BAB I PENDAHULUAN A. Judul dan Alasan Pemilihan Judul Pada akhirnya pilihan kebijakan pemerintah memang selalu menyisakan persoalan didalam implementasinya pada level mikro. Munculnya kebijakan baru yang sebenarnya tidak berbeda dengan prodak kebijakan yang pernah ada dinilai hanya sebagai pencitraan atas rezim yang sedang berkuasa. Memunculkan produk kebijakan baru seolah menjadi keharusan bagi rezim yang sedang berkuasa sebagai identitas atas masa kepemimpinannya. Sangat disayangkan jika prodak-prodak kebijakan yang muncul hanya sebagai pencitraan semata. Sedang dilapisan masyarakat paling bawah sedang menunggu
alternatif
yang
diberikan
pemerintah
dalam
menangani
permasalahan yang tak kunjung usai ini. Kemiskinan memang selalu saja meninggalkan cerita dibalik setiap upaya penanggulangannya. Hal ini tidak lain karena permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan kompleks yang tidak selesai hanya dengan satu alternatif penyelesaian bak upaya pemadam kebakaran. PNPM Mandiri Perdesaan, merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Program ini dilakukan untuk lebih mendorong upaya peningkatan
1
kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di pedesaan. PNPM Mandiri Perdesaan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari PNPM Mandiri dan telah dilakukan sejak 1998 melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Jelas saja program ini bukan merupakan barang baru, namun dalam implementasinya di Kabupaten Bantul baru dimulai tahun 2006. Program ini digadang-gadang sebagai salah satu program ampuh dalam menyelesaikan permasalahan
kemiskinan.
Hebohnya
pemberitaan
sebagai
upaya
penghegemonian yang dilakukan negara. Masyarakat terhipnotis oleh kekuatannya yang membuat program ini tumbuh subur dan diidolakan oleh siapapun. Hegemoni, merupakan pokok ulasan yang paling utama dalam pemikiran Antonio Gramsci. Namun hegemoni sendiri sebenarnya merupakan
konsep yang telah lama
didefinisikan. Istilah hegemoni pertama kali dipakai oleh Plekhanov dan pengikut Marxis Rusia lainnya pada tahun 1880-an untuk menunjukkan perlunya kerjasama antara petani dan kelas pekerja demi meruntuhkan Tsarisme. Kedua Lenin mengembangkan gagasan Plekhanov mendefinisikan bahwa hegemoni adalah strategi yang dijalankan oleh kelas pekerja dan angota-angotanya untuk memperoleh dukungan mayoritas dalam melaksanakan revolusi. Dalam hal ini Gramsci memperluas pengertian hegemoni dengan memasukkan kelas kapitalis
beserta anggotanya, baik dalam merebut negara maupun untuk
2
mempertahankan kekuasaan yang diperoleh. Gramsci menekankan bahwa hegemoni merupakan hubungan antara kelas dengan kekuatan sosial lain. Kelompok yang menghegemoni memperjuangkan legitimasikekuasaan dari massa. Sebaliknya massa dapat menerima prinsip, ide dan norma sebagai miliknya. Hegemoni satu kelompok terhadap kelompok lain bukan berdasarkan paksaan, tapi melalui konsensus. Dia juga mengatakan bahwa secara esensial hegemoni bukan hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan terjadi relasi kesepemahaman antara negara dan masyarakat dengan menggunakan politik dan idiologi (Simon, 1999; Soetomo 1997). Dalam teori Hegemoni Gramsci tidak ada dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya namun lebih ditentukan karena adanya relasi kesepahaman antara kelompok yang menghegemoni dan yang terhegemoni. Dengan adanya program PNPM Mandiri sebagai program nasional ini seolah pemerintah pusat telah menghegemoni upaya pengentasan kemiskinan hingga level desa, Jika diamati maka munculnya program ini dibenturkan dengan adanya Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Karena pada akhirnya program pembangunan yang bertumpu pada pemberdayaan masih saja terpusat, dan pemerintah daerah tak lain hanya sebagai pelaksana program saja.
3
Dari paparan diatas maka penulis merumuskan judul sebagai berikut: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN: OBAT ATAU RACUN “ Studi Tentang Bentuk Hegemoni Negara Dalam Implementasi Program Penangulangan Kemiskinan PNPM Mandiri Pedesaan di Mangir Kidul Sendangsari Pajangan Bantul” Dari judul tersebut telah mengambarkan inti dari penelitian ini, yaitu untuk menggambarkan bentuk hegemoni yang dilakukan negara dalam implementasi
program pemerintah PNPM Mandiri Pedesaan dalam upaya
pengentasan kemiskinan, yang merupakan program nasional yang bersifat topdown. Dari implementasi program tersebut menyisakan warna dalam masyarakat yang entah dianggap baik atau buruk oleh pemerintah, atau bahkan mungkin tipe pembangunan yang ideal menurut pemerintah adalah yang demikian. Sehingga dalam penelitian ini memunculkan judul tersebut yang mempertanyakan fungsi program itu sendiri, jika hasilnya demikian, apakan program tersebut di katakan obat ataupun racun. 1. Aktualitas Masalah kemiskinan tidak akan pernah selesai dan kadaluarsa untuk dibahas. Apalagi didalam penelitian ini penulis mencoba untuk melihat implementasi program pemerintah yang menghegemoni dan dampaknya terhadap institusi lokal yang ada didalam masyarakat desa. Ditambah lagi penelitian ini dilakukan di akhir pemerintahan pada rezim yang berkuasa dan
