1
BAB I PENDAHULUAN
A. Permasalahan Orang Kristen memiliki tugas dan panggilan pelayanan dalam hidupnya di dunia. Tugas dan panggilan pelayanannya yaitu untuk memberitakan Firman Allah kepada dunia ini. Firman Allah yang telah mereka yakini, menjadi nilai-nilai kristiani yang sangat berharga dalam hidup komunitas mereka. Nilai-nilai kristiani ini bahkan menjadi rambu-rambu dalam perilaku hidup sehari-hari mereka. Sebagai bagian dari masyarakat, orang-orang Kristen pun akan hidup bersama dengan anggota masyarakat lainnya. Dalam hidup bermasyarakat, perilaku hidup sehari-hari orang Kristen, akan didengar, dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Demikianlah tugas dan panggilan orang Kristen ini akan dinyatakan dalam keadaan berperilaku hidup sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai kristiani. Tugas dan panggilan orang Kristen di dunia dapat juga diartikan sebagai misi Kristen.
Hidup bermasyarakat adalah hidup dengan pola hubungan interaktif antara individu satu dengan individu lainnya. Aksi dan reaksi akan terjadi dalam pola hubungan seperti ini. Demikian juga halnya orang Kristen dalam hidup bermasyarakat. Mereka akan mendapatkan reaksi saat melakukan aksi. Mereka akan mendapatkan reaksi dari orang lain ketika mereka berperilaku. Dalam keadaan seperti ini maka terjadi suatu proses komunikasi, yaitu komunikasi antara mereka yang beraksi dan bereaksi. Berangkat dari pemahaman di atas maka misi kemudian dapat juga dikatakan sebagai tindakan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai kristiani yang ada dalam diri komunitas Kristen ke tengah-tengah masyarakat. Salah satu perilaku yang menampakan nilai-nilai berharga suatu komunitas adalah melalui tradisi yang hidup dalam komunitas tersebut.
Salah satu definisi tradisi secara umum adalah sesuatu yang diwariskan, atau penerusan normanorma, adat istiadat dan kaidah-kaidah atau harta-harta.1 Ini berarti tradisi adalah suatu tindakan yang berulang-ulang kali dilakukan atau dengan kata lain telah menjadi sebuah kebiasaan, karena sifatnya terus menerus dan diwariskan. Tradisi Kristen adalah sesuatu yang berulangkali dilakukan
1
Prof. Dr. C.A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1988, p. 5.
2
oleh komunitas Kristen atau dengan kata lain sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh komunitas Kristen. Tradisi sendiri adalah suatu fenomena kebudayaan, karena tradisi adalah praktek kebudayaan dari suatu komunitas. Praktek kebudayaan memperlihatkan makna nilai-nilai suatu kebudayaan, di mana nilai-nilai kebudayaan merupakan tujuan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasariahnya.2 Demikian juga dengan tradisi suatu komunitas Kristen, yang pasti memiliki kandungan nilai dan memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar komunitas tersebut.
Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah adalah komunitas jemaat Kristen yang hadir di daerah Kampung Sawah. Tepatnya di desa Jatimelati, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Secara teritorial GKP Kampung Sawah terletak di Propinsi Jawa Barat dan berbatasan dengan daerah Jakarta Timur. Berdasarkan letak daerah teritorial inilah maka GKP Kampung Sawah dipengaruhi oleh dua kebudayaan, yaitu: kebudayaan daerah Jawa Barat (Sunda) dan Jakarta (Betawi). Penduduk asli Kampung Sawah adalah orang-orang yang berbahasa Betawi dengan beraneka ragam tradisi Betawi yang mewarnai kehidupan masyarakatnya. Tradisi Sunda pun hadir di Jemaat GKP Kampung Sawah. Alasan lainnya yaitu karena Kampung Sawah termasuk dalam wilayah Kerajaan Sunda Pajajaran, pada zaman kerajan dahulu.3 Ini akan kita temukan jika kita menelusuri sejarah kehidupan kota Jakarta.
