BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Era reformasi saat ini menyebabkan semakin meningkatnya tuntutan
masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel, dalam hal ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan terwujudnya pemerintahan yang bersih (clean government). Salah satu indikator dari good governance dan clean government adalah kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Untuk mengetahui kualitas LKPD, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan, LKPD diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). LKPD dianggap baik apabila memperoleh opini wajar tanpa pengecualian, akan tetapi sedikit sekali pemerintah daerah yang memperoleh opini tersebut. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2010 BPK RI dapat dilihat opini LKPD pada tahun 2009 sebagai berikut. Tabel 1.1 Opini LKPD Tahun 2009 Berdasarkan Tingkat Pemerintahan Pemerintahan Provinsi Kabupaten Kota Jumlah
WTP 1 7 7 15
Opini LKPD Tahun 2009 WDP TW 24 3 240 37 66 8 330 48
TMP 5 90 11 106
Jumlah 33 374 92 499
Sumber : IHPS II Tahun 2010 BPK - RI
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 1.1, terlihat bahwa sebagian besar pemerintah daerah memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) yaitu sebanyak 330 pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota. Tabel 1.2 Opini LKPD Tahun 2005-2009 Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota se Provinsi Jambi Pemerintahan Provinsi Jambi Kab. Batang Hari Kab. Bungo Kab. Kerinci Kab. Merangin Kab. Muaro Jambi Kab. Sarolangun Kab. Tanjung Jabung Barat Kab. Tanjung Jabung Timur Kab. Tebo Kota Jambi Kota Sungai Penuh
2005 WDP WDP TMP WDP WDP WDP WDP WDP -
Opini LKPD Tahun 2009 2006 2007 2008 WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP TMP WDP WDP WDP TMP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP TMP TMP WDP WDP WDP WDP -
2009 WDP WDP WDP TMP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WTP
Sumber : IHPS II Tahun 2010 BPK – RI
Khusus untuk pemerintah kabupaten/kota yang ada pada provinsi Jambi terlihat juga bahwa sebagian besar kabupaten/kota memperoleh opini WDP, hanya 4 kabupaten yang pernah memperoleh opini tidak memberikan pendapat (TMP) yaitu Kabupaten Bungo, Kabupaten Kerinci,
Kabupaten Muaro Jambi dan
Kabupaten Tebo. Seperti halnya dengan pemerintah daerah lain pada umumnya, Pemerintah Kabupaten Sarolangun di Provinsi Jambi juga memperoleh opini WDP atas LKPD Pemerintah Kabupaten Sarolangun dari tahun anggaran 2005 sampai dengan tahun anggaran 2009. Adapun salah satu masalah yang menjadi pengecualian adalah pengelolaan aset/barang milik daerah.
Universitas Sumatera Utara
Aset tetap atau barang milik daerah merupakan salah satu faktor yang paling strategis dalam pengelolaan keuangan daerah. Pada umumnya, nilai aset tetap daerah merupakan nilai yang paling besar dibandingkan dengan akun lain pada laporan keuangan. Keberadaan aset tetap sangat mempengaruhi kelancaran roda pemerintahan dan pembangunan. Oleh karena itu, sistem pengendalian intern atas manajemen/pengelolaan aset tetap daerah harus handal untuk mencegah penyimpangan yang dapat merugikan keuangan daerah (BPK RI,2010). Aset tetap/barang milik daerah memiliki fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, tetapi dalam pelaksanaan pengelolaannya sering kali terdapat berbagai persoalan. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Sarolangun tahun anggaran 2009, adapun permasalahan pengelolaan barang milik daerah di Pemerintah Kabupaten Sarolangun yang menjadi sorotan BPK RI adalah sebagai berikut: 1.
Terdapat aset tanah milik desa seluas 919.000 m2 senilai Rp1.519.500.000,00 yang masih tercatat dalam neraca;
2.
Terdapat tanah seluas 1.131.512 m2 yang berasal dari APBN senilai Rp3.342.563.000,00 yang tercatat dalam neraca namun tidak didukung dengan dokumen yang memadai;
3.
