8
BAB I PENDAHULUAN
H. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh di berbagai tempat hingga ke pelosok-pelosok daerah. Kegiatan pembangunan diharapkan dapat menunjang perekonomian negara, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan umum. Dalam hal ini pemerintahlah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengusahakan kesejahteraan bagi warga negaranya. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya itu, menyebabkan begitu banyak keterlibatan negara (pemerintah) dalam kehidupan warganya, tidak sebatas berinteraksi, tetapi sekaligus masuk dalam hidup dan kehidupan warganya. Pemerintah yang melaksanakan tugas Negara mempengaruhi kehidupan warga negara, sementara di sisi lain warga juga mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.1 Seseorang dikatakan sejahtera apabila merasa bebas untuk mewujudkan kehidupan individual dan sosialnya sesuai dengan aspirasi serta dengan kemungkinan-kemungkinan yang tersedia bagi dirinya, tidak berarti bahwa yang dikejar dalam menciptakan kesejahteraan hanya kebebasan. Kebebasan dari satu orang akan berhadapan dengan kebebasan orang lain, demikian pula kepentingan sekelompok orang akan berhadapan dengan kepentingan pihak lain, untuk itu perlu ada keselarasan. Peran pemerintah dalam hal ini sangat diharapkan untuk mewujudkan kondisi itu, baik melalui pengaturan, kebijakan tetentu, maupun stelsel Perizinan. 2 Perizinan itu sendiri dipandang sebagai salah satu instrumen pengaturan
yang
paling
banyak
digunakan
oleh
pemerintahan
dalam
mengendalikan masyarakat agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah sebagai jawaban atas 1
Y.Sri Pudyatmoko, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, Grasindo, Jakarta, 2009, hal.2 2 Ibid., hal 4
Universitas Sumatera Utara
9
tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya dalam tukisan ini disebut NKRI). Kondisi ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan
yang
dewasa
ini
diwarnai
dengan
isyarat
globalisasi.
Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi bagian dari dinamika yang harus direspon dalam kerangka proses demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal. Harapan tersebut muncul oleh karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan suatu tatanan yang lebih baik dalam sebuah skema good governance dengan segala prinsip dasarnya. Melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah demokrasi bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam menentukan nasibnya, serta berorientasi kepada kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang terpercaya, terbuka dan jujur serta bersikap tidak mengelak terhadap tanggung jawab sebagai prasyarat terwujudnya pemerintahan yang akuntabel dan mampu memenuhi asas-asas kepatuhan dalam pemerintahan. Pemerintah dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang sangat luas dan kompleks. Pemerintah memiliki hak dan wewenang untuk mengatur kehidupan warga negaranya. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan mengemban tiga fungsi hakiki, yaitu pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Jadi selain melaksanakan pembangunan, pemerintah juga memberikan pelayanan publik. Upaya pemerintah dalam meningkatkan citra pelayanan, mulai dengan diberlakukannya UU No.12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten /kota, selanjutnya PP No.41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah, dan pada akhirnya melalui Menteri Dalam Negeri dengan Permendagri
Universitas Sumatera Utara
10
No.24 tahun 2006 tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2009 tentang Perizinan Terpadu Satu Pintu dan permendagri No.20 tahun 2008 tentang pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan perizinan terpadu daerah. Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut adalah dengan pembentukan organ untuk mengurus pelayanan perizinan yang berbentuk badan/kantor.3 Salah satu upaya untuk mewujudkan pelayanan yang akuntabel terhadap pengguna
jasa,
ditetapkan
Keputusan
Menteri
PAN
Nomor.
26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas pelayanan.4 Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Sumatera Utara,
seperti sekarang ini memiliki kemajuan yang begitu pesat.
Kemajuan tersebut seiring dengan banyaknya investor-investor yang masuk di kabupaten ini. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang tentu tidak tinggal diam dalam menanggapi kemajuan yang terjadi sekarang ini. Dalam mengganggapi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Deli Serdang giat melakukan perbaikan-perbaikan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik, salah satunya ialah perbaikan dalam sektor pelayanan publik khususnya di pelayanan perizinan salah satunya adalah pelayanan Izin Mendirkan Bangunan (selanjutnya dalam tulisan ini disebut IMB). Untuk mendirikan sebuah bangunan diperlukan peraturan agar bangunan itu dikatakan legal oleh pemerintah. Pengaturan mengenai IMB di Kabupaten Deli Serdang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu bentuk pelayanan publik. Di samping itu IMB merupakan salah satu retribusi Kabupaten Deli Serdang yang berarti sumber pendapatan daerah. Kantor pelayanan adimistrasi perizinan dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan yang 3
Ridwan, Juniarso. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa,. 2009, hal 229 4 Kepmenpan, “Keputusan Menteri PAN Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik”.
