2.9 Etiologi Etiologi kanker mamae masih belum jelas, tapi data menunjukan terdapat kaitan erat dengan faktor berikut: 1. Riwayat keluarga dan gen terkait karsinoma mamae, Penelitian menemukan pada wanita dengan saudara primer menderita karsinoma mamae, probabilitas terkena karsinoma mamae lebih tinggi 2-3 kali dibandingan wanita tanpa riwayat keluarga. Penelitian dewasa ini menunjukan gen utama yang terkait dengan timbulnya karsinoma mamae adalah BRCA-1 dan BRCA-2. 2. Reproduksi: Usia menarke kecil, henti haid lanjut dan siklus haid pendek merupakan faktor resiko tinggi karsinoma mamae. Selain itu, yang seumur hidup tidak menikah atau belum menikah, partus pertama lebih dar 30 tahun dan setelah partus belum menyusui, berinsiden relatif tinggi 3. Kelainan kelenjer mamae, penderita kistadenoma mamae hiperplastik berat berinsiden lebih tinggi. Jika satu mamae sudah terkena kanker, mamae kontralateral risikonya meningkat. 4. Penggunaan obat di masa lalu, Penggunaan jangka panjang hormon insidennya lebih tinggi. Terdapat laporan penggunaan jangka panjang reserpin, metildopa, analgetik trisiklik dll. Dapat menyebabkan kadar prolaktin meninggi, beresiko karsinogenik bagi mamae. 5. Radiasi pengion; kelenjer mamae relatif peka terhadap radiasi pengion, paparan berlebihan menyebabkan peluang kanker lebih tinggi. Jalur penyebarannya
Invasi local Metastase kelenjar regional Metastase kelenjar hematogen
2.10 Manifestasi klinis Massa tumor 17
Sebagian terbesar bermanifestasi sebagai masa mamae yang tidak nyeri, sering kali ditemukan secara tak sengaja. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang ( pada stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding thoraks). Masa cendrung membesar bertahap dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas.1
Perubahan kulit 1.
Tanda lesung: ketika tumor mengenai ligamen glandula mamae, ligamen itu
2.
memendek hingga kulit setempat menjadi cekung disebut “tanda lesung”. Perubahan kulit jeruk (peau d orange): ketika vasa limfatik subkutis tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe meyebabkan edema kulit, folikel rambut tenggelam
3.
ke bawah tampak sebagai “tanda kulit jeruk”. Nodul satelit kulit: ketika sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis masing-masing membentuk nodul metastase, di sekitar lesi primer dapat muncul banyak nodul
4.
tersebar. Secara klinis disebut “tanda satelit”. Invasi ulserasi kulit: ketika tumor menginvasi kulit, tampak perubahan berwarna merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar, lokasi itu dapat menjadi
5.
iskemik, ulserasi membentuk bunga terbalik, ini disebut “tanda kembang kol”. Perubahan inflamatorik: secara klinis disebut “karsinoma mammae inflamatorik”, tampil sebagai keseluruhan kulit mamae berwarna merah bengkak. Mirip peradangan, dapat disebut “tanda peradangan”. Tipe ini sering ditemukan pada kanker mamae waktu hamil atau laktasi.
Perubahan papila mamae 1. Retraksi, distorsi papila mamae: umumnya akibat tumor menginvasi jaringan subpapilar. 2. Sekret papilar (umumnya sanguineus): sering karena karsinoma papilar dalam duktus besar atau tumor mengenai duktus besar. 3. Perubahan eksematoid: merupakan manifestasi spesifik dari kanker sksematoid (penyakit paget). Klinis tampak areola, papila mamae tererosi, berkrusta, sekret, deskuamasi, sangat mirip eksim.