Kehidupan sebuah komunitas pasti akan dipengaruhi oleh kebudayaan setempat yang tumbuh di sekitar mereka. Demikan juga halnya dengan Jemaat GKP Kampung Sawah. Kemunculan dan keberadaan tradisi-tradisi jemaat, dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat setempat. Salah satu tradisi yang hadir di Jemaat GKP Kampung Sawa adalah Tradisi Marga.4 Tradisi ini biasa disebut oleh jemaatnya sebagai Tradisi Marga. Tradisi Marga adalah tradisi yang hadir dalam pola hubungan kekerabatan keluarga Jemaat GKP Kampung Sawah. Di Jemaat GKP Kampung Sawah, Tradisi Marga diberlakukan dengan cara membubuhkan nama leluhur laki-laki pada setiap nama belakang seseorang, yang adalah keturunan dari leluhur tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pengertian marga secara umum, yaitu suatu kelompok kekerabatan yang berdasarkan atas keturunan melalui garis keturunan pihak laki-laki atau perempuan yang bersumber pada seorang leluhur.5 2
Bernard T. Adeney, Etika Sosial Lintas Budaya, Yogyakarta: Pustaka Teologi dan Gandum Mas, 2000, p. 159-162. Willard A. Hanna, Hikayat Betawi, Jakarta: Yayasan Obor Indondesia, 1988, p. 6. 4 Istilah teknis yang penulis gunakan untuk menunjuk pada tradisi yang membubuhkan nama leluhur pada nama belakang seseorang, di GKP Kampung Sawah. 5 Drs. A. Widjaja, Manusia Indonesia: Individu Keluarga dan Masyarakat, Jakarta: Akademika Pressindo, 1986, p. 102. 3
3
Demikianlah pola hubungan kekerabatan ini ditandai dengan hadirnya nama-nama marga dalam jemaat. Hingga saat ini tercatat ada lebih dari 30 marga di Jemaat GKP Kampung Sawah.
Menurut penulis, Tradisi Marga memiliki beberapa hal yang menarik. Tradisi marga dalam tubuh Jemaat GKP Kampung Sawah dan tidak hadir dalam tubuh masyarakat Kampung Sawah. Demikianlah Tradisi Marga menjadi suatu ciri khas dan identik dengan keberadaan suatu Jemaat Kristen asal Kampung Sawah. Situasi menarik pun muncul karena pada umumnya Tradisi Marga adalah tradisi kebudayaan suatu daerah dan bukan tradisi jemaat di suatu gereja. Dalam Tradisi Marga, hal yang lebih menarik adalah bahwa tradisi ini tidak hadir dalam satu jemaat Kristen yang mayoritas anggotanya adalah orang-orang berbudaya Betawi.6 Hal ini terlihat dari penggunaan bahasa Betawi sebagai bahasa pengantar sehari-hari, rumah-rumah dengan arsitektur Betawi yang masih penulis temukan hingga tahun 90-an dan tradisi Betawi lainnya yang dapat ditemukan di Kampung Sawah. Padahal, budaya Betawi bukanlah kebudayaan daerah yang di dalamnya mengenal Tradisi Marga.
Sebagai sebuah tradisi Kristen, Tradisi Marga memiliki nilai-nilai kekristenan. Nilai-nilai kristiani ini akan nampak dalam perilaku mereka saat melakukan tradisi ini. Salah satu contohnya yaitu bagaimana mereka saling menjaga dan membantu dalam mengatasi kesulitan hidup yang dialami keluarga besar marga yang mereka miliki. Saat menggunakan Tradisi Marga dan menampakkan nilai-nilai kristiani inilah maka jemaat sedang melakukan misi Kristen. Karena pada saat itu jugalah perilaku mereka akan didengar, dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Berdasarkan hal inilah maka penulis ingin melihat kaitan antara Tradisi Marga dan misi di GKP Kampung Sawah. Hal ini membuat penulis tertarik untuk mengkaji keberadaan Tradisi Marga di GKP Kampung Sawah.
