BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang Masalah Sadar atau tidak sadar, kita generasi muda adalah tulang punggung bangsa tercinta kita ini kelak dengan adigium “jika dulu para pahlawan membela bangsa dengan bambu runcingnya, maka kita akan ‘mengangkat’ buku untuk membela negara”. Bangsa ini kaya akan sumber daya alam tetapi miskin sumber daya manusia yang ada. Maka dari sinilah dahulu timbul suatu gagasan untuk manyelenggarakan pendidikan yang dikemas dalam lembaga pendidikan yakni ‘sekolah’ dari tingkat lembaga pendidikan yang paling rendah yaitu TK sampai ke lembaga pendidikan yang berbentuk universitas. Dunia pendidikan merupakan suatu gambaran dunia yang penuh dengan ilmu, melatih keterampilan, dan pengetahuan yang outputnya diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan perubahan zaman yang terus berkembang. Hal tersebut meyakinkan kita bahwa pendidikan itu penting, seolah-olah tidak ada lagi nilai tawar untuk satu kata yakni ‘pendidikan’. Akan tetapi kita tidak selamanya akan hidup dalam dunia ide, atu sudah saatnya Plato keluar dari ‘gua Platonya’, atau kita sadar bahwa kita ada dalam realita, yakni hitam putihnya kehidupan. Kita juga harus mengakui bahwasanya apa pun bisa terjadi karena kita hidup dalam ruang dan waktu, manusia bukan malaikat dan juga bukan setan, manusia tetaplah manusia sesuai kodratnya, yang artinya sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk itu ada dalam diri kita. Begitu juga dengan dunia pendidikan, tidak selalu seperti apa yang kita pikirkan bahwa dunia pendidikan itu kita hanya berbicara tentang sekolah, sekolah lagi, dan lagi-lagi sekolah. Akan tetapi, ada fenomena lain di dalamnya yakni prostitusi yang dilakukan oleh peserta didik (pelajar) dari suatu institusi pendidikan yang umumnya disebut “Ayam Kampus”. Prostitusi dalam dunia pendidikan bukanlah menjadi hal yang baru, akan tetapi hal tersebut masih menjadi hal yang tabu karena praktek prostitusi tersebut masih tertutup atau terselubung, juga minim dari eksposes media massa, tidak vulgar seperti praktek prostitusi pada umumnya. Hal ini sangat memprihatinkan karena status mereka sebagai mahasiswa atau pelajar yang hanya dibebani tanggung jawab untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan ternyata harus dikotori dengan profesi lain yang dilakoni mereka. Apakah praktek prostitusi tersebut menjadi sebuah kebutuhan atau menjadi sebuah tuntunan bagi mereka?, apakah ada faktor-faktor lain dalam diri mereka sehinga mereka terjerumus dalam praktek prostitusi disamping status mereka sebagai mahasiswa? Pelacuran telah menjelma menjadi sebuah hal yang sulit ditebak. Pergerakan mereka sangatlah dinamis seiring berkembangnya jaman. Ayam kampus adalah sebutan bagi mahasiswi yang punya “Double Job” menjadi pelacur di dunia kampus. Sepak terjang ayam kampus lebih susah ditebak dibanding dengan pelacur-pelacur yang biasa berjejer dikawasan prostitusi dan lokalisasi. Bahkan jika diperhatikan penampilan dan kesehariannya dikampus, mereka terlihat sama dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Pasar merekapun lebih modern dengan memanfaatkan dunia online dalam menjajakan kenikmatan seks mereka. Prostitusi dunia online yang sangat terbuka menjadi ladang bagi ayam-ayam kampus menjajakan diri. Ada yang lewat Chat ataupun membuat Profil di Friendster maupun Facebook agar si calon pemakai jasa persetubuhan mereka dapat langsung melihat foto maupun jati diri si ayam kampus. Harga yang dipatok pun pasti lebih mahal dibanding dengan kupu-kupu malan didaerah pelacuran. Entah apa yang menjadi alasan utama beberapa mahasiswi memutuskan untuk terlibat di dunia pelacuran ini. Namun yang seringkali menjadi alasan adalah bahwa mereka harus membayar uang kuliah sendiri, kecewa dengan pacar ataupun korban pemerkosaan saat masih duduk di bangku sekolah dan lain-lain. Isi tasnya tidak lupa selalu ada kondom dengan berbagai bentuk dan merek agar dapat setiap saat mampu melayani langganan bookingan yang hadir menghampirinya. Ada Ayam kampus yang mencari langganan sendiri maupun melalui jasa ke pihak ke-3 atau lewat perantara Baru-baru ini terbongkar kasus sepasang suami istri yang berprofesi sebagai perantara para wanita panggilan kelas tinggi yakni para ayam kampus yang hanya bermodalkan sebuah komputer mereka menjalankan operasinya. Nekadnya, tidak puas dengan hasil memasarkan para wanita 'biasa' mereka mencatut nama para artis beken dan membandrol tarif mereka dari yang hanya lima juta untuk sekali servis short time, sampai