18
2.11 Klasifikasi stadium Dewasa ini memakai acara penggolongan TNM menurut perhimpunan Anti Kanker Internasional (edisi tahun 2002). Klasifikasi cTNM klinis T : kanker primer TX : tumor primer tak dapat dinilai (missal telah direksesi) T0 : tak ada bukti lesi primer Tis :karsinoma in situ. Mencakup karsinoma in situ duktal atau karsinoma in situ laboral, penyakit paget papilla mamae tanpa nodul (penyakit paget dengan nodul T1 Tmic T1a T1b T1c T2 T3 T4
diklasifikasikan menurut ukuran nodul). : diameter tumor terbesar <= 2 cm : infiltasi mikro <= 0,1 cm : diameter terbesar > 0,1 cm, tapi <= 0,5 cm : diameter terbesar > 0,5 cm, tapi <= 1 cm : diameter terbesar > 1 cm,tapi <= 2 cm : diameter tumor terbesar > 2 cm, tapi<= 5 cm : diameter tumor terbesar > 5 cm : berapapun ukuran tumor , menyebar langsung ke dinding toraks atau kulit (dinding toraks termasuk tulang iga, m. interkostales dan m. seratus anterior, tak
T4a T4b
termasuk m. pektorales). : menyebar ke dinding toraks : udem kulit mamae(termasuk peau d’orange) atau ulserasi, atau nodul satelit di
T4c T4d
mamae ipsilateral : terdapat 4a dan 4b sekaligus : karsinoma mamae inflamatorik.
Catatan : 1) Lesi mikroinvasif multipel, diklasifikasikan berdasarkan massa terbesar, tidak atas dasar total massa lesi multipel tersebut. 2) Terhadap karsinoma mamae inflamatorik (T4d), jika biopsi kulit negatif dan tak ada tumor primer yang dapat diukur, klasifikasi patologik adalah pTx. N :kelenjar limfe regional. NX:kelenjar limfe regional tak dapat dinilai (missal sudah diangkat sebelumnya). N0 :tak ada metastasis kelenjar limfe regional. N1 :di fosa aksilar ipsilateral terdapat metastasis kelenjar limfe mobil.
19
N2
:kelenjar limfe metastatic fosa aksilar ipsilateral saling konfluen dan terfiksasi dengan jaringan lain; atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna namun tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar.
N2a
:kelenjar limfe aksilar ipsilateral saling konfluen dan terfiksasi dengan jaringan lain.
N2b
:bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna namun tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar.
N3
:metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna dan metastasis kelenjar limfe aksilar, atau metastasis kelenjar limfe supraklavikular ipsilateral.
N3a
:metastasis kelenjar limfe imfraklavikular.
N3b
:bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna dan metastasis kelenjar limfe aksilar.
N3c
:metastasis kelenjar limfe supraklavikular.
Catatan 1. Kelenjar limfe regional adalah kelenjar limfe aksilar dan kelenjar limfe mamria interna. Kelenjar limfe mamaria interna secara klinis dibagi menjadi kelompok infraaksilar atau levael I, kelompok intra-aksilar atau level II, dan kelompok supra-aksilar atau level III. Kelompok infra-aksilar adalah kelenjar limfe lateral dari margo lateral otot pektoralis minor, kelompok intra-aksilar adalah kelenjar limfe diantara margo medial dan lateral otot pektoralisminor (termasuk kelenjar limfe diantara otor pektoralis mayor dan minor), kelompok supra-aksilar adalah kelenjar life di medial dari margo medial otot pektoralis minor. 2. Bukti klinis menunjukkan bukti yang ditemukan dari pemeriksaa klinis, pemeriksaan pencitraan (tak termasuk pencitraan sintigrafi kelenjar limfe), atau bukti dari pemeriksaan makroskopik patologik. M : metastasis jauh MX
: metastasis jauh tak dapat dinilai
M0 : tak ada metastasis jauh 20
M1 : ada metastasis jauh
Klasifikasi patologik pTNM pT – Tumor primer. Sama dengan klasifikasi T. Pada tepi irisan seputar specimen harus tak terlihat tumor secara makroskopik. Adanya lesi ganas yang hanya tampak secara mikroskopik pada tepi irisan tidak mempengaruhi klasifikasi. N-
Kelenjar limfe regional.
pNx
: kelenjar limfe regional tak dapat dinilai (missal sudah diangkat sebelumnya).
pNO
: secara histologis tak ada metastasis kelenjar limfe, tapi tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk kelompok sel tumor terisolasi (ITC).
pNO (i-)
: histologis tak ada metastasis ke kelenjar limfe, imunohistologi ITC negatif.
pNO (i+)
: histologis tak ada metastasis ke kelenjar limfe, imunohistologis ITC positif.
pNO (mol-)
: histologis taka da metastasis kelenjar limfe, pemeriksaan molecular ITC negative (RT-PCR).
pNO (mol+)
: histologis tak ada metastasis kelenjar limfe, pemeriksaan molecular ITC negative (RT-PCR)
pN1mi
: mikrometastasis (diameter terbesar >0,2 mm, tapi < 2mm).
pN1
: di aksila ipsilateral terdapat 1-3 kelenjar limfe metastatik atau dari diseksi kelenjar limfe metastatic atau dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral tapi tanpa bukti klinis.
