Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Bab I
1.1
Pendahuluan
DASAR HUKUM PENYUSUNAN
Penyusunan RTRW Kabupaten Pidie Jaya tentunya harus mengikuti koridor peraturan yang berlaku. Di bawah ini disampaikan beberapa peraturan perundangan yang melandasi penyusunan RTRW Kabupaten Pidie Jaya sebagai berikut: 1. Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (6) tentang Perubahan Kedua; 2. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1103); 3. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara RI Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2043); 4. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara RI Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3274); 5. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3419); 6. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3469); 7. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3470); 8. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3478); I-1
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
9. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati; 10. Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3647); 11. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3881); 12. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3888); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4412); 13. Undang-Undang
RI
Nomor
44
Tahun
1999
tentang
Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3893); 14. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4145); 15. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4169); 16. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4377); 17. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4380); 18. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4411); 19. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4421); 20. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4433);
I-2
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
21. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437), sebagaimana telah diubah/diamandemen beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844). Dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b ditetapkan bahwa: “Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.” 22. Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4438); 23. Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4441); 24. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Aceh dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Menjadi Undang-Undang; 25. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4633). Dalam Bab XX Perencanaan Pembangunan dan Tata Ruang Pasal 141 sampai Pasal 150, dikemukakan serangkaian penetapan yang berkaitan dengan: pembangunan, penataan ruang, pengelolaan lingkungan hidup, dan secara khusus pengelolaan kawasan ekosistem Leuser di wilayah Aceh; 26. Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2007 tentang Pembentukan kabupaten Pidie Jaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; 27. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4700); 28. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4722); 29. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4723);
I-3
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
30. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4724); 31. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4725). Pada Ketentuan Penutup Pasal 78 ayat (4) huruf b ditetapkan bahwa: “Dengan berlakunya undang-undang ini semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini diberlakukan”; 32. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4739); 33. Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4746); 34. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4849); 35. Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4925); 36. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4959); 37. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4966); 38. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4974); 39. Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5052); 40. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059); 41. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5068); I-4
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
42. Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara RI Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3445); 43. Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3660); 44. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3776); 45. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3816); 46. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3838); 47. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3934); 48. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4163); 49. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2002 tentang Keadaan Geografis TitikTitik Garis Pangkal (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4211); 50. Peraturan Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Goegrafis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (Lembar Negara RI Tahun 2008 Nomor 77, Tambahan Lembar Negara RI Nomor 4854); 51. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4254); 52. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4385);
I-5
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
53. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4452); 54. Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4453); 55. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4624); 56. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4638); 57. Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4696); 58. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4737); 59. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4741); 60. Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4833); 61. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4858); 62. Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4859); 63. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4987); 64. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5004);
I-6
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
65. Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5070); 66. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5097); 67. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5103); 68. Peraturan Presiden RI Nomor 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Aceh dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara; 69. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 70. Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah Bagi Kawasan Industri; 71. Keputusan Presiden RI Nomor 52 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Kawasan Budidaya; 72. Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser; 73. Keputusan Presiden RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional; 74. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang Di Daerah; 75. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang; 76. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi; 77. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor; 78. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai;
I-7
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
79. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya; 80. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan; 81. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan; 82. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah; 83. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah; 84. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta Rencana Rinciannya; 85. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.28/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Konsultasi Dalam
Rangka Pemberian
Persetujuan
Substansi
Kehutanan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah; 86. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; 87. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; 88. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian; 89. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 630 / KPTS / M / 2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor 1; 90. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 631 / KPTS / M / 2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya sebagai Jalan Nasional; 91. Qanun Provinsi Aceh Nomor 14 Tahun 2002 tentang Kehutanan Provinsi Aceh; 92. Qanun Provinsi Aceh Nomor 20 Tahun 2002 tentang Konservasi Sumber Daya Alam; 93. Qanun Provinsi Aceh Nomor 21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam; 94. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun. I-8
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2
PROFIL KABUPATEN