mereka artis papas atas yang dibrandol harga puluhan juta. Tentu saja ulah mereka membuat gerah para artis yang namanya terang-terangan dicatut tanpa ijin Harga untuk setiap bookingan ayam kampus bermacam-macam tergantung dimana dia menuntut ilmu. Ayam kampus dari universitas yang terkenal pasti lebih mahal jika di banding dengan kampus swasta yang biasa-biasa saja. Namun itu semua tergantung dari cara ayam kampus itu memuaskan pelanggannya. Semakin ayam kampus itu memberikan pelayanan yang memuaskan maka, namanya akan semakin melambung seiring harganya yang juga melambung tinggi Salah satu contoh fenomena ayam kampus di yang marak adalah di suatu daerah di Jawa Barat seperti apa yang dikutip dari harian Kompas yakni puluhan siswi dan mahasiswi aktif diduga terlibat dalam jaringan prostitusi terselubung di Provinsi Banten. Umumnya kegiatan itu tidak diketahui orangtua karena mereka melakukan perbuatan asusila itu pukul 15.00-21.00. Pelanggannya bukan hanya masyarakat umum, tetapi juga kalangan pejabat (http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/02/28/05222886%20/puluhan.sis wi.dan.mahasiswi.terlibat.prostitusi). Ini hanya sabagian contoh kecil kasus, tentu tidak hanya terjadi di Provinsi Banten saja. Uniknya, konon dari sekian mahasiwsi yang merangkap menjadi ayam kampus, memang sejatinya adalah ayam kampus, mereka sengaja masuk kampus dengan tujuan menaikkan taraf. Kesan inteleklah yang mereka buru. Ternyata hal ini tidak saja terjadi di Indonesia bahkan juga di Australia. Negara yang bisa dikatakan sudah makmur dan maju ini ternyata tidak lepas dari gejolak ayam kampus. Dalam sebuah buku yang berjudul CONVERSATION IN BROTHELS yang mana beberapa nara sumbernya berasal dari anak kampus yang mempunyai double job. Alasan mereka melakukan prostitusi, kurang lebih sama dengan yang ada di Indonesia. HUNDREDS of university students in Victoria have turned to prostitution to pay their way through higher education, The Sunday Age has learnt. (emphasis added) , A quick search of the files would
Universitas Sumatera Utara
reveal that this is old news., a repeatedly re-discovered ‘finding’. That a few hundred of Victoria’s 180,000 or so university students are sex workers is no more surprising than that thousands of them are waiters. (http://andrewnorton.info/2008/03/yet-another-student-prostitute-story/) Seperti di Australia yang di banyak kampusnya tersebar ayam-ayam berkeliaran, kalau mau jujur, ayam kampus ada di setiap kampus di Indonesia. Inilah fenomena yang harus kita cermati bersama. Jangan sampai tingkat pendidikan tertinggi kita itu menjadi layaknya lokalisasi pelacuran. Peningkatan sistem keamanan dan monitoring harus dilakukan oleh setiap kampus di Indonesia agar kualitas pendidikan kita semakin bersaing. Prostitusi memang tak mengenal ruang dan waktu. Bisnis esek-esek ini sudah merambah ke segala penjuru, tak terkecuali di kalangan mahasiswi tertentu di sejumlah perguruan tinggi di Medan. Sebagian generasi intelek ini tak sedikit yang terjerumus ke dalam jaringan prostitusi terselubung. Fenomena ayam kampus merupakan suatu gejala di masyarakat yang cukup menarik untuk diteliti. Sudah banyak bidang ilmu yang meneliti mengenai keberadaan para pelacur intelek ini. Sebut saja dari berbagai bidang ilmu sosial seperti psikologi, sosiologi, antropologi dan juga bidang ilmu kita sendiri yakni komunikasi. Tema-tema yang diangkat dalam penelitian komunikasi seperti Semiotika text status para ayam kampus di friendster maupun facebook, analisis isi, wacana maupun semiotika dari buku Jakarta Undercover dan berbagai penelitian lain yang masih berada pada ranah perkomunikasian. Bagi para ayam kampus yang sudah saling kenal dan terbuka satu sama lain, barangkali tidak ada persoalan dalam hal berkomunikasi. Tapi bagi yang belum kenal, tentu saja banyak persoalan yang muncul. Misalnya bagaimana si X yang berstatus sebagai calon pengguna jasa layanan bisa mengetahui kalau si Y, wanita yang duduk di seberangnya sebuah kafe mall itu adalah seorang ayam kampus. Dalam kaitannya dengan ini, kaum penkmat ayam kampus memiliki cara lain untuk mengenali targetnya , yaitu dengan komunikasi non verbal. Penggunaan bahasa tubuh ini dilatarbelakangi oleh pengalaman masa lalu dan budaya, meskipun demikian, ada juga bahasa tubuh yang merupakan bawaan, sebagaimana yang terjadi pada para penyandang cacat tuna rungu dan tuna netra yang tak mungkin melakukan pengamatan, penglihatan dan pendengaran atas tingkah laku orang dari berbagai kebudayaan dunia.
