BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandanagan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan /perintah dari kehidupan. Setiap orang harus dikenalkan serta diajarkan agama sejak kecil. Tidak terbatas oleh aspek apapun, agama dapat masuk dalam aspek tersebut, salah satunya adalah dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, anak selalu mendapatkan pelajaran agama baik sejak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, bahkan hingga Perguruan Tinggi masih dan selalu diajarkan Pendidikan Agama. Beberapa alasan menyebutkan bahwa pelajaran agama digunakan untuk membentuk moral akhlak anak atau individu menjadi lebih baik, serta tidak menjadikan individu sekularisme. Di Indonesia sendiri, pendidikan agama merupakan pendidikan yang wajib diajarkan dalam pembelajaran, karena sebagai salah satu landasan kehidupan bernegara, konsep ketuhanan merupakan hal yang sangat penting dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia. Untuk memahami nilai-nilai serta norma-norma dalam agamanya, manusi tidak bisa datang begitu saja secara instan, tapi harus melalui proses pembelajaran. Oleh karena itu, pendidikan agama diajarkan mulai dari SD hingga jenjang universitas. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebgai berikut. 1) 2) 3) 4) 5)
Apa yang dimaksud agama ? Apa fungsi agama dalam masyarakat ? Mengapa pendidikan agama diajarkan sejak kecil hingga dewasa? Bagaimana hubungan agama dan negara ? Apa pengaruh agama terhadap ketahanan negara?
BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Agama
Kata Agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Dalam bahasa Arab agama berasal dari kata Ad-din, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, dan kebiasaan. Nasution (1986) menyatakan bahwa agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari salah satu kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Menurut Ishomuddin (2002:29), agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berfikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut “agama” (religious). Agama merupakan salah satu prinsip yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Dalam Kamus Sosiologi, pengertian agama ada 3 macam, yaitu: (1) kepercayaan pada hal-hal yang spiritual; (2) perangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3) ideology mengenai hal-hal yang bersifat supranatural. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa agama merupakan satu prinsip yang dimiliki manusia yang berisi norma-norma, aturan, dan petunjuk hidup serta berkaitan dengan hal-hal spiritual. Atau peraturan tentang cara hidup baik lahir maupun batin dan sistem kepercayaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut. 2. Fungsi Agama dalam Masyarakat Agama merupakan salah satu prinsip yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Menurut Ishomuddin (2002:54), dalam praktiknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain sebagai berikut.
2
a) Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing. b) Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya melalui: pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan kepada Tuhan. c) Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Tuhan. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup. d) Fungsi Kontrol Sosial. Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntutan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok karena: pertama, agama secara instansi menrupakan norma bagi pengikutnya, kedua, agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis (wahyu, kenabian). e) Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar "Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang memukau. f) Fungsi Transformatif. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. g) Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain. h) Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-
3
norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah ibadah. Secara lebih jauh bahwa fungsi agama di masyarakat dapat dilihat dari fungsinya terutama sebagai suatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik antara anggota masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial, maka yang menunjukan bahwa nilai-nilai keagamaan tesebut tidak mudah diubah, karena adanya perubahan dalam konsepsi-kosepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.
3. Pendidikan Agama sejak Sekolah Dasar hingga Lanjutan Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan sematamata kepada anak didik, tetapi harus juga diperhiatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, serta juga harus sesuai dengan dasar dan tujuan negara. pendidikan agama, harus dilakukan oleh orang membiasakannya pada tingkahlaku dan akhlak yang diajarkan oleh agama. Pada masa ini anak belum mengerti tentang akhlak-akhlak yang baik, seperti kejujuran dan keadilan (terlalu abstrak), Untuk merealisasikannya, orang yang relevan dengan hal tersebut, agar anak dapat meniru dengan baik. Pendidikan agama di sekolah bertujuan untuk membina dan menyempumakan pertumbuhan dan kepribadian anak didik. Pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek penting sebagai berikut. a) Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa). Tugas guru dalam hal ini adalah: Menyadarkan anak didik tentang adanya Tuhan dan membiasakan anak didik untuk melakukan perintah-perintah Tuhan serta meninggalkan larangan-larangannya.