4
melahirkan program PNPM Mandiri ini. PNPM Mandiri merupakan produk masa kepemimpinan SBY dalam kabinet Indonesia Bersatu, yang sebenarnya program penangulangan kemiskinan ini ada sejak Orde Baru, namun pada rezim inilah dengan penampilan baru program nasional ini tampil dan menghegemoni. Dengan adanya penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan masukan kepada pemerintah didalam upaya menciptakan produk kebijakan, agar sesuai dengan lokalitas yang ada didalam masyarakat. Dengan demikian penelitian ini masih aktual untuk dilakukan sesuai dengan kondisi sosial yang terjadi didalam masyarakat dimana masyarakat sasaran program masih mengiplementasikan kebijakan PNPM Mandiri Pedesaan. Dengan demikian Isu ini masih aktual untuk diangkat dengan melihat realitas didalam masyarakat, terkait implementasi program tersebut. Hal ini bertepatan dengan akan datangnya
pemilu 2014 dan sehingga nantinya diharapkan mampu
memberikan masukan bagi pembuat kebijakan dimasa yang akan datang. 2. Orisinilitas Dalam penelitian ini, peneliti melihat bahwa ide yang diangkat dalam mengkaji kebijakan pemerintah memang telah banyak dilakukan, namun keunikan dari penelitian ini adalah keberanian untuk mendekonstruksi program
penangulangan kemiskinan yang menjadi program andalan
pemerintahan SBY. Program ini dinilai sangat baik dan efektif, namun peneliti mencoba menjelaskan kondisi dilevel mikro, tentang bentuk hegemoni yang
5
dilakukan pemerintah dalam implementasi program, dan dalam masyarakat desa sendiri tetang dampak yang di timbulkan dari implementasi program yang dapat menggeser peran dan fungsi institusi lokal yang ada. Dalam penelitian sebelumnya memang telah ada
yang mengkaji tentang PNPM
Mandiri, oleh Lina Setianingrum, 2013, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM yang berjudul “ PNPM Mandiri Pedesaan: Analisis kelembagaan dalam Implementasi PNPM MPd Tahap Kemandirian Kabupaten Bantul (Studi Kasus: Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri). Di Bantul sendiri memang hanya terdapat lima kecamatan yang melaksanakan program PNPM Mandiri Pedesaan, dan kecamatan lainnya PNPM Mandiri Perkotaan. Perbedaan jenis program ini didasarkan pada letak geografis suatu wilayah, akses yang dimiliki, serta nilai, budaya dan potensi yang ada. Perbedaan lokasi dan fokus penelitian menunjukan orisinilitas penelitian yang di lakukan. Penelitian lain yang terkait hegemoni program pemerintah juga telah ada yaitu dalam buku “ Hegemoni Negara dan Resistensi Perempuan dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana di Bali” yang merupakan riset Ni Nyoman Sekeni, 2009. Ditambah lagi dengan adanya Jurnal Ilmiah Inkoma, Volume 24, Nomor 1, Februari 2013 oleh Sri Widayati yang berjudul “Pemberdayaan Ekonomi Melalui Dana Bergulir PNPM Mandiri Bagi Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Sraten Kabupaten Semarang”. Dimana dalam Jurnal tersebut juga banyak mengulas tentang munculnya kelompok-kelompok usaha bersama baru sebagai hasil dari adanya program tersebut, namun dalam jurnal tersebut hanya foks kepada program Simpan Pinjam Perempuan saja. Dari
6
ketiga penelitian tersebut telah menunjukkan orisinilitas penelitian yang dilakukan. 3. Relevansi
Dengan
Jurusan
Pembangunan
Sosial
dan
Kesejahteraan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan jelas merupakan jurusan yang memiliki core Sosial Development (pembangunan sosial). Dimana didalam
jurusan
tersebut
memiliki
tiga
konsentrasi
utama,
yaitu
Pemberdayaan, CSR, dan Kebijakan Sosial. Dalam kosentrasi kebijakan sosial jelas belajar mengenai aspek- aspek kebijakan. Pembangunan tanpa kebijakan itu kosong. Sehingga dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang ada memang dibutuhkan alternatif kebijakan yang dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang ada. Seperti halnya upaya menyelesaikan masalah kemiskinan ini, maka pemerintahan SBY dalam kabinet Indonesia bersatu sejak tahun 2006 gencar melakukan hegemoni dalam pelaksanaan program penangulangan kemiskinan melalui prodak lama yang direnovasi dan diimplementasikan kembali dengan tampilan dan wajah baru yaitu PNPM Mandiri. PNPM mandiri merupakan sebuah prodak kebijakan yang dalam realisasinya banyak memakan anggaran
dimana penekanan dari program
PNPM Mandiri ini adalah penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat melalui pendekatan partisipasi dan swakelola bantuan langsung masyarakat (BLM) agar tercipta pola keajegan yang berujung pada keberlanjutan. Dana BLM dan keseluruahn block grant PNPM Mandiri diambil dari APBN dan
7
APBD dengan perbandingan dana APBN lebih mendominasi. Pengambilan block grant dari APBD dimaksudkan agar daerah juga memiliki rasa kepemilikan terhadap program. Dari paparan tersebut jelas menujukkan adanya relevansi dengan jurusan, dimana aspek kebijakan juga merupakan kajian ilmu dari Jurusan Pembanguan Sosial dan Kesejahteraan.
