BAB 5 ANALISA DATA PENELITIAN
5. 1. Keadaan Umum Kabupaten Tuban 5.1.1. Sejarah Kabupaten Tuban Tersebutlah kisah, tatkala itu Raden ARYA DANDANG WACANA sedang membuka tanah yang masih berupa hutan bamboo yang bernama Papringan, tanpa diduga-duga sebelumnya muncullah sebuah keajaiban dengan keluarnya air yang dalam istilah jawa disebut (me Tu) dan (Ban yune), dan jika dirangkaikan menjadi TUBAN. Peristiwa itu oleh Raden ARYA DANDANG WACANA dijadikan sebagai tonggak sejarah dalam memberi nama tanah tersebut dengan nama TUBAN, dan selanjutnya kita kenal dengan nama Kabupaten Tuban. Sementara itu sejarah pemerintahan Kabupaten Tuban diawali pada jaman Majapahit, tepatnya ketika peristiwa agung pelantikan RONGGOLAWE untuk menjadi adipati Tuban pertama oleh Raja Majapahit RADEN WIJAYA. Peristiwa pelantikan itu dilaksanakan pada tanggal 12 Nopember 1293, yang pada akhirnya oleh pemerintah kabupaten Tuban tanggal 12 Nopember dijadikan sebagai Hari Jadi Tuban.
65
5.1.2. Biografi Bupati Ibu Heany Relawati Rini Widyastuti Dra. Haeny Relawati Rini Widyastuti, M.Si, dengan panggilan ibu haeny, ia lahir dari pasangan bapak Kawit Broto dan ibu Suharini di Tuban tepatnya tangal 20 Juni 1964, bersuamikan H. Ali Hasan, seorang pengusaha dan dikaruniai empat putra, diantaranya Aulia Hany Mustikasari 13 tahun, Aldwin Hafids
Harsandy
12
tahun,
Adiya
Halindra
Faridzki
9
tahun,
Adela Hanindya Nastiti 5 tahun. Belum banyak perempuan yang jadi bupati. Satu di antara yang sedikit itu adalah Dra. Haeny Relawati Rini Widyastuti, M.Si, Bupati Tuban. Ketua DPD Partai Golkar ini menorehkan sejarah sebagai perempuan pertama menjabat Bupati di Jawa Timur. Alumnus S1 dan S2 Universitras Gadjah Mada ini bertekad membangun daerahnya dengan segenap kemampuannya. Setelah terpilih sebagai bupati Tuban (2001-2006), ia mempunyai tekat akan melakukan upaya maksimal untuk membawa masyarakat Tuban ke arah yang lebih baik. Ia menekankan pentingnya pembentukan aparatur pemerintahan yang bersih. Dengan aparat profesional yang terseleksi sesuai bidang keahliannya akan memberi pelayanan yang profesional pula kepada masyarakat. Dengan cara itu paling tidak sangat membantu menciptakan clean goverment. Teknisnya penempatan aparatur harus sesuai bidang keahliannya. Ia menambahkan, meski berangkatnya sebagai bupati dari Partai Golkar, ia tidak akan memprioritaskan kepentingan komunitasnya. Ibu Haeny memang bukan politisi atau pemimpin karbitan. Perempuan kelahiran Tuban 20 Juni 1964, ini meniti karier politiknya di Golkar. Pada 1992 ia
66
telah dipercaya menjadi Wakil Ketua DPD II Golkar. beliau juga Ketua Himpunan Wanita Karya Kabupaten Tuban. Kemudian tahun 1999 terpilih sebagai Ketua DPD II Golkar Tuban. Sebelum menjabat Bupati, menggantikan Kolonel Inf (pur) H Hindarto, pada era reformasi, ini ia menjabat Ketua DPRD Tuban. Sejak SD, putri kesayangan pasangan Kawit Broto Supadmo, mantan birokrat di Pemkab Tuban dan Ny Suharini, ini memang sudah suka organisasi. Demikian juga tatkala remaja dan mahasiswa ia juga beruntung berkesempatan mengenyam pendidikan di universitas yang punya idealiesme tersendiri (UGM). Pengalaman organisasi dan lingkungan sekolah itu sangat besar peranannya dalam membentuk karakternya. Apalagi kemudian ia mempunyai suami, Ali Hasan, seorang pengusaha sukses, yang dari dimensi sosial kemasyarakatan dan ekonomi berkecukupan. Sehingga kesempatannya terjun ke dunia politik semakin terbuka. Dalam dunia politik, yang dianggap sebagian orang penuh intrik, ia telah menguji dirinya. Di dunia politik itu, ia mengasah diri untuk mampu manfaatkan keahlian, kelebihan dan kesempatan yang dimilikinya untuk kepentingan masyarakat banyak. Bukan untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok sendiri. Itulah yang melatar belakanginya menekuni politik. Ia
menyadari
pemahaman
masyarakat
terhadap
politik
masih
memprihatinkan. Tapi baginya, politik adalah pemahaman tentang pemerintahan. Sangat ia sadari bahwa bupati itu jabatan politik yang periodeisasinya cuma lima tahun. Sementara yang ia pimpin itu pejabat karier. Mereka membangun karir dari bawah. Di satu pihak posisi yang dibangun selama berpuluh tahun itu bisa ditentukan oleh pejabat yang posisinya per lima tahun. Maka, dalam konteks ini,
67
ia berusaha berempati kepada mereka. Ia berprinsip, apabila tidak ingin dicubit, jangan mencubit orang lain. Dalam menjalani hidup ini, ia menganut falsafah hidup seperti air yang mengalir begitu saja. Ia tidak pernah bercita-cita menjadi ketua Golkar, Ketua DPRD, atau Bupati. Proses-proses itu mengalir begitu saja, tanpa ia rencanakan apalagi rekayasa. Buktinya, ketika pencalonan bupati, ia baru mendaftarkan diri pada H-3 dari waktu pemilihan. Itu bukan trik politik dan ia sudah mengkalkulasi, seandainya jadi bupati, tantangan-tantangan yang ia hadapi jauh lebih besar Kalau
dicari
hitungan
ekonomisnya
tidak
sepadan.