21
pN1a
: di aksila ipsilateral terdapat 1-3 kelenjar limfe metastatic, dan minimal satu kelenjar limfe metastatic, dan minimal satu kelenjar limfe metastatic berdiameter maksimal >2 mm.
pN1b
: dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral, tapi tanpa bukti klinis.
pN1c
: pN1a disertai pN1b.
pN2
: di aksila ipsilateral terdapat 4-9 kelenjar limfe metastatic, atau bukti klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral tapi tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar.
pN2a
: di aksila terdapat 4-9 kelenjar limfe metastatic, dan minimal satu kelenjar limfe metastatic berdiameter maksimal >2mm.
pN2b
: bukti klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral tapi tanpa metastasis kelenjar.
pN3
: di aksila ipsilateral terdapat 10 atau lebih kelenjar limfe metastatic, atau metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna disertai metastasis kelenjar aksilar ipsilateral.
pN3a
: di aksila terdapat 10 atau lebih kelenjar limfe metastatic dan minimal satu kelenjar limfe metastatic berdiameter terbesar >2mm, atau metastasis kelenjar limfe infraklavikular.
pN3b
: bukti klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna disertai metastasis kelenjar ipsilateral, atau secara klinis negative, dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan metastasis kelenjer limfe mamaria interna ipsilateral, tapi tanpa bukti klinis, namun terdapat lebih dari 3 kelenjar limfe aksilar metastatic.
pN3c
: metastasis kelenjar limfe supraklavikular.
M- Metastasis jauh. Klasifikasi pM dan cM sama. 22
Klasifikasi stadium klinis: Stadium 0
: TisN0M0
Stadium I
: T1N0MO
Stadium IIA
: T0N1M0 T1N1M0 T2N0M0
Stadium IIB
: T2N1M0 T3N0M0
Stadium IIIA : T0N2M0 T1N2M0 T2N2M0 T3N1-2M0 Stadium IIIB : T4, N apapun, M0 IIIC Stadium IV
: T apapun, N3M0 : T apapun, N apapun, M1
2.12 Diagnosa
1. Anamnesis Harus mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, dan riwayat kelainan mamae sebelumnya, riwayat keluarga kanker, fungsi kelenjar tiroid, penyakit ginekologik, dll. Dalam riwayat penyakit sekarang terutama harus perhatikan waktu timbulnya massa, kecepatan pertumbuhan, dan hubungan dengan haid, dll. 1,2 2. Pemeriksaan fisik Mencakup pemeriksaan fisik menyeluruh (sesuai peeriksaan rutin) dan pemeriksaan kelenjar mamae. 1,2
23
1) Inspeksi Amati ukuran , simetri kedua mamae, perhatikan apakah ada benjolan tumor atau perubahan patologik kulit (missal cekungan, kemerahan, udem, erosi, nodul satelit, dll). Perhatikan kedua papila mamae apakah simetri, ada retraksi, erosi, distorsi, dan kelainan lain. 2) Palpasi Umumnya dalam posisi baring, juga dapat kombinasi, duduk dan baring. Waktu periksa rapatka keempat jari, gunakan ujung dan perut jari berlawanan arah jarum jam atau searah jarum jam palpasi lembut, dilarang meremas mamae. Kemudian dengan lembut pijat areola mamae, papilla mamae, lihat apakah keluar secret. Jika terdapat tumor, harus secara rinci periksa dan catat lokasi, ukuran, konsistensi, kondisi batas, permukaan, mobilitas, nyeri tekan, dll dari massa itu. Ketika memeriksa apakah ada tumor melekat ke dasarnya, harus meminta lengan pasien sisi lesi bertolak pinggang, agar mpektoralis mayor berkerut. Jika tumor dan kulit atau dasar melekat, mobilitas terkekang, kemungkinan kanker sangat besar, Jika terdapat secret papilla mamae, harus buat sediaan apus untuk pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan kelenjar limfe regional paling baik posisi duduk. Ketika memeriksa aksila kanan, dengan tangan kiri topang siku kanan pasien, dengan ujung jari kiri palpasi seluruh fosa aksila secara beruntun. Waktu memeriksa fosa aksila kiri sebaliknya. Akhirnya periksa kelenjar supraklavikular. 