BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Pemerintah wajib menerapkan kaidah-kaidah yang baik dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk di dalamnya kaidah-kaidah dalam bidang pengelolaan keuangan negara yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik itulah, pemerintah Republik Indonesia melakukan reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara. Selain itu, reformasi pengelolaan keuangan ini juga dilatarbelakangi masih digunakannya peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintah kolonial. Walau kehendak menggantikan aturan bidang keuangan warisan telah lama dilakukan agar selaras dengan tuntutan zaman, baru pada tahun 2003 hal itu terwujud dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal itu senada dengan makin besarnya belanja negara yang dikelola oleh pemerintah sehingga diperlukan suatu metode pengawasan yang memadai. Salah satu bentuknya adalah keterlibatan masyarakat/stakeholders. Keterlibatan masyarakat ini juga seiring dengan makin besarnya porsi pajak dalam mendanai operasional pemerintahan. Sumber daya alam yang selama ini besar porsinya dalam penerimaan negara makin lama makin berkurang oleh karena jumlah
sumber
yang
terbatas.
Pada
satu
pihak,
biaya
penyelenggaraan
pemerintahan semakin besar. Satu-satunya sumber adalah pajak dari masyarakat. Agar
masyarakat
tidak
merasa
dirugikan,
maka
diperlukan
suatu
pertanggungjawaban penggunaan pajak dari masyarakat oleh pemerintah dengan
MODUL KEUANGAN NEGARA
1
BAB I PENDAHULUAN
transparan. Berkenaan dengan perubahan paradigma sistem pemerintahan dan tuntutan masyarakat, maka perlu dilakukan reformasi di bidang keuangan sebagai perangkat pendukung terlaksananya penerapan good governance. Reformasi pengelolaan keuangan dilakukan dengan cara: 1. Penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum; 2. Penataan kelembagaan; 3. Penataan sistem pengelolaan keuangan negara; dan 4. Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan. Dengan demikian reformasi manajemen keuangan ini tidak hanya melibatkan Pemerintah Pusat dalam pelaksanaannya, tetapi sekaligus berlaku bagi Pemerintah Daerah. B. Maksud dan Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari materi ini, Penyuluh Perbendaharaan diharapkan mampu memahami pengelolaan keuangan negara, termasuk keuangan daerah secara umum dan mampu menjadi instruktur pelatihan keuangan negara. 2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari modul ini diharapkan Penyuluh Perbendaharaan: a. Memahami garis besar dan lingkup pengelolaan keuangan negara; b. Memahami siklus keuangan negara; c. Memahami pengelolaan aset pemerintah d. Memahami pelaporan keuangan negara; dan e. Memahami proses pemeriksaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
MODUL KEUANGAN NEGARA
2
BAB I PENDAHULUAN
C. Deskripsi Ringkas Materi Modul Pandangan Umum Pengelolaan Keuangan Negara ini disusun dalam rangka memberikan pemahaman umum mengenai pengelolaan keuangan negara. Sesuai dengan siklus pengelolaan keuangan negara, materi dimulai dengan perencanaan kemudian dilanjutkan dengan penganggaran. Selanjutnya dalam tataran pelaksanaan anggaran dibahas mengenai perbendaharaan, pengelolaan aset, akuntansi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan, serta berakhir dengan pertanggungjawaban hasil pengelolaan keuangan negara. D. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan konsep-konsep pokok undang-undang di bidang keuangan negara (Undang-Undang No.17 Tahun 2003, Undang-Undang No.1 Tahun 2004, Undang-Undang No.15 Tahun 2004 dan Undang-Undang No.25 Tahun 2004). Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari para peserta latih dalam aktivitas tanya jawab dan diskusi.
MODUL KEUANGAN NEGARA
3
BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
A. Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara Sampai dengan terbitnya UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 masih menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial. Peraturan perundangan tersebut terdiri dari Indische Comptabiliteitswet (ICW), Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief
Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381. Dengan terbitnya UU No. 17 Tahun 2003 diharapkan pengelolaan keuangan negara “dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia.” Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 memberi batasan keuangan negara
sebagai “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”. Secara rinci sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003, cakupan Keuangan Negara terdiri dari : 1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; 2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
MODUL KEUANGAN NEGARA
4
BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
3. Penerimaan Negara/Daerah; 4. Pengeluaran Negara/Daerah; 5. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; 6. Kekayaan
pihak
lain
yang
dikuasai
oleh
pemerintah
dalam
rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; 7. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Cakupan terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasanyayasan
di
lingkungan
kementerian
negara/lembaga,
atau
perusahaan
negara/daerah. Dalam pelaksanaannya, ada empat pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara, yaitu dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Obyek Keuangan Negara meliputi semua ”hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Selanjutnya dari sisi subyek/pelaku yang mengelola obyek yang ”dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.” Dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Pada akhirnya, tujuan pengelolaan keuangan negara adalah untuk menghasilkan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang MODUL KEUANGAN NEGARA
5
BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek KN dalam rangka penyelenggaraan kehidupan bernegara. B. Siklus APBN Pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam APBN. Dengan demikian seluruh program/kegiatan pemerintah harus dituangkan dalam APBN (azas universalitas) dan tidak diperkenankan adanya program/kegiatan yang dikelola di luar APBN (off budget). Siklus APBN terdiri dari: 1. Perencanaan dan Penganggaran Perencanaan dan penganggaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terintegrasi.
Program
yang
akan
dilaksanakan
oleh
Pemerintah
wajib
dituangkan dalam suatu rencana kerja. Ketentuan tentang perencanaan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana kerja terdiri dari RPJP untuk masa 20 tahun, RPJM untuk masa 5 tahun, dan RKP untuk masa 1 tahun. Di tingkat Kementerian Negara/Lembaga untuk rencana jangka menengah disebut Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga. (Renstra KL) dan untuk rencana kerja tahunan disebut Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja KL) sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Berdasarkan UU No. 17 tahun 2003, anggaran disusun berdasarkan rencana kerja (Renja KL). Dengan demikian, yang memperoleh alokasi anggaran adalah program/kegiatan prioritas yang tertuang dalam rencana kerja dan menjadi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA KL). Sementara itu, untuk Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara disusun Rencana Kerja dan Anggaran berupa Rencana Dana Pengeluaran (RDP BUN) sebagaimana diatur dalam PP No. 90 Tahun 2010 MODUL KEUANGAN NEGARA
6
BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
(Revisi PP No. 21 Tahun 2004). Dengan mekanisme demikian, program/kegiatan pemerintah yang direncanakan itulah yang akan dilaksanakan. RKA-KL dan RDP BUN selanjutnya disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dihimpun menjadi RAPBN. RAPBN ini selesai disusun pada awal Agustus untuk disampaikan ke DPR disertai Nota Keuangan. 2. Penetapan Anggaran Pembahasan RAPBN di DPR dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober. Sehubungan dengan pembahasan RAPBN ini, DPR mempunyai hak budget yaitu hak untuk menyetujui anggaran. Dalam hal DPR tidak setuju dengan RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, DPR dapat mengajukan usulan perubahan atau menolaknya, namun DPR tidak berwenang untuk mengubah dan mengajukan usulan RAPBN. Apabila DPR tetap tidak menyetujuinya maka yang berlaku adalah APBN tahun sebelumnya. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan organisasi, fungsi, program/kegiatan, dan jenis belanja. Dengan APBN yang demikian berarti DPR telah memberikan otorisasi kepada Kementerian Negara/Lembaga untuk melaksanakan program/kegiatan dengan pagu anggaran yang dimilikinya. APBN yang telah disetujui oleh DPR dan disahkan Presiden menjadi UU APBN dan selanjutnya dimuat dalam Lembaran Negara. UU APBN dilengkapi dengan rincian APBN yang dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. 3. Pelaksanaan APBN APBN dilaksanakan oleh Pemerintah untuk periode satu tahun anggaran. Tahun anggaran Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dengan demikian, setelah berakhirnya tahun anggaran tanggal 31 Desember, anggaran ditutup dan tidak berlaku untuk tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan UU APBN dan Perpres Rincian APBN disiapkan MODUL KEUANGAN NEGARA
dokumen 7
BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
pelaksanaan anggaran untuk setiap Kementerian Negara/Lembaga. APBN, walaupun telah diundangkan sebagai UU, tetap merupakan anggaran. Oleh karena itu, azas anggaran yang dikenal dengan nama azas fleksibilitas tetap berlaku. Dalam rangka pelaksanaan azas ini, maka untuk mengakomodasi kondisi riil yang dapat saja berbeda dengan yang diasumsikan pada saat penyusunan anggaran, setiap tengah tahun berjalan dilakukan revisi APBN yang dikenal dengan APBN-Perubahan (APBN-P). Untuk keperluan penyusunan APBN-P, pemerintah menyampaikan realisasi anggaran semester I disertai prognosis penerimaan dan pengeluaran semester II. Untuk keperluan internal, seluruh Kementerian Negara/Lembaga diwajibkan menyusun Laporan Keuangan Semesteran. Dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang tidak tersedia anggarannya. Apabila pengeluaran tersebut terjadi sebelum APBN-P, maka pengeluaran ini dimasukkan dalam APBN-P dan dilaporkan di Laporan Realisasi Anggaran disertai penjelasan. Apabila pengeluaran terjadi setelah APBN-P diundangkan, maka pengeluaran ini dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran disertai dengan penjelasan. Apabila pada akhir tahun terdapat program/kegiatan yang belum selesai dilaksanakan atau anggaran belum terserap, tidak dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya kecuali ada kebijakan pemerintah untuk luncuran APBN. Namun demikian, berhubung APBN hanya berlaku untuk periode satu tahun, maka apabila ada kebijakan luncuran APBN wajib dimasukkan dalam APBN tahun anggaran berikutnya. Laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan ke DPR adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
MODUL KEUANGAN NEGARA
8
BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
negara dan badan lainnya. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2004, keseluruhan komponen tersebut dipertanggungjawabkan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang ruang lingkupnya telah diuraikan sebelumnya. Untuk
penyusunan
pengguna
LKPP,
anggaran/barang
setiap wajib
Kementerian
Negara/Lembaga
menyampaikan
sebagai
pertanggungjawabannya
kepada Presiden yang berupa Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan atas Laporan Keuangan. Kementerian Negara/Lembaga merupakan entitas pelaporan sehingga terhadap laporan keuangannya dilakukan pemeriksaan oleh BPK untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. 4. Pemeriksaan Anggaran Pemeriksaan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dilaksanakan oleh BPK.