Menurutnya perempuan mempunyai kelebihan dari laki-laki dalam memimpin. Secara psikologis, mudah-mudahan ini kesimpulan yang prematur, kecenderungan laki-laki itu materialis. Kalau perempuan lebih berempati. Dalam mengambil keputusan, perempuan itu banyak faktor yang jadi pertimbangan. Yang paling penting adalah faktor empaty. Misalnya ketika ia akan mengambil keputusan, ia selalu berusaha menempatkan diri seakan-akan ia yang menjadi obyek keputusan itu. Itu selalu menjadi pertimbangannya. Jadi, katanya, secara umum, laki-laki cenderung taktis, sedangkan perempuan cenderung emosional. Dari segi positif, emosional itu mendorong perempuan untuk berempati. Sehingga kadang-kadang perempuan sebagai pimpinan dinilai kurang dapat bertindak tegas, karena banyak faktor yang dipertimbangkan itu. Sebagai perempuan pertama menjabat bupati di Jawa Timur, ia menyatakan sangat bersyukur. Kendati rasa syukur itu ia panjatkan bukan hanya saat terpilih menjadi bupati saja. Ia juga menyatakan bersyukur saat berhasil
68
menjalankan nurani dan hal yang benar menurut ajaran agama sebaik-baiknya. Faktor kodrat dan budaya juga mempengaruhi sehingga masih belum banyak perempuan yang berkarier di dunia politik. Lulusan S1 dan S2 dari UGM Yogyakarta itu memang terkenal cukup piawai dalam berpolitik dan memimpin. Ia merupakan sosok yang memiliki kadar intelektualitas cukup bagus dan kapabilitas yang sangat diandalkan. Kepemimpinannya sudah teruji selama ia mengemban beberapa jabatan yang cukup prestisius. Di antaranya, Ketua Himpinan Wanita Karya, ketua DPD Partai Golkar Tuban, ketua DPRD Tuban, dan memimpin beberapa perusahaannya. Selama menjabat ketua DPRD Tuban, beliau cukup sukses membawa lembaga legislatif itu menjadi pengontrol pemerintahan di Kabupaten Tuban. Di lembaga mana pun ia memimpin, baginya sama saja. Ia tetap punya landasan yang real dan valid untuk mempertanggung jawabkan apa yang ia ucapkan dan lakukan. Tidak ada sesuatu yang khusus baginya dalam setiap posisi. Dalam proses pencalonannya menjadi Bupati Tuban, Radar Bojonegoro menggambarkannya, selalu ditakdirkan seperti David dalam cerita David dan Goliath. Seperti dalam cerita itu, David yang bertubuh kecil selalu menang ketika menghadapi raksasa Goliath. Begitulah sosok Haeny. Meski Fraksi Partai Golkar yang mencalonkannya hanya memiliki delapan kursi, ternyata fraksinya selalu mampu menundukkan para rivalnya di DPRD Kabupaten Tuban yang suaranya lebih besar. Pada saat dirinya mencalonkan diri sebagai ketua DPRD Kabupaten Tuban, 1999, misalnya, ia telah mengukir sukses. Hal yang sama terulang lagi pada pemilihan bupati. Ia meraih 29 suara dari 44 suara. Sementara pasangan Ir.