Terdapat 297 bidang tanah senilai Rp41.333.000.000,00 dengan luas tanah berdasarkan perkiraan;
Universitas Sumatera Utara
4.
Terdapat 5 bidang tanah seluas 19.120 m2 senilai Rp345.656.000,00, aset gedung dan bangunan senilai Rp1.308.693.398,30 dan aset jalan, irigasi dan jaringan senilai Rp28.133.879.990,97 yang dikuasai oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) masih tercatat dalam neraca;
5.
Terdapat kendaraan bukan milik Pemerintah Kabupaten Sarolangun sebesar Rp1.015.500.000,00 masih tercatat dalam neraca;
6.
Terdapat peralatan dan mesin yang dikuasai PDAM yang belum dapat ditelusuri;
7.
Terdapat aset gedung dan bangunan berupa pembangunan sekolah swasta sebesar Rp3.218.682.954,00 tercatat dalam neraca;
8.
Masih terdapat perbedaan selisih antara neraca dengan buku induk inventaris yang belum dapat ditelusuri.
Menurut pendapat BPK RI, permasalahan tersebut di atas merupakan beberapa alasan diberikannya opini wajar dengan pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Sarolangun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, maka pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi : 1. 2. 3. 4.
perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan;
Universitas Sumatera Utara
5. 6. 7. 8. 9. 10.
pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010), dari sepuluh tahapan pengelolaan barang milik negara/daerah tersebut dapat disederhanakan menjadi: (1) adanya perencanaan yang tepat, (2) pelaksanaan secara efisien dan efektif dan (3) pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Perencanaan yang tepat bertujuan agar penggunaan anggaran dalam hal pengelolaan barang milik daerah dilakukan secara efisien, efektif dan ekonomis. Pelaksanaan secara efisien dan efektif bertujuan agar pengelolaan barang milik daerah dilakukan secara baik dan benar yaitu profesional, transparan dan akuntabel sehingga barang milik daerah tersebut memberikan manfaat baik itu untuk jalannya roda pemerintahan maupun untuk kesejahteraan masyarakat. Adanya pembinaan, pengawasan dan pengendalian diperlukan untuk menghindari penyimpangan dari peraturan yang berlaku dalam setiap tahapan pengelolaan barang milik daerah dan mengarahkan agar pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dari uraian latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Perencanaan, Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Terhadap Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kabupaten Sarolangun”.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini adalah : Apakah perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kabupaten Sarolangun?
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan
untuk menguji dan menganalisa pengaruh perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara simultan dan parsial terhadap pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kabupaten Sarolangun.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, sebagai pengetahuan dan pemahaman tentang akuntansi pemerintahan, khususnya tentang pengelolaan barang milik daerah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun, sebagai informasi untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengelolaan barang milik daerah. 3. Bagi akademis, sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dan memberi masukan mengenai pengelolaan barang milik daerah.
Universitas Sumatera Utara
1.5
Originalitas Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Oktaviana (2010) yang berjudul Pengelolaan Aset Daerah Berkaitan Opini Disclaimer BPK di Kabupaten Tojo Una Una di Sulawesi Tengah Tahun 2007. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah : 1. Penelitian sebelumnya menggunakan variabel perencanaan, penatausahaan, peningkatan produktivitas, dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagai variabel independen dan pengelolaan aset daerah sebagai variabel dependen. Sementara penelitian ini menggunakan variabel perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagai variabel independen, dan pengelolaan barang milik daerah sebagai variabel dependen. Selain itu, penelitian sebelumnya hanya berfokus pada aset tanah dan bangunan. Sementara penelitian ini tidak hanya berfokus pada aset tanah dan bangunan, tetapi akan meneliti semua barang milik daerah yang dimiliki oleh pemerintah daerah. 2. Penelitian sebelumnya menggunakan LKPD tahun 2007 sebagai fenomena dengan opini disclaimer. Pada penelitian ini menggunakan LKPD dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 sebagai fenomena dengan opini wajar dengan pengecualian. 3. Objek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten Sarolangun di Provinsi Jambi, sedangkan penelitian sebelumnya pada Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una di Sulawesi Tengah.
Universitas Sumatera Utara