Universitas Sumatera Utara
11
merupakan penyelenggara pelayanan IMB harus memiliki kapabilitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu kapabilitas yang harus dimiliki adalah “akuntabilitas yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang di miliki oleh para stakeholders”.5 IMB disusun sebagai standar penyesuaian bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah atau pemukiman dengan terencana akan menjamin kondisi lingkungan yang menjamin segala aktivitas. Pada dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan harus didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum. Tanpa bukti tertulis, suatu pengakuan di hadapan hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi tidak sah. Sehingga dengan adanya sertifikat IMB akan memberikan kepastian dan jaminan hukum kepada masyarakat. Dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang sebagai organisasi publik yang juga berperan untuk menciptakan good governance sudah semestinya menciptakan pelayanan yang transparan, sederhana, murah, tanggap dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan ke publik. Persoalan yang timbul saat ini adalah realitas pelaksanaan fungsi pelayanan di bidang IMB Di Kabupaten Deli Serdang. Data dari Ombudsman Kabupaten Deli Serdang menunjukkan Dinas Perizinan Kabupaten Deli Serdang rawan maladministrasi. Hal ini dilihat dari banyaknya pengaduan masyarakat berupa pelayanan yang berlarut-larut; mempersulit/diskriminasi pelayanan dan lamanya waktu penyelesaian pelayanan.6 Berdasarkan latar belakang di atas maka skripsi ini berjudul Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang) 5
Agus Dwiyanto, “Reformasi Birokrasi Publik” (Cet.1; Yogyakarta : Galang Printika Yogyakarta,2002),hal 55 6 http://kab.deliserdang.antaranews.com/berita/36781/diakses tanggal 25 Mei 2014
Universitas Sumatera Utara
12
I. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah
Pemerintah
Daerah
Sebagai
Pelaksana
Birokasi
Pemerintahan Di Daerah? 2. Bagaimanakah
Prosedur
Pemberian
Izin
Mendirikan
Bangunan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006? 3. Bagaimanakah kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan di Deli Serdang?
J. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah. b. Untuk mengetahui Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 c. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan Di Deli Serdang
2. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan secara teoritis dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ilmu hukum, khususnya dalam bidang Hukum Administrasi Negara b. Secara praktis Bagi pembangunan, hasil penelitian ini diharapkan memberikan umpan balik kepada Pemerintah Kota Medan beserta elemen elemen yang terkait sehingga Pemerintah Kota Medan lebih membuka diri dan mau bermitra dengan berbagai pihak baik peneliti dari kalangan perguruan tinggi, DPRD, tokoh masyarakat, LSM, dan Pengusaha dalam rangka mencari format kebijakan yang diperlukan untuk model kegiatan
Universitas Sumatera Utara
13
pemerintahan dalam pelayanan yang lebih efisien, responsif dan akuntabel.
K. Keaslian Penulisan Karya ilmiah ini disusun berdasarkan literatur yang diperoleh dari perpustakaan dan dari media massa baik media cetak maupun media elektronik. Skripsi ini merupakan hasil karya yang belum pernah diangkat oleh mahasiswa sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data yang terdaftar di sekretariat jurusan Hukum Administrasi Negara. L. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Izin Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan maksudnya dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi sertifikat, penentuan kuota dan izin untuk melaksanakan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan. Hukum perizinan merupakan hukum publik yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah di pusat maupun di daerah sebagai aparatur penyelenggaraan negara mengingat hukum perizinan ini berkaitan dengan pemerintah maka mekanisme media dapat dikatakan bahwa hukum perizinan termasuk disiplin ilmu Hukum Administrasi Negara atau hukum 'Tata Pemerintahan seperti yang kita ketahui pemerintah adalah : sebagai pembinaan dan pengendalian dari masyarakat dan salah satu fungsi pemerintah di bidang pembinaan dan pengendalian izin adalah pemberian izin kepada masyarakat dan organisasi tertentu yang merupakan mekanisme pengendalian administratif yang harus dilakukan di dalam praktek pemerintahan. Sesudah mengetahui pengertian dispensasi, di bawah ini akan disampaikan overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van
Universitas Sumatera Utara
14
handeling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd (perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki).7 Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, 8 atau Als opheffing van een algemene verbodsregel in het concrete geval, (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret).9 Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.10 Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.11 N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, mendefinisikan izin dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan 7