69
Slamet Susilo M.Si dan Ir. Noor Nahar Hussein yang didukung dua partai yang jauh lebih besar, PKB 11 kursi dan PDIP 13 kursi, harus puas menduduki kursi kedua, dengan hanya mendapat 15 suara. Suasana pemilihan, yang berlangsung lima jam mulai pukul 09.00, ketika itu, cukup menegangkan sekaligus mengejutkan. Banyak pihak tidak menduga muslimah yang istiqamah berjilbab ini akan mengungguli pesaingnya yang dijagokan dua fraksi pemenang Pemilu PDIP dan PKB. Maklum, menurut hitungan matematis, ibu Haeny yang dicalonkan FPG hanya memiliki delapan suara, sementara rivalnya memiliki modal suara lebih dari separo jumlah anggota dewan, yakni 24 suara. Rinciannya, 13 suara FPDIP dan 11 suara FPKB. Dua partai koalisi itu optimistis mampu memenangi pemilihan bupati. Sementara, peluang ibu Haeny diperkirakan sangat kecil. Akan tetapi, di sinilah kepiawian ibu Haeny berpolitik. Ia merangkul Soenoto, kader PDIP, menjadi pasangannya sebagai wakil bupati. Ia pintar memanfaatkan perbedaan di kubu PDIP. Sehingga ia pun sukses meraup suara 29 kursi dari jumlah 44 kursi di DPRD. Satu suara meski tertulis nama Heny, dinyatakan tidak sah oleh panitia karena tidak mencantumkan nama cawabup pasangannya. Suasana penghitungan suara saat itu sungguh menegangkan. Proses penghitungan dimulai sekitar pukul 11.55. Suara pertama yang dibacakan KH Masram Sofwan, anggota panitia, menyebut Haeny. Suara kedua, ketiga sampai keenam, masih Haeny. Sementara saingannya baru mendapat satu suara. Kemudian, satu per satu suara dihitung. Haeny kian mantap. Saat ibu Haeny mengumpulkan 23 suara, lebih dari separo jumlah anggota dewan, aplaus pun
70
terdengar membahana. Susilo spontan menyampaikan ucapan selamat kepada ibu Haeny yang duduk sederet dengannya. Ibu Haeny pun menyambut ramah. Tapi, suasana tegang juga terjadi di luar gedung dewan. Massa yang sebagian besar pendukung Susilo dan Noor Nahar sepertinya tidak terima atas ketertinggalan perolehan suara itu. Mereka melempari gedung dewan dengan batu dan kayu. Makin banyak suara yang dikumpulkan ibu Haeny, lemparan massa dari timur kantor dewan kian gencar. Sementara massa pendukung Haeny dan Soenoto terkesan tidak gegap gempita. Mereka lebih memilih segera meninggalkan lokasi perhelatan. Sebab, massa pendukung dari rivalnya bertindak brutal begitu mengetahui jagonya tersingkir. Massa yang emosional itu melempari gedung dewan dan merusak fasilitas umum, seperti traffic light, lampu kota, taman, dan patung Letda Soecipto. Kemenangannya itu mengejutkan dan sepertinya menjadi pukulan telak lawan-lawan politiknya. Selama proses pemilihan, ribuan massa menyemut di gedung dewan. Mereka menolaknya. Ia dituding melakukan money politics. Bahkan menyebutnya sebagai reinkarnasi partai Orde Baru yang tidak layak memimpin pemerintahan yang reformis. Tidak hanya itu, Ia juga disangkutpautkan dalam penguasaan sejumlah tanah negara di Tuban. Hanya saja semua sorotan itu ibarat anjing menggonggong kafilahpun berlalu. Berbagai goyangan itu sama sekali tidak menyurutkan langkahnya untuk memenangkan pertarungan menjadi orang nomor satu di Bumi Ronggolawe itu. Karena memang ia tulus mau mengabdikan diri membangun daerah yang dicintainya itu. Makanya, ketika memenangi pertarungan, ia sama sekali tidak menampakkan ekspresi luar biasa,
71
sebagaimana layaknya prajurit yang usai menang perang. Ia bersikap biasa dan mengucapkan syukur sebagai pertanda keberhasilan perjuangannya. Sebagai Bupati yang punya tugas dan tanggung jawab besar, tentu beliau harus memberikan perhatian dan waktu untuk melaksanakan tugas itu. Sehingga baginya, tidak harus terpaku pada jam kerja saja. Bisa saja lebih dari itu. Atau bisa juga lebih pendek. Apalagi, di rumah dinas ada juga ruang kerja. Sehingga pada jam kantor ia tidak mesti di Kantor Kabupaten, tapi bisa juga di rumah. Maka sesibuk apapun, beliau masih berusaha untuk berkumpul dengan seluruh keluarga. Sebab ia sadar, anak-anak pasti membutuhkan perhatian orang tua. Apalagi anak-anaknya masih kecil-kecil. Sehingga hal wajar bila terkadang mereka menuntut perhatian lebih darinya. Perihal kiat mendidik anak, beliau menekankan pentingnya memberi contoh. Kalau kita menganjurkan sesuatu kepada anak, maka orang tua harus melakukan dulu apa yang dianjurkan itu. Demikian juga melarang, orang tua harus meninggalkan larangan itu dulu sebelum melarang anak. Tidak hanya dalam bertutur kata, juga dalam berperilaku seharihari. Orang tua menjadi cermin bagi anak-anaknya. Kalau kita ingin anak baik kualitas moralnya, maka itu harus kita mulai dari kita sendiri sebagai orang tua. Termasuk dalam memberi makan kepada anak-anak, harus bersumber dari yang halal. Dalam hal agama, ia menyadari bahwa ilmunya masih sangat rendah. Karena itu ia mendatangkan guru ngaji ke rumah. Alhamdulillah, anaknya yang sulung sudah khatam al-Qur'an berulang kali. Yang nomer dua juga. Rata-rata mereka khatam al-Qur'an pada usia antara 3,5 dan 5,5 tahun.
72
5.1.3. Geografis Kabupaten Tuban terletak pada : 111° 30' 112° 35' Bujur Timur 6° 40' 7° 18' Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara
: Laut Jawa
b. Sebelah Timur
: Kabupaten Lamongan
c. Sebelah Selatan
: Kabupaten Bojonegoro
d. Sebelah Barat : Kabupaten Rembang dan Kabupaten Blora (Jateng) Kabupaten Tuban memiliki luas wilayah 1.893,94 km2 atau kurang lebih 183.994,562 hektar dan secara administrative terbagi menjadi 19 Kecamatan.