1.2.1 Sejarah Pidie Jaya Kabupaten Pidie Jaya adalah salah satu kabupaten baru di Provinsi Aceh, dengan Ibukotanya Meureudu. Kabupaten ini terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4683 ), pada tanggal 2 Januari 2007. Negeri Meureudu pernah dicalonkan sebagai Ibu Kota Kerajaan Aceh. Namun konspirasi politik kerajaan menggagalkannya. Sampai Kerajaan Aceh runtuh, Meureudu masih sebuah negeri bebas. Negeri Meureudu sudah terbentuk dan diakui sejak zaman Kerajaan Aceh. Ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa (1607-1636) Meureudu semakin diistimewakan. Menjadi daerah bebas dari aturan kerajaan. Hanya satu kewajiban Meureudu saat itu, menyediakan persediaan logistik (beras) untuk kebutuhan Kerajaan Aceh. Dalam perjalanan tugas Iskandar Muda ke daerah Semenanjung Melayu (Malaysia red) tahun 1613, singgah di Negeri Meureudu, menjumpai Tgk Muhammad Jalaluddin, yang terkenal dengan sebutan Tgk Ja Madainah. Dalam percaturan politik Kerajaan Aceh Negeri Meureudu juga memegang peranan penting. Hal itu sebegaimana tersebut dalam Qanun Al-Asyi atau Adat Meukuta Alam, yang merupakan Undang-Undang (UU) nya Kerajaan Aceh. Saat Aceh dikuasai Belanda, dan Mesjid Indra Puri direbut, dokumen undang-undang kerajaan itu jatuh ke tangan Belanda. Oleh K F Van Hangen, dokumen itu kemudian diterbitkan dalam salah satu majalah yang terbit di Negeri Belanda. Dalam Pasal 12 Qanun Al-Asyi disebutkan, "Apabila Uleebalang dalam negeri tidak menuruti hukum, maka Sultan memanggil Teungku Chik Muda Pahlawan Negeri Meureudu, menyuruh pukul Uleebalang negeri itu atau diserang dan Uleebalang diberhentikan atau diusir, segala pohon tanamannya dan harta serta rumahnya dirampas." Kutipan Undang-Undang Kerajaan Aceh itu, mensahihkan tentang keberadaan
Negeri
Meureudu
sebagai
daerah
kepercayaan
sultan
untuk
melaksanakan segala perintah dan titahnya dalam segala aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan Kerjaan Aceh Darussalam. I-9
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Malah karena kemampuan tersebut, Meureudu pernah dicalonkan sebagai Ibu Kota Kerajaan. Caranya, dengan menimbang air Krueng Meureudu dengan air Krueng Aceh. Hasilnya Air Krueng Meureudu lebih bagus. Namun konspirasi elit politik di Kerajaan Aceh mengganti air tersebut. Hasilnya Ibu Kota Kerajaan Aceh tetap berada di daerah Banda Aceh sekarang (seputar aliran Krueng Aceh). Untuk mempersiapkan pemindahan ibu kota kerajaan tersebut, sebuah benteng pernah didirikan Sultan Iskandar Muda di Meureudu. Benteng itu sekarang ada di tepi sungai Krueng Meureudu. Peranan Negeri Meureudu yang sangat strategis dalam percaturan politik Pemerintahan Kerajaan Aceh. Ketika Sultan Iskandar Muda hendak melakukan penyerangan (ekspansi) ke semenanjung Melayu (Malaysia-red). Ia mengangkat Malem Dagang dari Negeri Meureudu sebagai Panglima Perang, serta Teungku Ja Pakeh - juga putra Meureudu - sebagai penasehat perang, mendampingi Panglima Malem Dagang. Setelah Semenanjung Melayu, yakni Johor berhasil ditaklukkan oleh Pasukan pimpinan Malem Dagang, Sultan Iskandar Muda semakin memberikan perhatian khusus terhadap Negeri Meureudu. Kala itu Sultan paling tersohor dari Kerajaan Aceh itu mengangkat Teungku Chik di Negeri Meureudu, putra bungsu dari Meurah Ali Taher yang bernama Meurah Ali Husein, sebagai perpanjangan tangan Sultan di Meureudu. Negeri Meureudu negeri yang langsung berada dibawah Kesultanan Aceh dengan status Nenggroe Bibeueh (negeri bebas-red). Dimana penduduk Negeri Meureudu dibebaskan dari segala beban dan kewajiban terhadap kerajaan. Negeri Meureudu hanya punya satu kewajiban istimewa terhadap Kerajaan Aceh, yakni menyediakan bahan makanan pokok (beras-red), karena Negeri Meureudu merupakan lumbung beras utama kerajaan. Keistimewaan Negeri Meureudu terus berlangsung sampai Sultan Iskandar Muda diganti oleh Sultan Iskandar Tsani. Pada tahun 1640, Iskandar Tsani mengangkat Teuku Chik Meureudu sebagai penguasa defenitif yang ditunjuk oleh kerajaan. Ia merupakan putra sulung dari Meurah Ali Husein, yang bermana Meurah Johan Mahmud, yang digelar Teuku Pahlawan Raja Negeri Meureudu. I - 10
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Pada zaman penjajahan Belanda, Negeri Meureudu dirubah satus menjadi Kewedanan (Orderafdeeling) yang diperintah oleh seorang Controlleur. Selama zaman penjajahan Belanda, Kewedanan Meureudu telah diperintah oleh empat belas orang Controlleur, yang wilayah kekuasaannya meliputi dari Ulee Glee sampai ke Panteraja. Setelah tentara pendudukan Jepang masuk ke daerah Aceh dan mengalahkan tentara Belanda, maka Jepang kemudian mengambil alih kekuasaan yang ditinggalakan Belanda itu dan menjadi penguasa baru di Aceh. Pada masa penjajahan Jepang, masyarakat Meureudu dipimpin oleh seorang Suntyo Meureudu Sun dan Seorang Guntyo Meureudu Gun. Sesudah melewati zaman penjajahan, sejak tahun 1967, Meureudu berubah menjadi Pusat Kewedanan sekaligus Pusat Kecamatan. Selama Meureudu berstatus sebagai Kewedanan, telah diperintah oleh tujuh orang Wedana. Pada tahun 1967, Kewedanan Meureudu dipecah menjadi empat kecamatan yaitu Ulee Glee, Ulim, Meureudu dan Trienggadeng Penteraja, yang masing-masing langsung berada dibawah kontrol Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie. Daerah kewedanan Meureudu kemudian dijadikan sebagai Kabupaten Baru (Pidie Jaya) yang membawahi delapan Kecamatan, yakni Kecamatan Bandar Dua, Kecamatan Jangka Buya (pecahan Bandar Dua), Kecamatan Ulim, Kecamatan Meureudu, Kecamatan Meurah Dua (Pecahan Meureudu), Kecamatan Trienggadeng, Kecamatan Panteraja (Pecahan Trienggadeng) dan Kecamatan Bandar Baru. Delapan kecamatan di bagian timur Kabupaten Pidie ini ditetapkan sebagai Kabupaten Pidie Jaya, dengan Meureudu sebagai Ibu Kotanya. Pada tanggal 15 Agustus 2005, penandatanganan Nota Kesepakatan Damai (MOU) yang dilaksanakan di Helsinki - Swedia merupakan tahapan penting bagi Aceh dalam memasuki
kehidupan
damai
yang
didambakan
masyarakat.
Konflik
yang
berkepanjangan menyebabkan jatuhnya korban yang besar dimana hal ini menghambat
stabilitas
politik
dan
keamanan
yang
menjadi
modal
dasar
pembangunan di Aceh dan khususnya Kabupaten Pidie Jaya.
I - 11
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2.2 Administrasi Kabupaten Pidie Jaya adalah salah satu kabupaten yang baru terbentuk berada dalam wilayah provinsi Aceh, dengan ibukota Kabupaten adalah Kota Meureudu. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007, pada tanggal 2 Januari 2007, dengan letak geografis 9603’16,62” sampai dengan 96020’40,5” Bujur Timur dan 5018’6,607” sampai dengan 4056’42,1” Lintang Utara. Terdiri dari 8 kecamatan, 34 Mukim, dan 222 Gampong. Batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, Kabupaten Pidie (Kecamatan Kembang Tanjong)
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan Tangse, Kecamatan Geumpang dan Kecamatan Mane),
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan Geuleumpang Tiga, Kecamatan Geuleumpang Baro, dan Kecamatan Keumbang Tanjong).
Lebih jelasnya mengenai wilayah administrasi Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat pada tabel 1.1, gambar 1.1 dan gambar 1.2. Tabel 1.1 Luas Wilayah Darat Kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya
No 1 2 3 4
Kecamatan
Luas (Ha)
Ulim Trienggadeng Pante Raja Meureudu
4.175,16 7.936,75 1.499,61 12.479,30
5 6 7 8
Meurah Dua Jangka Buya Bandar Dua Bandar Baru
28.706,50 934,77 17.432,20 22.046,70
Total Menurut GIS 95.210,99 Total Menurut UU No.7 Tahun 2007 95.200 Sumber: Perhitungan GIS 2011 dan UU No.7 Tahun 2007
I - 12
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.1 Peta Orientasi Kabupaten Pidie Jaya
I - 13
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.2 Peta Administrasi Kabupaten Pidie Jaya
I - 14
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2.3 Kondisi Fisik 1.2.3.1
Topografi
Kabupaten Pidie Jaya memiliki klasifikasi kelerengan < 8%, 8-15%, 16-25%, 2640%,
dan
>40%.
Berdasarkan
kelompok
kelerengan
tersebut
dominan
berkelerengan 8% - 15% di Kecamatan Meurah Dua dengan luasan 11.574,70 Ha atau sebesar 12% dari total luas wilayah kabupaten. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1.3 dan tabel 1.2.
No 1 2 3 4
5
6
7
8
Tabel 1.2 Kondisi Kelerengan Kabupaten Pidie Jaya Kecamatan Klasifikasi Lereng Kelas Lereng < 8% Datar Ulim 8% - 15% Landai 16% - 25% Agak Curam < 8% Datar Trienggadeng 8% - 15% Landai Pante Raja < 8% Datar < 8% Datar 8% - 15% Landai Meureudu 16% - 25% Agak Curam 26% - 40% Curam >40% Sangat Curam < 8% Datar 8% - 15% Landai Meurah Dua 16% - 25% Agak Curam 26% - 40% Curam >40% Sangat Curam < 8% Datar Jangka buya 8% - 15% Landai < 8% Datar 8% - 15% Landai Bandar Dua 16% - 25% Agak Curam 26% - 40% Curam >40% Sangat Curam < 8% Datar 8% - 15% Landai Bandar Baru 16% - 25% Agak Curam 26% - 40% Curam Jumlah
Luas 3.680,5 278,4 208,5 7.899,0 29,2 1.453,8 4.416,2 2.872,9 4.469,9 202,1 511,1 10.203,0 11.574,7 6.170,1 339,1 414,9 927,4 0,1 6.539,3 3.691,9 6.422,2 325,5 553,3 10.670,6 6.005,1 4.724,2 627,9 95.210,9
Sumber: Bappeda Provinsi Aceh
Kondisi ketinggian Kabupaten Pidie Jaya dibedakan menjadi 2.000 – 2.500 Dpl, <2.000 Berdasarkan kelompok ketinggian tersebut dominan memiliki ketinggian <2.000 dpl atau sebesar 29% dari total luas wilayah kabupaten berada di Kecamatan Meurah Dua. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1.4 dan tabel 1.3.