Saat mendengar bahwa seseroang berasal dari GKP Kampung Sawah, biasanya orang akan langsung teringat dengan keberadaan tradisi marga. Mereka akan langsung menanyakan tentang marga apakah yang dimiliki oleh orang tersebut. Tradisi Marga kemudian menjadi identik dengan jemaat GKP Kampung Sawah. Demikianlah salah satu cara mengenal orang Batak adalah dengan melihat nama marga yang ada dalam namanya. Jadi marga dapat dikatakan sebagai salah satu 6
Ada pemahaman yang mengatakan bahwa Islam adalah agama Betawi. Karena itu mereka yang beragama di luar Islam tidak dapat disebut sebagai Betawi Asli. Dalam skripsi ini, penulis menganggap Jemaat pribumi GKP Kampung Sawah adalah suku Betawi karena mereka berkebudyaan Betawi.
4
identitas diri jemaat GKP Kampung Sawah. Pemikiran ini berangkat dari pemahaman penulis bahwa identitas adalah ciri khas atau keadaan khusus seseorang, sehingga ia akan dikenal sebagai siapa dan apa melalui kekhususannya tersebut.
Selain sebagai identitas, marga juga dapat membantu menampilkan keadaan diri seseorang. Setiap orang memiliki konsep diri masing-masing yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya. Konsep diri adalah apa yang seseorang pikirkan tentang dirinya. Hal ini akan nampak melalui perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga halnya dengan Tradisi Marga dalam kehidupan Jemaat GKP Kampung Sawah. Tradisi Marga dalam kenyataannya adalah hal yang khusus yang dimiliki oleh jemaat GKP Kampung Sawah, yang kemudian dapat juga dikatakan sebagai kekhasan atau identitas mereka. Demikianlah mereka yang mendengar nama marga jemaat GKP Kampung Sawah, mereka akan langsung teringat dengan kehadiran jemaat Kristen GKP Kampung Sawah yang memiliki tradisi marga. Dalam keadaan inilah, marga menjadi salah satu simbol bagi keberadaan jemaat GKP Kampung Sawah. Tradisi Marga juga akan berpengaruh dalam kehidupan mereka sebagai jemaat Kristen. Dalam berperilaku, mereka akan menampakkan diri sebagai jemaat Kristen karena hidup mereka dipengaruhi oleh nilai-nilai kristiani. Demikian juga halnya saat mereka menggunakan Tradisi Marga.
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk memahami Tradisi Marga dalam kehidupan jemaat Kristen GKP Kampung Sawah. Penulis tertarik untuk memahami Tradisi Marga sebagai identitas kelompok jemaat GKP Kampung Sawah, di mana di dalamnya ada konsepsi diri jemaat. Karena seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya bahwa, salah satu perilaku yang menampakkan nilai-nilai berharga suatu komunitas adalah tradisi yang dimiliki komunitas tersebut. Sedangkan misi gereja adalah bagaimana tindakan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai kristiani yang ada dalam suatu komunitas Kristen ke tengah-tengah masyarakat. Dengan adanya kaitan antara Tradisi Marga dengan misi Kristen, maka penulis tertarik juga untuk menemukan fungsi Tradisi Marga bagi misi di Jemaat GKP Kampung Sawah.
5
B. Alasan Pemilihan Judul
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka skripsi ini diberi judul : TRADISI MARGA DI JEMAAT GKP KAMPUNG SAWAH: USAHA MEMAHAMI TRADISI MARGA SEBAGAI IDENTITAS KELOMPOK DAN FUNGSINYA SEBAGAI SARANA MISI
Adapun beberapa alasan yang penulis ingin ungkapkan tentang judul yang diajukan sebagai berikut : Pertama, pembahasan ini bersifat aktual karena Tradisi Marga masih terus digunakan hingga saat ini. Kedua, pembahasan ini tergolong baru karena belum ada penulisan skripsi atau buku yang membahas tentang hal ini secara khusus. Ketiga, pembahasan ini bermanfaat bagi penulis dan Jemaat GKP Kampung Sawah dalam memahami tradisi marga yang mereka miliki dan menemukan fungsinya dalam melakukan misi Kristen. Pembahasan ini juga bermanfaat karena berusaha membantu jemaat untuk memaknai kembali Tradisi Marga yang sudah menjadi sangat biasa bagi jemaat GKP Kampung Sawah. Manfaat lainnya ialah membantu jemaat mempergunakan potensipotensi yang mereka miliki demi menemukan misi yang tepat dan kontekstual.