Pemeriksaan
ini
dilaksanakan
selama
2
bulan
setelah
laporan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran yang berupa laporan keuangan selesai disusun. Disamping itu terdapat pemeriksaan dan pengelolaan keuangan yang dapat dilaksanakan sepanjang tahun. Pemeriksaan ini dapat dilaksanakan oleh BPK ataupun APIP. 5. Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003, RUU pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran disampaikan ke DPR paling lambat akhir bulan Juni tahun berikutnya.
MODUL KEUANGAN NEGARA
9
BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
PENYAMPAIAN PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN DALAM BENTUK LAPORAN KEUANGAN
LK UNAUDITED
Jan 20X1
Feb 20X1
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
LK AUDITED
AUDIT
Mar 20X1 MENKEU
Apr 20X1
Mei 20X1 BPK
Jun 20X1
DPR
MENKEU
- TINGKAT K/ L - TINGKAT ESELO N I - TINGKAT SATKER
MODUL KEUANGAN NEGARA
10
BAB III PERENCANAAN
BAB III PERENCANAAN
Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam mencapai tujuan bernegara. Agar pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik tidak dapat dilepaskan dari tataran demokrasi dan mengacu pada prinsipprinsip
penting
yang tidak
boleh
diabaikan. Prinsip-prinsip
tersebut
adalah
kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional. Agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran, diperlukan adanya suatu perencanaan pembangunan yang matang. Perencanaan, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan suatu “proses untuk mementukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.” Perencanaan sangat penting sebagai salah satu proses dalam pengelolaan keuangan negara. Perencanaan sangat bermanfaat dalam (a) mengurangi ketidakpastian serta perubahan di masa datang; (b) mengarahkan semua aktivitas pada pencapaian visi dan misi organisasi; (c) sebagai wahana untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan kinerja suatu organisasi. A. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Sistem
Perencanaan
tercapainya
tujuan
Pembangunan dalam
Nasional
bernegara.
SPPN
diharapkan mencakup
dapat
menjamin
penyelenggaraan
perencanaan makro dari semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu diperlukan
adanya sistem perencanaan pembangunan nasional. SPPN
adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
MODUL KEUANGAN NEGARA
11
BAB III PERENCANAAN
rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek yang akan dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam cakupan waktu, SPPN disusun dalam cakupan tiga periode perencanaan, yaitu: 1. Jangka panjang dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan jangka waktu 20 tahun; 2. Jangka menengah dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang berjangka waktu 5 tahun; dan 3. Jangka pendek dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan periode tahunan. Selanjutnya, SPPN tersebut disusun dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut : 1. menjamin adanya koordinasi di antara pelaku pembangunan, baik ditingkat pusat, pusat dengan daerah, maupun antar daerah; 2. menjamin terciptanya intergrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah, maupun antara Pusat dan daerah; 3. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; 4. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan 5. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Dalam suatu perencanaan pembangunan sebagai suatu siklus ada empat tahapan yang dilalui, yakni: 1. Penyusunan rencana; 2. Penetapan rencana; 3. Pengendalian pelaksanaan rencana; dan
MODUL KEUANGAN NEGARA
12
BAB III PERENCANAAN
4. Evaluasi pelaksanaan rencana. Keempat
tahapan
diselenggarakan
secara
berkelanjutan
sehingga
secara
keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Selanjutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga. Selanjutnya Menteri Perencanaan menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan, dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian Negara/Lembaga, baik pusat maupun daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan/atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek MODUL KEUANGAN NEGARA
13
BAB III PERENCANAAN
pembangunan, Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja, baik pusat maupun daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masingmasing jangka waktu sebuah rencana. B. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) merupakan suatu dokumen perencanaan pembangunan untuk periode 20 (dua puluh) tahun. Perencanaan ini bersifat makro yang memuat “penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional.” Proses
penyusunan
RPJP
dilakukan
secara
partisipatif
dengan
melibatkan seluruh unsur pelaku pembangunan. Penyusunan RPJP dilakukan dalam 4 tahap, yaitu: 1. Penyiapan Rancangan RPJP, dimana kegiatan ini dibutuhkan guna mendapatkan gambaran awal dari visi, misi, dan arah pembangunan nasional. 2. Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) jangka panjang yang dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan/stakeholders terhadap rancangan RPJP. 3. Penyusunan Rancangan Akhir RPJP. Seluruh masukan dan komitmen hasil Musrenbang menjadi masukan utama penyempurnaan rancangan. Penetapan undang-undang tentang RPJP, di bawah koordinasi Bappenas yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum. Rancangan akhir RPJP beserta lampirannnya disampaikan kepada DPR sebagai inisiatif Pemerintah, untuk diproses lebih lanjut menjadi undang-undang tentang RPJP Nasional.
MODUL KEUANGAN NEGARA
14
BAB III PERENCANAAN
C. Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala negara terpilih yang wajib disusun dalam waktu tiga bulan setelah dilantik. Dalam penyusunannya, RPJMN harus berpedoman pada RPJP Nasional yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program, baik di dalam maupun lintas Kementerian Negara/Lembaga, dalam satu maupun lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro. Termasuk di dalamnya adalah arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Tahapan Penyusunan RPJM: 1. Penyiapan Rancangan awal RPJM Nasional oleh Bappenas sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengkoordinasikan perencanaan pembangunan secara nasional. 2. Penyiapan rancangan Rencana Strategis Kementrian/Lembaga (rancangan Renstra K/L), yang dilakukan oleh seluruh kementerian dan lembaga. Penyusunan rancangan Renstra ini bertujuan untuk merumuskan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga, agar selaras dengan program prioritas kepala negara terpilih. 3. Penyusunan rancangan RPJM Nasional oleh Kementerian Perencanaan. Tahap ini merupakan upaya mengintegrasikan rancangan awal RPJM Nasional dengan rancangan Renstra K/L, yang menghasilkan rancangan RPJM Nasional. 4. Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) jangka menengah nasional. Kegiatan yang dilaksanakan paling lambat dua bulan setelah presiden dilantik ini dilaksanakan guna memperoleh berbagai masukan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) atas rancangan RPJM Nasional.
MODUL KEUANGAN NEGARA
15
BAB III PERENCANAAN
5. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Nasional, dimana seluruh masukan dan komitmen hasil Musrenbang Jangka Menengah Nasional menjadi masukan utama penyempurnaan rancangan RPJM Nasional. 6. Penetapan Peraturan Presiden tentang RPJM Nasional, di bawah koordinasi kementerian yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum. D. Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga Renstra Kementerian Negara/Lembaga (K/L) memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi K/L serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. Tahapan Penyusunan Renstra K/L adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari visi, misi, dan program kepala negara terpilih terhadap tugas dan fungsi
Kementerian
Negara/Lembaga
yang
dipimpinnya.
Dalam
hal
ini
menteri/kepala lembaga mengkaji implikasi visi, misi, dan program presiden terpilih terhadap tugas pokok dan fungsi K/L yang dipimpinnya dalam bentuk: a. Memberikan penilaian keterkaitan visi, misi, dan program dalam Renstra K/L pada periode lalu; b. Mengidentifikasikan program presiden terpilih terhadap capaian kinerja program K/L periode sebelumnya; c. Membuat kesimpulan. 2. Menyusun Rancangan Renstra K/L dengan berpedoman pada Rancangan Awal RPJM Nasional. E. Rencana Pembangunan Jangka Tahunan Rencana Pembangunan Jangka Tahunan adalah perencanaan yang meliputi periode satu tahun yang dalam hal ini disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah dan merupakan penjabaran dari RPJM Nasional. RKP berisi prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian yang MODUL KEUANGAN NEGARA
16
BAB III PERENCANAAN
menyeluruh, termasuk kebijakan fiskal, serta program K/L, lintas
K/L,
kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi, dan kerangka pendanaan yang masih bersifat indikatif. Selain
RKP,
pada
tingkat
kemeterian/lembaga
disusun
Rencana
Kerja
Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL). Renja-KL disusun berpedoman pada Renstra-KL yang telah ada lebih dulu dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional. Penyusunan Renja-KL dilakukan secara bersamaan dengan penyusunan RKP karena keduanya saling terkait. Adapun tahap penyusunan RKP adalah sebagai berikut: 1. penyiapan rancangan awal RKP sebagai penjabaran RPJM Nasional; 2. penyiapkan rancangan Renja-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awal RKP; 3. Bappenas mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan menggunakan rancangan Renja-KL; 4. musyawarah perencanaan pembangunan (Musrembang); 5. penyusunan rancangan akhir rencana kerja berdasarkan hasil Musrembang; dan 6. Penetapan RKP dalam bentuk Peraturan Presiden. Selanjutnya, RKP ini menjadi pedoman dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Renja-KL menjadi pedoman untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL).
MODUL KEUANGAN NEGARA
17
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
BAB IV PENGANGGARAN
Tujuan suatu negara pada dasarnya adalah memajukan kesejahteraan dan melindungi rakyatnya, serta mencukupi kepentingan-kepentingan lain rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah memiliki tugas yang sekaligus melekat pada fungsi negara yang dapat dikategorikan sebagai fungsi reguler/utama negara dan fungsi sebagai agen
pembangunan.