I - 15
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.3 Peta Kelerengan
I - 16
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Tabel 1.3 Kondisi Ketinggian Kabupaten Pidie Jaya Kecamatan
Klasifikasi Ketinggian
Ulim Trienggadeng Pante Raja Meureudu
ketinggian < 2000 ketinggian < 2000 ketinggian < 2000 ketinggian < 2000 ketinggian < 2000 Ketinggian 2000 - 2500 ketinggian < 2000 ketinggian < 2000 ketinggian < 2000
Meurah Dua Jangka buya Bandar Dua Bandar Baru
Jumlah
Luas (Ha)
Persentase
4.167,42 7.928,21
22.029,48
4% 8% 2% 13% 29% 1% 1% 18% 23%
95.210,96
100%
1544,51 12.472,33
27961,301 740,624733 927,47441
17.439,61
Sumber: Bappeda Provinsi Aceh
1.2.3.2
Jenis Tanah
Jenis tanah yang paling dominan di Kabupaten Pidie Jaya adalah Aluvial . Tabel 1.4 Persebaran Jenis Tanah Kabupaten Pidie Jaya
No
Kecamatan
1
Bandar Baru
2
Bandar Dua
3
Jangka Buya
4
Meurah Dua
5
Meureudu
6
Pante Raja
Jenis Tanah
Luas
Aluvial Aluvial; Podsolik coklat Aluvial; Regosol; Regosol Mediteran; Aluvial Mediteran; Aluvial; Litosol Mediteran; Podsolik coklat; Aluvial Podsolik coklat; Podsolik merah kuning Podsolik merah kuning; Aluvial Aluvial Andosol Latosol; Podsolik Mediteran; Aluvial Podsolik merah kuning; Aluvial Podsolik; Podsolik merah kuning; Aluvial Aluvial Aluvial; Regosol Latosol; Podsolik Aluvial Aluvial; Regosol Andosol Grumosol; Podsolik coklat Mediteran; Aluvial Podsolik merah kuning; Aluvial Podsolik; Podsolik merah kuning; Aluvial
3.503,51 569,43 262,28 4.930,16 2.744,71 64,02 2.237,99 7.140,42 3.101,65 53,93 2.725,01 811,90 10.245,00 244,30 666,00 288,38 1,65 854,17 328,74 6.150,91 1,71 1.462,13 18.969,90 651,86
Aluvial Aluvial; Podsolik coklat Aluvial; Regosol Mediteran; Aluvial Mediteran; Aluvial; Litosol Podsolik merah kuning; Aluvial Podsolik; Podsolik merah kuning; Aluvial Aluvial Aluvial; Regosol Mediteran; Aluvial
1.643,50 552,08 764,65 3.418,79 1.257,70 5.534,85 2,16 746,76 434,95 436,20
I - 17
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
No
Kecamatan
7
Trienggadeng
8
Ulim
Jenis Tanah Mediteran; Podsolik coklat; Aluvial Aluvial Aluvial; Podsolik coklat Aluvial; Regosol Mediteran; Aluvial Mediteran; Aluvial; Litosol Mediteran; Podsolik coklat; Aluvial Podsolik coklat; Podsolik merah kuning Aluvial Aluvial; Regosol Latosol; Podsolik Mediteran; Aluvial Podsolik merah kuning; Aluvial Podsolik; Podsolik merah kuning; Aluvial JUMLAH
Luas 175,96 1.782,76 262,33 805,01 2.461,95 0,10 938,41 1.657,65 1.089,68 511,70 93,63 1.424,59 81,82 1.123,91
95.210,9
Sumber: Peta GIS Jenis Tanah
Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1.5. 1.2.3.3
Hidrologi
1. Daerah Aliran Sungai (DAS) Arah dan pola aliran sungai yang terdapat dan melintasi wilayah Aceh dapat dikelompokkan atas 2 pola utama, yaitu: -
Sungai-sungai yang mengalir ke Samudera Hindia atau ke arah barat;
-
Sungai-sungai yang mengalir ke Selat Malaka atau ke arah timur.
Beberapa Daerah Aliran Sungai dikelompokkan menjadi satu Wilayah Sungai berdasarkan wilayah strategis nasional dan lintas kabupaten. Pengelompokan ini didasari oleh Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006 tanggal 26 Juni 2006 tentang pembagian Wilayah Sungai di Indonesia. DAS yang terdapat di Kabupaten Pidie Jaya, meliputi: Kr. Samalanga, Kr. Babah Awi, Kr. Bubon dan Kr. Peusangan. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1.7.
I - 18
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.4 Peta Ketinggian Kabupaten Pidie Jaya
I - 19
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.5 Peta Jenis Tanah
I - 20
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.6 Peta Geologi
I - 21
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.7 Peta Daerah Aliran Sungai
I - 22
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
2. Wilayah Sungai (WS) Di wilayah Aceh terdapat 408 Daerah Aliran Sungai (DAS) besar sampai kecil. Pengelolaan sungai sebagai sumber daya air ditetapkan 11 Wilayah Sungai (WS) yang terdapat di Aceh, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.11A/PRT/M/2006. Klasifikasi WS yang ada di Pidie Jaya, yaitu: WS Strategis Nasional (A3) WS Meureudu – Baro. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1.8. 3. Cekungan Air Tanah (CAT) Berdasarkan Peta hidrogeologi Indonesia dapat diidentifikasikan jenis litologi batuan (lithological rock types) serta potensi dan prospek air tanah (groundwater potential and prospects). Pada Peta Hidrogeologi Indonesia ditunjukkan adanya indikasi sesar/patahan yang relatif memanjang mengikuti pola pegunungan yang ada di wilayah Aceh (relatif berarah barat laut – tenggara). Terkait dengan aspek hidrogeologi di atas, selanjutnya dikemukakan juga mengenai cekungan air tanah (CAT) yang ada di wilayah Pidie Jaya. Dengan mengacu kepada Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia yang diterbitkan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2009, pada halaman lembar Aceh, dapat diidentifikasikan ada 1 (satu) Cekungan Air Tanah (CAT) di wilayah Pidie Jaya, untuk lebih jelasnya lihat gambar 1.9. Tabel 1.5 Potensi Cekungan Air Tanah di Kabupaten Pidie Jaya No 1 2
Kecamatan
Cekungan
Bandar Baru
Sigli
Bandar Dua
Jeunib
3
Jangka Buya
Jeunib
4
Meurah Dua
Kemiki
5
Meurah Dua
Jeunib
6
Meureudu
Jeunib
7
Pante Raja
Sigli
8
Trienggadeng
Jeunib
9
Trienggadeng
Sigli
10
Ulim
Jeunib Jumlah
Luas
4.566,18 3.992,11 926,15 3.471,55 1.704,11 2.260,97 1.236,61 426,36 551,32 3.244,94 22380,30
Sumber: Hasil Perhitungan GIS
I - 23
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.8 Peta Wilayah Sungai
I - 24
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.9 Peta Cekungan Air Tanah
I - 25
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.10 Peta marfologi
I - 26
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2.3.4
Curah Hujan
Tingkat curah hujan di Kabupaten Pidie Jaya tertinggi terjadi pada bulan Desember mencapai 629 mm. Curah hujan terendah pada umumnya terjadi pada bulan Juni dan Juli mencapai 1 mm. Rata – rata curah hujan di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2010 sebesar 1847 mm. Untuk lebih jelasnya mengenai curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.6 Data Curah Hujan dan Hari Hujan Station SMPK BPN Meureudu Selama Kurun Waktu 10 Tahun
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Angustus September Oktober November Desember Jumlah
2001 MM HH 72 2 193 6 224 10 23 2 155 8 73 2 6 1 61 3 167 6 131 10 258 15 128 11 1491 76
2002 MM HH 243 8 351 11 51 3 62 8 126 8 7 2 63 2 92 3 30 4 84 6 220 13 229 6 1558 74
2003 MM HH 157 2 153 10 158 5 183 7 166 7 380 9 109 8 98 5 142 12 100 11 402 17 629 14 2677 107
2004 MM HH 161 9 179 9 95 9 26 3 121 5 13 1 18 3 22 3 35 4 107 5 311 12 187 9 1275 72
Tahun 2005 2006 MM HH MM HH 167 8 341 11 149 6 370 12 195 9 141 6 140 6 202 8 196 10 60 6 74 5 165 6 98 7 189 10 163 7 134 11 96 8 29 2 230 10 231 9 531 15 143 10 169 4 358 13 2208 95 2363 104
2007 MM HH 241 5 211 6 115 7 325 8 175 5 131 7 31 3 74 5 166 8 211 912 251 11 296 10 2227 84
2008 MM HH 276 7 117 2 258 8 193 5 98 5 27 3 220 9 319 12 21 4 5 15 438 18 507 15 2599 103
2009 MM HH 316 6 61 7 175 6 14 2 80 14 46 3 17 7 112 12 103 9 124 8 156 10 1204
84
2010 MM HH 259 11 83 7 373 7 225 12 72 2 16 5 122 4 17 3 168 16 85 9 176 16 251 13 1847 105
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Pidie Jaya, 2011
I - 27
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.11 Peta Curah Hujan
I - 28
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2.4 Kondisi Kependudukan 1.2.4.1
Jumlah dan Perkembangan
Jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2010 yaitu 149.022 jiwa. dibandingkan dari tahun sebelumnya, penduduk Pidie Jaya mengalami kenaikan jumlah. Tabel di bawah memperlihatkan jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Bandar Baru, yaitu 34.828 jiwa, sedangkan Kecamatan Pante Raja adalah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil yaitu dengan jumlah penduduk 8.343 jiwa. Tabel 1.7 Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya 2004-2010 No
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua Jumlah
2004 30.801 8.093 22.497 18.565 9.597 11.795 7.625 20.742 129.715
2005 30.043 7.864 20.532 19.075 9.557 12.411 7.663 22.521 129.636
Jumlah Penduduk (jiwa) 2006 2007 2008 29.313 42.176 33.192 7.133 8.106 8.279 18.955 18.523 21.490 17.508 18.580 19.961 9.776 9.670 10.331 12.375 11.671 14.885 8.415 7.362 9.374 22.496 23.691 24.437 129.953 139.779 141.949
Sumber : Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Pidie Jaya Tahun 2010
2009 34.310 8.006 22.230 21.893 11.249 14.733 9.396 25.147 146.964
2010 34.828 8.343 22.692 22.080 11.532 15.228 9.309 25.010 149.022
Tabel 1.8 Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Pidie Jaya 2004-2010 Jumlah Penduduk
Laju Pertumbuhan (%)
No
Tahun
1
2004
129.715
2
2005
129.636
-0,06
3
2006
129.953
0,24
4
2007
139.779
7,56
5
2008
141.949
1,55
6
2009
146.964
3,53
7
2010
149.022
1,38
-
Sumber: Pidie Jaya Dalam Angka dan Hasil Perhitungan
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Pidie Jaya tidak selalu memperlihatkan jumlah yang terus meningkat, beberapa faktor turut mempengaruhi. Selain sebagai kabupaten baru, mobilitas penduduk yang terus terjadi memberi kesulitan bagi dinas terkait untuk dapat memaparkan jumlah yang signifikan.