5.1.4. Topografis a. Luas daratan : 183.994.562 Ha (3,8% dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur) b. Panjang Pantai : 65,00 Km membentang dari arah Timur Kecamatan Palang sampai arah Barat Kecamatan Bancar. c. Luas Lautan : 22.608,00 Km2
5.1.5. Geologis Keadaan tanah di Kabupaten Tuban terdiri dari : a. Mediteran merah kuning, berasal dari endapan batu kapur di daerah bukit sampai gunung (38% dari luas wilayah), terdapat
73
di Kecamatan Semanding, Montong, Kerek, Palang, Jenu, sebagian Tambakboyo, Widang, Plumpang dan Merakurak. b. Alluvial, berasal dari endapan di daerah daratan dan cekungan (34% dari luas wilayah Kecamatan Tambakboyo, Bancar, Tuban, Palang, Rengel, Soko, Parengan, Singgahan, Senori, dan Bangilan) c. Grumusol, berasal dari endapan batuan di daerah yang bergelombang (5% dari luas wilayah) terdapat di Kecamatan Bancar, Jatirogo, dan senori. Sedangkan iklim kabupaten Tuban sebagai berikut: a. Ada dua musim, yaitu : musim penghujan dan musim kemarau b. Curah hujan rata-rata 3.376 milimeter per tahun d. Jumlah dari hujan rata-rata 175 per tahun e. Bulan kering jatuh pada bulan Agustus, bulan basah jatuh pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Nopember dan Desember.
5.1.6. Demografis a. Perkembangan Jumlah Penduduk (Jiwa) Tahun 2001
2002
PERUBAHAN (%)
1.027.486
1.035.341
0,76
74
1. Perkembangan Kepadatan Penduduk (Jiwa / Km2) Tahun 2001
2002
PERUBAHAN (%)
558
563
0,90
2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin (KK) Tahun 2001
2002
PERUBAHAN (%)
98.175
102.250
4,15
3. Perkembangan Keluarga Sejahtera : a. Keluarga Pra Sejahtera (KK) Tahun 2001
2002
PERUBAHAN (%)
173.814
98.175
(43,52)
Sumber Data : Kantor BKKBN Kab. Tuban
b. Keluarga Sejahtera I (KK) Tahun 2001
2002
PERUBAHAN (%)
40.120
14.131
(64,78)
Sumber Data : Kantor BKKBN Kab. Tuban
75
c. Keluarga Sejahtera II (KK) Tahun 2001
2002
PERUBAHAN (%)
44.462
44.162
(0,67)
Sumber Data : Kantor BKKBN Kab. Tuban
d. Keluarga Sejahtera III (KK) Tahun 2001
2002
PERUBAHAN (%)
33.543
33.543
0
Sumber Data : Kantor BKKBN Kab. Tuban
e. Keluarga Sejahtera III (KK) Tahun 2001
2002
PERUBAHAN (%)
7.273
7.273
0
Sumber Data : Kantor BKKBN Kab. Tuban
Jumlah penduduk di Kabupaten Tuban setiap tahunnya dapat diketahui dari dua sumber data yaitu : a. Data Registrasi Penduduk, dimana data penduduk didapatkan dari hasil pelaporan data kependudukan di tingkat Kecamatan. b. Data Proyeksi Penduduk, dimana data penduduk pada tahun tertentu didapatkan dari perhitungan proyeksi penduduk hasil Sensus Penduduk tahun 2000.
76
Berdasarkan kedua sumber diatas maka jumlah penduduk Kabupaten Tuban pada tahun 2003 adalah : a. Berdasarkan data Registrasi Penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Tuban sebanyak 1.058.979 jiwa. Dimana penduduk laki-laki sebanyak 519.530 orang dan penduduk perempuan sebanyak 539.449 orang. b. Berdasarkan Proyeksi Penduduk hasil Sensus Penduduk tahun 2000, maka penduduk Kabupaten Tuban tahun 2003 berjumlah 1.076.203 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 530.117 orang dan penduduk perempuan sebanyak 546.086 orang. Berdasarkan kedua data diatas jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Semanding dan Kecamatan Soko. Jumlah penduduk Kecamatan Semanding
pada tahun 2003 berdasarkan hasil proyeksi penduduk sebanyak
95.435 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 46.955 orang dan penduduk perempuan sebanyak 48.480 orang. Sedangkan di Kecamatan Soko jumlah penduduk sebanyak 80.790 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 39.865 orang dan penduduk perempuan sebanyak 40.925 orang. Hasil Registrasi Penduduk tahun 2003, penduduk di Kecamatan Semanding sebanyak 90.349 orang dengan rincian 43.864 orang penduduk lakilaki dan 46.485 orang penduduk perempuan. Sedangkan di Kecamatan Soko penduduk berjumlah 82.128 jiwa dengan 40.386 penduduk laki-laki dan 41.742 orang penduduk perempuan.