C. Tujuan Penulisan
Fokus pembahasan skripsi ini bertujuan untuk memahami Tradisi Marga dalam kelompok Jemaat GKP Kampung Sawah dan peranan Tradisi Marga bagi misi jemaat. Pemahaman ini diharapkan membantu jemaat GKP Kampung Sawah menemukan bentuk misi gereja yang tepat dan kontekstual. Asumsi ini berangkat dari adanya anggapan bahwa setiap jemaat memiliki kekhususan diri yang dapat menjadi potensi diri mereka. Belum lagi potensi lain yang ada di luar diri mereka. Jemaat juga diharapkan dapat memahami pentingnya memanfaatkan hal yang sudah dimiliki dengan baik. Selain itu juga, misi yang kontekstual berawal dari adanya kesadaran jemaat untuk memperhatikan situasi dan kondisi daerah di mana mereka berada.
Lebih jauh lagi melalui pembahasan ini, jemaat GKP Kampung Sawah diharapkan dapat menyegarkan kembali pemahaman mereka tentang Tradisi Marga itu sendiri. Hal ini akan membantu jemaat untuk terus memaknai dengan baik tradisi yang sudah berumur tua tersebut.
6
Selain itu, hal ini juga akan membantu jemaat untuk melihat kembali penghayatan mereka akan nilai-nilai kristiani yang mereka anut. Keadaan seperti ini akan menumbuhkan kembali semangat mereka untuk melakukan tindakan misioner.
D. Metode Penelitian dan Metode Pembahasan
1) Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan penulis gunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian budaya dengan latar belakang Kristiani dan sedikit penelitian sosial. Penulis melakukan hal ini dengan menyadari bahwa Tradisi Marga adalah sebuah praktek kebudayaan dalam komunitas Kristen yang berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat disekitarnya. Biasanya, penelitian kebudayaan merupakan refleksi fenomena.7 Hal ini dimulai setelah peneliti mengetahui suatu fenomena telah terjadi, lalu peneliti ingin memahami lebih lanjut mengapa itu terjadi dan apa manfaat yang dapat diambil dari fenomena tersebut.
Penelitian budaya sendiri memiliki paradigma penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang cenderung mengandalkan kekuatan indra peneliti untuk merefleksikan fenomena budaya.8 Dengan demikian peneliti harus benar-benar mengerti fenomena budaya yang terjadi, agar dapat merefleksikannya. Penelitian kualitatif juga dapat menghadirkan data-data verbal yang dapat mewakili fenomena budaya, hal ini mengingat data yang ada di lapangan biasanya sangat banyak dan relatif tidak terstruktur. Demikianlah penelitian kualitatif dapat lebih memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritisi dan mengklasifikasikan dengan lebih baik lagi.
Metode telaah budaya atau strategi pendekatan yang akan penulis gunakan adalah etnografi. Etnografi adalah penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan apa adanya. Penulis juga memilih metode ini karena topik yang akan penulis bahas adalah mengenai deskripsi nilai dan kepercayaan suatu kelompok budaya. Dalam perangkat strategi pendekatan etnografi pertanyaan-pertanyaan yang muncul biasanya sekitar nilai dan kepercayaan suatu komunitas.
7
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003, p. 2.