8
B. Latar Belakang Kemiskinan, sebuah masalah yang tak pernah selesai dipermasalahkan hingga menciptakan sebuah masalah baru, ungkapan tersebut
bisa jadi tidak
berlebihan mengingat masalah ini tidak kunjung selesai. Kesadaran global tentang kemiskinan muncul sejak tahun 1990an sebagai respon terhadap memburuknya situasi kemiskinan didunia pada dekade 1980an dan 1990an yang dikatakan sebagai dekade-dekade yang hilang (the lost decades). Kemiskinan memang merupakan sebuah konsep abstrak yang dapat dijelaskan secara berbeda tergantung dari pengalaman, perspektif, sudut pandang yang diambil, atau ideologi yang dianut. Pada dekade-dekade tersebut rata-rata negara berkembang mengalami situasi kemiskinan yang lebih memburuk, dalam hal indikator kesehatan dan pendidikan dasar, angka perbaikan dirata-rata negara berkembang mengalami perlambatan antara dekade 1980an dan 1990an dibanding antara dekade 1960an dan 1970an, dan kesenjangan distribusi pendapatan dunia melebar secara tajam sejak tahun 1978 (Islam, 2002:4). Di Indonesia sendiri jika bicara masalah kemiskinan kita akan kembali lagi
melihat
berbagai
upaya
yang
dilakukan
Indonesia
sejak
masa
kemerdekaannya, baik upaya secara langsung ataupun tak langsung untuk menangulangi kemiskinan. Sejumlah rencana pembangunan pernah dicanangkan, kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan, mengalami pergeseran paradigma dari masa ke masa. Konsep pertumbuhan yang menjadi ujung tombak Orde Baru kini telah digantikan dengan konsep
9
pemberdayaan. Pergeseran kebijakan pembangunan ini didukung oleh fenomena kemiskinan yang terus bermunculan di negeri ini. Pengangkatan isu kemiskinan kedalam pembangunan, disuarakan ketika IDT (Impres Desa Tertinggal) diterbitkan pada era Orde Baru (Adiyoso, Wignyo. 2009 ). Setelah program IDT diimplementasikan selama dua tahun dan dianggap sebagai program yang cukup berhasil, kemudian pemerintah mengeluarkan proyek pembangunan sarana dan prasarana desa yang lebih dikenal dengan P3DT (Program Pembangunan Prasarana dan Sarana DesaTertinggal). P3DT ini lebih fokus pada pembangunan sarana prasarana/infrasturktur serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan (Adiyoso, Wignyo. 2009 ). Perkembangan, dari kedua program ini (IDT dan P3DT) disempurnakan menjadi PPK (Program Pengembangan Kecamatan, 1998) yang terbagi dalam tiga fase, yaitu fase pertama pada tahun 1998/1999- 2002 (transisi dari Orde Baru ke Reformasi), fase kedua dimulai pada periode 2003-2006, lalu fase ketiga pada tahun 2006 dan kemudian diintegrasikan dalam PNPM Mandiri pada tahun 2007 (PNPM-PPK). Tujuan dari adanya program PPK yang diintegrasikan dengan PNPM Mandiri ini adalah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelestarian pembangunan (Adiyoso, Wignyo. 2009 ). PNPM Mandiri memang baru diimplementasikan pada tahun 2006 dan dijadikan sebagai program nasional pembangunan masyarakat. Program ini didesain oleh pemerintah sebagai upaya penyelesaian masalah kemiskinan dan
10
bentuk respon atas MDGs (Millenium Development Goals) merupakan hasil dari Deklarasi Johannesberg (PBB) yang memiliki delapan tujuan disertai target dan indikator. MDGs (agenda 21) berlaku bagi negara maju maupun berkembang dengan jangka waktu pencapaian target tahun 2015. PNPM Mandiri yang dibawahi oleh Departemen Dalam Negeri ini memiliki dua program inti, yakni PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan. PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan diimplementasikan berdasarkan kondisi setiap kabupaten dan kecamatan setiap daerah. Kedua program inti PNPM Mandiri ini dibedakan tidak hanya dari implementasi berdasarkan wilayah (desa dan kota), namun juga proses perencanaan program dan pengambilan keputusan yang disesuaikan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. PNPM Mandiri ini memiliki ciri yang berbeda dengan program penanggulangan kemiskinan yang lain, inilah tiga ciri utama dari program tersebut adalah partisipasi masyarakat, penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat, dan pemberian BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). Penekanan dari program PNPM Mandiri ini adalah penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat melalui pendekatan partisipasi dan swakelola bantuan langsung masyarakat (BLM) agar tercipta pola keajegan yang berujung pada keberlanjutan. Selain itu PNPM MPd mengedepankan konsep tridaya yang terdiri dari pembangunan infrastruktur, bidang sosial, dan ekonomi dimana dimasukkan dalam tiga program utama dengan skala prioritas tertentu. Pembangunan sarana prasarana/infrastruktur
11
mendapat prioritas 70% untuk didanai dan diimplementasikan, sedangkan PKH dan SPP hanya 30%. Kegiatan PKH (Peningkatan Kualitas Hidup) terdiri dari bidang pendidikan yang terfokus pada pendidikan anak usia dini dan kesehatan masyarakat untuk balita dan lansia. Sektor ekonomi yang dikembangkan melalui Simpan Pinjam Perempuan (SPP) ini memberikan peluang dan akses bagi perempuan untuk ikut andil dalam program pemberdayaan ini. Sayangnya kemiskinan memang tidak dapat terdefinisikan dengan baik, tergantung siapa yang memaknai kemiskinan itu sendiri. Jika mengingat kurun waktu pengimplementasian progam, kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan yang selama ini dikembangkan seharusnya sudah mampu mengantar masyarakat pada kemandirian dan keberlanjutan mengingat upaya yang dilakukan dalam menyiapakan masyarakat yang terdiri dari tiga tahapan strategi operasional terdiri dari tahap pembelajaran, tahap kemandirian, dan tahap keberlanjutan. Deretan angka yang menunjukkan jumlah penduduk miskin masih saja berjejer dengan rapi, tercatat pada tahun 2012, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin, baik di desa maupun kota mencapai 28 juta lebih atau sekitar 11, 66% di seluruh Indonesia (BPS, 2013) . Hal ini dipicu oleh angka kemiskinan yang selalu mendekati angka inflasi setiap tahunnya. Di Yogyakarta sendiri tercatat jumlah penduduk miskin di area pedesaan yang masih
12