Kedua
fungsi
dimaksud
dilaksanakan
dalam
operasional
pemerintahan yang sebagian besar terletak di pundak pemerintah. Fungsi regular/fungsi utama negara adalah melaksanakan tugas yang membawa akibat yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Fungsi utama negara terdiri dari empat macam. Pertama negara sebagai political state. Dalam hal ini pemerintah menjalankan fungsi pokoknya dalam pemeliharaan ketenangan, ketertiban, pertahanan, dan keamanan. Kedua negara sebagai legal state yang bertujuan untuk mengatur tata kehidupan bernegara dan tata kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya negara sebagai
administrative state. Kedudukan ini menitikberatkan pada azas demokrasi yaitu kekuasaan berada di tangan rakyat dan pemerintah hanyalah menerima pendelegasian kekuasaan dari rakyat melalui wakil-wakilnya. Terakhir adalah negara sebagai
diplomatical state. Sebagai diplomatical state, negara bertujuan untuk menjalin persahabatan dan memelihara hubungan internasional dengan negara-negara lain. Fungsi negara lainnya yang wajib dijalankan oleh pemerintah adalah sebagai agent of
development. Dalam menjalankan peran ini, pemerintah antara lain bertindak sebagai pendorong inisiatif atau pendorong motivasi rakyat dalam usahanya untuk mengadakan perubahan dan pembangunan masyarakat menuju ke arah kehidupan yang lebih baik, berupa pemberian fasilitas-fasilitas fisik, kemudahan dalam perizinan dan birokrasi, bimbingan dan kebijakan yang diarahkan kepada tercapainya pembangunan. Fungsi ini dibagi lebih lanjut dalam dua peran. Pertama pemerintah sebagai stabilisator apabila MODUL KEUANGAN NEGARA
18
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
di dalam pembangunan terjadi adanya ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Kedua adalah pemerintah sebagai inovator. Artinya pemerintah harus dapat mengadakan penemuan-penemuan baru dalam metode maupun sistem dalam rangka pembangunan masyarakat dan negara. Selain menjalankan fungsi reguler dan agent of development, pemerintah memiliki tugas yang lain dan sangat penting yaitu sebagai pengelola keuangan negara yang harus dilaksanakan sesuai dengan tata aturan dan prosedur yang berlaku didalam pemerintahan. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003, Keuangan Negara adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Hak negara mencakup untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman. Kewajiban negara mencakup untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga. Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara/daerah adalah perencanaan (yang didalamnya terdapat proses penyusunan anggaran). Untuk itu, pemerintah setiap tahun memiliki hak dan sekaligus kewajiban untuk menyusun anggaran. Anggaran yang disusun oleh pemerintah merupakan wujud perencanaan pembangunan tahunan sekaligus sebagai pedoman pelaksanaan tugas kenegaraan selama satu tahun. A. Pengertian Anggaran Kata anggaran merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris budget yang sebenarnya berasal dari bahasa Perancis bougette.
Kata ini mempunyai arti
sebuah tas kecil. Berdasar dari arti kata asalnya, anggaran mencerminkan adanya unsur keterbatasan. Pada dasarnya anggaran perlu disusun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini adalah dana. Karena terbatasnya dana, maka diperlukan alokasi sesuai dengan prioritas dan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Ada beberapa pengertian anggaran yang dapat MODUL KEUANGAN NEGARA
19
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
dikutip. Anggaran negara (state budget) menurut John F. Due dalam ”Government Finance
and Economic Analysis” adalah: ”A budget, in the general sense of the term, is a financial plan for a spesific period of time. A government budget therefore, is a statement of proposed expenditures and expected revenues for the coming period, together with data of actual expenditures and revenues for current and past period.” Sedangkan menurut Wildavsky, anggaran adalah: 1. catatan masa lalu; 2. rencana masa depan; 3. mekanisme pengalokasian sumber daya; 4. metode untuk pertumbuhan; 5. alat penyaluran pendapatan; 6. mekanisme untuk negosiasi; 7. harapan-aspirasi-strategi organisasi; 8. satu bentuk kekuatan kontrol; 9. alat atau jaringan komunikasi. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, anggaran negara meliputi: 1. rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja; 2. gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan; 3. alat pengendalian; 4. instrumen politik; dan 5. disusun dalam periode tertentu. Selanjutnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menurut UU No. 17 Tahun 2003 merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN selalu dinanti oleh berbagai kalangan untuk dikaji sejauh mana kemampuan pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan dari MODUL KEUANGAN NEGARA
20
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
sumber daya yang terbatas. Anggaran pemerintah setiap tahun selalu berubahubah baik jumlah nominal, jenis pendapatan dan alokasi belanja, serta proporsi alokasinya. Pada tahun tertentu, pemerintah memprioritaskan sektor pekerjaan umum, tapi ditahun berikutnya pemerintah memprioritaskan sektor pendidikan dan kesehatan. Hal ini terjadi diakibatkan berbagai faktor, antara lain perkembangan politik, dinamika perekonomian dunia/nasional/daerah, peristiwa sosial/alam, tuntutan masyarakat, dan lain sebagainya. B. Prinsip-prinsip Penganggaran Anggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Secara umum, prinsip-prinsip penganggaran adalah sebagai berikut: 1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran APBN harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu progam dan kegiatan yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. 2. Disiplin Anggaran Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna,
tepat
waktu
pelaksanaan
dan
penggunaannya
dapat
dipertanggungjawabkan.
MODUL KEUANGAN NEGARA
21
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedia penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan progam dan kegiatan yang belum/tidak tersedia anggarannya. 3. Keadilan Anggaran Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggaran secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan. Hal ini dikarenakan sumber daya yang digunakan dalam anggaran berupa pendapatan negara pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta seluruh anggota masyarakat. 4. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat 5. Disusun dengan pendekatan kinerja APBN disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (keluaran dan hasil) dari perencanaan atas alokasi biaya atau masukan/input yang telah ditetapkan. Hasil kerja harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau masukan. Selain itu juga harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja pada setiap unit kerja yang terkait. C. Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen
MODUL KEUANGAN NEGARA
22
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut didiskripsikan pada seperangkat tujuan dan dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Bagaimana cara agar tujuan itu dapat dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas, baik aktivitas langsung maupun tidak langsung yang mendukung program sekaligus melakukan estimasi biaya-biaya berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kinerja tahunan (Renja) yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah: 1. Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya; 2. Pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan prestasinya Penyediaan informasi secara terus-menerus sehingga dapat digunakan dalam manajemen perencanaan, pemograman, penganggaran, dan evaluasi Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu: 1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi; 2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus; 3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan orang); 4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas; MODUL KEUANGAN NEGARA
23
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
5. Keinginan yang kuat untuk berhasil. D. Perencanaan Kinerja Perencanaan Kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan ke depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Pada prinsipnya perencanaan kinerja merupakan penetapan tingkat capaian kinerja yan dinyatakan dengan ukuran kinerja dalam rangka mencapai sasaran atau target yang telah ditetapkan. Perencanaan merupakan komponen kunci untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan Pemerintah Daerah. Sedangkan perencanaan kinerja membantu pemerintah untuk mencapai tujuan yang sudah diidentifikasikan dalam rencana strategis, termasuk didalamnya pembuatan terget kinerja dengan menggunakan ukuran-ukuran kinerja. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan indikator kinerja yang diharapkan dapat dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangannya. Selanjutnya untuk penilaian kinerja dapat digunakan ukuran penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut: 1. Masukan (Input) Masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber: dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya, suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategis yang telah ditetapkan. Tolok ukur ini dapat juga digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan lembagalembaga lain yang relevan. Contoh indikator masukan untuk kegiatan ‟penyuluhan lingkungan sehat untuk daerah pemukiman masyarakat kurang
MODUL KEUANGAN NEGARA
24
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
mampu‟ adalah jumlah dana yang dibutuhkan dan tenaga penyuluh kesehatan. Walaupun tolok ukur masukan relatif mudah diukur serta telah digunakan secara luas, namun seringkali dipergunakan secara kurang tepat sehingga dapat menimbulkan hasil evaluasi yang rancu atau bahkan menyesatkan. Beberapa hal berikut ini sering dijumpai dalam menetapkan tolok ukur masukan yang dapat menyesatkan: a.
Pengukuran Sumber Daya Manusia tidak menggambarkan intensitas keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan.
b.
Pengukuran biaya tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang dibebankan ke suatu kegiatan tidak mempunyai kaitan yang kuat dengan pencapaian sasaran kegiatan tersebut.
c.
Banyaknya biaya-biaya masukan (input) seperti gaji bulanan personalia pelaksana, biaya pendidikan dan pelatihan, dan biaya penggunaan peralatan dan mesin seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya kegiatan.
2. Keluaran (output) Keluaran adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau non fisik. Dengan membandingkan indikator keluaran instansi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Untuk kegiatan yang bersifat penelitian berbagai indikator kinerja yang berkaitan dengan keluaran paten dan publikasi ilmiah sering dipergunakan baik pada tingkat kegiatan maupun instansi. Untuk MODUL KEUANGAN NEGARA
25
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
kegiatan yang bersifat pelayanan teknis, indikator yang berkaitan dengan produk, pelanggan, serta pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut mungkin lebih tepat untuk digunakan. Beberapa indikator keluaran juga bermanfaat untuk mengidentifikasikan perkembangan instansi. Sebagai contoh besarnya pendapatan yang diperoleh melalui pelayanan teknis, kontrak riset, besarnya retribusi yang diperoleh, serta perbandingannya dengan keseluruhan anggaran instansi, menunjukkan perkembangan
kemampuan
instansi
memenuhi
kebutuhan
pasar,
serta
mengindikasikan tingkat ketergantungan instansi yang bersangkutan pada APBN. Dalam mempergunakan indikator keluaran, beberapa permasalahan berikut perlu dipertimbangkan: a.
Perhitungan keluaran seringkali cenderung belum menentukan kualitas. Sebagai
contoh
jumlah
layanan
medik
di
RSU
mungkin
belum
memperhitungkan kualitas layanan yang diberikan. b.
Indikator keluaran sering kali tidak dapat menggambarkan semua keluaran kegiatan, terutama yang bersifat intangible. Sebagai contoh, banyak hasil penelitian yang walaupun mengandung penemuan yang baru, namun karena berbagai pertimbangan tertentu tidak dapat dipatenkan.