7
a) Metode Pengumpulan Data
i) Metode Penelitian Literarur Penulis akan mendapatkan data-data melalui sumber-sumber sekunder yaitu melalui tulisantulisan, baik itu buku, jurnal, internet, majalah ataupun diktat-diktat yang dapat menjadi referensi pendukung.
ii) Metode Penelitian Lapangan Penulis akan mendapatkan data-data yang ada di lapangan dengan cara :
1) Wawancara Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam. Dalam hal ini wawancara akan dilakukan dengan santai dan informal. Selain itu wawancara pun dilakukan secara tidak terstruktur, hal ini dapat membuat peneliti dan informan lebih leluasa untuk mengungkapakan budaya yang mereka lakukan.
2) Observasi Partisipatif Dalam hal ini penulis akan melakukan pengamatan berperan serta, di mana penulis memiliki andil dalam tradisi ini, baik dalam pengamatan maupun dalam melaksanakan tradisi ini.9 Akan hal ini penulis berharap dapat memasuki fenomena yang ada secara lebih mendalam.
b) Metode Penafsiran Data
Metode penafsiran data dilakukan dalam beberapa tahap. Pada tahap pertama penulis akan mengumpulkan data-data. Pada tahap kedua akan dilakukan pengaturan data satu persatu, sehingga menjadi suatu gambaran yang berarti. Dalam tahap ini penulis tidak hanya menggambarkan data saja, melainkan juga menjelaskan dan menafsirkannya. Hal ini akan menunjukkan kategori-kategori data yang terpenting dan bagaimana kategori-kategori tersebut saling dihubungkan. Penafsiran data dilakukan secara periodik, artinya data akan ditafsirkan 8
sda. p.15
8
sesegera mungkin setelah data diperoleh. Tahap ini dilakukan agar tidak menumpuk dan peneliti dapat berpikir bolak-balik terhadap data sebelum dan sesudahnya. Metode menafsir yang akan digunakan adalah model of10. Model of artinya melihat fenomena yang ada, kemudian menafsirkannya dan memahaminya. Karena itulah lebih ke arah induktif analisis. Penalaran dilakukan dari hal-hal yang sifatnya khusus sampai dengan kesimpulan umum, bukan mencocokkan dengan teori-teori awal. Kesimpulan didasarkan pada data-data yang ada di lapangan, kemudian ditarik ke pembentukan konsepsi. Hal ini dapat membantu peneliti untuk mengetahui informasi tentang kemungkinan Tradisi Marga yang digunakan sebagai wahana dalam misi GKP Kampung Sawah, yang tergolong informasi baru.
Penafsiran ini penting untuk membantu kita lebih mengerti ideologi apa yang ada dibalik fenomena tersebut. Suatu fenomena yang kita tangkap tanpa melalui proses penafsiran biasanya dapat disalahartikan, karena diterima secara mentah tanpa berusaha menyingkap ideologi apa yang ada dibalik tradisi tersebut. Suatu ideologi dapat disingkap oleh proses penafsiran saat kita dapat melihat nilai yang ada dibalik ritual tersebut. Nilai inilah yang menjadi penghubung antara keduanya dan tanpa adanya nilai tersebut kita tidak akan menemukan ideologi yang ada.
2) Metode Penulisan
Metode penulisan yang penulis gunakan adalah deskriptif analisis. Yaitu memaparkan data-data yang telah didapat dan menganalisisnya.
a) Deskriptif
Pada bagian ini penulis akan mendeskripsikan atau memaparkan secara menyeluruh dan mendalam tentang fenomena Tradisi Marga. Dalam hal ini yang dideskripsikan secara etnografik adalah sikap, kata-kata dan perbuatan pendukung Tradisi Marga GKP Kampung Sawah. Penulis juga akan memaparkan deskripsi Kampung Sawah dan Jemaat Kampung
9
Penulis merupakan salah satu anggota jemaat GKP Kampung Sawah yang memiliki marga. scn 7, p. 37
10
9
Sawah, juga deskripsi budaya daerah yang yang hidup di Kampung Sawah di mana Tradisi Marga hidup.
