1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA sering merasa frustasi terhadap penyakitnya karena berlangsung cukup lama dan seringkali kambuh secara berkala. Penderita DA memperlihatkan kecenderungan kulit yang kering dan mudah teriritasi. Banyaknya faktor penyebab dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit yang tepat pada penderita DA, menyebabkan tingginya kekambuhan yang berulang pada penderita DA. Dermatitis atopik merupakan suatu keadaan peradangan kulit kronis residif, ditandai dengan rasa gatal yang sangat mengganggu dan paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak (Leung dkk., 2012). Sejak tahun 1960, prevalensi DA terus mengalami peningkatan hingga mencapai lebih dari tiga kali lipat. Penelitian saat ini menggambarkan DA termasuk dalam salah satu masalah kesehatan utama di dunia dengan prevalensi pada anak di Amerika Serikat, Jepang, Eropa, Australia dan negara industri lain mencapai 10% sampai 20%, sedangkan pada dewasa 1% sampai 3%. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia Tengah prevalensi DA jauh lebih rendah (Leung dkk., 2012). Prevalensi DA di Asia Tenggara pada orang dewasa didapatkan sebesar 20% (Chan dkk, 2006).
2
Dermatitis atopik merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya interaksi yang kompleks antara kerentanan genetik yang mengakibatkan kerusakan sawar kulit dan peningkatan respon imun terhadap alergen dan antigen mikroba yang ditandai dengan peningkatan kadar Imunoglobulin E (IgE) dalam serum (Novak dkk., 2011; Leung dkk., 2012). Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa berbagai macam gejala DA yang timbul terutama diakibatkan karena terganggunya fungsi sawar kulit (Park dkk., 2001). Salah satu fungsi epidermis adalah sebagai sawar kulit. Gejala utama DA ialah gatal dengan kulit yang kering, bersisik dan akibat garukan, dapat timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, krusta dengan distribusi yang khas sesuai fasenya. Pada bayi lesi sering terdapat pada wajah dan ekstensor, pada anak-anak dan dewasa lesi pada fleksura dengan likenifikasi (Leung dkk., 2012). Diagnosis DA dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik sesuai kriteria mayor dan minor yang disusun oleh Hanifin dan Rajka pada tahun 1980 (Leung dkk., 2012). Kekeringan pada kulit penderita DA, menunjukkan adanya peningkatan potensial hydrogen (pH) permukaan kulit menjadi lebih alkali dan hal ini dapat mempengaruhi flora bakteri pada kulit. Acid mantle adalah lapisan film yang bersifat asam di permukaan kulit yang berfungsi melindungi kulit. Definisi nilai keasaman (pH) kulit adalah nilai keasamaan dari lapisan pada permukaan yang terdiri dari asam lemak dari sebum yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea, lemak epidermal dan komponen yang disekresikan bersama keringat (Harry, 1975; Strauss, 1991). Nilai keasaman permukaan kulit normal antara 4 sampai 6,5 pada
3
orang sehat, meskipun bervariasi antara satu kulit dengan kulit yang lain (Rieger, 1989). Schade dan Marchionini (1928), menyatakan bahwa pH permukaan kulit berkisar dari 3,0 sampai 5,0 dan menyebutnya sebagai acid mantle yang berperan dalam perlindungan terhadap infeksi bakteri atau jamur. Peneliti lain mendapatkan nilai pH kulit berkisar antara 5,4 sampai 5,9 dengan rerata 5,5, namun ada pula yang berpendapat bahwa rerata pH permukaan kulit antara 6,4 dan 6,5 (BraunFalco dan Korting, 1991). Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa berbagai jenis inflamasi kulit atau trauma tertentu (tape stripping) dapat menyebabkan peningkatan pH permukaan kulit. Pada DA didapatkan pH kulit lebih tinggi (lebih alkali) dan nilai pH meningkat sesuai dengan meningkatnya kekeringan kulit (Schafer dkk, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Eberlein-Konig dkk., mendapatkan bahwa nilai pH permukaan kulit yang diukur pada lengan penderita DA bagian volar secara signifikan lebih tinggi yaitu sebesar 5,54 dibandingkan pada orang yang bukan DA yaitu sebesar 4,86 (Eberlein-Konig dkk. 2000). Penelitian yang sama juga didapatkan bahwa pH permukaan kulit pada lesi maupun kulit tanpa lesi pada penderita DA secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada individu bukan DA (Knor Tanja dkk. 2011). Penelitian lain mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan peningkatan pH permukaan kulit pada lesi penderita DA dibandingkan individu bukan DA (Choi dkk, 2003). Pada dua kelompok peneliti yaitu Hon dkk., dan Gupta dkk., didapatkan hubungan antara TEWL dan Scoring for Atopic Dermatitis (SCORAD) pada anak-anak yang menunjukkan adanya hubungan antara defek pada sawar kulit
4
yang ditunjukkan dengan peningkatan TEWL dengan keparahan penyakit (Aoki, 2010). Untuk mengetahui derajat keparahan penyakit, terdapat indeks SCORAD. Sistem ini merupakan nilai kombinasi antara luasnya penyakit dengan menggunakan rule of nine, intensitas penyakit kulit dengan ciri eritema, edema, krusta, ekskoriasi, likenifikasi dan kulit kering, dimana kulit kering dievaluasi pada kulit yang tidak meradang serta keluhan subjektif penderita yaitu rasa gatal dan gangguan tidur. Skor yang tinggi menunjukkan penyakit yang lebih parah (Bender dkk., 2008). Berdasarkan latar belakang terdapat perbedaan hasil dari beberapa peniltian dan belum adanya data tentang nilai keasamaan pH kulit berdasarkan derajat keparahan DA baik pada penderita DA anak-anak maupun penderita DA dewasa di Denpasar, maka penelitian ini dilakukan untuk melihat korelasi antara nilai keasaman (pH) permukaan kulit dengan derajat keparahan lesi penderita DA di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan rerata nilai pH permukaan kulit pada berbagai kelompok derajat keparahan DA? 2. Apakah nilai pH permukaan kulit berkorelasi positif dengan derajat keparahan DA?
5
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui adanya hubungan antara pH permukaan kulit dengan derajat keparahan pada penderita DA. 1.3.2 Tujuan khusus 1.
Untuk mengetahui rerata nilai pH permukaan kulit pada berbagai derajat keparahan DA.
2.
Untuk mengetahui nilai pH permukaan kulit berkorelasi positif dengan derajat keparahan penderita DA di rumah sakit Sanglah, Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis 1. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan antara nilai pH permukaan kulit dengan derajat keparahan DA 2. Mengetahui peran pH sebagai sawar kulit dalam etiopatogenesis DA 3. Menambah data tentang nilai pH permukaan kulit pada penderita DA khususnya di Denpasar 4. Data ini dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian lebih lanjut. 1.4.1 Manfaat praktis 1. Data ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pemilihan terapi secara holistik pada penderita DA, selain terapi utama untuk mengatasi inflamasi pada DA dapat digunakan bahan pelembab untuk memperbaiki fungsi sawar kulit.