4
Melatih anak didik untuk melakukan ibadah dengan praktek-praktek agama,
sehingga membawa dekatnya jiwa anak kepada Tuhan. Membiasakan anak didik untuk mengatur sopan-santun dan tingkah-laku yang sesuai dengan ajaran akhlak. Sifat ini harus ditanamkan melalui praktek dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: kasih egara egara kawan,
tabah, benar, adil, dan lain-lain. b) Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran). Isi dari ajaran agama harus diketahui betul-betul, agar kepercayaan kepada Tuhan menjadi sempurna. Maka tugas dari guru agama adalah menunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukan, dan apa yang dianjurkan meninggalkan sesuai dengan ajaran agama. Dasar hukum penyelenggaraan pendidikan agama di Indonesia dijelaskan dalam buku Kapita Selecta Pendidikan oleh Arifin (1981:70), dibuat penetapan bersama antara Menteri PPK dan Menteri Agama tanggal 2-12-1946 No. 1142/ Bha yang menetapkan tentang adanya pembelajaran agama di sekolah-sekolah rendah negeri dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1947. Penetapan bersama itulah yang menjadi landasan hukum pertama dalam penyelenggaraan pelajaran agama pada sekolah-sekolah negeri. Peraturan perundangan yang turut menjadi landasan ialah UU No. 12 th 54 jo. UU No. 4 th. 1950 ps 20 yang berbunyi: 1) Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran-pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya mengikuti pelajaran tersebut. 2) Cara menyelenggarakan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan Menteri PPK bersama Menteri Agama. Menurut Wahab (2003), Pendidikan agama perlu sekali ditegakkan melalui RUUSPN pasal 13 ayat 1a, paling tidak ada beberapa alasan. Pertama, pendidikan agama secara konseptual merupakan konsekuensi logis dari filosofi pendidikan yang dipilih dan wujud individu yang dicita-citakan. Dalam melakukan inovasi pendidikan, Arthur K. Ellis dan Jeffrey T. Fouts (1993) menegaskan bahwa ketiga riset (Riset #1, #2, dan #3) harus menunjukkan konsistensi. Yang dimaksud ketiga riset tersebut, yaitu di antaranya: Riset #1 merupakan riset murni yang diorientasikan untuk merumuskan individu yang dicita-citakan, Riset #2
5
merupakan riset terapan yang diorientasikan untuk menghasilkan sistem pendidikan, dan Riset #3 menunjukkan.riset terapan yang diorientasikan untuk menghasilkan operasional pendidikan. Kedua, pendidikan agama secara legal formal, merupakan tuntutan dalam merealisasikan UUD 1945 pasal 31, ayat 3. yang berbunyi bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa…” Ketiga, pendidikan agama secara HAM, menekankan bahwa untuk setiap anak didik dijamin keberlangsungan kehidupan agamanya oleh beberapa Konvensi Internasional (lihat lampiran), sehingga tak ada alasan sedikitpun bagi setiap anak didik untuk dibebaskan dari pendidikan agama. Keempat pendidikan agama wajib diberikan oleh guru yang seagama, karena kehidupan beragama tidaklah mungkin dapat dibentuk hanya melalui transfer pengetahuan agama saja, melainkan sangat dibutuhkan transfer nilai dan transformasi perilaku beragama. Kelima, pendidikan agama di sekolah memberikan jaminan terjadinya transformasi nilai-nilai agama secara kontinyu dalam perjalanan kehidupan beragama bagi setiap individu. Menurut Adhi (2014), manfaat utama yang dirasakan dari adanya pendidikan agama adalah terciptanya manusia yang memiliki landasan rohani yang kuat sesuai dengan agama yang dianutnya. Dengan landasan ini manusia akan senantiasa memiliki batasan dalam berbuat, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Manfaat lain dari pendidikan agama adalah terciptanya manusia-manusia-manusia yang baik, karena dalam agama senantiasa diajarkan nilai-nilai kebaikan yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia yang baik merupakan landasan yang sangat penting untuk teriptanya suatu masyarakat serta negara yang adil dan makmur. Karena apabila manusia hanya memiliki kepintaran tanpa dibarengi dengan akhlak yang baik , maka dia akan menghalalkan segala cara untuk mencapai yang dia inginkan. 4. Hubungan Agama dan Negara Konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing masing keyakinan manusia sangat mempengaruhi
6
konsep hubungan agama dan negara dalam kehidupan manusia berikut di uraikan beberapa perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran atau paham antara lain sebagai berikut.
a) Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi. Dalam paham teokrasi hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan, negara menyatu dengan agama karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman- firman Tuhan segala tata kehidupan masyarakat bangasa dan negara dilakukan atas titah Tuhan dengan demikian urusan kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi juga diyakinkan sebagai manifestasi Tuhan. b) Hubungan agama dan negara menurut paham sekuler Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara dalam negara sekuler tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini agama adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain atau urusan dunia, sedangkan urusan agama adalah hubungan manusia dengan tuhan dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat dipersatukan meskipun memisahkan antara agama dan negara. Menurut Azhary (2007:20), negara sekuler adalah negara yang tidak memberikan peran pada agama dalam kehidupan negara. Agama telah diasingkan dari kehidupan negara dan berbagai sektornya. Ciri negara sekuler yang paling menonjol ialah hapusnya pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. c) Hubungan agama dan negara menurut paham komunisme Paham komunisme ini memendang hakekat hubungan agama dan negara berdasarkan filosofi dialektis dan materialisme histories paham ini menimbulkan paham Atheis (tak bertuhan) yang dipelopori Karl marx menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya agama dalam hal ini dianggap suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
7
d) Hubungan agama dan negara menurut islam Tentang hubungan agama dan negara dalam islam adalah agama yang paripurna yang mencakup segalagalanya termasuk masalah negara oleh karena itu agama tidak dapat dipisahkan dari negara dan urusan negara adalah urusan agama serta sebaliknya aliran kedua mengatakan bahwa islam tidak ada hubungannya dengan negara karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan menurut aliran ini Nabi Muhammad tidak mempunyai misi untuk mendirikan negara. e) Relasi Negara dan Agama Menurut Konstitusi Indonesia Persoalan relasi antara negara dan agama juga ada di dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Relasi negara dan agama di Indonesia selalu mengalami pasang surut karena relasi antar keduanya tidak berdiri sendiri melainkan dipengaruhi oleh persoalan-persoalan lain seperti politik, ekonomi, dan budaya. Pembahasan mengenai relasi negara dan agama yang akan berlaku di Indonesia sudah dimulai oleh para pendiri bangsa. Pendiri negara Indonesia menentukan pilihan yang khas dan inovatif tentang bentuk negara dalam hubungannya dengan agama. Pancasila sila pertama, ”Ketuhanan yang Maha Esa”, dinilai sebagai paradigma relasi negara dan agama yang ada di Indonesia. Selain itu, melalui pembahasan yang sangat serius disertai dengan komitmen moral yang sangat tinggi sampailah pada suatu pilihan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Menurut Nurcholis dalam buku Azhary (2007:51), memang antara agama dan negara tidak dapat dipisahkan, yaitu melalui indiidu warga negara terdapat pertalian tak terpisahkan antara motivasi atau sikap batin bernegara dan kegiatan atau sikap setiap lahir bernegara. Namun, antara keduanya tetap harus dibedakan dalam dimensi dan cara pendekatannya. Karena suatu negara tidak mungkin menempuh dimensi spiritual guna mengurus dan mengawasi sikap batin warga negara, maka tak mungkin pula memberikan predikat keagamaan dan negara tersebut.
8
5. Pengaruh Agama dalam Ketahanan Negara Dilihat dari fungsi agama dalam masyarakat yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, bahwa agama juga berfungsi sebagai alat pemersatu. Menurut Ishomuddin (2002:85), agama dapat membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh. Di sisi lain, suatu agama dapat menajdi negatif apabila interpretasi terhadapnya bersinggungan dengan doktrin ajaran agama lainnya atau sistem nilai lainnya, terutama dalam masyarakat pluralistik. Pengaruh agama yang dapat memecah ketahanan negara adalah apabila adanya radikalisme agama tertentu. Secara arti kata radikal berarti ekstrim atau fanatik. Sebagian kelompok gerakan radikal keagamaan hanya terbatas pada pemikiran dan ideologi, karena itu pengertian gerakan radikalisme keagamaan tidak selalu ditandai dengan anarkisme/terorisme. Keberadaan radikalisme berkembang secara trans nasional dan trans religion di berbagai negara dan dialami semua negara. Radikalisme ini dapat mengganti ideologi negara yang mapan dengan ideologi kelompok tersebut, tanpa mempertimbangkan kepentingan ideologi kelompok lain. Selain itu, dampak dari radikalisme ini dapat membawa instabilitas/keresahan sosial. Hal-hal tersebut yang dapat membuat ketahanan negara berkurang dan dapat memicu konflik (Abdurrahman, 2013).