I - 29
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Berdasarkan karakteristik perkembangan laju pertumbuhan penduduknya, maka dapat diperkirakan kecenderungan (trend) pola perkembangan penduduknya yang cenderung berbentuk linier, dan atau eksponensial. Jika dilihat, pada tahun-tahun sebelumnya jumlah penduduk Pidie Jaya mengalami peningkatan yang terus menerus, namun pada tahun 2010 jumlah penduduk Pidie Jaya mengalami peningkatan yang relative normal mencapai 1,38 %. Dari grafik dibawah ini dapat terlihat fuktuasi penduduk di Kabupaten Pidie Jaya. Gambar 1.7 Grafik Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2004-2010 155.000 150.000 145.000 140.000 135.000 130.000 125.000 120.000 115.000 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Hasil Analisis, 2011
1.2.4.2
Distribusi dan Kepadatan
Kepadatan dan distribusi penduduk pada masa yang akan datang memberikan informasi terhadap kemampuan lahan/ketersediaan atas jumlah penduduk. Kondisi kepadatan pada tiap kecamatan tidak mengalami perubahan besar dari kepadatan pada tahun-tahun proyeksi, jika dibandingkan antara kepadatan tahun sebelumnya, hanya saja terlihat bahwa kepadatan penduduk di kecamatan-kecamatan meningkat.
I - 30
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Tabel 1.9 Jumlah, Kepadatan dan Distribusi Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2010
NO
Kecamatan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Luas Kecamatan Berdasarkan data spasial (Ha2)
Kepadatan Kotor (Jiwa/Ha2)
22.046,70
Pante Raja
34.828 8.343
Trienggadeng
22.692
7.936,75
4
Meureudu
22.080
12.479,30
5
Meurah Dua
11.532
28.706,50
6
Ulim
15.228
4.175,16
7
Jangka Buya
9.309
934,77
8
Bandar Dua Jumlah
25.010
17.432,20
1,580 5,563 2,859 1,769 0,41 3,647 9,959 1,435
149.022
95.210,99
1,65
1
Bandar Baru
2 3
1.499,61
Luas Pemukiman Berdasarkan Data spasial (Ha) 685,87
Kepadatan Bersih (Jiwa/Ha)
Kategori Kepadatan Bersih
Distribusi Penduduk (%)
50,78
Tinggi
23,37
271,81
30,69
Rendah
5,60
690,08
32,88
Rendah
15,23
520,61
42,41
Sedang
14,81
267,90
20,31
Rendah
7,74
284,08
53,60
Tinggi
10,22
196,30
47,42
Sedang
6,25
491,41
50,89
Tinggi
16,78
3.408,07
43,726
Sedang
100
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pidie Jaya Tahun 2010, Data Gis
Berdasarkan jumlah penduduk pada tahun 2010 kepadatan bersih yang dihitung dengan perbandingan jumlah penduduk dengan luas lahan permukiman didapatkan bahwa kepadatan tinggi berada di Kecamatan Ulim, Bandar Dua dan Bandar Baru. Kepadatan Penduduk tergolong Sedang berada di kecamatan Meureudu dan Jangka Buya. Sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Meurah Dua, Panteraja dan Trienggadeng. 1.2.4.3
Proyeksi Jumlah Penduduk
Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya sampai akhir tahun perencanaan 2031 dilakukan dengan memproyeksikan jumlah penduduk setiap kecamatan agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Dasar pertimbangannya adalah bahwa setiap kecamatan memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda dan terdapat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi perkembangan penduduk wilayah tersebut. Model yang digunakan untuk memproyeksikan jumlah penduduk disesuaikan dengan karaktersitik perkembangan penduduk setiap kecamatan. Teknik proyeksi yang digunakan adalah polinomial. Dengan demikian jumlah penduduk akan membawa konsekuensi bertambahnya penduduk.
I - 31
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Dengan menggunakan pertumbuhan penduduk Kabupaten Pidie Jaya sebesar 2,85% pertahun, maka pada akhir tahun perencanaan jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya berjumlah 267.125 jiwa. Jumlah penduduk hasil proyeksi pada tahun-tahun perencanaan akan menjadi dasar dalam penentuan jumlah sarana dan utilitas wilayah perencanaan, sehingga pemenuhan sarana-sarana akan menjadi lebih efesien dan efektif. Tabel 1.10 Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Sampai Tahun 2031 Dengan Menggunakan Metoda Proyeksi Polinomial (Jiwa) Kecamatan
Proyeksi Penduduk 2016
2021
2026
2031
41.224
47.443
54.600
61.096
9.875
11.365
13.079
15.052
Trienggadeng
26.859
30.911
35.574
40.941
Meureudu
26.135
30.078
34.615
39.837
Meurah Dua
13.650
15.709
18.079
20.806
Ulim
18.024
20.744
23.873
27.475
Jangka Buya
11.011
12.681
14.594
16.795
Bandar Dua
29.603
34.069
39.208
45.123
176.381 JUMLAH Sumber: Hasil Analisis, 2011
203.000
233.622
267.125
Bandar Baru Pante Raja
I - 32
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.12 Peta Kepadatan Penduduk
I - 33
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2.5 Potensi Rawan Bencana Alam 1.2.5.1
Rawan Gempa bumi
Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi dalam bentuk gelombang. Komponen merusak gempa bumi dapat berbentuk getaran dan amblesan. Tingkat daya rusak gempa bumi tergantung dari intensitas gempa bumi, lama kejadian, jarak pusat gempa, kondisi geologi setempat, serta kondisi bangunan setempat. Penyebab terjadinya gempa bumi merupakan proses tektonik akibat pergerakan lempeng bumi, aktivitas sesar dipermukaan bumi, pergerakan geomorfologi secara lokal (tanah longsor), aktivitas gunung api, dan ledakan nuklir. Gempa Bumi adalah akibat dari lepasnya energi secara tiba-tiba dalam kerak bumi yang menimbulkan gelombang seismik. Gempa Bumi dicatat dengan seismograf. Intensitas atau getarannya diukur dengan skala MMI (Modified Mercalli Intensity). Besarnya gelombang dari suatu Gempa Bumi secara konvensional dilaporkan yang paling sering dicatat menggunakan Skala Richter.
I - 34
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Klasifikasi potensi gempa bumi menurut Mangnitudo (skala richter) di Kabupaten Pidie Jaya sebagai berikut:
0,3 – 0,4 : Kecamatan Ulim, Kecamatan Trienggadeng, Kecamatan Pante Raja, Kecamatan Meureudu, Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Jangka buya, Kecamatan Bandar Dua, dan Kecamatan Bandar Baru.
0,4 – 0,5 : Kecamatan Meureudu, Kecamatan Meurah Dua, dan Kecamatan Bandar Baru.
0,5 – 0,6 : Seluruh kecamatan.