b) Analisis
Pada bagian ini penulis akan menganalisa data-data yang telah dideskripsikan di atas. Dalam hal ini yang berbicara adalah data dan peneliti tidak melakukan penafsiran. Analisis data dilakukan berdasarkan cara pandang emik dan etik, karena akan di analisis oleh penulis yang merupakan salah satu anggota jemaat. Namun demikian, penulis akan berusaha menganalisa data-data yang ada berdasarkan cara pandang pemilik tradisi. Hal ini akan memperlihatkan apakah yang dipahami dengan Tradisi Marga dalam jemaat dan apakah fungsinya dalam misi bagi GKP Kampung Sawah, tanpa ada intervensi dari peneliti.
E. Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan
Bab ini akan berbicara tentang permasalahan yang ada, yang menjadi latar belakang penyususnan skripsi ini. Dalam hal ini akan dikemukakan bahwa Tradisi Marga dalam tubuh Jemaat GKP Kampung Sawah adalah hal yang unik dan menarik untuk dikaji. Keunikan ini akan dikaitkan dengan misi GKP Kampung Sawah dan dipertanyakan fungsinya sebagai salah satu aspek pendukung kehidupan misioner GKP Kampung Sawah. Selanjutnya juga akan dibahas alasan mengapa penulis memilih judul ini dan metode penelitan serta penulisan yang akan penulis gunakan untuk menulisnya. Di akhir bab ini penulis akan menuliskan sistematika penulisan.
Bab II. Masyarakat Kampung Sawah
Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan keberadaan masyarakat Kampung Sawah. Diawali dengan pendeskripsian letak geografis di mana masyarakat tinggal. Lalu dilanjutkan dengan pendeskripsian keadaan demografis atau keadaan masyarakat Kampung Sawah.
10
Pendeskripsian religiusitas masyarakat Kampung Sawah juga akan dipaparkan, hal ini masih berkaitan dengan agama-agama yang mereka anut. Terakhir adalah deskripsi sosial kultural masyarakat Kampung Sawah.
Bab III. Jemaat dan Kehidupan Warga GKP Kampung Sawah
Dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang keadaan jemaat GKP Kampung Sawah mulai dari letak geografis, keadaan jemaatnya, keadaan religiusitas jemaat dan yang terakhir adalah keadaan sosial kulturalnya. Setelah itu penulis juga akan memaparkan tentang Tradisi Marga di GKP Kampung Sawah. Penulis akan mengawalinya dengan sejarah GKP Kampung Sawah, lalu sejarah Tradisi Marga dan mengakhirinya dengan perkembangan Tradisi Marga hingga saat ini. Pada bab ini penulis akan melakukan analisa tentang Tradisi Marga dengan menggunakan Betawi dan budaya Sunda yang masih berkaitan dengan Tradisi Marga. Hal ini mengingat keberadaan Tradisi Marga sebagai tradisi komunitas jemaat GKP Kampung Sawah, tidak akan pernah terlepas dari komunitas Kampung Sawah secara keseluruhan. Begitu juga dengan kebudayaan-kebudayaan daerah yang mempengaruhinya.
Bab IV. Analisa Misi dan Tinjauan Teologis
Dalam bab ini penulis akan memaparkan analisa misi tentang memahami Tradisi Marga sebagai identitas jemaat yang pembentukannya dipengaruhi dengan budaya masyarakat setempat dan juga Fungsi Tradisi Marga sebagai salah satu sarana misi. Analisa ini akan dilakukan dengan menggunakan konteks masyarakat Kampung Sawah, konteks jemaat dan potensi-potensi misi yang mereka miliki.
Bab V. Penutup
Pada bagian ini penulis akan menuliskan tentang kesimpulan pemahaman Tradisi Marga di GKP Kampung Sawah dan fungsinya dalam misi di GKP Jemaat Kampung Sawah. Penulis juga akan memberikan saran-saran terhadap keberadaan Tradisi Marga dan pemanfaatannya sebagai sarana misi jemaat, pada bagian relevansi.