77
5.1.7. Pemerintah Kabupaten Tuban Secara struktur pemerintahan, pada tahun 2003 Kabupaten Tuban terbagi atas 19 Kecamatan dan 328 Desa / Kelurahan. Dari 19 kecamatan, jumlah desa terbanyak berada di Kecamatan Soko dengan 25 desa. Berturut-turut Kecamatan Bancar, Rengel dan Semanding tergolong sebagai kecamatan dengan jumlah desa diatas 20 yaitu Kecamatan Bancar dengan 24 desa, Kecamatan Rengel terdiri atas 22 desa dan Kecamatan Semanding terdiri atas 20 desa. Sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah desa terkecil adalah Kecamatan Kenduruan dengan 9 desa. Dari 328 desa / Kelurahan pada tahun 2003 terbagi atas 844 Dukuh, 6.839 RT dan 1.737 RW. Jumlah Dukuh pada tahun 2003 meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 731 dukuh. Demikian juga dengan jumlah RT yang meningkat dari 6.408 RT pada tahun 2002 menjadi 6.839 RT dan jumlah RW meningkat dari 1.725 RW pada tahun 2002 menjadi 1737 RW di tahun 2003. Untuk jumlah Perangkat Desa pada tahun 2003 terdapat beberapa perubahan jumlah seperti jumlah Sekretaris Desa / Kelurahan dari 328 orang pada tahun 2002 menjadi 326 orang di tahun 2003. Jumlah Kepala Dusun juga mengalami perubahan dari 731 orang pada tahun 2002 menjadi 772 orang di tahun 2003. Untuk jumlah Perangkat Kepala Urusan yang terbagi atas Pemerintahan, Ekonomi Pembangunan, Kesra, Keuangan dan Umum secara keseluruhan jumlah perangkat mengalami peningkatan. Jumlah Kepala Urusan Pemerintahan pada tahun 2003 meningkat dari 255 orang pada tahun 2002 menjadi 270 orang, Kepala Urusan Ekonomi Pembangunan meningkat dari 242 orang menjadi 258 orang, Kepala Urusan Kesra juga meningkat dari 257 orang menjadi 276 orang dan
78
Kepala Urusan Umum meningkat dari 241 orang menjadi 242 orang. Sedangkan Kepala Urusan Keuangan tidak mengalami perubahan jumlah perangkat. Dari 328 Desa / Kelurahan di Kabupaten Tuban, 17 diantaranya berstatus Kelurahan. Ke-17 Kelurahan tersebut terletak di 3 Kecamatan, yaitu Kecamatan Tuban, Semanding dan Palang. Masing-masing di Kecamatan Tuban ada 14 Kelurahan, Kecamatan Semanding terdapat 2 Kelurahan dan Kecamatan Palang terdapat 1 Kelurahan.
5.1.8. Nama-nama Bupati Tuban Periode kepemimpinan di Kabupaten Tuban dapat dikelompokkan menjadi 2 periode yaitu periode sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan tercatat bahwa Kabupaten Tuban telah dipimpin oleh 39 bupati dan setelah kemerdekaan telah dipimpin oleh 13 Bupati. Dari 52 Bupati yang pernah memimpin Kabupaten Tuban tercatat dipimpin oleh Bupati wanita 1 kali yaitu Dra.Hj. HAENY RELAWATI RINI WIDYASTUTI, MSi. Berikut ini nama-nama Bupati Tuban dan periode kepemimpinannya : 1. Nama Bupati sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia (1945) : NO.
NAMA BUPATI
URUT
PERIODE KEPEMIMPINAN
1
RA. DANDANG WATJONO
1264-1282
2
RH RONGGOLAWE
1282-1291
3
RH SIROLAWE
1291-1306
4
RA. SIROWENANG
1306-1326
5
RH. LENO
1326-1349
79
6
RH. DIKORO
1349-1401
7
RA. TEJO
1401-1419
8
RH. WILWOTIKTO
1419-1460
9
KH. NGRASEH
1460-1507
10
KA. GELILANG
1507-1553
11
KA. BATUBANG
1553-1573
12
RH. BALEWOT
1573-1628
13
P. SEKARTANJUNG
1628-1661
14
P. NGANGSAR
1661-1668
15
P.H. PERMALAT
1668-1686
16
P. SALAMPE
1686-1700
17
P.H. DALEM
1700-1707
18
P. POJOK
1707-1723
19
P. ANOM
1723-1730
20
P. SOEDJONO POETRO
1730-1737
21
RA. BALABAR
1737-1748
22
P. SOEDJONO POETRO
1748-1755
23
RA. JOEDONEGORO
1755-1766
24
RA. SURYODININGRAT
1766-1773
25
RA. DIPOSENO
1773-1779
26
KT. TJOKRONEGORO
1779-1792
27
KT. POERWONEGORO
1792-1799
28
K. LIEDER SOERODINEGORO
1799-1802
29
R. SOEROADIWIDJOJO
1802-1814
30
P. TJITROSUMO VI
1814-1821
31
P. TJITROSUMO VII
1821-1841
32
P. TJITROSUMO VIII
1841-1861
80
33
P. TJITROSUMO IX
1861-1883
34
RM. SOMO BROTO
1883-1893
35
RA. KOESOEMODIGDO
1893-1909
36
RA. PRINGGOWINOTO
1909-1919
37
RA. PRINGGODIGDO
1919-1927
38
R.M.A.A KOESUMOBROTO
1927-1944
39
RT. SOEDIRMAN H
1944-1946
2. Nama Bupati setelah Kemerdekaan Republik Indonesia (1945) : NO.
NAMA BUPATI
PERIODE
URUT
KEPEMIMPINAN
1
K.H. MOESTAIN
1946-1956
2
R. SOENDAROE
1956-1958
3
R. ISTOMO
1958-1959
4
R. SANDJOJO
1959-1960
5
M. WIDAGDO
1960-1968
6
R. SOEPARMO
1968-1970
7
R.H. IRCHAMNI
1970-1975
8
MOCH. MASDUKI
1975-1980
9
SOERATI MOERSAM
1980-1985
10
Drs. DJOEWAHIRI MARTO PRAWIRO
1985-1991
11
Drs. SJOEKOER SOETOMO
1991-1995
12
H. HINDARTO
1996-2001
13
Dra. Hj. HEANY RELAWATI RINI WIDYASTUTI, M.Si.