Universitas Sumatera Utara
Hal serupa terjadi pada ayam kampus, dimana mereka menggunakan gerakan tubuhnya untuk menunjukkan orientasi status pekerjaan mereka. Para ayam kampus ini tidak berdandan secara berlebihan, memamerkan lekuk tubuh mereka ataupun bertingkah murahan layaknya pelacur di tempat prostitusi. Terdapat banyak komunikasi non verbal yang digunakan si ayam kampus yang harus si calon pengguna jasa layanan tahu bahwa mereka adalah pihak yang akan saling berbisnis. Dari berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti latar mengapa dan bagaimana tercipta komunikasi nonverbal para ayam kampus dalam upaya menjerat dan juga mengirimkan sinyalnya kepada para calon pengguna jasa pelacur berkedok mahasiswa ini.
I.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah komunikasi nonverbal yang dilakukan di kalangan para ayam kampus di Universitas Sumatera Utara?” I.3
Pembatasan Masalah Agar ruang lingkup penelitian tidah terlalu luas dan permasalahan yang
diteliti menjadi jelas, terarah dan lebih spesifik, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Dan yang menjadi pembatasan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Objek penelitian ini hanya pada satu universitas dan menggunakan 5 orang informan sebagai objek penelitian. 2. Penelitian ini memakai metode penelitian deskritpif yang sifatnya hanya memaparkan atau menggambarkan satu fenomena. 3. Penelitian ini berbatas hanya pada ayam kampus, bukan pelacur ataupun gigolo. 4. Analisis komunikasi nonverbal yang diteliti meliputi bahasa tubuh, sentuhan, penampilan fisik, bau-bauan, warna dan artefak. 5. Lokasi penelitian berada di kota Medan dan jangka waktu penelitian sekitar 3 bulan yang dimulai sejak Mei 2010.
I.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mencari alasan seseorang menjadi ayam kampus. 2. Untuk mencari latar belakang seseorang menjadi ayam kampus. 3. Untuk mengetahui simbol-simbol non verbal yang digunakan ayam kampus dalam berkomunikasi. 4. Untuk mengetahui aktivitas serta peranan yang dimainkan seorang ayam kampus di luar dan didalam kampus. I.4.2 Manfaat Penelitian 1. Akademis Peneliti dapat menyumbangkan pemikiran yang berguna bagi studi ilmu komunikasi yaitu kajian psikologi komunikasi dan filsafat komunikasi (khususnya yang berhubungan dengan ayam kampus). 2. Teoritis
Universitas Sumatera Utara
Peneliti dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi, khususnya tentang penelitian yang berkaitan dengan bidang komunikasi nonverbal. 3. Praktis Peneliti dapat membuka pandangan masyarakat mengenai ayam kampus, maupun pandangan ayam kampus mengenai keberadaan diri mereka di tengah masyarakat.
I.5
Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan ttitik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001:39). Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisiyang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Adapun kerangka teori yang relevan dengan penelitian ini adalah Teori Dramaturgis, Teori Interaksionisme Simbolik serta Komunikasi nonverbal. I.5.1 Teori Dramaturgis Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Meski benar, dramaturgi juga digunakan dalam istilah teater namun term dan karakteristiknya berbeda dengan dramaturgi yang akan kita pelajari. Bila Aristoteles mengacu kepada teater maka Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi
Universitas Sumatera Utara
kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Kenapa komunikasi? Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indra verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau.