berkisar 21, 29% (BPS, 2012) sehingga PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) di wilayah DIY difokuskan untuk mengurangi jumlah tersebut. Garis besar pelaksanaan PNPM Perdesaan itu sendiri terbagi dalam enam regional, untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri masuk ke dalam regional ke-IV dengan 4 kabupaten dan 36 kecamatan. Jika dibandingkan dengan propinsi lain di regional empat, DIY memiliki kebupaten dan kecamatan paling sedikit sehingga dalam pelaksanaannya tidak serumit propinsi lain. Di Kabupaten Bantul sendiri, PNPM Mandiri telah diimplementasikan sejak tahun 2006 (masa transisi dari PPK menuju PNPM MPd). Pada tahun itu, PNPM Mandiri difokuskan pada rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi pada 27 Mei 2006, namun angka kemiskinan masih saja pada kisaran yang tinggi. Kemiskinan memang bukan saja masalah angka-angka, namun merupakan masalah yang kompleks yang juga menuntut penanganan yang serius. Masalah kemiskinan tidak dapat direduksi secara sederhana sebagai masalah kurangnya pendapatan, dan diberi solusi sederhana, misalnya dengan memperluas kesempatan, kemiskinan juga dapat mengambil bentuk lain, seperti lemahnya kapasitas, lemahnya kelembagaan,kerentanan dan lemanya suara. Kelima bentuk kemiskinan tadi saling berhubungan dan merupakan suatu sistem kemiskinan. Artinya masing-masing bentuk kemiskinan dapat melekat pada orang yang sama atau berbeda. Dapat juga dijelaskan adanya hubungan ketergantungan antara kelimanya. Artinya masing-masing kelima bentuk atau elemen, secara sendiri-sendiri atau
13
secara bersama-sama dapat menjadi sebab atau akibat dari lainnya. Pendapatan yang rendah menjadi penyebab dari lemahnya kapabilitas, sebaliknya lemahnya kapabilitas menjadi sebab tidak mampunya orang untuk memperoleh atau meningkatkan pendapatan. Rendahnya pendapatan dan kapabilitas terjadi karena tidak adanya dukungan kelembagaan yang dapat melindungi dan memfasilitasi orang miskin. Sebaliknya orang miskin yang rendah pendapatannya dan mempunyai kapabilitas yang terbatas tidak mampu mengambangkan institusi yang kuat bagi kemajuan mereka. Karena absennya ketiga hal tersebut seseorang atau suatu masyarakat menjadi rentan. Sebaliknya ketiga faktor tersebut terjadi karena seseorang atau suatu keluarga, atau masyarakat berada dalam posisi/ kondisi rentan baik dalam arti alam, (hidup dalam daerah terpencil atau tandus), biologis (cacat fisik, jompo, gangguan mental), atau sosial (mengalami marginalisasi sosial
karena
latar
belakang etnisitas, agama, dll) kombinasi dari keempatnya menjadi sebab dari lemahnya suara atau representasi politik, dimana masyarakat yang berpeghasilan rendah, kapabilitas terbatas, tidak didukung institusi yang kuat, dan berada dalam kondisi yang rentan cenderung mempunyai akses yang rendah untuk menyuarakan kepentingannya atau terlibat dalam proses politik. Fenomena kemiskinan yang sistemik tersebut terjadi karena kedua faktor yang juga saling mempengaruhi, yaitu struktur sosial dan kultur sosial. Artinya didalam masyarakat dapat terbangun suatu struktur yang menempatkan sebagian anggotanya pada situasi miskin dalam artian tersebut, dan sulit keluar dari kondisi
14
tersebut karena belenggu struktur yang ada. Termasuk dalam pengertian struktur adalah sistem pasar yang dikuasai kaum pemodal, struktur sosial feodalistik yang cenderung memarginalkan kelompok masyarakat lapisan bawah, atau kebijakan publik yang tidak berpihak pada kelompok miskin. Disinilah PNPM Mandiri Perdesaan, hadir merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam
upaya
mempercepat
penanggulangan
kemiskinan
dan
perluasan
kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Program ini dilakukan untuk lebih mendorong upaya peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di pedesaan. PNPM Mandiri Perdesaan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari PNPM Mandiri dan telah dilakukan sejak 1998 melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Jelas bahwasanya PNPM Mandiri bukan merupakan barang baru sebagai alteratif kebijakan penangulangan kemiskinan, hanya saja pada pelaksanaannya program ini banyak disoroti dan mendapatkan tempat. Bukan saja karena mamang tujuan programnya yang bagus, namun karena arah kebijakannya yang bersifat top-down dan dijadikan program nasional sehingga memang program ini dilakukan diseluruh profinsi di Indonesia. Jelas bahwa potensi yang dimiliki dimasing-masing darah berbeda. Sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumberdaya sosial (lokalitas, modal sosial) masyarakat berbeda. Yang bisa jadi tidak cocok dengan arah program nasional tersebut.
15
Namun yang terjadi dalam teori hegemoni Gramsci Negara menjadi mekanisme untuk melakukan ini: kebijakan dihasilkan dan ditegakkan untuk memungkinkan kelompok hegemonik mencapai tujuan-tujuannya secara efektif dan menciptakan simetri antara tujuannya dan tujuan kelompok-kelompok lainnya. Meskipun tujuan-tujuan ini diformulasikan dengan pemikiran untuk memajukan kepentingan satu kelompok, walau demikian tujuan-tujuan tersebut harus dialami oleh penduduk sebagai kepentingan semua orang. Agar ini berjalan efektif, kelompok hegemonik harus memiliki suatu bentuk tertentu dalam menangani kepentingan kelas-kelas yang tersubordinasi. Singkatnya, Hegemoni satu kelompok terhadap kelompok lain bukan berdasarkan paksaan, tapi melalui konsensus. Dia juga mengatakan bahwa secara esensial hegemoni bukan hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan terjadi relasi kesepemahaman antara negara dan masyarakat dengan menggunakan politik dan idiologi (Simon, 1999; Soetomo 1997). Dalam teori Hegemoni Gramsci tidak ada dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya namun lebih ditentukan karena adanya relasi kesepahaman antara kelompok yang menghegemoni dan yang terhegemoni. Lantas masyarakat mengikuti begitu saja, tanpa merasa bahwa yang mereka lakukan ini bukan merupakan sebuah paksaan, masyarakat menikmati program yang ada karena merasa kepentingannya dalam menyelesaikan masalah kemiskinan terakomodir. Dalam banyak hal hasil dari kebijakan akan melahirkan program-program pembangunan dirancang dari atas, masyarakat cenderung hanya berperan dalam
16