1.2.5.2
Gunung Api
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah “erupsi”. Setiap gunung api memiliki karakteristik erupsi yang berbeda-beda dan berpotensi sebagai ancaman serta memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau material yang dihasilkannya. Apabila gunung api meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magma gunung api keluar sebagai lahar atau lava. Letusan gunung api dapat menghasilkan:
Gas vulkanik;
Lava dan aliran pasir serta batu panas;
Lahar;
Tanah longsor;
Gempa bumi;
Abu letusan; dan
Awan panas (piroklastik).
Klasifikasi Gunung api di Indonesia - Tipe A:
gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.
- Tipe B:
gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara.
- Tipe C:
gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.
I - 35
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Hal ini disebabkan karena terdapat 3 gunung api tipe A, yaitu Gunung Api Peut Sagoe di Kabupaten Pidie (yang meletus pada tahun 1919, 1920, 1978 dan 1998). Gunung api Peut Sagoe ini memiliki dampak yang cukup besar terhadap sebagian kecil wilayah Kabupaten Pidie Jaya, karena terletak di dekat perbatasan antara Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya. Struktur gunung api terdiri dari:
struktur kawah; merupakan bentuk morfologi negatif atau depresi akibat kegiatan suatu gunung api, dimana bentuknya relatif bundar.
kaldera; bentuk morfologinya seperti kawah, tetapi garis tengahnya lebih dari 2 km.
rekahan dan graben; merupakan retakan-retakan atau patahan pada tubuh gunung api yang memanjang mencapai puluhan kilometer dan dalamnya ribuan meter. Rekahan paralel yang mengakibatkan amblasnya blok diantara rekahan disebut graben.
depresivolkano
-
tektonik,
pembentukannya
ditandai
dengan
deretan
pegunungan yang berasosiasi dengan pembentukan gunung api akibat ekspansi volume besar magma asam ke permukaan, yang berasal dari kerak bumi. Depresi ini dapat mencapai ukuran puluhan kilometer dengan kedalaman ribuan meter. Pada peristiwa Gunung Api, lava, tephra (abu, lapilli, bongkahan batu), dan berbagai gas, dikeluarkan dari rekahan Gunung Api.
Beberapa Gunung
Api dapat
mengeluarkan hanya satu tipe karakteristik letusan selama satu periode aktivitas, sementara Gunung Api lainnya dapat menunjukkan serangkaian tipe letusan. Letusan Gunung Api timbul melalui tiga mekanisme utama: (1) Lepasnya gas dengan dekompresi yang menyebabkan letusan magma, (2) Kontraksi panas yang menyentuh air dan menyebabkan letusan phreatomagmatic dan (3) Penyemburan partikel selama letusan-letusan asap yang menyebabkan letusan phreatic. Klasifikasi lahar dan abu di Kabupaten Pidie Jaya berada di kecamatan:
Hazard Zone 1: Kecamatan Meurah Dua.
Hazard Zone 2: Kecamatan Meurah Dua.
Hazard Zone 3: Kecamatan Meurah Dua.
I - 36
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2.5.3
Tanah Longsor / Gerakan Tanah
Tanah Longsor adalah fenomena geologis yaitu pergerakan tanah, misalnya jatuhnya bebatuan, aliran reruntuhan, yang bisa terjadi di lepas pantai, pinggir pantai dan di daratan. Walaupun penyebab utama tanah longsor adalah gravitasi, ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap stabilitas lereng. Secara khusus, faktor-faktor pre-
conditional membangun kondisi sub-permukaan khusus yang menyebabkan areal/lereng tersebut menjadii rawan, sedangkan tanah longsor yang sebenarnya sering membutuhkan pemicu (misalnya hujan lebat atau gempa bumi) sebelum terjadi longsor. Gerakan Tanah dapat dipahami sebagai salah satu proses geodinamik, yang berupa proses perpindahan massa tanah atau batuan penyusun lereng, akibat terjadi gangguan kestabilan pada lereng tersebut. Kestabilan suatu lereng dapat dikontrol oleh berbagai faktor, yaitu morfologi (kemiringan dan bentuk lereng), batuan penyusun lereng, struktur geologi, kondisi hidrologi lereng dan jenis pemanfaatan lahan pada lereng Aceh terdiri dari wilayah-wilayah yang sebagian besar merupakan perbukitan atau pegunungan sehingga banyak dijumpai lahan miring ataupun bergelombang. Lereng pada lahan yang miring ini berpotensi untuk mengalami gerakan massa tanah atau batuan. Temperatur dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng (proses pembentukan tanah), akibatnya lereng akan tersusun oleh tumpukan tanah yang tebal. Lereng dengan tumpukan tanah yang lebih tebal relatif lebih rentan terhadap gerakan tanah. Klasifikasi gerakan tanah di Kabupaten Pidie Jaya antara lain:
Menengah: Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Bandar Dua, Kecamatan Jangka buya, Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Meureudu, Kecamatan Trienggadeng, dan Kecamatan Ulim.
Rendah : Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Bandar Dua, Kecamatan Jangka buya, Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Meureudu, Kecamatan Pante Raja, Kecamatan Trienggadeng, dan Kecamatan Ulim.
Tinggi : Kecamatan Bandar Baru dan Kecamatan Meurah Dua.
I - 37
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2.5.4
Rawan Banjir
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Banjir bandang adalah banjir di daerah permukaan rendah yang terjadi akibat hujan yang turun terus menerus dan muncul secara tiba-tiba. Banjir bandang terjadi saat penjenuhan air terhadap tanah di wilayah tersebut berlangsung dengan sangat cepat hingga tidak dapat diserap lagi. Air yang tergenang lalu berkumpul di daerahdaerah dengan permukaan rendah dan mengalir dengan cepat ke daerah yang lebih rendah. Penyebab banjir adalah: 1. Banyaknya daerah resapan yang berubah fungsi menjadi bangunan; 2. Saluran air yang tidak berfungsi optimal; 3. Air laut ketika terjadi pasang; 4. Tanah kurang dapat menahan air; 5. Penggundulan hutan. Penanganan banjir secara teknis yaitu: 1. Penanganan daerah rawan banjir dengan menaikkan dasar bangunan dan menaikkan elevasi permukaan tanah; 2. Penanganan Daerah Pengaliran Sungai (DPS), yaitu : Mengurangi debit banjir, seperti dengan membangun waduk dan bendungan di daerah hulu dan sumur resapan; 3. Melayani debit banjir, seperti dengan melakukan normalisasi alur sungai, membangun tanggul dan dinding penahan banjir, saluran by pass (sudetan), dan sistem polder dan pompa. Mengendalikan erosi dan sedimen, seperti melakukan: terracing, penanaman pohon secara segaris, pembuatan saluran di lereng, pembangunan dam penahan (check dam), dinding penahan tebing (Streambank
protection) dan pembangunan jetty di muara; 4. Persiapan menghadapi banjir, seperti melakukan pembuatan peta banjir, sistem peringatan dini untuk banjir dan siaga terhadap terjadinya banjir. Untuk daerah Pidie Jaya sering terjadi banjir genangan, hal ini disebabkan karena sistem drainase yang ada di daerah ini kurang baik. I - 38
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
TDMRC melakukan kompilasi 4 data banjir yang dimiliki yaitu, data dari Land System Bakosurtanal, hasil permodelan banjir dengan SOBEK dari Sea Defence Consultant, data kejadian banjir dari Balai Wilayah Sungai Sumatera I dan hasil survey banjir yang dilakukan oleh TDMRC. Hasil kompilasi semua data menghasilkan satu peta area genangan banjir (dengan klasifikasi) untuk Pidie Jaya berada pada Kecamatan:
Potensi Rendah: Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Bandar Dua, Kecamatan Jangka buya, Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Meureudu, Kecamatan Trienggadeng, dan Kecamatan Ulim.
Potensi Sedang: Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Bandar Dua, Kecamatan Meurah Dua dan Kecamatan Meureudu.
