1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Isu yang sedang aktual dalam bidang pengelolaan keuangan sektor publik adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government governance. Tata kelola pemerintahan yang baik dalam bidang pengelolaan keuangan diyakini dapat meningkatkan iklim transparansi, partisipasi serta akuntabilitas publik. Pemerintah senantiasa dituntut untuk melakukan perubahan dan pola-pola lama yang diterapkan pemerintah dalam pengelolaan keuangan diyakini tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini. Tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan
yang
baik
direspon
dengan
melakukan
perubahan-perubahan yang masih membutuhkan pembenahan (Sari, 2013). Akuntabilitas sendiri menurut Stanbury (2003) adalah suatu kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (dalam Mardiasmo, 2006). Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah untuk akuntabilitas adalah dengan penyusunan laporan keuangan. Menurut Mardiasmo (2006), pembuatan
laporan keuangan
adalah
suatu
bentuk
kebutuhan
transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan (opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan yang baik dalam sektor publik, pemerintah pusat telah menerbitkan peraturan-peraturan
1
2
mengenai pengelolaan keuangan daerah. Peraturan tersebut diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat
dan
Pemerintah
Daerah.
Semenjak
dilaksanakannya
desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki kewenangan melaksanakan pengelolaan keuangannya sendiri. Pengelolaan keuangan daerah meliputi pengaturan, pengalokasian serta pelaporan kepada pemerintah pusat. Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 telah mengamanatkan pentingnya bagi pemerintah untuk menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) secara nasional (Halim, 2012). Penyelenggaraan SIKD dengan memanfaatkan teknologi informasi di daerah diharapkan mampu mendukung percepatan penyampaian informasi keuangan kepada pemerintah pusat. Kondisi saat ini, pada umumnya pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara parsial dan tidak terpadu, seyogyanya pengelolaan keuangan daerah memaksimalkan penggunaan teknologi informasi sebagai alat bantu, sehingga menghasilkan sebuah sistem informasi keuangan daerah yang handal (Halim, 2012). Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) dilaksanakan pada lingkup nasional dan regional atau daerah. Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) nasional dilaksanakan oleh pemerintah pusat, sedangkan SIKD regional dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Tujuan SIKD di tingkat nasional berdasarkan PP No. 56 tahun 2005 adalah merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional, menyajikan informasi keuangan daerah secara nasional, serta merumuskan kebijakan keuangan daerah. Adapun di tingkat daerah
3
tujuan SIKD antara lain membantu kepala daerah dalam menyusun anggaran daerah dan laporan pengelolaan keuangan daerah, membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan keuangan daerah, serta membantu kepala daerah dan instansi terkait lainnya dalam melakukan evaluasi kinerja keuangan daerah, serta menyajikan informasi keuangan daerah secara terbuka kepada masyarakat. SIKD di tingkat daerah atau SIKD regional biasa disebut juga sebagai Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). Pelaporan keuangan pemerintah didasarkan kepada prinsip efektif, efisien, akurat, dapat dipertanggungjawabkan atau akuntabel serta transparan. Selain demi pencapaian prinsip-prinsip laporan keuangan tersebut, SIKD diselenggarakan supaya pemerintah pusat segera menerima informasi keuangan daerah untuk dikonsolidasi dengan laporan keuangan pemerintah pusat. Dalam rangka mendukung Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) Nasional, Pemerintah Daerah DIY mulai menerapkan Sistem Informasi Keuangan Daerah semenjak Tahun 2009. Kualitas informasi keuangan daerah yang disajikan oleh pemerintah pusat sangat bergantung pada tingkat pemahaman dan ruang lingkup penyelenggaraan SIKD di daerah, data keuangan daerah yang relevan dan dapat diandalkan menjadi input bagi proses SIKD di pusat sehingga diharapkan menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan (Halim, 2012). Keberhasilan penyelenggaraan SIKD secara nasional bergantung kepada keberhasilan pelaksanaan SIKD pada tingkat regional, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya supaya SIKD pada tingkat regional terselenggara dengan optimal. Semenjak tahun 2010, Pemda DIY telah meraih opini Wajar Tanpa
4
Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Selama ini opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dianggap sebagai pencapaian tertinggi dan terakhir dari pemerintah daerah dan dianggap bahwa pengelolaan keuangan serta pelaporannya telah sempurna. Apabila telah memperoleh opini WTP diasumsikan bahwa SIKD pemerintah daerah juga akan berjalan dengan baik, namun asumsi ini belum tentu benar. Pemerintah daerah sebagai wakil dari pemerintah pusat di daerah memiliki kewajiban untuk melaporkan segala bentuk pengelolaan keuangannya pada pemerintah pusat dan masyarakat. Pelaporan keuangan dilaksanakan pemerintah daerah karena adanya aturan yang mendasari. Selain adanya aturan yang mendasari, terdapat kemungkinan pelaporan keuangan dilakukan karena adanya tekanan dari pihak yang kedudukannya lebih tinggi dan bukan karena profesionalitas pemerintah daerah. Laporan keuangan yang disajikan dapat disusun sedemikian rupa sehingga dapat selesai tepat pada waktunya serta tampak wajar. Rentang waktu untuk penyiapan pelaporan yang sangat singkat serta katakutan terhadap sanksi yang akan dikenakan membuat para penyiap laporan keuangan menempuh berbagai upaya demi memenuhi batas waktu dan aturan yang ada tanpa mempedulikan keakuratan informasi keuangan. Selain itu permasalahan lain pada penyelenggaraan SIKD adalah masih sulitnya masyarakat luas untuk dapat mengakses informasi keuangan dari Pemda DIY, hal ini menunjukkan masih adanya prinsip yang belum dapat dipenuhi oleh Pemda DIY. Dari pantauan awal peneliti di objek penelitian didapatkan pula
5
informasi dari petugas penyelenggara SIKD bahwa pelaksanaan SIKD pada Pemda DIY belum berjalan secara optimal, terutama untuk penyiapan laporan keuangan yang dilakukan pada tengah tahun anggaran. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan pada penyelenggaraan SIKD di Pemda DIY, maka perlu dilakukan suatu evaluasi untuk Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pada Pemerintah Daerah DIY terutama berdasarkan kepatuhannya kepada Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2005 tentang SIKD dan perubahannya dalam Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2010.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: ditengarai belum optimalnya Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.3. Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah yang ada, dapat diturunkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana pelaksanaan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta?
2.
Mengapa Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta belum optimal?
6
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1.
Untuk mengevaluasi Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.
Untuk mengidentifikasi penyebab belum optimalnya Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.5. Motivasi Penelitian Keterlibatan di dalam penyelenggaraan SIKD di Pemda DIY mendorong peneliti untuk mengetahui sejauh mana penyelenggaraan SIKD di Pemda DIY berdasar pada Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2005 dan perubahannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2010. Evaluasi atas SIKD perlu dilakukan mengingat banyaknya permasalahan di internal Pemda DIY dalam penyusunan serta penyampaian laporan keuangan serta hambatan-hambatan yang biasa timbul saat penyelenggaraan SIKD.
1.6. Kontribusi Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi dan solusi atas permasalahan yang terjadi supaya Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) pada Pemerintah Daerah DIY dapat berjalan lebih
7
optimal. 2.
Manfaat Akademis: Sebagai bahan literatur atau referensi ilmiah tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) terutama pada penerapan PP No. 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah beserta perubahannya yaitu PP No. 56 tahun 2010 tentang Perubahan PP No. 56 tahun 2005.
1.7. Proses Penelitian Secara garis besar, tahapan penelitian untuk melakukan evaluasi atas SIKD pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta ini dapat dijelaskan dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 1.1 Tahapan Penelitian Sumber: Pedoman Umum Penulisan Tesis (Program Maksi UGM, 2015)
1.8. Sistematika Penulisan Penelitian ini ditulis serta dipaparkan dengan sistematika penelitian sebagai
8
berikut: BAB I : Pendahuluan Bagian ini memaparkan tentang latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, proses penelitian, serta sistematika penulisan penelitian. BAB II : Tinjauan Pustaka Bagian ini membahas teori-teori yang melandasi penelitian ini dan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Teori-teori yang disajikan adalah teori yang berkaitan dengan pelaksanaan Sistem Informasi Keuangan Daerah. BAB III : Latar Belakang Kontekstual Penelitian Bagian ini mendeskripskan gambaran umum objek yang diteliti yaitu SIKD pada Pemda DIY. BAB IV : Rancangan Penelitian Studi Kasus Bagian ini menguraikan desain penelitian, jenis data, pengambilan data dan analisis data yang akan dilakukan untuk menjawab tujuan dari penelitian. BAB V : Pemaparan Temuan Bagian ini memaparkan temuan-temuan yang diperoleh selama pengumpulan data dengan metode yang dipergunakan serta memuat hasil analisis data yang dilakukan. BAB VI : Ringkasan dan Pembahasan Ringkasan menguraikan latar belakang, permasalahan, sampai kepada analisis data, metode dan hasil penelitian secara lengkap. Pembahasan menunjukkan penjelasan yang mendalam serta mendeskripsikan hasil yang diperoleh serta
9
implikasi dari hasil tersebut. Pembahasan harus mampu menjawab serta menguraikan secara mendalam permasalahan yang terjadi di objek penelitian. BAB VII : Simpulan dan Rekomendasi Bagian ini memaparkan simpulan dan rekomendasi penelitian. Simpulan menjawab tujuan dari penelitian sedangkan rekomendasi menujukkan implikasi dari hasil penelitian untuk diterapkan pada dunia nyata.