S.J. Fockema Andreae, Rechtsgdeerd Handwoordenboek, Tweede Druk, J.B. Wolter’ Uitgeversmaatshappij N.V., (Groningen, 1951), hal. 311 8 Ateng Syafrudin, Perizinan untuk Berbagai Kegiatan, Makalah tidak dipublikasikan, 1999 hal. 1 9 M.M. van Praag, Algemen Nederlands Administratief Recht, Juridische Boekhandel en Uitgeverij A. Jongbloed & Zoon, (‘s-Gravenhage, 1950), hal. 54. 10 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi dan lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1995, hal. 2. 11 Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah Tidak Dipublikasikan, Jakarta, 1995, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
15
sekadarnya. Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuanketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batasbatas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakantindakan yangdiperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan)12 Jadi fungsi pemberian izin disini adalah fungsi pemerintah itu sendiri yang dilaksanakan oleh departemen sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 (1) Keppres No. 44 Tahun 1974 yang menvatakan bahwa setiap departemen menvelengaraan fungsi kegiatan perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perizinan sesuai dengan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Presiden dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pelayanan Perizinan Keputusan Menteri Pendayagunaan aparatur Negara No. 81 tahun 1993 kemudan disempurnakan dengan keputusan Menteri pendayagunaan aparatur Negara No. 63 tahun 2003 mendefenisikan pelayanan umum sebagai segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN dan BUMD dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perizinan dapat didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan,
12
N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, (Surabaya : Yuridika, 1993), hal. 2-3.
Universitas Sumatera Utara
16
yang bentuk produk pelayanannya adalah izin atau warkat 13 Jadi, pelayanan perizinan adalah egala bentuk tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat legalitas atau melegalkan kepemilikan, hak, keberadaan , dan kegiatan individu atau organisasi. Asep Warlan Yusuf dalam buku Ridwan Juniarso mengatakan bahwa izin adalah instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan prilaku masyarakat.14 Pelayanan periznan dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat, misalnya upaya instansi yang berwewenang dalam memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah maupun izin mendirikan bangunan misalnya, sehingga dapat menjamin segala aktivitas. Izin mendirikan bangunan diperlukan dengan maksud untuk mendirikan bangunan yang aman tanpa gangguan yang berarti Menurut Ratminto mengatakan bahwa
kualitas pelayanan perizinan
sangat dipengaruhi oleh lima hal yaitu:15 a. Kuatnya posisi tawar Pengguna jasa Pelayanan, yakni adanya hubugan atau kesetaraan posisi tawar antara pemberi pelayanan dan pengguna jasa pelayanan yang dilakukan antara lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Sehigga posisi tawar masyarakat seimbang dengan posisi tawar pemberi jasa pelayanan. b. Berfungsi Mekanisme Voice, yakni pengguna jasa pelayanan harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang diterima. Apabila saluran ini dapat berfunfsi secara efekif, maka posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas peayanan dapat ditingkatkan. 13
Ratminto dan Atik Septi winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta:. Pustaka pelajar. hal 5 14 Ridwan, Juniarso. 2009. Hukum Administrasi Negara dan kebijakan pelayanan publik. Bandung: Nuansa, hal 92 15 Ibid. hal 39
Universitas Sumatera Utara
17
c. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan, yakni faktor utama dalam manajemen pelayanan perizinan adalah sumber daya manusia atau birokrat yang bertugas memberi pelayanan. Oleh sebab itu
pembinaan
dan
pengembangan
sumber
daya
manusia
penyelenggara pelayanan (birokrat) harus ditingkatkan kualitasnya. d. Pengembangan kutur Pelayanan, hal ini juga sangat krusial dalam peningkatan kualitas pelayanan perizinan adalah berkembangnya kultur pelayanan dalam diri birokrat. Penyelenggara pelayanan harus memiliki kultur pelayanan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. e. Pengembangan sistem Pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, Faktor-faktor terakhir yang juga sangat penting dlam manajemen pelayanan perizinan adalah beroperasinya pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Pelayanan yang berkualitas harus memberikan kejelasan sistem dan prosedur sehingga ada kepasian yang diperoleh masyarakat pengguna layanan
3. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan Bangunan adalah ruang tidak tertutup atau tidak tertutup seluruhnya atau sebagian, memiliki konstruksi teknik yang di tanah atau didekatkan atau melayang dalam suatu lingkungan secara ketat, sebagian atau seluruh pada, diatas atau dibawah permukaan tanah dan atau perairan yang berupa bangunan gedung dan atau bukan gedung.16 Izin Mendirikan Bangunan adalah Izin yang di berikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan bangunan agar desain pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan tata ruang yang berlaku. Dalam proses pembangunan suatu gedung harus memiliki surat izin ini. IMB diberikan untuk mengatur, mengawasi serta mengendalikan, terhadap setiap
16
Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang Pasal 1 huruf i
Universitas Sumatera Utara
18