1.2.5.5
Abrasi dan Tsunami
Abrasi merupakan jenis bencana yang disebabkan oleh arus atau gelombang yang mengganggu angkutan sedimen. Peristiwa abrasi dapat ditemui di tepi pantai dan di tepi sungai. Gelombang dan arus laut dapat menyebabkan terjadinya abrasi dan erosi di pantai. Terganggunya angkutan sedimen di pantai akibat adanya konstruksi penghalang seperti jetty di muara menjadi penyebab abrasi pantai yang paling sering dijumpai. Abrasi adalah terkikisnya tanah atau pantai atau endapan bukit pasir oleh gerakan gelombang, air pasang, arus ombak, atau pengaliran air. Ombak yang ditimbulkan oleh badai, angin atau mesin motor yang bergerak cepat dapat menyebabkan erosi pantai dalam bentuk hilangnya endapan dan bebatuan dalam kurun waktu yang lama, atau redistribusi endapan pantai yang hanya sementara. Erosi di satu lokasi bisa mengakibatkan sedimentasi atau pendangkalan di dekatnya Di samping itu, sebab-sebab alami lain juga dapat menyebabkan abrasi pantai. Abrasi pantai dapat ditandai dengan mundurnya garis pantai atau hilangnya sejumlah daratan pantai. Proses abrasi pantai memakan waktu yang relatif lama dibandingkan dengan bencana alam lainnya seperti banjir dan tanah longsor. Biasanya,
butuh
waktu
bertahun-tahun
sehingga
bencana
abrasi
biasanya
berdampak negatif terhadap pemukiman penduduk, fasilitas publik, pelabuhan, jalan dan jembatan, serta lahan perkebunan rakyat. Peristiwa abrasi telah menjadi
I - 39
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
masalah serius di hampir semua kabupaten/kota yang ada di Aceh yang memiliki garis pantai. Pengembangan kegiatan budidaya di sepanjang pantai Kabupaten Pidie Jaya, kurang memperhatikan wilayah sempadan pantai, serta penebangan hutan bakau secara liar. Hal ini dapat menjadikan pengikisan pantai yang dapat merusak keseimbangan lingkungan. Abrasi pantai terutama terjadi pada wilayah yang sempadan pantai telah terpakai untuk kegiatan budidaya (pertambakan, industri pembuatan garam, industri arang kayu). Selain terjadi abrasi, sebagian wilayah di pantai Kabupaten Pidie Jaya telah terkena pengaruh air laut (intrusi air laut) terutama di Kecamatan Meureudu, Ulim, Trienggadeng, serta wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Pengaruh air asin ini semakin merambah ke arah tengah, yang salah satunya diakibatkan oleh terjadinya perambahan hutan bakau. 1.2.5.6
Angin Puting Beliung
Angin puting beliung ditandai oleh angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam. Durasi puting beliung biasanya adalah 5 hingga 10 menit. Dampak puting beliung terasa di wilayah yang kecil akibat tekanan udara negatif yang tibatiba dan ekstrim di kawasan tersebut. Awan Cumulonimbus (Cb) menjadi gejala atmosferik utama kejadian puting beliung. Meskipun kejadian puting beliung sering ditemui di wilayah Aceh, hingga saat ini masih sulit diprediksi lokasi dan waktu kejadian bencana puting beliung. Puting Beliung adalah angin kencang dan berbahaya yang bergerak melingkar hingga menyentuh permukaan bumi dan awan cumulonimbus atau, dalam sedikit kasus, awan cumulus. Puting Beliung datang dengan berbagai bentuk dan ukuran, tetapi secara tipikal berbentuk gumpalan corong yang ujungnya menyentuh permukaan bumi dan sering disertai dengan puing-puing dan debu. Kebanyakan Puting Beliung berkecepatan suatu kawasan sejauh beberapa beberapa kilometer dan akhirnya menghilang. Yang paling ekstrim dapat mencapai kecepatan di atas 480 km/jam, terbentang lebih dari 1,6 km dan menyentuh permukaan bumi lebih dari 100 km. Klasifikasi angin puting beliung yang ada di Kecamatan Pidie Jaya meliputi:
Bahaya Menengah: Kecamatan Trienggadeng, Kecamatan Meureudu, Kecamatan Bandar Dua, dan Kecamatan Bandar Baru.
I - 40
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Bahaya Rendah: Kecamatan Meureudu, Kecamatan Bandar Dua dan Kecamatan Bandar Baru.
Bahaya
Tinggi:
Kecamatan
Ulim,
Kecamatan
Trienggadeng,
Kecamatan
Meureudu, Kecamatan Jangka Buya, Kecamatan Bandar Dua, dan Kecamatan Bandar Baru.
I - 41
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.13 Peta Rawan Bencana
I - 42
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2.6 Perekonomian Daerah 1.2.6.1
Struktur Perekonomian
Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB mencerminkan kegiatan perekonomian suatu daerah tertentu, dimana penyajian perhitungan PDRB dinyatakan dengan harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku dihitung berdasar nilai nominal sedangkan berdasar harga konstan memperhitungkan faktor inflasi atau deflasi. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang merupakan indikator dari pencapaian kinerja perekonomian di suatu wilayah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas kegiatan perekonomian yang cukup berarti. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh meningkatnya PDRB dari tahun ke tahun. Periode tahun 2006 hingga tahun 2010, struktur ekonomi Kabupaten Pidie Jaya relatif tidak mengalami perubahan. Dua sektor utama yang mendorong pertumbuhan perekonomian Kabupaten Pidie Jaya adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Sektor pertanian sangat dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Pidie Jaya dengan kontribusi yang cukup besar yaitu 62,05 persen tetapi cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Namun, penurunannya tersebut tidak terlampau besar. Hal ini bukan berarti nilai PDRB sektor pertanian menurun, justru mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hanya saja kontribusinya menurun. Keadaan ini mengindikasikan bahwa sektor lain kontribusinya dalam penyusunan PDRB mulai meningkat. Pada tahun 2006 sektor Pertanian memberikan kontribusi sebesar 65,12 % terhadap total PDRB. Kemudian secara bertahap terus menurun setiap tahunnya yaitu menjadi sebesar 64,46 % pada tahun 2007 dan sebesar 63,78 % di tahun 2008. pada tahun 2009 mencapai 62,05 % dan akhirnya pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 60,85 %. Tingginya peranan sektor pertanian sangat ditentukan oleh subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan. Pada tahun 2009 sumbangan subsektor tanaman bahan makanan mencapai 26,54 % diikuti subsektor peternakan dengan sumbangan sebesar 20,47 %. I - 43
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Tabel 1.11 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor (Persen) Kabupaten Pidie Jaya tahun 2006 – 2010 No.
Sektor
1
Pertanian
2
Kontribusi PDRB (%) 2006
2007
2008
2009
2010
65,12
64,46
63,78
62,05
60,85
Pertambangan dan penggalian
0,72
0,74
0,71
0,66
0,64
3
Industri Pengolahan
4,33
4,20
4,00
3,78
3,58
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
0,22
0,30
0,36
0,41
0,44
5
Konstruksi/Bangunan
3,36
3,90
4,26
4,88
5,44
6
Perdagangan, hotel dan restoran
7,51
8,01
8,49
9,04
9,72
7
Pengangkutan dan komunikasi
3,91
3,97
4,37
4,69
4,75
8
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
1,54
1,53
1,53
1,65
1,67
9
Jasa-jasa
13,28
12,89
12,49
12,85
12,92
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Jumlah
Sumber : PDRB Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2006 – 2009 Kabupaten Pidie Jaya Dalam Angka Tahun 2011
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas ekonomi di Kabupaten Pidie Jaya dimotori oleh kegiatan di sektor pertanian. Hal ini juga berarti sebagian besar penduduk Kabupaten Pidie Jaya menggantungkan nafkah kehidupannya pada hasil kegiatan pertanian seperti bertani padi, palawija, buah-buahan, beternak, berkebun, budidaya ikan, menangkap ikan di laut dan mengambil hasil hutan. Hal ini sesuai dengan keadan geografis dari kabupaten Pidie Jaya yang terletak di dataran rendah dan pesisir laut. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah sektor jasa-jasa. Kontribusi sektor ini pada tahun 2010 sebesar 12,92 persen terhadap total PDRB yang mengalami peningkatan sebesar 0,48 persen dibandingkan tahun 2008. Jika dilihat dari tahun 2006 kontribusi sektor jasa-jasa ini cenderung menurun sampai tahun 2008 namun mengalami kenaikan di tahun 2009 dan 2010. Dimana di tahun 2006 kontribusi sektor ini bernilai sebesar 13,28 persen terus menurun menjadi 12,49 persen di tahun 2008. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor unggulan ketiga dalam pembentukan PDRB kabupaten Pidie Jaya setelah sektor pertanian dan sektor jasajasa. Sektor ini cenderung meningkat di setiap tahunnya dengan peningkatan ratarata 0,5 persen. Kontribusi sektor ini pada tahun 2006 sebesar 7,51 persen I - 44
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
meningkat menjadi 9,72 persen pada tahun 2010. Kemudian disusul oleh sektor konstruksi dan sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi sekitar empat persen setiap tahunnya. Sedangkan gambaran secara keseluruhan dari struktur ekonomi kabupaten Pidie Jaya, hanya dua sektor yang memberikan kontribusi di atas sepuluh persen yaitu sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Sementara itu tujuh sektor ekonomi lainnya masih memberikan kontribusi di bawah sepuluh persen. Bahkan ada dua sektor yang kontribusinya sangat kecil dengan kontribusi di bawah satu persen yaitu sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas, dan air. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Pertanian Pertambangan dan penggalian
60,85
1,67
12,92
Industri Pengolahan
4,75
Listrik, Gas dan Air Bersih 9,72
5,44 Konstruksi/Bangunan 0,64 0,44
3,58
Perdagangan, hotel dan restoran
Kabupaten Pidie Jaya Dalam Angka Tahun 2011 Gambar 1.16 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB (Atas Dasar Harga Berlaku) Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2010
1.2.6.2
Pertumbuhan Ekonomi
Jika dilihat masing-masing sektor, ternyata sebagian besar sektor ekonomi Kabupaten Pidie Jaya tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Dan hanya dua sektor yang mengalami perlambatan yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor Listrik, gas, dan air. Keadaan ini menunjukkan aktifitas perekonomian mulai aktif pada sebagian besar sektor ekonomi di Pidie Jaya yang sebagai kabupaten baru dimana usianya telah mencapai 3 tahun.