9
BAB III KESIMPULAN Agama merupakan satu prinsip yang dimiliki manusia yang berisi normanorma, aturan, dan petunjuk hidup serta berkaitan dengan hal-hal spiritual. Atau peraturan tentang cara hidup baik lahir maupun batin dan sistem kepercayaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut. Dalam masyarakat, agama memiliki fungsi edukatif, penyelamat, sebagai perdamaian, kontrol sosial, pemupuk rasa solidaritas, transformmatif, kreatif, dan sublimatif. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial, maka yang menunjukan bahwa nilainilai keagamaan tesebut tidak mudah diubah. Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan sematamata kepada anak didik, tetapi harus juga diperhiatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Pendidikan agama di sekolah bertujuan untuk membina dan menyempumakan pertumbuhan dan kepribadian anak didik. Kemudian, ada relasi antara agama dengan negara yang tergantung dari paradigma atau aliran yang dipegang, tetapi memang antara agama dan negara tidak dapat dipisahkan, yaitu melalui indiidu warga negara terdapat pertalian tak terpisahkan antara motivasi atau sikap batin bernegara dan kegiatan atau sikap setiap lahir bernegara. Namun, antara keduanya tetap harus dibedakan dalam dimensi dan cara pendekatannya. Karena suatu negara tidak mungkin menempuh dimensi spiritual guna mengurus dan mengawasi sikap batin warga negara, maka tak mungkin pula memberikan predikat keagamaan dan negara tersebut. Agama berpotensi untuk membentuk kesatuan dan rasa solidaritas yang tinggi dalam bernegara, dalam agama juga mengajarkan bagaimana bertoleransi ke sesama manusia tanpa membedakan suku, bangsa, ras, dan lain-lain. Akan tetapi, agama yang diwarnai degan radikalisme dapat memicu permasalahan dalam ketahanan negara, radikal ini berpotensi memicu konflik dan pertentangan dalam negara.
10
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman. 2013. Pengaruh Radikalisme Agama Terhadap Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (online) (www.elhooda.net/2013/12/pengaruh-radikalisme-agama-terhadap-bangsadan-negara-kesatuan-republik-indonesia-nkri) diakses tanggal 11 Maret 2015 Adhi. 2014. Pengertian dan Manfaat Pendidikan Agama, (online) (dbagus.com/pengertian-dan-manfaat-pendidikan-agama) diakses tanggal 9 Maret 2015 Adiyati, Nurvika. 2011. Hubungan Agama dengan Negara, (online) (http://emiktaohben.blogspot.com/2011/03/hubungan-agama-dengan-negara.html) diakses tanggal 26 Februari 2015 Arifin. 1981. Kapita Selecta Pendidikan (Umum dan Agama). Toha Putra: Semarang Azhary, Muhammad Tahir. 2007. Negara Hukum. Kencana: Jakarta Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologi Agama. Ghalia Indonesia: Jakarta Putri, Nadilla Ika. 2013. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional pada Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, (online) (http://nadillaikaputri.wordpress.com/2013/04/28/pengaruh-aspekketahanan-nasional-pada-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara/) diakses pada tanggal 10 Maret 2015 Wahab, Rochmad. 2003. Pendidikan Agama dalam RUU SISDIKNAS, (online), (staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat%20Wahab %20M.Pd.,MA.%Dr.%20,%20Prof.%20/POSISI%20PENDIDIKAN %20AGAMA%20DALAM%20RUU%20SISDIKNAS-IAIN %20SBY.pdf) diakses tanggal 28 Februari 2015
11