3. Hasil (outcome) Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya. Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap instansi perlu mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu MODUL KEUANGAN NEGARA
26
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
kegiatan. Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan pengukuran indikator keluaran. Sebagai contoh „penghitungan jumlah bibit unggul‟ yang dihasilkan oleh suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran. Namun „penghitungan besar produksi per hektar‟ yang dihasilkan oleh bibit-bibit unggul tersebut atau „penghitungan kenaikan pendapatan petani‟ pengguna bibit unggul tersebut merupakan tolok ukur hasil. Dari contoh tersebut, dapat pula dirasakan bahwa penggunaan tolok ukur hasil seringkali tidak murah dan memerlukan waktu yang tidak pendek, karena validitas dan reliabilitasnya tergantung pada skala penerapannya. Contoh nyata yang membedakan antara indikator output dan indikator outcome adalah pembangunan gedung sekolah dasar. Secara output gedung sekolah dasar tersebut telah seratus persen berhasil dibangun. Akan tetapi belum tentu gedung tersebut diminati oleh masyarakat setempat. Indikator outcome lebih utama dari pada sekedar output. Walaupun produk telah dicapai dengan baik, belum tentu secara outcome kegiatan tersebut telah dicapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator
outcome, organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. Pencapaian indikator kinerja outcome ini belum tentu akan dapat terlihat dalam jangka waktu satu tahun. Seringkali outcome baru terlihat setelah melewati kurun waktu lebih dari satu tahun, mengingat sifatnya yang bukan hanya sekedar hasil. Dan mungkin juga indikator outcome tidak dapat dinyatakan dalam ukuran kuantitatif akan tetapi lebih bersifat kualitatif. E. Target Kinerja Setelah indikator kinerja ditentukan, mulailah disusun target kinerja untuk setiap indikator kinerja yang telah ditentukan. Target kinerja adalah tingkat kinerja
MODUL KEUANGAN NEGARA
27
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
yang diharapkan dicapai terhadap suatu indikator kinerja dalam satu tahun anggaran tertentu dan jumlah pendanaan yang telah ditetapkan. Target kinerja harus mempertimbangkan sumber daya yang ada dan juga kendala-kendala yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan target kinerja yang baik, seperti dapat dicapai, ekonomis, dapat diterapkan, konsisten, menyeluruh, dapat dimengerti, dapat diukur, stabil, dapat diadaptasi, legitimasi, seimbang, dan fokus kepada pelanggan. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam penetapan target kinerja: a. Memiliki dasar penetapan sebagai justifikasi penganggaran yang diprioritaskan pada setiap fungsi/bidang pemerintahan b. Memperhatikan tingkat pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah terhadap suatu kegiatan tertentu. c. Kelanjutan setiap program, tingkat inflasi, dan tingkat efisiensi menjadi bagian yang penting dalam menentukan target kinerja. d. Ketersediaan sumber daya dalam kegiatan tersebut: dana, SDM, sarana, prasarana pengembangan teknologi, dan lain sebagainya. e. Kendala yang mungkin dihadapi di masa depan Penetapan target kinerja kinerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Spesifik Berarti unik, menggambarkan obyek/subyek tertentu, tidak berdwimakna atau diinterpretasikan lain b. Dapat diukur Secara obyektif dapat diukur baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif c. Dapat Dicapai (attainable) Sesuai dengan usaha-usaha yang dilakukan pada kondisi yang diharapkan akan dihadapi d. Realistis; e. Kerangka waktu pencapaian (time frame) jelas; dan f. Menggambarkan hasil atau kondisi perubahan yang ingin dicapai.
MODUL KEUANGAN NEGARA
28
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
F. Standar Analisis Belanja Standar Analisa Belanja (SAB) merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan APBN dengan pendekatan kinerja. SAB adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. SAB digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Unit Kerja dalam satu tahun anggaran. Penilaian terhadap usulan anggaran belanja dikaitkan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai melalui program atau kegiatan. Usulan anggaran belanja yang tidak sesuai dengan SAB akan ditolak atau direvisi sesuai standar yang ditetapkan. Rancangan APBN disusun berdasarkan hasil penilaian terhadap anggaran belanja yang diusulkan unit kerja. Dalam rangka menyiapkan rancangan APBN, SAB merupakan standar atau pedoman yang bermanfaat untuk menilai kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan yang direncanakan oleh setiap unit kerja. SAB dalam hal ini digunakan untuk menilai dan menentukan rencana program, kegiatan dan anggaran belanja yang paling efektif dan upaya pencapaian kinerja. Penilaian kewajaran berdasarkan SAB berkaitan dengan kewajaran biaya suatu program atau kegiatan yang dinilai berdasarkan hubungan antara rencana alokasi biaya dengan tingkat pencapaian kinerja program atau kegiatan yang bersangkutan. Disamping atas dasar SAB, dalam rangka menilai usulan anggaran belanja dapat juga dilakukan berdasarkan kewajaran beban kerja yang dinilai berdasarkan kesesuaian antara program atau kegiatan yang direncanakan oleh suatu unit kerja dengan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang bersangkutan. Penerapan SAB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara lain: (1) mendorong setiap unit kerja untuk lebih selektif dalam merencanakan program dan atau kegiatannya, (2) menghindari adanya belanja yang kurang efektif dalam
MODUL KEUANGAN NEGARA
29
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
upaya pencapaian kinerja, (3) mengurangi tumpang tindih belanja dalam kegiatan investasi dan non investasi. G. Standar Biaya Standar biaya merupakan komponen lain yang harus dikembangkan sebagai dasar untuk mengukur kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja, selain Standar Analisa Biaya dan tolok ukur kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku. Penerapan standar biaya ini membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi setiap K/L dan unit kerja yang ada agar kebutuhan atas suatu kegiatan yang sama tidak berbeda biayanya. Pengembangan standar biaya akan dilakukan dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perubahan harga yang berlaku. H. Penyusunan RKA K/L Penyusunan RKA-K/L dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran jangka menengah, terpadu dan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya. Penyusunan RKA-KL dengan pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Penyusunan RKA-KL dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil yang diharapkan dari program termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. RKA-KL, memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan MODUL KEUANGAN NEGARA
30
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. Penyusunan RKA-KL diawali dengan penyusunan Renja-KL yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang dilengkapi sasaran kinerja dengan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif serta prakiraan maju untuk tahun anggaran berikutnya. Tahap ini merupakan tahap dimulainya mengaitkan rencana kerja dengan jumlah anggaran yang tersedia dan persiapan untuk menyusun
RKA-KL.
Selanjutnya
Renja
dimaksud
ditelaah
oleh
Bappenas
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Koordinasi ini dilakukan atas pendaanan dan pengkodean. Berdasarkan hasil pembahasan pokok-pokok kebijakan umum fiskal dan RKP antara pemerintah dengan DPR, Menteri Keuangan menerbitkan SE tentang Pagu Sementara bagi masing-masing program pada K/L pada pertengahan bulan Juni. Pagu Sementara ini merupakan dasar bagi K/L untuk menyesuakan Rencana Kerja mereka menjadi RKA-KL yang dirinci per kegiatan untuk setiap unit kerja yang ada di K/L. Selanjutnya hasil penyusunan RKA ini akan dibahas oleh K/L dengan komisi di DPR yang mitra kerjanya. RKA-K/L hasil pembahasan kemudian diserahkan kepada Menteri Perencanaan untuk
ditelaah.
Penelaahan
dilakukan
oleh
MenteriPerencanaan
untuk
kesesuaiannya dengan RKP dan oleh Menkeu untuk kesesuaiannya dengan Pagu Sementara. Hal ini dilakukan untuk menjaga konsistensi penganggaran dengan perencanaan dan prioritas pembangunan nasional serta tidak melampaui pagu. Tahap akhir dari penyusunan RKA-KL ini adalah menghimpun seluruh RKA hasil telaahan untuk dijadikan bahan menysusun rancangan APBN dan nota keuangan. Tahap ini dilakukan oleh Menkeu dan hasilnya akan dibahas dalam sidang kabinet. I. Rencana Dana Pengeluaran BUN Dalam PP 90 Tahun 2010 telah diatur mekanisme dan landasan hukum tata cara
MODUL KEUANGAN NEGARA
31
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
penyusunan rencana kerja dan anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara menetapkan unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara. Pada
awal
tahun,
Pengguna
Anggaran
Bendahara
Umum
Negara
dapat
berkoordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga atau pihak lain terkait penyusunan indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara untuk tahun anggaran yang direncanakan dengan memperhatikan prakiraan maju dan rencana strategis yang telah disusun. Indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara tersebut merupakan indikasi dana dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah yang penganggarannya hanya ditampung pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Kementerian Keuangan. Kebutuhan dana untuk Bagian Anggaran BUN meliputi dana untuk: 1.
transfer ke daerah;
2.
bunga utang;
3.
subsidi;
4.
hibah (dan penerusan hibah);
5.
kontribusi sosial;
6.
dana darurat/penanggulangan bencana alam;
7.
kebutuhan mendesak (emergency),
8. 9.
cadangan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan (policy measures) dana transito;
10. cicilan utang; 11. dana investasi Pemerintah; 12. penyertaan modal negara; 13. dana bergulir; 14. dana kontinjensi; 15. penerusan pinjaman (on-lending); dan MODUL KEUANGAN NEGARA
32
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
16. kebutuhan lain-lain yang tidak dapat direncanakan. Selanjutnya dalam menetapkan pagu dana pengeluaran Bendahara Umum Negara, Menteri Keuangan berpedoman pada: 1. arah kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden; 2. prioritas anggaran; 3. RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan pembahasan Rancangan APBN; 4. indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara; dan 5. evaluasi Kinerja penggunaan dana Bendahara Umum Negara. J. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdiri dari Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Anggaran Pendapatan merupakan estimasi pendapatan yang mungkin dicapai dalam periode yang bersangkutan. Kelompok anggaran pendapatan terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Anggaran belanja merupakan batas tertinggi pengeluaran yang dapat dibebankan pada APBN. Belanja klasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan. Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan terdiri dari: 1.
pelayanan umum;
2.
ketertiban dan keamanan;
3.
pertahanan;
4.
ekonomi;
5.
lingkungan hidup;
6.
perumahan dan fasilitas umum;
7.
kesehatan;
8.
pariwisata dan budaya;
MODUL KEUANGAN NEGARA
33
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
9.
agama;
10. pendidikan; serta 11. perlindungan sosial. Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan rencana kerja masing-masing Kementerian Negara/Lembaga. Klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari: 1. belanja pegawai; 2. belanja barang dan jasa; 3. belanja modal; 4. bunga; 5. subsidi; 6. hibah; 7. bantuan sosial; dan 8. belanja lainnya. Selain jenis belanja di atas, terdapat kelompok belanja ke daerah yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dari uraian di atas, siklus penganggaran yang merupakan kelanjutan dari perencanaan secara terintegrasi dan kaitannya dengan proses perancanaan dan penganggaran oleh pemerintah daerah dapat digambarkan secara utuh seperti gambar berikut ini.