pelaksanaannya saja, tidak dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Instrumen yang dibangun biasanya dibuat secara seragam untuk mendukung pendekatan ini. Kemudian yang sering terjadi instrumen ini justru mematikan, atau paling tidak mengabaikan peranan institusi lokal yang sebenarnya merupakan sebagian dari energi sosial (Sunartiningsih, 2004). Pendekatan pembangunan yang demikian ini tanpa disadari oleh masyarakat sendiri akan menghasilkan sifat ketergantungan bagi sebagian besar masyarakat desa. Di desa Sendangsari yang peneliti gunakan sebagai lokasi penelitian sendiri melaksanakan program PNPM Mandiri pedesaan sejak tahun 2006 jumlah penduduk miskin menurut data BPS di Kelurahan Sendang sari mencapai 1.749 KK dari jumlah KK keselurahan 3.190 KK. Dan di dusun Mangir sendiri dari 150 KK, 58 KK termasuk dalam keompok masyarakat miskin. Jika program-program pemerintah didasarkan pada kekayaan lokalitas masyarakat maka masyarakat mampu mencapai kemandiriannya, karena selama ini yang terjadi dalam upaya pembangunan memisahkan pembangunan ekonomi dari pembangunan sosial. Proses penghegemonian negara terhadap program pengentasan kemiskinan ini memang menyisakan persoalan di level lokal. Dalam implemetasinya terhadap beberapa program mensyaratkan terbentuknya institusi baru, bukan di dasarkan pada institusi yang sudah ada, hal inilah yang kemudian ditakutkan akan merusak lokalitas yang sudah ada. Dalam program SPP yang menjadi bagian dari PNPM Mandiri
misalnya saja, mensyaratkan, penerima program adalah kelompok
perempuan dari keluarga miskin. Ini jelas bahwasannya dalam pelaksanaan
17
programnya akan membentuk kelompok baru, bukan berdasarkan institusi lokal yang ada. Institusi lokal merupakan asosiasi komunitas setempat yang bertanggung jawab atas proses kegiatan pembangunan setempat (Esman dan Uphoff, 1982:9), seperti rukun tetangga, arisan, kelompok pengajian, kelompok ronda dan sejenisnya. Yang jelas institusi ini memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah setempat. Institusi lokal dalam komunitas harus dilihat sebagai suatu sistem yang saling silang-menyilang (cross-cutting affiliation) dan institusi lokal telah menyediakan jaring pengaman sosial (sosial safety net) ketika komunitas lokal berada dalam situasi krisis. Kehadiran institusi lokal bukan atas kepentingan pribadi/ individu tetapi atas kepentingan bersama, sehingga institusi lokal lama kelamaan menduduki pada posisi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal. Rasa saling percaya warga komunitas lokal yang digalang dan diasah melalui institusi ini semakin hari semakin didambakan sebagai modal sosial (sosial capital). Namun yang terjadi peran negara untuk tampil dan menentukan arah kebijakan yang menghegemoni dalam program pengentasan kemiskinan ini sering mengesampingkan atau mematikan institusi lokal yang ada, yang sebenarnya merupakan bagian dari energi sosial.
18
C. Rumusan Masalah Dalam kasus ini, berangkat dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait dengan implementasi program PNPM Mandiri Perdesaan yang merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja diwilayah perdesaan sebagai bentuk hegemoni yang berpengaruh terhadap keberadaan institusi lokal yang ada. Pertanyaan besar peneliti adalah: “Bagaimana bentuk hegemoni negara dalam
implementasi Program PNPM
Mandiri pedesaan terhadap keberadaan institusi lokal yang ada?” D. Tujuan Penelitian Berdasarkan apa yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah, untuk mengetahui bagaimana bentuk hegemoni negara dalam implementasi program penangulangan kemiskinan PNPM Mandiri pedesaan, dan dampak dari implementasi program tersebut terhadap institusi lokal yang ada.
19
E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai berikut: a.
Mengetahui secara langsung bagaimana bentuk hegemoni negara dalam implementasi
program penangulangan kemiskinan PNPM Mandiri
Pedesaan b.
Menemukan dampak dari implementasi program tersebut terhadap institusi lokal yang ada.
c.
Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi para civitas akademika dan peneliti lainnya yang tertarik dengan penelitian serupa, serta dapat memberikan informasi mengenai dampak dari implementasi PNPM MPd tahap keberadaan institusi lokal yang ada.
d.
Sebagai referensi dan input bagi para stakeholders terkait yang terlibat dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat, khususnya PNPM Mandiri Perdesaan ini.
e.
Sebagai bahan evalusi bagi pemerintah dalam membuat suatu kebijakan yang bersifat top-down yang memiliki dampak dilevel lokal, sehingga kedepannya mampu membuat suatu kebijakan yang mempertimbangkan lokalitas yang ada.
20
F. Konsep dan Landasan Teori Didalam penelitian ini penulis menggunakan konsep dan landasan teori dalam menganalisis permasalahan tersebut, adapun konsep dan teori yang akan peneliti gunakan adalah: 1. Konsep a. Konsep Hegemoni Negara Kata” negara” sama artinya dengan staat dalam bahasa Jerman, state dalam bahasa Inggris yang mempunyai dua arti yaitu (1) masyatakat atau wilayah yang merupakan satu kesatuan politis, (2) lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis, dengan demikian ia yang menata dan menguasai wilayah tersebut (Manis Suseno, 1998). Negara adalah sebuah konsep insklusif yang meliputi semua aspek pembuatan kebijakan dalam pelaksanaan sanksi hukumannya, sedangkan pemerintah hanya sekedar agen yang melaksanakan kebijakan negara dalam sebuah masyarakat politik (Lawson, 1991). Budiman (1996) menyamakan pemerintah dengan birokrasi. Hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus dari pada penindasan dengan menggunakan instansi yang ada (Gramsci, 1976 dalam Sukeni, 2009). Konsep hegemoni ini peneliti gunakan untuk membantu dalam memberikan analisis terhait bentuk hegemoni Negara dengan menggunakan mekanisme konsensus seperti halnya yang diungkapkan Gramsci. Pada posisi inilah sebenarnya hegemoni bukan merupakan suatu bentuk paksaan, melainkan
21
mengedepankan kesepahaman sebagai sebuah upaya mensukseskan program, sehingga kebijakan yang dibuat dapat terimplementasikan tanpa menimbulkan penolakan. b.
Konsep Implementasi Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan.
Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:7) mengemukakan bahwa “implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan” Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur prilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya, kebijakan pembangunan infrastruktur publik untuk membantu masyarakat agar memiliki kehidupan yang lebih baik, Sebaliknya untuk kebijakan makro, misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan dipedesaan, maka usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan, pemerintah desa. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variabel yang terlibat didalam implementasi, maka dari itu ada beberapa teori implementasi menurut beberapa tokoh:
Menurut George C.Edwards III (1980)
22
Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain. 1). Komunikasi Keberhasialan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. 2). Sumber daya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efiktif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. 3). Disposisi
23
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor. apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. berbagai pengalaman pembangunan dinegara-negara dunia ketiga menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul dinegaranegara dunia ketiga, seperti Indonesia adalah contoh konkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan program-program pembangunan. 4). Struktur birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi (standard operating procedures atau SOP). SOP yang menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Menurut Merilee S. Grindle (1980 )
24
Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle ( Wibawa dkk 1995 ) yang menjelaskan bahwa implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan dan lingkungan (konteks) implementasi, kedua hal tersebut harus didukung oleh program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai berdasarkan tujuan kebijakan, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan akan memberikan hasil berupa dampak pada masyarakat, individu dan kelompok serta perubahan dan penerimaan oleh masyarakat terhadap kebijakan yang terlaksana. variabel isi kebijakan menurut Grindle mencakup beberapa indicator yaitu: 1) kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan. 2) jenis manfaat yang diterima oleh target group. 3) Derajat perubahan yang diharapkan dari sebuah kebijakan. 4) letak pengambilan keputusan. 5) Pelaksana program telah disebutkan dengan rinci, dan 6) Dukung oleh sumber daya yang dilibatkan. Sedangakan variabel lingkungan kebijakan mencakup 3 indikator yaitu: 1. seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. 2. karakteristik lembaga dan rejim yang sedang berkuasa. 3. tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Di sini kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan lebih sulit diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan. 25
Oleh karenanya tinggi-rendahnya intensitas keterlibatan berbagai pihak (politisi, pengusaha, masyarakat, kelompok sasaran dan sebagainya) dalam implementasi kebijakan akan berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan. Dari konsep implementasi yang telah dipaparkan diatas dapat peneliti gunakan untuk melihat dan mengkerangkai temuan dilapangan terkait dengan implementasi program PNPM Mandiri Pedesaan. Poin penting dari implementasi sendiri adalah terlaksananya suatu program dengan berbagai upaya yang dilakukan seperti yang telah di jelaskan diatas. c. Konsep Program Terkait dengan konsep implementasi diatas, maka peneliti juga membutuhkan konsep
program
sebagai
penjelas,
bagaimana
sebuah
program
dapat
terimplementasikan, maka konsep program disini dibutuhkan untuk memaknai konsep program sendiri terkait dengan PNPM Mandiri Pedesaan sebagai sebuah program. Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan yang merupakan kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integral untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan. Menurut Charles O.Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu: 1) Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program.
26
2) Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang bisa juga diidentifikasikan melalui anggaran. 3) Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik. Program terbaik di dunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik (Jones,1996:295). Meskipun bukan merupakan produk baru namun sejatinya program PNPM Mandiri Pedesan sendiri merupakan sebuah program sebagai bentuk respon pemerintah terhadap masalah kemiskinan. Sehingga konsep program diatas peneliti gunakan untuk mengkerangkai dalam menganalisis temuan dilapangan. d. Konsep Institusi Didalam perkembangan pembangunan lembaga istilah lokal sulit didifinisikan. Pada tataran makro lokal adalah lawannya dari global. Sehingga istilah lokal dapat digunakan untuk menyebut peradaban suatu negara sedang global untuk menyebut peradaban pada tataran antarnegara (regional dan internasional). Lokal menurut pemahaman UU No. 22 Tahun 1999 adalah pada tataran mikro artinya istilah lokal untuk menyebut kawasan daerah tingkat satu/ Propinsi, daerah tingkat dua/ Kabupaten atau Kota, dan dimungkinkan lokal untuk menyebut yang lebih
27
spesifik yaitu Kecamatan dan Desa. Jadi institusi lokal merupakan asosiasi komunitas setempat yang bertanggung jawab atas proses kegiatan pembangunan setempat (Esman dan Uphoff, 1982:9), seperti rukun tetangga, arisan , kelompok pengajian, kelompok ronda dan sejenisnya. Yang jelas institusi ini memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah setempat. Konsep ini peneliti gunakan untuk mengkerangkai institusi local yang ada di Mangir Kidul Sendangsari, Pajangan, Bantul yang memang banyak berkembang institusi-institusi local. 2. Landasan Teori Dalam penelitian ini digunakan teori hegemoni Gramsci, untuk menjelaskan bekerjanya hegemoni dalam fenomena program PNPM Mandiri Pedesaan di Dusun Mangir Kidul. Teori dalam suatu penelitian selalu diperlukan sebagai alat bedah dalam mendekati setiap persoalan untuk dapat melihat realita yang ada. Pemilihan teori dalam penelitian harus sesuai konteks atau terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan. Teori merupakan suatu penjelasan berdasarkan pengamatan dan penalaran. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan merumuskan hubungan antara konsep (Rinehart and Winston, 1973, hal 9). Sesungguhnya tidak ada realitas kehidupan yang dibaca ”telanjang” dalam arti sebagaimana adanya. Cara kerja intelektual, stiap kali harus melahirkan karya intelektualnya memang hampir tidak dapat dilepaskan dari teori atau setidaknya dari pengalaman pribadi dan nilai dari pandangan dunia tertentu. Sehingga
28
didalam menjelaskan realitas sosial tidaklah setelanjang yang dibayangkan orang namun menggunakan teori untuk mengkerangkainya. Teori Hegemoni Membicarakan Hegemoni Gramsci, pasti akan sulit menemukan arti yang paling tepat dari Hegemoni itu sendiri. Karena, setidaknya dalam The Prison Notebooks, ia tidak pernah memberikan definisi yang pas terhadap istilah itu. Ini mungkin alasan utama kenapa terdapat begitu banyak ketidak-konsistenan dalam literatur hegemoni - orang cenderung membentuk definisinya sendiri, berdasarkan pembacaan mereka sendiri terhadap Gramsci dan sumber-sumber lainnya. Yang menjadi masalah di sini adalah bila seseorang membaca Gramsci secara setengahsetengah maka definisi mereka pun seperti itu. Contohnya, Martin Clark (1977, p.2) mendefinisikan hegemoni sebagai "cara kelas penguasa mengontrol media dan pendidikan". Meskipun definisi ini mungkin lebih sempit dari biasanya, ia mencerminkan kesalahan-pembacaan yang biasa terjadi terhadap konsep tersebut, yakni bahwa hegemoni adalah cara kelas penguasa mengontrol institusi-institusi yang mengontrol atau mempengaruhi pemikiran kita. Walau demikian, kebanyakan literatur hegemoni dikalangan akademik dan aktivis mengambil sudut pandang yang sedikit lebih lebar dari ini, dengan menyertakan lebih banyak institusi dalam pelakasanaan hegemoni setidaknya menyertakan juga militer dan sistem politik. Problemnya adalah bahkan ketika institusi-institusi ini diperhitungkan, fokusnya cenderung eksklusif kepada kelas penguasa, dan metode-metode kontrolnya.