I - 45
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pidie Jaya yang ditunjuk oleh PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 selama kurun waktu tahun 2007-2009 menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2007 perekonomian Pidie Jaya tumbuh 5,06 persen. Tahun 2008 perekonomian Pidie Jaya tumbuh 5,32 persen, dan pada tahun 2009 perekonomian Pidie Jaya tumbuh mencapai 6,51 persen. Secara sektoral pertumbuhan sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 1. 12 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Pidie Jaya PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006 – 2009 Sektor 2006 2007 2008 Pertanian 2,88 1,94 1,76 Pertambangan dan penggalian 7,30 6,13 6,25 Industri Pengolahan 2,26 2,73 0,88 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,53 55,66 23,90 Konstruksi/Bangunan 7,15 18,18 10,51 Perdagangan, hotel dan restoran 2,63 26,99 21,71 Pengangkutan dan komunikasi 3,35 2,34 6,79 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 7,23 5,81 5,20 Jasa-jasa 4,71 5,31 8,96 Laju Pertumbuhan PDRB 3,36 5,06 5,32
2009 2,11 6,60 1,61 19,76 15,75 17,75 10,55 5,82 12,94 6,51
Sumber : PDRB Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2006 – 2009
Kabupaten Pidie Jaya merupakan salah satu kabupaten pemekaran yang sangat memprioritaskan pembangunan bidang ekonomi, diantaranya membangun sarana dan prasarana yang menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat, misalnya ; jalan usaha tani, irigasi, saluran tambak dll. 1.2.7 Kondisi Tutupan Lahan 1.2.7.1 Kondisi Lahan Berdasarkan SK Menhut No.170/KPTS-II/2000 Kondisi lahan berdasarkan SK Menhut No.170/KPTS-II/2000 di Kabupaten Pidie Jaya meliputi kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasan budidaya berupa hutan produksi seluas 7.023Ha (7,38%), APL seluas 44.452 Ha (46,69%) sementara kawasan lindung meliputi hutan lindung seluas 43.228 Ha (45,40%) dan sungai seluas 507,16 Ha (0,52%).
I - 46
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Tabel 1.13 Penggunaan Lahan Kabupaten Pidie Jaya Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No.170/KPTS-II/2000 Penggunaan Lahan
No. 1 2 3 4
Luas Penggunaan Lahan (Ha)
(%)
43.228,00 Hutan Lindung Hutan Produksi 7.023,00 Sungai 507,16 APL 44.452,00 Jumlah 95.210,16 Sumber: SK Menhut No.170/KPTS-II/2000
45,40% 7,38% 0,53% 46,69% 100%
1.2.7.2 Kondisi Lahan Eksisting Kondisi lahan eksisting Kabupaten Pidie Jaya didominasi oleh hutan lahan kering sekunder seluas 36.173 Ha (37,99%). Selain itu kabupaten Pidie Jaya juga dikelilingi oleh hutan primer, pertanian lahan kering campur dan sawah yang masing-masing seluas 19.698 Ha (20,70%), 11.820 Ha (12,41%) dan 8.646 Ha (9,08%). Tabel 1.14 Tutupan Lahan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2014 No.
Penggunaan Lahan
Luas Penggunaan Lahan (Ha)
(%)
1.
Hutan Lahan Kering Sekunder
36.173
37,99 %
2.
Hutan Primer
19.698
20,70 %
3.
Pertanian Lahan Kering
4.083
4,29%
4.
Pertanian Lahan Kering Campur
11.820
12,41 %
5.
Sawah
8.646
9,08 %
6.
Semak/Belukar
7.068
7,43 %
7.
Tambak
2.249
2,36 %
8.
Tanah Terbuka/kosong
2.160
2,27 %
9.
Air
768
0,80 %
10.
Permukiman
2.546
2,67 %
95.210
100%
Jumlah Sumber: Bappeda Provinsi, 2013
1.2.8 Kondisi Sektor 1.2.8.1 Pertanian Komoditas pertanian Kabupaten Pidie Jaya didominasi oleh tanaman padi sawah sebanyak 79.015 ton dalam setahun. Selain itu produksi terbesar lainnya adalah kacang kedelai sebanyak 17.038 ton, sedangkan yang paling sedikit produksinya dalam setahun adalah komoditi sirsak hanya sekitar 8 ton. Produksi sirsak tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan dalam kabupaten saja. I - 47
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Tabel 1.15 Produksi Pertanian Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2010 Produksi (Ton) 1 Padi 79.015 2 Kacang Tanah 1.845 3 Kacang Hijau 600 4 Kacang Kedelai 17.038 5 Jagung 3.933 6 Ubi Kayu 2.059 7 Ubi Jalar 198 8 Cabe 392 9 Tomat 77 10 Kacang Panjang 340 11 Terong 120 12 Bayam 240 13 Kangkung 130 14 Ketimun 680 15 Semangka 176 16 Mangga 326 17 Rambutan 881 18 Langsat 263 19 Jeruk 92 20 Jambu Biji 92 21 Nenas 19 22 Nangka 491 23 Durian 3.257 24 Sawo 148 25 Pepaya 94 26 Pisang 1.494 27 Manggis 245 28 Sirsak 8 29 Sukun 231 30 Melinjo 6.515 JUMLAH 120.999 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 No.
Komoditas Pertanian
1.2.8.2 Perkebunan Komoditi perkebunan yang banyak di temukan di Kabupaten Pidie Jaya adalah sagu dengan produksi 150,25 ton setahunnya. Berbeda dengan karet yang hanya mampu menghasilkan 0,9 ton dalam setahun.
I - 48
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Tabel 1.16 Produksi Perkebunan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2010 Komoditas Produksi Perkebunan (Ton) 1 Karet 0,9 2 Kelapa Hybrida 109 3 Kelapa Dalam 1.931 4 Kopi 24 5 Cengkeh 1,25 6 Pala 4 7 Pinang 382 8 Kapuk/randu 23,1 9 Kakao 2.362 10 Kemiri 10,5 11 Lada 3,15 12 Sagu 150,25 13 Kelapa Sawit 4 14 Nilam 2,3 15 Tebu 34 16 Tembakau 8 17 Kunyit 109,79 18 Jahe 10 19 Aren 8,55 JUMLAH 5177,79 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 No.