MODUL KEUANGAN NEGARA
34
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan suatu dokumen yang sangat penting artiya dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu Negara. Undang_Undang APBN mencerminkan otorisasi yang diberikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Pemerintah untuk melaksanakan programprogram pembangunan dalam batas-batas anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran pendapatan merupakan estimasi penerimaan (estimated revenue) yang diperkirakan akan diterima dalam satu tahun anggaran, sedangkan anggaran belanja merupakan pagu anggaran belanja yang disediakan untuk membiayai program dan kegiatan selama satu tahun anggaran (appropriation). Undang-undang APBN inilah yang mengatur program dan kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah dalam suatu tahun anggaran. Selanjutnya Undang-Undang APBN dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN, yang dalam istilah keuangan Negara dikenal sebagai apportionment. Peraturan Presiden dimaksud diperlukan sebagai landasan operasional bagi Pemerintah untuk melaksanakan APBN. Periode pelaksanaan APBN adalah satu tahun, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dalam rangka menjaga agar APBN dapat dilaksanakan secara tepat waktu maka dalam Undang-Undang 17/2003 maupun PP 90/2010 telah ditentukan kalender anggarannya, yaitu APBN harus sudah diundangkan paling lambat bulan Oktober tahun sebelumnyan demikian diperlukan agar Pemerintah mempunyai waktu yang cukup untuk menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran. Demikian pula bagi Pemerintah Daerah, diharapkan dengan ditetapkannya APBN pada bulan
MODUL KEUANGAN NEGARA
35
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
Oktober, mereka dapat menyelesaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara tepat waktu. B. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dokumen pelaksanaan anggaran memuat alokasi anggaran yang disediakan kepada pengguna anggaran. Alokasi anggaran pendapatan disebut Estimasi pendapatan yang dialokasikan dan alokasi anggaran belanja disebut allotment. Dokumen pelaksanaan anggaran di Pemerintah Pusat disebut Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sedangkan di Pemerintah daerah disebut Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD). Paradigma baru dalam pengelolaan keuangan Negara adalah beralihnya konsep administrasi
keuangan
(financial
administration)
ke
manajemen
keuangan
(financial management). Hal ini memerlukan pembaharuan pada setiap fungsi manajemen, baik pada tataran perencanaan, pengangaran, pelaksanaan anggaran, akuntansi dan pertanggungjawaban, serta pemeriksaan. Semua fungsi diarahkan pada pemanfaatan sumber daya secara efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam refomasi manajemen keuangan Negara adalah “let the managers manage”. Dengan pendekatan ini kepada pengguna anggaran diberikan fleksibilitas untuk melaksanakan anggaran. Pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk menyusun DIPA sesuai dengan program dan kegiatan yang telah ditetapkan serta plafon anggaran yang telah disediakan. Dengan mekanisme yang demikian maka kepada para pengguna anggaran diberikan fleksibilitas yang seluas-luasnya untuk mengatur anggarannya, dituangkan dalam DIPA sesuai dengan kebutuhan. Namun demikian mekanisme check and balance tetap dilaksanakan sehingga DIPA yang disusun oleh pengguna anggaran tidak serta merta langsung diberlakukan, namun harus dibahas dulu dengan Kementerian Keuangan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran, Direktorat Jenderal MODUL KEUANGAN NEGARA
36
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
Perbendaharaan untuk memperoleh pengesahan. Pembahasan ini merupakan pelaksanaan fungsi pengendalian, dilakukan untuk meyakini bahwa DIPA disusun sesuai dengan Undang-Undang APBN serta menggunakan standar harga yang wajar sesuai dengan ketentuan. Anggaran dalam DIPA diklasifikasikan terinci sampai organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Dengan demikian maka azas spesialitas benar-benar digunakan di sini, yaitu anggaran secara spesifik disediakan untuk membiayai kegiatan tertentu dan tidak dapat digeser tanpa mekanisme revisi DIPA sesuai ddengan ketentuan. Sehubungan dengan diberlakukannya manajemen keuangan dalam pengelolaan keuangan Negara maka setiap pengguna anggaran wajib menyusun rencana penarikan dana untuk setiap progam/kegiatan yang ada dalam DIPA. Hal yang sama berlaku untuk penerimaan, yaitu rencana penerimaan pendapatan juga disiapkan jika penguna anggaan tersebut mempunyai alokasi anggaran pendapatan. Informasi tentang rencana penarikan dana serta rencana penerimaan ini diperlukan oleh Bendahara Umum Negara untuk menyusun anggaran kas. Suatu hal yang perlu diingat dalam anggaran adalah digunakannya pendekatan anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja mengamanatkan bahwa anggaran dialokasikan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah output atau outcome yang dihasilkan atau akan dihasilkan dari pelaksanaan suatu kegiatan atau program. Dengan demikian maka dalam dokumen pelaksanaan anggaran perlu adanya informasi tentang indikator kinerja berikut target yang akan dicapai dari suatu kegiatan atau program dengan dana yang disediakan dalam anggaran.
MODUL KEUANGAN NEGARA
37
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
Paradigma Baru dalam pengelolaan Keuangan Negara Perubahan mendasar
dari Financial Administration Ke Financial Management
Semangat yang melandasi
Pengendalian
let the managers manage
Check & Balance Mechanism
Pada Pemerintah Pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya DIPA. Dalam rangka menjaga agar anggaran dapat dimulai segera pada awal tahun anggaran maka DIPA harus diselesaikan dalam bulan Desember tahun sebelumnya. Segera setelah suatu tahun anggaran dimulai, maka DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada satuan-satuan kerja sebagai pengguna anggaran pada kementrian/lembaga. Setelah masa transisi pada TA 2005, maka mulai TA 2006, DIPA telah dapat serentak dibagikan pada awal tahun anggaran dimulai, tepatnya tanggal 2 Januari tahun bersangkutan. Seperti pada Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah pun digunakan mekanisme yang sama dengan penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku di daerah. Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD wajib menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Dengan demikian maka fleksibilitas penggunaan anggaran diberikan kepada Pengguna Anggaran. DPA disusun secara rinci sampai dengan organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja disertai indikator kinerja. Dokumen ini disertai dengan rencana penarikan dana untuk mendanai kegiatan dan apabila dari kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas juga dilampirkan. DPA disampaikan kepada kepala SKPKD untuk dimintakan pengesahan. Jika DIPA bagi Kementerian Negara/Lembaga sudah dapat dijadikan dokumen untuk segera melaksanakan anggaran Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah
MODUL KEUANGAN NEGARA
38
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
masih diperlukan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan suatu dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan. SPD ini diperlukan untuk memastikan bahwa dana yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan telah tersedia pada saat kegiatan berlangsung. Setelah DPA dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja wajib melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. C. Pembagian Kewenangan Dalam rangka pelaksanaan anggaran, Presiden mendelegasikan kewenangannya kepada menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran. Sedangkan kewenangan untuk pengelolaan keuangan didelegasikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Pendelegasian Kewenangan dalam Pelaksanaan Anggaran Presiden (sebagai CEO) Menteri Teknis (sebagai COO)
Kepala Kantor (selaku Kuasa COO)
Menteri Keuangan (sebagai CFO)
Kepala KPKN
(selaku Kuasa CFO)
Pendelegasian kewenangan pelaksanaan program Pendelegasian kewenangan perbendaharaan
Menteri teknis/pimpinan lembaga merupakan chief of opertional officer sedangkan Menteri Keuangan merupakan chief of financial officer. Dalam pelaksanaan anggaran, mereka mempunyai kedudukan yang seimbang dalam rangka menjaga terlaksananya mekanisme check and balance. Kuasa Pengguna Anggaran dapat ditunjuk sehubungan dengan kompleksitas kegiatan, rentang kendali yang MODUL KEUANGAN NEGARA
39
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
luas, jumlah anggaran yang besar, atau karena lokasi kegiatan. Demikian pula di pemerintah daerah, dapat ditetapkan adanya Kuasa Pengguna Anggaran yang diusulkan oleh pengguna anggaran dan ditetapkan oleh kepala daerah karena alasan yang sama. D. Sistem Penerimaan Seluruh penerimaan negara/daerah harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah dan tidak diperkenankan digunakan secara langsung oleh satuan kerja yang melakukan pemungutan (Azas Bruto). Pendapatan diakui setelah uang disetor ke rekening Kas Umum Negara/Daerah (basis kas). Oleh karena itu penerimaan wajib disetor ke Rekening Kas Umum selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Dalam rangka mempercepat penerimaan pendapatan, Bendahara Umum Negara/Daerah dapat membuka rekening penerimaan pada bank. Bank yang bersangkutan wajib menyetorkan penerimaan pendapatan setiap sore hari ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. E. Sistem Pembayaran Belanja membebani anggaran daerah setelah barang/jasa diterima. Oleh karena itu terdapat pengaturan yang ketat tentang sistem pembayaran. Pada dasarnya alokasi anggaan kepada satuan kerja (DIPA) akan diberikan jika sudah tersedia alokasinya dalam APBN. Berdasarkan DIPA satuan kerja dapat melakukan kegiatan perolehan barang/jasa. Barang/jasa yang diperoleh harus diverifikasi kebenarannya. Setelah diverifikasi barulah dilakukan pembayaran. Urut-urutan tahapan yang harus dilalui dalam pelaksanaan anggaran belanja tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
MODUL KEUANGAN NEGARA
40
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
PELAKSANAAN ANGGARAN APBN PERPRES RINCIAN APBN
DIPA PESANAN
KOMITMEN
VENDOR VERIFIKASI BARANG/JASA PEMBAYARAN
Dalam pelaksanaan anggaran, pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk membebani anggaran. Sebagai konsekuensinya pengguna anggaran dituntut untuk melakukan verifikasi atau pengujian atas kebenaran formil maupun materiil atas pelaksanaan anggaran serta mempertanggungjawabkannya. Apabila verifikasi terhadap belanja telah dilakukan dan sah maka pengguna anggaran menyampaikan Surat
Perintah
Membayar
ke
KPPN.
Berhubung
mereka
harus
mempertanggungjawabkannya maka bukti-bukti pengeluaran tetap disimpan di Kementerian Negara/Lembaga dan tidak dikirim ke KPPN. KPPN tetap melakukan pengujian untuk mengecek ketepatan jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Mekanisme pembayaran ini dapat dilihat pada gambar berikut:
MODUL KEUANGAN NEGARA
41
BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN
Mekanisme Pembayaran Menteri K euangan
Menteri Teknis PEMBUATAN KOMITMEN
PENGUJIAN & PEMBEBANAN
administratief beheer
PERINTAH PEMBAYARAN
administratief beheer
PENCAIRAN DANA
PENGUJIAN
Comptabel beheer
Proses pengujian yang dilakukan pada pengguna anggaran dan pada Bendahara Umum Negara dapat dilihat pada gambar berikut:
PENGUJIAN DALAM PELAKSANAAN PENGELUARAN NEGARA Menteri Teknis
Menteri Keuangan
Selaku Pengguna Anggaran Tahapan Administratif
Selaku BUN Tahapan Komtabel
PEMBUATAN KOMITMEN
PENGUJIAN PENGUJIAN
SPM
Pengujian : • Wetmatigheid • Rechtmatigheid • Doelmatigheid
CHEQUE
Pengujian : • Substansial : •Wetmatigheid •Rechtmatigheid • Formal
?
Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung oleh Bendahara Umum Negara kepada yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal dengan sistem LS. Pembayaran ini dilakukan untuk pengeluaran yang telah pasti, baik jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Cara lainnya adalah dengan menggunakan Uang Persediaan melalui Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran dengan UP dilakukan untuk belanja yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran. MODUL KEUANGAN NEGARA
42
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Aset merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset yang berada dalam pengelolaan pemerintah tidak hanya yang dimiliki oleh pemerintah saja, tetapi juga termasuk aset pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka pelayanan ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah. Aset pemerintah bukanlah sebagai sumber daya untuk memperoleh pendapatan, namun mencerminkan potensi pelayanan bagi masyarakat. Oleh karena itu dalam mengukur kemampuan keuangan pemerintah tidaklah tepat jika dilakukan dengan membandingkan antara pendapatan dan total aset yang tersedia. Kecukupan tersedianya aset dapat diukur dengan membandingkan antara aset yang tersedia dengan kebutuhan dalam pelayanan, yang pada umumnya ditentukan dalam rasiorasio yang relevan sesuai dengan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Definisi aset di atas mencerminkan bahwa ruang lingkup aset pemerintah sangatlah luas. Aset pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai aset keuangan dan aset non keuangan. Aset keuangan mencakup kas, piutang, dan investasi. Dalam rangka manajemen kas pada umumnya terintegrasi dengan manajemen utang. Aset
MODUL KEUANGAN NEGARA
43
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
non keuangan ada yang dapat diidentifikasi dan ada yang tidak dapat diidentifikasi. Aset non keuangan yang dapat diidentifikasi berupa aset berwujud dan aset tidak berwujud. Aset berwujud berupa persediaan dan aset tetap, yang dalam peraturan perundang-undangan lebih dikenal dengan nama barang milik negara. Aset yang tidak teridentifikasi dapat berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia. Bagan aset pemerintah dapat dilihat pada gambar berikut:
Kas & Setara kas Aset Keuangan & Utang
Piutang & Utang Persediaan
Investasi Berwujud ASET PEMERINTAH
Dapat Diidentifikasi
Aset Tetap
Aset
Tidak Berwujud
Non
SDA
keuangan Tidak dapat diidentifikasi
SDM dll
B. Pengelolaan Kas Kas merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan untuk menjalankan pemerintahan. Kas seringkali dikatakan bagaikan darah bagi suatu organisasi. Tanpa kas suatu organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu Pemerintah dituntut melakukan pengelolaan kas dengan baik. Pengelolaan kas di pemerintah terutama bertujuan untuk dapat melaksanakan anggaran secara efisien serta melakukan manajemen sumber daya keuangan yang baik. Pengelolaan kas yang baik dapat menghasilkan pengendalian pengeluaran secara efisien, meminimumkan biaya pinjaman, dan memaksimumkan hasil yang
MODUL KEUANGAN NEGARA
44
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
diperoleh dari penempatan kas. Hal ini dilakukan melalui: 1. Perencanaan kas (cash planning) dan perencanaan kebutuhan kas (cash
forecasting); 2. Memperpendek
waktu yang diperlukan untuk penagihan dan pembayaran
dilakukan secara tepat waktu (float management); 3. Manajemen rekening bank dengan melakukan pemusatan saldo kas (Treasury
Single Account/TSA); 4. Pembentukan dana kas kecil dengan sistem dana tetap (imprest fund) untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran; 5. Penempatan saldo kas yang belum digunakan dalam bentuk setara kas atau penanaman sementara (temporary investment). Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pada prinsipnya pemerintah harus dapat menjamin ketersediaan dana yang diperlukan secara tepat waktu dan aman dalam rangka pelaksanaan anggaran. Agar kas tersedia pada saat diperlukan maka perlu adanya rencana penarikan dana dan rencana penerimaan dari pengguna anggaran. Dari rencana ini dapat disusun budget kas sehingga dapat diketahui jumlah arus masuk dan arus keluar kas untuk suatu periode serta surplus/defisit kas yang terjadi. Dengan informasi demikian maka Bendahara Umum Negara dapat mengatur penempatan saldo kas yang menganggur serta menerapkan strategi pinjaman untuk menutup defisit kas. C. Pengelolaan Piutang Piutang merupakan hak pemerintah untuk menagih pada pihak lain dapat
Piutang ini
terjadi karena hubungan perdata, seperti adanya jual beli atau pinjam
meminjam, namun bisa juga terjadi karena ketentuan perundang-undangan, seperti piutang pajak. Dalam
Undang-undang
diatur
bahwa
Kementerian
Negara/Lembaga
yang
mempunyai piutang wajib mengupayakan penerimaannya kembali secara tepat waktu. Dalam hal terdapat piutang tak tertagih penyelesainnya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
MODUL KEUANGAN NEGARA
45
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
Dalam rangka menjaga agar piutang dapat diterima kembali secara tepat waktu, Kementerian Negara/Lembaga dituntut untuk mengatur berbagai hal yang terkait dengan piutang secara seksama. Hal-hal seperti perencanaan, pemberian pinjaman atau penjualan secara kredit atau penerbitan surat ketetapan, pencatatan, pelaporan, penilaian, penagihan, dan penghapusan piutang harus diatur secara tegas. Pengendalian intern harus tercermin dan melekat sejak proses timbulnya piutang sampai dengan berakhirnya, karena pembayaran atau penghapusan. Piutang pemerintah jenis tertentu, seperti piutang pajak, mempunyai hak mendahului. Penyelesaian piutang yang terjadi karena hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian kecuali untuk piutang yang penyelesaiannya diatur sendiri dalam undang-undang. Penyelesaian piutang yang demikian ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp 10 milyar, oleh Presiden untuk jumlah diatasnya sampai dengan Rp 100 milyar, dan jumlah diatasnya oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Dalam hal terdapat piutang tak tertagih dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan. Penghapusan piutang tak tertagih sampai dengan Rp 10 milyar dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan. Penghapusan piutang di atas Rp 10 milyar sampai dengan Rp 100 milyar dilakukan oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh Presiden dengan persetujuan DPR. D. Pengelolaan Utang Sehubungan diberlakukannya anggaran defisit (I Account) berarti anggaran pendapatan tidak harus sama dengan anggaran belanja. Dalam UU No.17 Tahun 2003 ditekankan bahwa dalam memanfaatkan surplus anggaran atau membiayai defisit anggaran harus mempertimbangkan keseimbangan generasi. Defisit anggaran antara lain dapat dibiayai dari pinjaman. Berdasarkan
No.17 Tahun
2003 defisit anggaran dalam suatu tahun anggaran maksimum sebesar 3 (tiga) persen dari Pendapatan Domestik Bruto, dan akumulasi utang maksimum sebesar 60 (enam puluh) persen dari Pendapatan Domestik Bruto. Dalam rangka pengendalian defisit anggaran dan akumulasi pinjaman secara nasional, Menteri
MODUL KEUANGAN NEGARA
46
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
Keuangan
mempunyai
kewenangan
untuk
mengaturnya.
Ketentuan
tentang
besarnya defisit serta jumlah utang yang dapat dimiliki oleh suatu pemerintah daerah diatur setiap tahun dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam melakukan pengelolaan utang harus diperhatikan struktur portofolio utang berikut biaya serta risikonya. Risiko-risiko yang perlu dipertimbangkan antara lain risiko pasar, risiko pendanaan kembali, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko penyelesaian, dan risiko operasional. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh pinjaman yang paling efisien dan untuk meyakini bahwa pemerintah mampu membayar bunga dan angsuran secara tepat waktu. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mempunyai kewenangan untuk mengadakan pinjaman. Pinjaman dapat berupa pinjaman yang dilakukan secara bilateral
atau
multilateral.
Pinjaman
ini
dapat
diteruspinjamkan
kepada
pemerintah daerah/BUMN/BUMD. Pinjaman ini dituangkan dalam suatu naskah perjanjian pinjaman. Sejalan dengan azas bruto maka biaya yang terjadi karena penarikan pinjaman dibebankan pada anggaran belanja. Disamping itu pemerintah juga dapat menerbitkan surat utang negara. Disamping ada utang yang berasal dari pinjaman, pemerintah juga bisa mempunyai utang karena kegiatan operasional atau utang perhitungan pihak ketiga (PFK). Utang operasional antara lain timbul sehubungan dengan adanya pengadaan barang/jasa yang telah diterima tetapi pada akhir tahun anggaran belum dibayar. Dengan demikian utang yang berasal dari kegiatan operasional ini dapat terjadi di kementerian negara/lembaga. Utang PFK timbul karena adanya uang yang dipungut oleh pemerintah untuk kepentingan pihak lain dan belum disampaikan kepada pihak tersebut.Terhadap utang-utang ini, pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran juga wajib menatausahakan dan melaporkannya dalam laporan keuangan. Pengguna
Anggaran
atau
Kuasanya
berkewajiban
mengelola
utang
dalam
kepengurusannya dan menguji setiap klaim sebelum memerintahkan pembayaran atas beban anggaran Utang dibayar secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan. Hak tagih atas utang sebagai beban negara kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut
MODUL KEUANGAN NEGARA
47
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang. Kedaluwarsa ini akan tertunda jika pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa. Ketentuan kedaluwarsa ini tidak berlaku untuk pembayaran bunga dan pokok utang yang timbul karena pinjaman. E. Pengelolaan Investasi Pemerintah dapat melakukan investasi karena berbagai alasan, antara lain memanfaatkan
surplus
anggaran
untuk
memperoleh
pendapatan
atau
memanfaatkan dana yang belum digunakan dalam bentuk invetasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. Investasi jangka pendek yang dilakukan pemerintah harus memenuhi karakteristik dapat segera dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas, dan berisiko rendah. Investasi jangka panjang dapat berupa investasi permanen dan investasi non permanen. Investasi ini dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pasar modal atau investasi langsung pada bidang usaha tertentu. Investasi melalui pasar modal dapat dilakukan dengan membeli saham atau surat utang. Investasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata bertujuan untuk memperoleh manfaat ekonomi, seperti diperolehnya keuntungan, tetapi bisa juga karena diperolehnya manfaat sosial, atau manfaat lainnya. Investasi permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, misalnya penyertaan modal pemerintah pada BUMN. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Dengan demikian investasi nonpermanen ini dimaksudkan akan dicairkan kembali suatu saat, misalnya dana bergulir. F. Pengelolaan Barang Milik Negara Barang milik negara mencakup semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan ini antara lain dapat dilakukan melalui pembelian, pembangunan, pertukaran, kerja sama, hibah/donasi, dan rampasan.