1,2 3. Pemeriksaan penunjang 1) Mamografi Kelebihan mamografi adalah dapat menampilkan nodul yang sulit dipalpasi atau terpalpasi atipikal menjadi gambar, dapat menemukan lesi mamae yang tanpa nodul namun terdapat bercak mikrokalsifikasi, dapat digunakan untuk analisis diagnostic dan rujukan tindak lanjut. Ketepatan diagnosis sekitar 80%. 2) USG Transduser frekuensi tinggi dan pemeriksaan dopler tidak hanya dapat membedakan dengan sangat baik tumor kistik atau padat, tapi juga dapat mengetahuii pasokan darahnya serta kondisi jaringan sekitarnya, menjadi dasar diagnosis yang sangat baik. 3) MRI Mamae Karena tumor mamae mengandung densitas mikrovaskular (MVD = microvascular density ) abnormal, MRI mamae dengan kontras memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi dalam diagnosis karsinoma mamae stadium dini. Tapi
24
pemeriksaan ini cukup mahal, sulit digunakan meluas, hanya menjadi suatu pilihan dalam diagnosis banding terhadap mikrotumor.1 4) Pemeriksaan laboratorium Dewasa ini belum ada petanda tumor spesifik untuk kanker mamae. CEA memiliki nilai positif bervariasi 20-70%, antibody monoclonal CA15-3 angka positifnya 33-60%, semuanya dapat untuk referensi diagnosis dan tindak lanjut klinis. 5) Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus Metode ini sederhana, aman, akurasi mencapai 90% lebih. Data menunjukkan pungsi aspirasi jarum tidak mempengaruhi hasil terapi. 6) Pemeriksaan histologik pungsi jarum mandarin Pemeriksaan ini memiliki kelebihan sederhana dan aman seperti diagnosis sitologi jarum halus, juga ketepatan diagnosis histologik biopsy eksisi, serta dapat dibuat pemeriksaan imunohistologi yang sesuai. Pemeriksaan ini luas dipakai di klinis, khususnya sesuai bagi pasien yang diberi kemoterapi neodjuvan. 7) Pemeriksaan biopsy Cara biopsy dapat berupa biopsy eksisi atau insisi, tapi umumnya dengan biopsy eksisi. Di RS yang menyediakan dapat dilakukan pemeriksaan potong beku saat operasi. Bila tak ada perlengkapan itu, untuk karsinoma mamae yang dapat dioperasi tidak sesuai dilakukan insisi tumor, untuk menghindari penyebaran iatrogenic tumor. Terhadap kasus stadium lanjut dengan luka ulseratif boleh dilakukan biopsy jepit. 2.13 Diagosa Banding
Fibroadenoma mamae : sering timbul pada wanita muda, tersering berusia 18-25 tahun. Riwayat penyakit ini panjang, progresi lambat. Tumor berbentuk bulat atau lonjong, konsistensi sedang, permukaan licin, mobilitas baik. Hiperplasia kistik kelenjar mamae : umumnya pada wanita setengah baya dan sering berkaitan dengan haid. Beberapa hari sebelum haid mulai terasa kencana nyeri, setelah haid rasa kencang nyeri hilang dan tumor menyusut. Pemeriksaan menemukan korpus glandula tebal, kasar atau berbentuk pita atau granular, ada yang teraba tumor kistik (disebabkan secret dalam duktus kelenjar yang sangat melebar). Tumor papiliform intraduktal besar : umumnya pada wanita setengah baya. Gejala utama berupa secret papilla mamae (paling sering cairan berwarna merah gelap), ini disebabkan tumor disertai infeksi peradangan mengalami rembesan darah. Bila area areola atau agak ke tepinya ditekan ringan secara cermat kadang
25
kala teraba tumor, tapi umumnya tidak jelas. Ketika lesi sedang ditekan dapat tampak keluar secret dari pori duktus laktiferi yang bersangkutan.
2.14 Terapi Terapi bedah, radioterapi, kemoterapi, terapi hormone dll, menempati posisi penting
dalam terapi kanker mamae, dan selalu harus digunakan secara
kombinasi.1,2
Terapi Bedah. Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan sebagian stadium III disebut kanker mamae operable. Pola operasi yang sering dipakai adalah:1 1.