81
2001- Sekarang
5.1.9. Luas Daratan: 183.994,562 Ha Luas daratan terdiri dari : 1. Pemukiman
15.817,905 Ha
2. Persawahan
54.860,531 Ha
3. Tegal / Ladang
62.149,470 Ha
4. Kebun Campur
130,700 Ha
5. Hutan
44.760,877 Ha
6. Rawa / Danau / Waduk
388,400 Ha
7. Tambak / Kolam
862,583 Ha
8. Padang Rumput / Tanah Kosong
391,720 Ha
9. Tanah Tandus / Rusak / Tambang
564,660 Ha
10. Lain-lain
4. 067,716 Ha
5.2. Karekteristik Responden Karakteristik responden yang diteliti pada penelitian ini adalah yang menyangkut jenis kelamin, usia, pendidikan akhir, jabatan dan golongan responden.
5. 2. 1. Jenis kelamin Berikut akan disajikan table mengenai jenis kelmin responden berdasarkan hasil pengumpulan penelitian melalui kuesioner. Tabel 5.1 Distribusi jenis kelamin responden di pemerintahan kabupaten Tuban Jawa Timur, tahun 2004
82
No 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah 55 31 86
Persentase 64 % 36 % 100 %
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jenis kelamin yang paling banyak diteliti adalah perempuan sebanyak 31 orang
(36 %), sedangkan yang
berjenis kelamin laki – laki berjumlah 55 orang atau 64 %. 5. 2. 2. Usia Pengkatagorian umur dalam penelitian ini berdasarkan penghitungan kuartil. Hal ini disebabkan tidak pengkatagorian yang baku baik berdasarkan kategori dari pihak pemerintah maupun teori yang berkait dengan peran umur. Dari data yang ada distribusi umur yang paling muda 35 tahun, sedangkan yang paling tua 56 tahun. Hasil selengkapnya mengenai kategori umur responden berdasarkan hasil pengumpulan penelitian melalui kuesioner disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 5.2. Distribusi usia responden di pemerintah kabupaten Tuban Jawa Timur, tahun 2004 No 1 2 3 4
Usia 35 – 39 tahun 40 – 44 tahun 45 – 49 tahun > 50 tahun
Jumlah 12 26 36 12 86
Persentase 14,0 % 30,2 % 41,9 % 14 % 100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi umur responden yang paling banyak pada usia 45 – 49 tahun sebanyak 36 orang (41,9 %), sedangkan distribusi usia yang paling sedikit adalah diatas atau sama dengan 50 dan antara 35 sampai dengan 39 tahun sebanyak 12 orang (14 %).
83
5. 2. 3. Pendidikan Akhir Berikut akan disajikan tabel mengenai pendidikan akhir yang ditempuh responden berdasarkan hasil pengumpulan penelitian melalui kuesioner. Tabel 5.3 Distribusi pendidikan responden di pemerintah kabupaten Tuban Jawa Timur, tahun 2004 No 1 2
Pendidikan S1 Pasca sarjana Total
Jumlah 61 25
Persentase 70,9 % 29,1 %
86
100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pendidikan akhir yang paling banyak ditempuh responden adalah lulusan S1 sebanyak 61 orang (70,9 %), sedangkan lulusan Pascasarjana sebanyak 25 orang atau 29,1 %.
5. 2. 4. Jabatan Berikut akan disajikan tabel mengenai jabatan yang ditempuh responden berdasarkan hasil pengumpulan penelitian melalui kuesioner. Tabel 5.4 Distribusi jabatan responden di pemerintah kabupaten Tuban Jawa Timur, tahun 2004 No Jabatan Jumlah Persentase 1 Eselon II 65 75,6 % 2 Eselon III 21 24,4 % 86 100 % Total Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang sekarang menjabat di eselon II lebih banyak sebanyak 65 orang (75,6 %), sedangkan eselon III sebanyak 21 orang atau 24,4 %.
84
5. 2. 5. Pangkat atau Golongan Berikut akan disajikan tabel mengenai pangkat atau golongan yang ditempuh responden berdasarkan hasil pengumpulan penelitian melalui kuesioner. Tabel 5.5 No 1 2 3
Distribusi pangkat atau golongan responden di pemerintah kabupaten Tuban Jawa Timur, tahun 2004
Pangkat/Golongan Pembina Utama Muda (IV/c) Pembina Tingkat Satu (IV/a) Pembina (IV/b) Total
Jumlah 50 20 16 86
Persentase 58,1 % 23,3 % 18,6 % 100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat sebagian besar Pembina Utama Muda IV/c sebanyak 50 orang atau 58,1 %, Pembina Tingkat Satu sebanyak 20 orang atau 23,3 %, dan Pembina sebanyak 16 orang atau 18,6 %.