I - 49
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.14 Peta Tutupan Lahan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2014
I - 50
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.2.8.3 Pariwisata Keppres No. 38 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa seluruh sektor harus mendukung pembangunan pariwisata Indonesia. Hal ini merupakan peluang bagi pembangunan kepariwisataan Indonesia. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia. Melihat peluang nilai ekonomis yang sangat tinggi dari pembangunan di sektor pariwisata ini, maka Kabupaten Pidie Jaya sebagai kabupaten baru memiliki cukup banyak potensi pariwisata meliputi pariwisata pantai, pegunungan, sejarah kebudayaan, dan wisata religi. Dari semua potensi tersebut diatas, Pidie Jaya akan memprioritaskan pembangunan pariwisata berbasis pantai karena sebagian besar wilayah Pidie Jaya memiliki kawasan pantai yang sangat indah. Tabel 1.17 Potensi Obyek Wisata Kabupaten Pidie Jaya No 1
Kecamatan Meureudu
Lokasi dan Jenis Obyek Wisata
Jarak Tempuh (Km)
a
Air terjun Meureudu
46
b
Bendungan Beuracan
6
c
Mesjid Guci Keuramat
d
Sungai Bate le Blang Awe
e
Benteng Sultan Iskandar Muda
f
Pantai Meureudu
2,5
3 2,5 3
2
Bandar Dua
a.
Bukit berbatu Ule Glee
58
3
Ulim
a.
Kuta Batee
50
4
Trienggadeng/Panteraja
a
Pantai Raja/Tripa
35
5
Bandar Baru
a.
Bendungan Irigasi Cubo
21
b.
Pantai Lancang Paru Lueng Putu
7,5
Sumber : Profil Kabupaten Pidie Jaya, Tahun 2010
1.2.8.4 Industri Kawasan indutri yang tersedia di Kabupaten Pidie Jaya adalah industri menengah dan industri mikro. Kawasan peruntukan industri menengah berada di Kecamatan Ulim, sedangkan industri kecil dan rumah tanggga berada di seluruh kecamatan. 1.2.8.5 Peternakan Kegiatan sektor peternakan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan lahan gembalaan sebagai tempat habitat hewan ternak tersebut. Kabupaten Pidie Jaya memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan budidaya peternakan, sehingga
I - 51
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
nantinya dapat memenuhi kebutuhan daging di Kabupaten Pidie Jaya maupun di ekspor keluar Kabupaten Pidie Jaya. Tabel 1.18 Hewan Ternak Unggulan Tiap Kecamatan Di Kabupaten Pidie Jaya No
Kecamatan
Jenis Ternak
1
Bandar Baru
Sapi, Kambing, Domba dan Ayam Boiler
2
Pante Raja
Sapi,Kerbau, Kambing, Domba dan Ayam Boiler dan Itik
3
Trienggadeng
Kambing, Ayam Buras, dan Itik
4
Meureudu
Ayam Buras
5
Meurah Dua
Ayam Buras
6
Ulim
Sapi, Kerbau, dan Kambing
7
Bandar Dua
Sapi, Kerbau, Kambing, dan Itik
8
Jangka Buya
Sapi, Kerbau, dan Itik
Sumber: Profil Kabupaten Pidie Jaya, 2010 Gambar 1.8 Peternakan Kerbau Dan Sapi di Pidie Jaya
Sumber: Profil Kabupaten Pidie Jaya, 2010
1.2.8.6 Perikanan Sektor perikanan di Kabupaten Pidie Jaya diharapkan menjadi komoditi unggulan bagi pertumbuhan ekonomi baik dari sektor perikanan tangkap/laut maupun dari sektor perikanan darat/tambak, mengingat posisi geografis Kabupaten Pidie Jaya yang memiliki wilayah perairan laut yang cukup luas. Diantara jenis ikan tangkap yang paling potensial diantaranya jenis ikan tuna dengan hasil tangkapan mencapai 958 ton pertahun, ikan cakalang 816 ton pertahun dan ikan tongkol mencapai 664 ton pertahun. Kegiatan perikanan tangkap di Pidie Jaya didukung
masih
banyak
mengalami
kendala
khususnya
ketiadaan
tempat
penyimpanan sementara (freezer) hasil tangkap para nelayan sehingga selama ini
I - 52
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
nelayan hanya mampu menangkap ikan hanya sebatas untuk beberapa hari keperluan saja untuk dikonsumsi di wilayah Pidie Jaya sendiri atau di bawa ke luar daerah seperti Medan dan Banda Aceh. Perikanan darat merupakan kegiatan yang memanfaatkan lahan tambak sebagai tempat budidaya ikan tersebut. Budidayanya juga dibedakan atas budidaya air payau dan budidaya air tawar. Di Kabupaten Pidie Jaya seluruh kecamatan memiliki tambak, hal ini karena seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Gambar 1. 9 Gambar Lokasi Perikanan Kabupaten Pidie Jaya
Sumber: Profil Kabupaten Pidie Jaya, 2010
1.2.8.7 Potensi Tambang dan Mineral Sumber daya mineral yang ada sangat ini, masih berupa bahan galian C. Tetapi jumlah bahan galian ini cukup banyak, hal ini dapat dilihat dari keberadaan sungai dan ketinggian daratan yang bervariasi (tebing). Berdasarkan pengamatan kegiatan penambangan bahan galian C, umumnya merupakan dipergunakan sebagai bahan bangunan dilakukan masih menggunakan cara tradisional dan beberapa diantaranya juga dengan mekanis. Tabel 1.19 Tambang dan Mineral yang Berada Di Pidie Jaya Tambang dan Mineral Pasir besi Emas Biji besi Minyak bumi Gas
Kecamatan dan Desa pantai pidie jaya kecamatan Meurah Dua kecamatan Trienggadeng kecamatan Pante Raja sepanjang jalur pantai Pidie Jaya sepanjang jalur pantai Pidie Jaya
Sumber: Data Provinsi Aceh Tahun 2011
I - 53
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Gambar 1.15 Peta Potensi Tambang Dan Mineral
I - 54
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
1.27
Isu – Isu Strategis Kabupaten Pidie Jaya
Dari hasil pembahasan pada subbab sebelumnya, berikut ini adalah isu strategis sebagai bahan pertimbangan dan kajian didalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pidie Jaya: 1. Fisik dan Lingkungan Hidup Daerah yang rawan bencana yaitu daerah pesisir laut dan pinggiran sungai, Adapun daerah pesisir yang rawan terjadinya bencana abrasi adalah pesisir Panteraja, pesisir Meureudu, pesisir Trienggadeng, pesisir Bandar Baru dan pesisir Meurah Dua. Daerah selatan merupakan kawasan sesuai hutan lindung yang terbatas untuk dijadikan kawasan budidaya. Alih fungsi lahan produktif disekitar koridor jalan nasional Banda Aceh – Medan yang tidak dapat dihindarkan. 2. Pusat-pusat Pelayanan dan perkembangan kawasan Berdasarkan arahan RTRW Aceh, Kawasan Perkotaan Meureudu ditetapkan PKL. Diharapkan pusat-pusat pertumbuhan tersebut dapat memberikan pelayanan sosial, ekonomi dan infrastruktur terhadap penduduk Kabupaten Pidie Jaya. Pusat-pusat kecamatan seperti Lueng Putu, Trienggadeng dan Ulee Gle mampu memberikan pelayanan terhadap beberapa kecamatan termasuk kecamatan diluar Kabupaten Pidie Jaya, sehingga diharapkan bisa menjadi kawasan cepat tumbuh sebagai pusat kegiatan lokal untuk mendukung pusat pelayanan perkotaan Meureudu. Beberapa kecamatan di Pidie Jaya dilewati jalan arteri primer (jalan nasional) Banda Aceh – Batas Sumatera Utara. Kondisi ini berpotensi menumbuhkan perkembangan secara cepat pada di sepanjang koridor jalan tersebut terutama di Kawasan perkotaan Meureudu. 3. Infrastruktur Kabupaten Pidie Jaya adalah kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Pidie
sehingga
saat
ini
Kabupaten
Pidie
Jaya
masih
dalam
tahap
pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana untuk menunjang seluruh kegiatan Kabupaten.
I - 55
Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2014-2034
Adanya rencana pembangunan Highway yang melewati Kabupaten Pidie Jaya bisa memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap perkembangan kawasan disekitar koridor jalan. Adanya rencana jalur kereta api yang melewati Kabupaten Pidie Jaya. Jalan lokal dan jalan lingkungan masih banyak yang belum memadai (rusak). Prasarana listrik telah menjangkau seluruh desa dengan persentase 100%. 4. Ekonomi dan Sektor Andalan Sektor andalan di Kabupaten Pidie Jaya adalah: Pertanian Peternakan Perkebunan Perikanan Kontribusi terbesar pendapatan Kabupaten Pidie Jaya adalah di sektor pertanian. Potensi wisata terdapat di Kawasan Trienggadeng.
I - 56