Mastektomi radikal: lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar mamae, M. pectoralis mayor M. pectoralis minor dan jaringan limfatik dan lemak subscapular, aksilar secara kontinu enblok direseksi. Namun 20 tahun belakangan ini, dengan pemahan lebih dalam atas tabiat biologis karsinoma mamae, ditambah banyaknya kasus stadium sedang, dini serta kemajuan terapi kombinasi, maka penggunaan mastektomi radikal konvensional telah makin
2.
berkurang.1 Mastektomi radikal modifikasi: lingkup reseksi sama dengan teknik radikal, tapi mempertahankan M. pektoralis mayor dan minor (model Auchincloss) atau mempertahankan M. pektoralis minor (model patey). Pola operasi ini memiliki kelebihan antara lain memacu pemulihan fungsi pasca operasi, tetapi sulit membersihkan kelenjar limfe aksilar superior. Dewasa ini, mastektomi radikal
3.
modifikasi disebut sebagai mastektomi radikal standar luas digunakan secara klinis. Mastektomi total: hanya membuang seluruh kelenjar mamae tanpa membersihkan kelenjar limfe. Model operasi ini terutama untuk karsinoma in situ atau pasien lanjut usia.
26
4.
Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar: secara umum ini disebut dengan operasi konversi mamae (BCT). Biasanya dibuat dua insisi terpisah di mamae dan aksila. Mastektomi segmental bertujuan menreseksi sebagian jaringan kelenjar mamae normal ditepi tumor, di bawah mikroskop taka da invasi tumor ditempat irisan. Lingkup diseksi kelenjar limfe aksilar biasanya juga mencakup jaringan aksilar dan kelenjar limfe aksilar kelompok tengah.
Mastektomi segmental plus biopsy kelenjar limfe sentinel: metode reseksi segmental sama dengan diatas. Kelenjar limfe sentinel adalah terminal pertama metastasis limfanogen dari karsinoma mamae, saat operasi dilakukan insisi kecil di aksila dan secara tepat mengangkat kelenjar limfe sentinel, dibiopsi, bila patologik negative maka operasi dihentikan, bila positif maka dilakukan diseksi kelenjar limfe aksial. 1,2
2.15 Prognosis Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis. Tapi yang paling jelas dan berpengaruh terbesar atas prognosis adalah kondisi kelenjar limfe dan stadium. Untuk meningkatkan angka kesembuhan kanker mammae kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, terapi dini dan tepat. Untuk mencapai temuan dini, diseminasi pengetahuan tentang kanker mammae, pendidikan wanita untuk memeriksa payudara sendiri merupakan tindakan efektif yang sungguh praktis.1
BAB 3 PENUTUP 3.1 KESIMPULAN
27
Anestesia
umum
endotrakeal
merupakan
teknik anestesia dengan
mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesia intravena maupun obat anestesia inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/mesin anestesia langsung ke udara inspirasi. Anestesi umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Premedikasi ialah pemberian obat sebelum induksi anestesi. Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS. Intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi. Karsinoma mammae merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Etiologi kanker mamae masih belum jelas, tapi data menunjukan terdapat kaitan erat dengan faktor berikut: Riwayat keluarga dan gen, reproduksi: Usia menarke kecil, henti haid lanjut dan siklus haid pendek merupakan faktor resiko tinggi karsinoma mamae, kelainan kelenjer mamae, penderita kistadenoma mamae hiperplastik berat berinsiden lebih tinggi. Jika satu mamae sudah terkena kanker, mamae kontralateral risikonya meningkat. Penggunaan obat di masa lalu, Penggunaan jangka panjang hormon insidennya lebih tinggi. Terdapat laporan penggunaan jangka panjang reserpin, metildopa, analgetik trisiklik adanya paparan Radiasi pengion. Untuk meningkatkan angka kesembuhan kanker mammae kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, terapi dini dan tepat. DAFTAR PUSTAKA
1.
28
2. “Panduan
nasional
penanganan
kanker
payudara”.
2
mei
2016.
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKPayudara.pdf 3. Latif SA, Suryadi KA & Dachlan MR. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UI 4. Aitkenhead AR, Rowbotham DJ & Smith G. 2002. Textbook of Anaesthesia. Ed 4. United Kingdom : Elsevier Science. Pp 417-428, 460469 5. Longnecker DA, et al. 2008. Anesthesiology. United States of America : McGraw Hill Company. Pp 718-738 6. Morgan & Mikhail,2013.Clinical Anesthesiology. Mc Graw Hill. New York 7. Mangku gde, Senapati TG. 2010. Buku Ajar Ilmu anesthesia dan Reanimasi. Jakarta : Indeks
29