29
Hegemoni sering kali digunakan untuk menggambarkan cara kelas-kelas kapitalis menginfiltrasi pikiran rakyat dan menerapkan dominasinya. Yang luput dari definisi ini adalah Gramsci tidak hanya menggunakan istilah "hegemoni" untuk menggambarkan aktivitas kelas penguasa, ia juga menggunakannya untuk mendeskripsikan pengaruh yang diberikan oleh kekuatan-kekuatan progresif. Dengan mencamkan hal ini, kita dapat melihat bahwa hegemoni seharusnya didefinisikan sebagai hal yang dilakukan bukan saja oleh kelas penguasa, faktanya ia adalah proses dimana kelompok-kelompok sosial, apakah mereka progresif, regresif, reformis, dsb. Meraih kekuasaan untuk memimpin, bagaimana mereka memperluas kekuasaan mereka dan mempertahankannya. Untuk
memahami
apa
yang
coba
dicapai
oleh
Gramsci
ketika
mengembangkan teori hegemoninya, kita butuh melihat konteks historis yang ia hadapi maupun perdebatan dalam pergerakan di masa itu. Istilah "hegemoni" sudah umum digunakan oleh lingkaran sosialis sejak awal abad 20. Penggunaannya menunjukkan bahwa bila suatu kelompok digambarkan sebagai "hegemonik" maka ia menempati posisi kepemimpinan dalam suatu ranah politik tertentu (Boothman, 2008). Penggunaan istilah hegemoniya (istilah Rusia untuk hegemoni, sering diterjemahkan sebagai "vanguard") oleh Lenin tampak menyiratkan suatu proses yang lebih mirip dengan apa yang digambarkan oleh Gramsci. Dalam upayanya mengkatalisis Revolusi Rusia, Lenin (1902/1963) melakukan pengamatan bahwa ketika dibiarkan mengurus sendiri, kaum pekerja cenderung hanya mencapai
30
kesadaran serikat buruh, memperjuangkan keadaan yang lebih baik dalam sistem yang ada. Untuk menghadirkan perubahan revolusioner, ia berargumen bahwa kaum Bolshevik perlu menempati posisi hegemonik dalam perjuangan menentang rejim tsaris. Ini artinya bukan saja memberdayakan berbagai serikat pekerja dengan menyatukan mereka, tapi juga melibatkan semua "strata oposisi" dalam masyarakat ke dalam gerakan, menarik hubungan-hubungan di antara semua bentuk "penindasan politik dan kesewenang-wenangan otokratik" (Lenin, 1963, 86-87). Namun, dalam periode paska-revolusioner implikasinya berubah. Lenin berargumen bahwa hal-hal krusial untuk mendirikan "hegemoni proletariat" adalah (a) kaum proletariat perkotaan mempertahankan aliansinya dengan kaum tani
pedesaan
(yang
merupakan
mayoritas
penduduk
Rusia)
untuk
mempertahankan kepemimpinan nasional dan (b) keahlian kaum kapitalis lama digunakan, dengan memaksa mereka untuk secara efektif mengelola industriindustri negara. Kedua proses kepemimpinan ini yang dilakukan via konsensus dan penggunaan paksaan dalam pengembangan hegemoni akan memainkan peran yang krusial dalam teori Gramsci. Dari tahun 1922-23 Gramsci berada di Rusia ketika perdebatan-perdebatan ini sedang menggelora dan setelah masa-masa inilah kita melihat hegemoni mulai menempati peran sentral dalam tulisan-tulisannya. Dalam The Prison Notebooks Gramsci mengacu pada hegemoni untuk menggambarkan aktivitas kelompok yang sedang dominan maupun kekuatankekuatan progresif. Bagi Gramsci, apa pun kelompok sosialnya, kita dapat melihat
31
bahwa terdapat tahapan perkembangan bersama tertentu yang harus mereka lalui sebelum mereka dapat menjadi hegemonik. Mengambil dari Marx, persyaratan pertama adalah ekonomi: bahwa kekuatan material telah cukup dikembangkan sehingga orang-orang di dalamnya mampu memecahkan problem-problem sosial yang paling mendesak. Gramsci kemudian berlanjut menyatakan bahwa terdapat tiga tingkat perkembangan politik yang harus dilalui suatu kelompok sosial agar dapat mengembangkan gerakan yang dapat memulai perubahan, yang jika di gambarkan dalam fenomena PNPM adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama dari ini disebut "korporat-ekonomis". Seorang korporatis mungkin adalah apa yang kita pahami sebagai individu yang mengutamakan kepentingannya sendiri. Seseorang berafiliasi dengan tahap korporat-ekonomis sebagai fungsi dari kepentingan pribadinya, menyadari bahwa mereka membutuhkan dukungan orang lain untuk memperoleh keamanan mereka sendiri. Dalam kasus ini kita dapat melihat program PNPM SPP (Simpan Pinjam Prempuan) dimana orang yang berkumpul dalam kelompok ini memiliki kepentingan untuk meningkatkan nilai ekonomi keluarganya, dengan mereka membentuk suatu kelompok maka mereka dapat mengakses pinjaman yang nilainya besar dengan bunga yang dianggap lebih ringan. Dalam istilah ini, kita juga dapat memasukkan kerjasama jangka-pendek antara kapitalis-kapitalis yang sesungguhnya saling berkompetisi satu sama lainnya. Hal yang ditekankan adalah: pada tahap perkembangan
32