MODUL KEUANGAN NEGARA
48
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
Dalam rangka menertibkan pengelolaan barang milik negara, maka dilakukan pembagian kewenangan yang jelas atas barang milik negara. Menteri Keuangan adalah sebagai pengelola barang berwenang mengatur pengelolaan barang milik negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Menteri/pimpinan lembaga berkedudukan sebagai pengguna barang pada instansi yang dipimpinnya. Para pengguna barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan barang milik negara dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pada suatu negara yang masih menganut line item budgeting, pada umumnya belum memperhatikan kebutuhan barang untuk melaksanakan fungsinya secara efisien. Hal ini dikarenakan belum dilakukan perhitungan biaya layanan secara benar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pengukuran kinerjanya belum dilakukan secara utuh dengan menerapkan full costing. Di negara yang telah menerapkan anggaran berbasis kinerja, pengelolaan barang pada umumnya dilakukan dengan cara lebih efisien karena seluruh komponen biaya dimasukkan sebagai unsur biaya layanan. Dengan demikian maka barang yang diminta dan digunakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Dalam rangka menjaga kesinambungan pelayanan kepada masyarakat, dilakukan pengaturan atas penghapusan serta pemindahtanganan barang milik negara. Barang milik negara yang diperlukan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat dipindahtangankan. Pengahapusan barang milik negara pada prinsipnya harus mendapat persetujuan DPR. Pemindahtangan dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR. Dengan memperhatikan bahwa tanah dan bangunan merupakan kekayaan negara yang sangat penting artinya serta nilainya signifikan maka pemindahtanganan tanah dan bangunan harus mendapat persetujuan DPR kecuali untuk tanah dan bangunan yang tidak sesuai lagi dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. Demikian pula untuk bangunan yang sudah memperoleh alokasi anggaran untuk menggantinya, diperuntukkan bagi pegawai negeri, untuk kepentingan umum, ataupun yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara
MODUL KEUANGAN NEGARA
49
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
ekonomis.Hal in terjadi karena pada dasarnya DPR telah menyetujuinya pada saat pembahasan tata ruang ataupun pembahasan APBN. Dalam rangka efisiensi pengelolaan barang selain tanah dan bangunan, proses penghapusan dan pemindahtangannya dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana. Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan bangunan dengan nilai sampai dengan Rp 10 milyar dilakukan oleh Menteri Keuangan, di atas Rp 10 milyar sampai dengan Rp 100 milyar oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Apabila pemindahtanganan ini dilakukan dengan penjualan maka harus dilakukan dengan lelang. Dengan pengaturan demikian diharapkan pengelolaan barang dapat dilakukan dengan lebih efisien. Pengamanan barang milik negara merupakan salah satu sasaran pengendalian intern, baik dari aspek fisik, administrasi, maupun hukum. Oleh karena tanah dan bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan dan ditatausahakan dengan tertib. Tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah RI. Tanah dan bangunan yang tidak lagi digunakan untuk menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan wajib dikembalikan kepada Menteri Keuangan. Barang milik negara tidak diperkenankan untuk digadaikan atau digunakan sebagai jaminan dan tidak boleh diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran utang. Disamping itu barang milik negara atau barang pihak lain yang dikuasai negara yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat disita. G. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, Pemerintah dapat membentuk Badan Layanan Umum (BLU). Kekayaan BLU merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan
serta dapat dikelola
sepenuhnya untuk pelayanan kepada masyarakat, Oleh karena itu BLU tetap menyusuna anggaran sebagaimana instansi pemerintah pada umumnya untuk digabungkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian negara/lembaga maupun APBN. Pendapatan dan belanja yang dilakukan dilaprkan dalam laporan
MODUL KEUANGAN NEGARA
50
BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
keuangan kementerian negara/lembaga yang membawahinya dan dikonsolidasikan dalam laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Upaya peningkatan kinerja pelayanan maupun kinerja keuangan dilakukan dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Pendapatan BLU dapat bersumber dari APBN, jasa layanan, hibah atau sumbangan dari masyarakat. Pendapatan BLU dapat digunakan secara langsung untuk membiayai belanjanya. Dalam pelaksanaan anggaran belanja, BLU juga diberikan pengecualian
untuk
tidak
sebagaimana yang berlaku
mengikuti di
ketentuan
pengadaan
barang/jasa
pemerintahan karena alasan efisiensi
dan
produktivitas. Di samping itu BLU juga diperkenankan memperoleh pinjaman untuk mendanai kegiatannya. Untuk menjaga kinerja pelayanan dan kinerja keuanga BLU maka diperlukan adanya
pembinaan. Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan
sedangkan
pembinaan
teknis
dilakukan
oleh
kementerian
teknis
yang
membawahinya.
MODUL KEUANGAN NEGARA
51
BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN
BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN
A. Laporan Keuangan Pemerintah Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntutan masyarakat yang harus dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Pada dasarnya penyelenggara negara wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada masyarakat, berupa akuntabilitas keuangan (financial accountability) dan akuntabilitas
kinerja
(performance
accountability).
Dengan
pola
pertanggungjawaban yang demikian, Pemerintah tidak hanya dituntut untuk mempertanggungjawabkan uang yang dipungut dari rakyat tetapi juga dituntut tuntuk mempertanggungjawabkan atas hasil-hasil yang dicapainya. Pola pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara dikembangkan sejalan dengan teori keagenan (agency Theory). Pada prinsipnya, Pemerintah merupakan orang suruhan atau agen dari rakyat. Rakyat dalam hal ini diwakili oleh DPR. Pemerintah diberi kekuasaan untuk memungut uang dari rakyat berdasarkan Undang-Undang. Setiap tahunnya anggaran pendapatan dan belanja dituangkan dalam Undang-undang APBN. Pemerintah yang memungut, Pemerintah yang mengelola,
maka
Pemerintah
juga
berkewajiban
untuk
mencatat
(mengakuntansikan) dan melaporkannya kepada rakyat melalui DPR. Dalam rangka meyakini bahwa laporan dimaksud telah menyajikan kondisi yang sesungguhnya serta Pemerintah telah menaati ketentuan peraturan perundang-undangan, maka laporan keuangan tersebut wajib diperiksa oleh pemeriksa yang independen. Berdasarkan UUD 1945 yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah adalah BPK RI.
MODUL KEUANGAN NEGARA
52
BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN
Gambar atas pola pertanggungjawaban tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
HUBUNGAN KONTRAK PRINSIPAL– AGEN: SOLUSI
P R I N S I P A L
R A K Y A T
L E M B A G A P E R W A K I L A N
Ketentuan Undang-Undang Rencana Kerja/ RK Anggaran
Akuntansi
Pelaporan
P E M E R I N T A H
A G E N
Auditing
AKUNTABILITAS 3
Laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan. Laporan keuangan setidak-tidaknya terdiri dari: 1. Neraca; 2. Laporan Realisasi Anggaran; 3. Laporan Arus Kas; dan 4. Catatan atas laporan Keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan dalam RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN adalah laporan keuangan yang telah diaudit BPK RI. Laporan keuangan ini paling lambat disampaikan ke DPR pada akhir bulan Juni tahun berikutnya. Laporan keuangan dilampiri dengan laporan kinerja dan laporan keuangan badan usaha milik negara dan badan lainnya. Laporan keuangan disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab atau Statement Of Responsibility
(SOR). Laporan keuangan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
MODUL KEUANGAN NEGARA
53
BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN
PAKET LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
LRA
IKHTISAR KINERJA
NERACA
IKHTISAR LAIN
IKHTISAR LK BUMN/BUMD
LAK
CALK
IKHTISAR LAIN
10
Dari gambar tersebut tampak bahwa terdapat lampiran yang bersifat wajib dan diamanatkan dalam undang-undang, yaitu laporan kinerja dan laporan keuangan BUMN dan badan lainnya. Yang dimaksud dengan badan lainnya, saat ini yang ada di Pemerintah adalah Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Laporan Keuangan Pemerintah disusun dengan menggabungkan seluruh laporan keuangan Kemeneterian negara/Lembaga selaku pengguna anggaran dengan laporan keuangan Bendahara Umum Negara. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga ini harus disampaikan ke Presiden melalui Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan setelah tutup tahun anggaran. Dengan memperhatikan pengaturan tentang pengelolaan kas negara yang dilakukan oleh Bendahara Umum Negara maka kementerian negara/lembaga sebagai pengguna anggaran tidak diwajibkan menyusun Laporan Arus Kas. Yang menyusun Laporan Arus Kas hanya Bendahara Umum Negara. B. Standar Akuntansi Pemerintahan Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dalam hal ini tampak jelas bahwa tidak hanya penyajiannya yang harus sesuai dengan SAP tetapi juga penyusunannya. Dengan demikian sistem akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan juga harus dibangun sesuai dengan SAP.
MODUL KEUANGAN NEGARA
54
BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN
SAP merupakan pedoman umum dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kesesuaian dengan SAP mencerminkan tingkatan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan SAP merupakan salah satu kriteria bagi BPK RI dalam memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. Berdasarkan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, SAP disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). KSAP merupakan suatu komite yang independen dengan komite kerja. beranggotakan 9 orang. KSAP telah mengeluarkan SAP yang tertuang dalam PP 71/2010.
HUBUNGAN ANTARA STANDAR & SISTEM AKUNTANSI Standar Akuntansi Input
Transaksi - Keuangan - Kekayaan - Kewajiban
Process
Proses Akuntansi - Analisa Transaksi - Jurnal / Entries - Posting
Output Lap. Keuangan - LRA - Neraca - LAK - CaLK
-Relevan -Andal -Dpt dibandingkan
-Dpt dipahami
SISTEM AKUNTANSI
Formulasi Prosedur Transaksi
Bagan Akun Standar
Pengaturan Kelembagaan
Hardware Dan Software
Personil Terampil
C. Sistem Akuntansi Pemerintahan Sistem akuntansi pemerintahan merupakan rangkaian secara sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Dengan demikian sistem akuntansi merupakan suatu wadah untuk memproses data keuangan sampai dihasilkannya informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan.