5. 3. Uji Validitas dan Realibitas Instrumen Penelitian Untuk mengukur aspek-aspek yang akan diteliti maka diperlukan alat ukur yang reabel dan valid sehingga kesimpulan dari hasil penelitian tidak menyimpang dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan sebenrnya. Apabila variabel penelitian dimaksud diungkap lewat alat ukur yang realibitas dan validitasnya belum teruji, maka kesimpulan penelitian tidak sepenuhnya dapat dipercaya. Suatu instrumen penelitian dikatakan valid apabila intrumen tersebut dapat mengukur serta mengungkapkan data dari variabel-variabel yang diteliti secara tetap. Sementara hasil penelitian yang valid, apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang
85
diteliti. Ketentuan suatu intrumen dikatakan valid apabila syarat minimum terpenuhi, yaitu kalau r = 0,3. Jadi korelasi antara butir dengan sekor total kurang dari 0,3, maka butir dalam intrumen tersebut dinyatakan tidak valid (Sugiyono, 2001). Sedangkan uji reabilitas yang digunakan adalah dengan alpha cronbach, dimana suatu intrumen dikatakan reliabel atau andal apabila memiliki koefisien keandalan atau reliabilitas sebesar 0,60 atau lebih (Arikunto, 1998). Uji validitas dan reliabilitas dilakukan sebelum penelitian dilakukan dan diujikan pada 30 orang responden di luar sampel penelitian. Hasil selengkapnya hasil pengujian validitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.6
Hasil pengujian validitas variabel bebas
Variabel
Gaya kepemimpinan
Sosial
Budaya
Agama
Item kuesioner X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X1.9 X1.10 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4
Nilai r hitung 0,7958 0,6568 0,4455 0,7853 0,8118 0,6803 0,6759 0,7702 0,6007 0,5306 0,7201 0,8674 0,4917 0,8070 0,9298 0,8113 0,7900 0,7228 0,8399 0,8372 0,8749 0,8921 0,7834 0,5022
86
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Hasil pengujian validitas untuk variabel bebas menunjukkan seluruh item variabel mempunyai nilai validitas lebih dari 0,3 sehingga seluruh item adalah valid. Tabel 5.7
Hasil pengujian validitas variabel tergantung
Variabel
Prestasi kerja
Item kuesioner Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y1.8 Y1.9 Y1.10
Nilai r hitung 0,6894 0,4970 0,5755 0,5200 0,3987 0,4515 0,5555 0,4757 0,3604 0,5105
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Hasil pengujian validitas untuk variabel tergantung menunjukkan seluruh item variabel mempunyai nilai validitas lebih dari 0,3 sehingga seluruh item adalah valid. Sedangkan untuk hasil pengujian reliabilitas
dapat dilihat pada tabel
dibawah ini : Tabel 5.8
Hasil pengujian reliabilitas variabel penelitian
Variabel Gaya kepemimpinan Sosial Budaya Agama Prestasi kerja
Nilai alpha 0,9095 0,9009 0,9264 0,8862 0,8196
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan seluruh variabel mempunyai nilai reliabilitas lebih dari 0,6 sehingga seluruh item adalah reliabel.
87
5.4. Deskripsi Variabel Penelitian Pada bagian ini akan dijelaskan dekripsi jawaban responden dari masing – masing item penelitian. Tabel 5.9 No. 1 2 3 4 5
Nilai rerata variabel penelitian Variabel Gaya kepemimpinan Sosial Budaya Agama Prestasi kerja
Nilai rerata 3,28 3,28 3,16 2,83 3,34
Dari nilai rerata diatas dapat diketahui bahwa tanggapan responden untuk variabel agama mempunyai nilai rerata lebih kecil dibandingkan variabel lainnya. Sedangkan variabel prestasi kerja menunjukkan nilai rerata yang lebih besar dibandingkan variabel lainnya.
5.5. Uji Persyaratan Regresi Linier Berganda Dalam model regresi linier berganda terdapat 3 persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : 1
Tidak ada multikolinearitas antar variabel bebas.
2
Varians dari semua kesalahan pengganggu adalah sama (homokedastis).
3
Tidak terjadi otokorelasi antar kesalahan-kesalahan pengganggu (hanya digunakan untuk data yang bersifat time series).
88
5.5.1. Pengujian Gejala Multikolinearitas Uji gejala multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antar masing-masing variabel bebas yang diteliti. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala ini digunakan indikasi nilai VIF. Uji gejala multikolinearitas dimaksudkan untuk lebih mengetahui adanya hubungan yang sempurna antar variabel dalam model regresi. Hakim (2001 : 301) menyebutkan angka VIF toleransi untuk terhidar dari gejala multikolinearitas ini antara 1 – 5. Tabel 5.10
Uji Gejala Multikol Variabel Bebas Variabel
Gaya kepemimpinan
Collinearity Statistics Tolerance VIF 1,926 0,519
Keterangan Bebas Multikol
Sosial
0,724
1,380
Bebas Multikol
Budaya
0,835
1,198
Bebas Multikol
Agama
0,611
1,636
Bebas Multikol
Dari tabel 5. dapat dilihat bahwa koefisien korelasi masing –masing variabel bebas atau nilai VIF (Varian Inflation Factor) mempunyai nilai kurang dari 5, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas diantara masingmasing variabel bebas tersebut.
5.5.2 Pengujian Gejala Heterokedastisitas Pengujian gejala heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel bebasnya. Jika terjadi gejala homokedastisitas pada model yang digunakan, berarti tidak terjadi
89
hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel bebas, sehingga variabel tergantung benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel bebasnya. Gejala heterokedastisitas ini diketahui dengan menggunakan analisis metode korelasi Rank Spearman. Jika nilai signifikansi pada hasil korelasi lebih besar dari 0.05 ( p > 0.05) maka dapat dikatakan item bebas dari gejala heterokedastisitas atau terjadi homokedastis. Tabel 5.11 Uji Signifikansi Koefisien Korelasi Rank Spearman Variabel Bebas Variabel Gaya kepemimpinan Sosial Budaya Agama
Rs
Sig.