Perlu diingat,
dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu (http://meiliemma.wordpress). I.5.2
Teori Interaksionisme Simbolik
Universitas Sumatera Utara
Teori interaksionisme-simbolik dikembangkan oleh kelompok The Chicago School dengan tokoh-tokohnya seperti Goerge H.Mead dan Herbert Blummer. Awal perkembangan interaksionisme simbolik dapat dibagi menjadi dua aliran / mahzab yaitu aliran / mahzab Chicago, yang dipelopori oleh oleh Herbert Blumer, melanjutkan penelitian yang dilakukan George Herbert Mead. Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa diselenggarakan di dalam cara yang sama dari ketika studi tentang benda mati. Peneliti perlu mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengalaman nya, dan usaha untuk memahami nilai dari tiap orang. Blumer dan pengikut nya menghindarkan kwantitatif dan pendekatan ilmiah dan menekankan riwayat hidup, autobiografi, studi kasus, buku harian, surat, dan nondirective interviews. Blumer terutama sekali menekankan pentingnya pengamatan peserta di dalam studi komunikasi. Lebih lanjut, tradisi Chicago melihat orang-orang sebagai kreatif, inovatif, dalam situasi yang tak dapat diramalkan. masyarakat dan diri dipandang sebagai proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilangkan inti sari hubungan sosial. Menurut H. Blumer teori ini berpijak pada premis bahwa (1) manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada “sesuatu” itu bagi mereka, (2) makna tersebut berasal atau muncul dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain”, dan (3) makna tersebut disempurnakan melalui proses penafsiran pada saat “proses interaksi sosial” berlangsung. “Sesuatu” – alih-alih disebut “objek” – ini tidak mempunyai makna yang intriksik. Sebab, makna yang dikenakan pada sesuatu ini lebih merupakan produk interaksi simbolis (Blumer,1969:78).
Universitas Sumatera Utara
I.5.3 Komunikasi nonverbal Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh maka setiap hari sebenarnya setiap orang dalam berkomunikasi antar pribadi telah melaksanakan pengiriman pesan-pesan yang bersifat verbal maupun nonverbal. Dalam komunikasi tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan katakata, pengungkapannya baik yang lisan maupun tertulis. Sedangkan tanda-tanda nonverbal terlihat dalam ekspresi wajah, gerakan tangan. Dan hal demikan setiap saat dilakukan oleh siapa saja tanpa kecuali. Sebenarnya jika kita jujur maka pelaksanaan komunikasi antar pribadi setiap hari terbanyak melibatkan prilaku non verbal sebagai penguat pesan-pesan verbal yang diucapkan. Goffman (1971) dan De Lozier (1976) Little John (1978) merinci perilaku verbal seperti bahasa jarak atau prosemik; bahasa gerak anggota tubuh atau kinesik dan perilaku yang terletak antara verbal dan nonverbal yang disebut dengan paralinguistik. Jadi, baik perilaku verbal maupun nonverbal masing-masing dapat menunjukkan seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Perilaku verbal dan nonverbal yang memiliki/mengandung pesan dapat menghasilkan suatu suasana yang menunjukkan erat tidaknya hubungan antara dua orang atau dekat atau jauhnya jarak sosial (Liliweri, 1997:31).
I.6
Kerangka Konsep Konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang
dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001 :73). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor menjadi Ayam Kampus 1. Ekonomi 2. Pengaruh teman dekat 3. Pengaruh pacar 4. Tuntutan Biologis
Kehidupan ayam kampus
I.7
Model Teoritis Berdasarkan variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka Komunikasi NonVerbal konsep maka dibentuk suatu model teoritis yaitu : di kalangan ayam kampus Gambar 2 Model Teoritis Komponen
Komponen
Ayam Kampus
Komunikasi Nonverbal
I.8
Variabel Operasional Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka untuk lebih memudahkan penelitian, perlau dibuat operasional variabel-variabel terkait sebagai berikut :
Komponen
Tabel 1 Variabel Operasional Indikator
Komunikasi Nonverbal
1. 2. 3. 4. 5.
Kinesik Sentuhan Parabahasa Penampilan fisik Artefak
Universitas Sumatera Utara
Ayam Kampus
1. 2. 3. 4. 5.
Ekonomi Pengaruh teman dekat Pengaruh pacar Tuntutan Biologis Kehidupan kampus
I.9
Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu penelitian lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995 : 46). Defenisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah : a. Ekonomi, tingkat kehidupan yang menyangkut materi seseorang. b. Pengaruh teman dekat, suatu tindakan persuasif dari orang terdekat c. Pengaruh pacar, suaut tindakan persuasive dari pasangan lawan jenis d. Tuntutan biologis, keinginan untuk pemenuhan hasrat seseorang e. Kehidupan kampus, keadaan yang dialami oleh seseorang dalam perkuliahan f. Kinesik, merupakan penelaahan bahasa tubuh g. Sentuhan, merupakan penelaahan dari setiap indra sentuhan yang mampu menstimuli rangsangan h. Parabahasa, mengacu pada aspek suara i. Penampilan fisik, bagaimana wujud yang ditunjukkan oleh seseorang j. Artefak, benda-benda yang digunakan sekaligus melambangkan suatu simbol tertentu.
Universitas Sumatera Utara