MODUL KEUANGAN NEGARA
55
BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN
Sistem akuntansi untuk Pemerintah Pusat ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sistem akuntansi ini disusun susuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Dengan demikian maka laporan keuangan yang dihasilkan akan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Akuntansi Pemerintahan pada dasarnya merupakan akuntansi anggaran. Oleh karena itu sistem akuntansi yang baik seharusnya terintegrasi dengan sistem anggaran. Apabila hal ini dijalankan, maka akan terdapat konsistensi dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, akuntansi dan pertanggungjawaban anggaran.
KERANGKA UMUM SAPP SAPP
DJKN
SA-BUN 999
SAI
SAK
SIMAKBMN
SiAP
SAUP&H 01,02
SA-IP 03
SA-PP 04
SA-TD 05
SAKUN
SAU
Ex.061,096, 097,101 102
Ex.099
Ex.098
Ex.070,071
SA-BL
Kemayoran, Bungkarno, TMII
SA-BSBL 06 07,08
SA-TK 99
Ex.062,069
Jasa Perben , PFK
Sistem akuntansi Pemerintah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku untuk seluruh kementerian negara/lembaga. Sistem ini diperlukan untuk tujuan tiga hal. Pertama adalah untuk menetapkan prosedur yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terkait sehingga jelas pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka. Kedua adalah untuk terselenggarakannya pengendalian intern untuk menghindari terjadinya penyelewengan. Terakhir adalah untuk menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dimana jenis dan isi diatur oleh PP 71/2010 tentang SAP. Pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan tersebut, secara umum tata cara dan tanggung jawab pelaporan diatur dalam PP 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. MODUL KEUANGAN NEGARA
56
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
A. Lingkup Pemeriksaan Pemerintah, baik pusat maupun daerah mengemban amanat untuk menjalankan tugas
pemerintahan
melalui
peraturan
perundang-undangan.
Untuk
penyelenggaraan pemerintahan dimaksud, pemerintah memungut berbagai macam jenis pendapatan dari rakyat, kemudian membelanjakannya untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan kepada rakyat. Dalam hal ini kedudukan pemerintah adalah sebagai agen dari rakyat, sedangkan rakyat sebagai prinsipalnya.
Sebagai
agen,
pemerintah
wajib
mempertanggungjawabkan
pengelolaan keuangannya kepada rakyat yang diwakili oleh DPR/DPRD. Dalam pola hubungan antara Pemerintah sebagai agen dan DPR sebagai wakil dari prinsipal, terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. Lembaga perwakilan tidak mempunyai informasi secara penuh apakah laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah dari eksekutif telah mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, apakah telah sesuai semua peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian intern secara memadai dan pengungkapan secara paripurna. Oleh karena itu diperlukan pihak yang kompeten dan independen untuk menguji laporan pertanggungjawaban tersebut. Lembaga yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan pertanggungjawan tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketentuan tentang pemeriksaan oleh BPK diatur dalam UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Sedangkan ketentuan tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai institusi pemeriksa diatur dalam UU 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD RI tahun 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan dan
MODUL KEUANGAN NEGARA
57
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara. Oleh karena itu kepada BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yaitu: 1. Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka pemberian opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK akan menghasilkan opini yang merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan. Kriteria untuk pemberian opini adalah sebagai berikut: a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan; b. Kecukupan pengungkapan; c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan d. Efektivitas sistem pengendalian intern. Penilaian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada empat macam opini yang diberikan pemeriksa, yaitu: a. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion); b. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion); c. Tidak wajar (adversed opinion); d. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion). Opini wajar tanpa pengecualian diberikan jika pos-pos laporan keuangan tidak mengandung salah saji material dan laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar. Opini wajar dengan pengecualian jika terdapat pos-pos tertentu dalam laporan keuangan mengandung salah saji secara material namun secara keseluruhan tidak mengganggu kewajaran laporan keuangan. Opini tidak wajar diberikan jika pos-pos laporan keuangan mengandung salah saji material sehingga laporan keuangan secara keseluruhan tidak wajar. Opini disclaimer diberikan jika pemeriksa tidak dapat memperoleh keyakinan atas kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
MODUL KEUANGAN NEGARA
58
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
2. Pemeriksaan Kinerja Pemeriksaan kinerja sering juga disebut value for money audit. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan
atas aspek ekonomi
dan efisiensi, serta
pemeriksaan atas efektivitas. Pemeriksaan ini lazim dilakukan oleh aparat pengawasan intern untuk kepentingan jajaran manajemen. Namun demikian UUD RI tahun 1945 juga mengamanatkan kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan kinerja, terutama untuk mengidentifikasi area-area yang potensial untuk peningkatan kinerja yang menjadi perhatian lembaga perwakilan. Hasil pemeriksaan kinerja adalah temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Pemeriksaan kinerja antara lain dilakukan dengan melakukan evaluasi atas efisiensi pelaksanaan kegiatan serta efektivitas suatu program, pemeriksaan kinerja tidak dapat dilepaskan dari hierarki kriteria dan indikator kinerja. Hierarki tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Herarki Kriteria dan Indikator Kinerja Policy goals
Program Objectives
Planned Outcomes
process
Actual Outcomes Effectiveness
Planned Outputs
process
Actual Outputs Efficiency
Planned Inputs
process
Actual Inputs
Compliance
14
Adapun
bagi
pemerintah,
pemeriksaan
kinerja
ini
dimaksudkan
untuk
mengarahkan agar sumber daya yang tersedia dimanfaatkan secara efisien dan efektif untuk pelayanan kepada masyarakat.
MODUL KEUANGAN NEGARA
59
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
3. Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang bersifat keuangan, pemeriksaan atas sistem pengendalian intern, dan pemeriksaan investigatif. Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah kesimpulan. Dalam hal pemeriksaan investigatif, apabila diketemukan adanya indikasi tindak pidana atau tindakan yang membawa dampak pada kerugian negara, BPK segera melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. B. Pelaksanaan Pemeriksaan BPK mempunyai kebebasan dan kemandirian dalam melaksanakan pemeriksaan. Kemandirian
ini
termasuk
dalam
perencanaan
pemeriksaan,
pelaksanaan
pemeriksaan, maupun penyusunan dan penyajian laporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam perencanaan mencakup penetapan obyek pemeriksaan (auditee), kecuali untuk obyek pemeriksaan yang telah diatur dalam undang-undang atau berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan informasi dari berbagai pihak yang kompeten dan terkait, seperti hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, masukan dari lembaga legislatif, serta informasi dari pihak lain yang andal. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan anggaran serta sumber daya yang dimiliki secara mandiri dan akuntabel. Dengan mekanisme yang demikian diharapkan BPK dapat memfokuskan pemeriksaannya pada
hal-hal yang menjadi perhatian lembaga legislatif serta
pada berbagai hal yang berdampak pada kewajaran penyajian laporan keuangan, efisiensi, dan efektifitas program dan kegiatan. Selama menjalankan pemeriksaan BPK dapat mengakses data yang diperlukan, meminta informasi dari orang-orang terkait, memperoleh bukti dokumen,
MODUL KEUANGAN NEGARA
60
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
wawancara, maupun bukti fisik untuk mendukung hasil pemeriksaannya, termasuk melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, atau dokumen jika dipandang perlu. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengamanatkan bahwa pemeriksaan harus dilaksanakan oleh pemeriksa yang kompeten. Apabila BPK tidak mempunyai tenaga ahli pada bidang tertentu, sementara keahlian ini diperlukan, maka BPK dapat menggunakan bantuan tenaga ahli dari luar BPK. C. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) segera setelah berakhirnya pemeriksaan. LHP ini disampaikan kepada lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya. Di samping itu pada saat yang bersamaan, LHP ini juga
disampaikan
kepada
Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota
untuk
ditindaklanjuti. Hasil pemeriksaan BPK akan digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi atau melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Di samping itu pemerintah berkewajiban menyampaikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan. Tanggapan ini wajib dimuat dalam LHP. Dengan dimuatnya tanggapan ini maka pengguna dapat memperoleh informasi secara berimbang dari pemeriksa dan dari obyek yang diperiksa (auditee). BPK wajib menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan yang dilakukan selama 1 (satu) semester. Ikhtisar ini disampaikan kepada lembaga legislatif sesuai dengan kewenangannya dan kepada Presiden serta Gubernur/Bupati/walikota yang bersangkutan agar memperoleh informasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga legislatif berarti telah dipertanggungjawabkan
kepada
publik.
Oleh
karena
itu
terhadap
hasil
pemeriksaan yang tersebut dinyatakan terbuka untuk umum, sehingga dapat diakses oleh masyarakat.
MODUL KEUANGAN NEGARA
61
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
Pemerintah berkewajiban melaksanakan tindak lanjut atas rekomendasi BPK. BPK wajib memantau perkembangan pelaksanaan tindak lanjut tersebut serta menginformasikannya kepada lembaga legislatif terkait. D. Pidana, Sanksi, dan Ganti Rugi Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam UU APBN. Kebijakan pemerintah dituangkan dalam bentuk program. Dengan demikian maka menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas outcome yang dicapai.
Program pemerintah dilaksanakan oleh kegiatan.
Kegiatan dilaksanakan oleh unit organisasi atau satuan kerja tertentu. Oleh karena itu pimpinan unit organisasi bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian pimpinan unit organisasi bertangging jawab atas capaian ouput atas kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam UU 17/2003 ditegaskan bahwa menteri/pimpinan lembaga ataupun pimpinan unit organisasi yang melakukan penyimpangan program/kegiatan dikenakan sanksi. Sanksi di sini dapat berupa sanksi administratif, pidana, atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan tentang sanksi ini merupakan upaya preventif yang berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya UU APBN. Selanjutnya terhadap pejabat negara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian. Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada BPK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian diketahui.Kepada mereka yang mengakibatkan kerugian negara segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan untuk mengganti kerugian dimaksud. Apabila surat kesanggupan tidak diperoleh maka menteri/pimpinan lembaga dapat menerbitkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
MODUL KEUANGAN NEGARA
62
BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
Disamping itu terdapat prinsip yang berlaku universal bahwa siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga, atau barang milik negara bertanggung jawab secara pribadi atas kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Pengenaan ganti kerugian untuk bendahara dilakukan oleh BPK.
MODUL KEUANGAN NEGARA
63