Keterangan
0,000 0,000 0,000 0,000
1,000 1,000 1,000 1,000
Homoskedastis Homoskedastis Homoskedastis Homoskedastis
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi untuk semua variabel lebih besar dari 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi gejala homokedastisitas atau tidak terjadi hubungan antara nilai residu / sisa dengan variabel bebas sehingga variabel tergantung benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel bebas.
5.5.3. Pengujian Gejala Autokorelasi Oleh karena data yang digunakan adalah data cross sectional dan bukan time series maka pengujian autokorelasi tidak dilakukan.
5.6. Hasil Uji Regresi Linier Berganda Berikut adalah hasil pengujian regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS versi 10.01 :
90
Tabel 5.12 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Variabel Konstanta Gaya kepemimpinan Sosial Budaya Agama F Sig. R R2
Koef. Regresi 1,327
Beta
t
Tingkat Sig.
Ket.
3,109
0,003
S S
0,366
0,446
3,437
0,001
0,112 0,109 0,04381
0,179 0,188 0,072
1,631 1,837 0,603
0,107 0,070 0,548 8,297 0.000 0.539 0.291
TS TS TS
Keterangan : S : Signifikan TS : Tidak signifikan Berdasarkan Tabel 5.12, maka model regresi tersebut dapat dianalisa berdasarkan koefesien-koefesiennya. Model persamaan regresi linier berganda berdasarkan tabel diatas adalah Y = 1,327 + 0,366 X1 Dari fungsi regresi tersebut diatas, maka diketahui bahwa untuk variabel tingkat gaya kepemimpinan mempunyai koefisien regresi yang bertanda positif yang berarti apabila gaya kepemimpinan ditingkatkan, maka prestasi kerja Bupati Tuban juga meningkat dengan koefisien regresi sebesar 0,366
91
5.6.1. Koefesien Determinasi Berganda dan Koefisien Korelasi Berganda 5.6.1.1. Koefisien Determinasi Berganda Koefisen determinasi berganda (R2) atau R squared = 0,291, berarti secara bersama-sama 29,1 % perubahan variabel Y disebabkan oleh perubahan variabel X1 sampai X4. Sedangkan sisanya yaitu 79,9 % disebabkan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model.
5.6.1.2. Koefisien Korelasi Berganda Koefisien korelasi berganda (R) = 0,539 menunjukkan adanya hubungan secara bersama-sama yang cukup kuat antara keempat variabel bebas terhadap variabel prestasi kerja Bupati di Kabupaten Tuban sebagai variabel tergantung.
5.7. Pembuktian Hipotesis 5.7.1 Pembuktian Hipotesis Pertama (Uji F) Hipotesis dari penelitian ini menduga bahwa ada pengaruh gaya kepemimpinan, faktor sosial, agama, budaya terhadap prestasi kerja Bupati di Kabupaten Tuban. Untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut dilakukan uji F. Uji F ini dilakukan dengan membandingkan F nilai yang dihitung dengan Ftabel. Jika F
nilai
> Ftabel maka persamaan regresi dan koefisien korelasinya signifikan
sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Atau dapat pula dilihat dari level of significant α = 0,05. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sedangkan formulasi Ho dan Ha adalah sebagai berikut :
92
Ho : b1 = b2 = b3 = 0, berarti ada pengaruh gaya kepemimpinan, faktor sosial, agama, budaya secara bersama – sama terhadap prestasi kerja Bupati di Kabupaten Tuban. Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0, berarti tidak ada pengaruh gaya kepemimpinan, faktor sosial, agama, budaya secara bersama – sama terhadap prestasi kerja Bupati di Kabupaten Tuban. Oleh karena tingkat signifikansi uji F sebesar 0,000 ( p < 0.05) berarti ada pengaruh gaya kepemimpinan, faktor sosial, agama, budaya secara bersama – sama terhadap prestasi kerja Bupati di Kabupaten Tuban. Dengan kata lain maka Ho ditolak dan berarti Ha diterima.
5.7.2 Pembuktian hipotesis kedua (Uji t) Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel gaya kepemimpinan, faktor sosial, agama, budaya terhadap prestasi kerja Bupati di Kabupaten Tuban. Berdasarkan tabel 5.12, diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Nilai t variabel gaya kepemimpinan (X1) sebesar 3,437 dengan tingkat signifikansi 0,001 ( p < 0.05). Berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel gaya kepemimpinan (X1) terhadap prestasi kerja bupati Kabupaten Tuban. 2. Nilai t variabel faktor sosial (X2) sebesar 1,631 dengan tingkat signifikansi 0,107 ( p > 0.05). Berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel faktor sosial (X2) terhadap prestasi kerja bupati Kabupaten Tuban.
93
3. Nilai t variabel budaya (X3) sebesar 1,837 dengan tingkat signifikansi 0,070 ( p > 0.05). Berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel budaya (X3) terhadap prestasi kerja bupati Kabupaten Tuban. 4. Nilai t variabel agama (X4) sebesar 0,603 dengan tingkat signifikansi 0,548 ( p > 0.05). Berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel agama (X4) terhadap prestasi kerja bupati Kabupaten Tuban. Dari hasil pengujian dengan menggunakan uji t tersebut tampak dari keseluruhan variabel yang berpengaruh terhadap prestasi kerja hanya variabel gaya kepemimpinan saja.
94