historik ini, kelompok yang bersangkutan belum memiliki rasa solidaritas di antara anggota-anggotanya. 2. Dalam tahap kedua, anggota-anggota kelompok mulai menyadari bahwa terdapat wilayah kepentingan yang lebih luas dan bahwa terdapat orang lain yang berbagi kepentingan dengan mereka dan akan terus membagi kepentingan-kepentingan ini dalam masa depan yang terjangkau. Dalam tahap inilah rasa solidaritas berkembang, tapi solidaritas ini masihlah hanya berbasiskan kepentingan ekonomi bersama. Tidak terdapat pandangan dunia bersama atau apa pun semacam itu. Solidaritas seperti ini dapat mengarah pada upaya-upaya untuk memperbaiki posisi kelompok tersebut dalam sistem yang ada, tapi belum ada kesadaran tentang bagaimana mereka, dan yang lainnya, dapat diuntungkan oleh pembentukan sistem yang baru. 3. Hanya dengan melewati tahap ketiga maka hegemoni dapat benarbenar menjadi mungkin. Dalam tahap ini, anggota-anggota kelompok sosial mulai menyadari kepentingan dan kebutuhan untuk menjangkau melampaui apa yang dapat mereka lakukan dalam konteks kelas-kelas mereka tersendiri. Yang dibutuhkan adalah agar kepentingan mereka turut diusung oleh kelompok-kelompok lainnya yang tersubordinasi seperti halnya mereka. Gramsci memahami bahwa dalam konteks historis yang sedang dikerjakannya, berjalannya suatu kelompok sosial dari reformisme atas kepentingan pribadi menuju hegemoni nasional dapat terjadi secara efektif via
33
partai politik. Dalam formulasi yang kompleks ini, beragam ideologi kelompokkelompok yang beraliansi akan berkumpul. Tak dielakkan lagi akan terjadi konflik antara ideologi-ideologi ini, dan melalui proses perdebatan dan pertarungan, satu ideologi, atau kombinasi penyatuan darinya, akan muncul mewakili kelas-kelas yang beraliansi. Ideologi ini dapat dibilang hegemonik, kelompok yang mewakilinya telah meraih posisi hegemonik atas kelompokkelompok yang tersubordinasi. Dalam tahap ini, partai mencapai kedewasaan dengan meraih kesatuan antara tujuan ekonomi dan politik maupun kesatuan moral dan intelektual dapat dikatakan sebagai saling berbagi suatu pandangan dunia. Dengan persatuan ini dibelakangnya, partai mentransformasi masyarakat untuk meletakkan persyaratan bagi ekspansi kelompok hegemonik. Negara menjadi mekanisme untuk melakukan ini: kebijakan dihasilkan dan ditegakkan untuk memungkinkan kelompok hegemonik mencapai tujuan-tujuannya secara efektif dan menciptakan simetri antara tujuannya dan tujuan kelompok-kelompok lainnya. Meskipun tujuan-tujuan ini diformulasikan dengan pemikiran untuk memajukan kepentingan satu kelompok, walau demikian tujuan-tujuan tersebut harus dialami oleh penduduk sebagai kepentingan semua orang. Agar ini berjalan efektif, kelompok hegemonik harus memiliki suatu bentuk tertentu dalam menangani kepentingan kelas-kelas yang tersubordinasi. Teori dalam penelitian sosial digunakan sebagai pisau bedah dalam melihat sebuah fenomena, maka dalam penelitian ini teori hegemoni digunakan untuk
34
menganalisis lebih dalam tentang bagaimana hubungan antara negara dengan masyarakat. Bagaimana peran negara dalam menyelesaikan masalah kemiskinan yang kian hari tumbuh subur di masyarakat.Negara dan masyarakat selalu berintegrasi. Negara mengeluarkan kebijakan dan peraturan untuk dilaksanakan oleh masyarakat. Agar peraturan itu dipatuhi dan dilaksanakan oleh masyarakat, negara
menggunakan
dua
cara
yaitu
pertama
dengan
dominasi
atau
paksaan/koersif, dan kedua melalui kepemimpinan moral dan intelektual. Kepemimpinan moral dan intelektual oleh Gramsci disebut teori Hegemoni ( Wibowo, 2000 ). Antoni Gramsci seorang Marxis, teorinya memberikan sumbangan yang besar dan relevan digunakan untuk membedah permasalahan yang terkati dengan kekuasaan. Dia mengatakan bahwa agar yang terhegemoni patuh terhadap penghegemoni, maka yang terhegemoni hendaknya mampu menginternalisasikan nilai-nilai penghegemoni, disamping harus memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Kelompok yang menghegemoni memperjuangkan legitimasikekuasaan dari massa. Sebaliknya massa dapat menerima prinsip, ide dan norma sebagai miliknya. Hegemoni satu kelompok terhadap kelompok lain bukan berdasarkan paksaan, tapi melalui konsensus. Dia juga mengatakan bahwa secara esensial hegemoni bukan hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan terjadi relasi kesepemahaman antara negara dan masyarakat dengan menggunakan politik dan idiologi (Simon, 1999; Soetomo 1997). Dalam teori Hegemoni Gramsci tidak ada dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya namun
35
lebih ditentukan karena adanya relasi kesepahaman antara kelompok yang menghegemoni dan yang terhegemoni. Teori Gramsci ini sangat relevan digunakan untuk menganalisis permasalahan program pengentasan kemiskinan PNPM Mandiri Pedesaan di Magir Kidul. Hal ini seperti terdapat kesepemahaman antara pemerintah dengan masyarakat. Masyarakat menerima karena merupakan program pemerintah yang dianggap ideal. Masyarakat yang dikuasai akan melaksanakan karena kepentingan mereka terakomodasi. Pemerintah dengan hegemoninya telah mengubah keyakinan masyarakat, masyarakat yang didefinisikan miskin oleh indikator yang ada yang selalu mendapatakan diskriminasi karena adanya kelas atas dan bawah, kaya dan miskin dengan adanya program yang menasional,program yang dijejalkan menggangap bahwa program tersebut satu-satunya solusi atas masalah kemiskinan.
36