kegiatan membangun, memperbaiki dan merombak/ merobohkan bangunan daerah.17 Pemerintah menggunakan instrumen izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warganya yang tujuannya dapat berupa:18 a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan-“sturen”) aktivitas-aktivitas tertentu misalnya izin bangunan. b. Mencegah bahaya bagi lingkungan, misalnya perizinan lingkungan. c. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu misalnya izin membongkar monumen-monumen. d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit, misalnya izin penghunian di daerah padat penduduk. Izin pemanfaatan ruang untuk kegiatan pembangunan perumahan danpermukiman baik untuk kepentingan pribadi, sosial maupun umum, dapat dibagi dalam 3 (tiga) sasaran yaitu:19 a. Izin yang berkaitan dengan penetapan lokasi investasi dan perolehan tanah atau yang disebut dengan izin lokasi. b. Izin yang berkaitan dengan rencana pengembangan kualitas ruang atau yang disebut dengan surat persetujuan site plan. c. Izin yang berkaitan dengan pengembangan tata bangunan atau yang disebut dengan izin mendirikan bangunan. Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak, perwujudan produktivitas dan jati diri manusia. Oleh karena itu penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan 17
http://aconx-arsitekbisagila.blogspot.com/2011/01/ijin-mendirikan-bangunan-imb.html, diakses tanggal 19 Mei 2014 18 Spelt.N.M. dan Ten Berge dalam Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan (Medan:Pustaka Bangsa Press, 2003), hal 178 19 Ibid., hal 179-180
Universitas Sumatera Utara
19
ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.
M. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.20 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.21 Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah,
menjelaskan,
dan
menganalisis
peraturan
hukum.
22
Dengan
menggunakan sifat deskriptif ini, maka peraturan hukum dalam penelitian ini dapat dengan tepat digambarkan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pendekatan masalah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Statute Approach)23
2. Sumber Data Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di luar penelitian adalah sebagai berikut : a. Data Primer
20
Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009, hal 1. 21 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media, 2010, hal 87. 22 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal 10. 23 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., hal 96
Universitas Sumatera Utara
20
Sumber data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihakpihak atau instansi-instansi yang terkait dengan objek yang diteliti secara langsung, yang dimaksudkan untuk lebih memahami maksud, tujuan dan arti dari data sekunder yang ada. b. Data Sekunder Sumber data sekunder sebagai pendukung data primer yang di dapat melalui penelitian kepustakaan yaitu dengan membaca dan mempelajari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. c. Data tersier Bahan hukum tersier yaitu kamus, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpul data yang digunakan penulis untuk data primer adalah wawancara. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelusuran data sekuender adalah studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu Studi Pustaka
dengan
cara
identifikasi
isi.
Alat
pengumpulan
data
dengan
mengidentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundangundangan, artikel ,dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data- data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini. 4. Analisis Data Agar data yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
Universitas Sumatera Utara
21
satuan pola sehingga dapat ditentukan dengan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.24 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/ logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus- kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.25
N. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Bagian bab ini akan membahas tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan
BAB II
PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PELAKSANA BIROKASI PEMERINTAHAN DI DAERAH Bagian bab ini akan membahas tentang Pemerintah sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan dan Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokrasi Pemerintahan di Daerah berdasarkan Otonomi Daerah serta Penyelengaraan Fungsi Pelayanan Pemerintah Dalam Pemberian Izin Mendirikan Bangunan
BAB III
PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR 14 TAHUN 2006 Bagian bab ini akan membahas Gambaran Umum Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Lubuk Pakam dan Izin Mendirikan Bangunan ditinjau dari Tata Ruang Kota serta Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2006
BAB IV
KENDALA-KENDALA DALAM PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI DELI SERDANG
24
Soerjono Soekanto. Op.Cit., hal 22 Jhonny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishng, 2006, hal 249 25
Universitas Sumatera Utara
22
Pada bagian bab ini akan membahas tentang Hambatan dalam Pemberian Izin Mendirikan Bangunan
Berdasarkan Peraturan
Daerah dan Solusi dalam mengatasi hambatan dalam Pemberian Izin Bangunan BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian
bab-bab
sebelumnya.
Dalam
bab
ini
berisikan
kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian penelitian, kemudian dilengkapi dengan saran yang mungkin bermanfaat di masa yang akan datang untuk penelitian lanjutan.
Universitas Sumatera Utara