BAB 4
KONSEP DESAIN
4.1 Landasan Teori Teori Gambar/Visual/Illustrasi Dalam buku “Basic Visual Concepts and Principles” oleh Charles Wallschlaeger dan Cynthia Busic-Snyder, dipaparkan bahwa gambar sebagai salah satu bentuk komunikasi, sedangkan menggambar adalah proses grafis yang menciptakan bentuk dan ruang yang bersifat ilustratif. Gambar dapat mengekspresikan ide dalam berbagai bentuk. Gambar juga memiliki arti penting dalam metode komunikasi seperti halnya lisan dan tulisan. Dalam bidang seni, arsitektur, dan desain, gambar memiliki berbagai macam fungsi seperti: •
mengekspresikan atau memperlihatkan objek/dunia yang kita lihat
•
mendeskripsikan objek dan lingkungannya
•
sebagai acuan untuk memahami sebuah desain dan problematikanya
•
memperjelas atau mempertajam kepekaan akan sebuah bentuk
•
mengklarifikasi ide yang sudah tertulis
•
mempertahankan dan mengkomunikasikan apa yang telah dimengerti
•
mengembangkan dan eksplorasi ide secara visual
Andrew Loomis seorang illustrator dan penulis buku “Figure Drawing for All It’s Worth”
dan “Succesful Drawing”, mengangkat teori 5 P & 5 C dalam
menggambar objek, yaitu: 5 P: •
Proportion (Proporsi), proporsi objek dalam 3 dimensi (tinggi, kedalaman, dan ketebalan)
•
Placement (penempatan), posisi objek di dalam sebuah ruang (layout)
•
Perspective (perspektif), penempatan sudut pandang dalam hubungannya dengan pembentukan bidang dan ruang
•
Planes (bidang), penampakan permukaan yang terbentuk oleh cahaya dan bayangan
•
Pattern (pola), pertimbangan akan penyusunan pola pembentuk tekstur dari sebuah objek
5 C: •
Conception (konsep), visualisasi atas sebuah ide (rough sketch).
•
Construction (konstruksi), sebuah upaya untuk menyempurnakan bentuk dari kehidupan ataupun dari pengetahuan dasar.
•
Contour (kontur), batas-batas dari bentuk dalam ruang, berdasarkan sudut pandang.
•
Character (karakter), kualitas yang khusus dari masing-masing objek.
•
Consistency (konsistensi), seluruh esensi dari konstruksi, pencahayaan, dan pattern tergabung sebagai satu kesatuan.
Teori Cergam/Buku Bergambar/Picture Book Patricia Demers dalam bukunya “From instruction to delight: An anthology of children’s literature to 1850”, menunjukan bahwa dulu buku bergambar dalam pandangan umum merupakan buku sederhana bagi kalangan early reader (anak-anak yang mulai membaca), sebagai dongeng sebelum tidur dan media pengajaran bagi anak-anak. Tetapi seiring dengan perkebangan jaman, buku bergambar modern telah mengembangkan targetnya sebagai hiburan dan inspirasi bagi semua umur. Munculnya buku bergambar/cergam dengan nuansa yang lebih ‘berat’ dan lebih ‘dewasa’, membawa pada genre baru dengan label “postmodern picture books”. Postmodernisme di sini mengacu pada teori multiliteracy yang dipaparkan oleh Michele Anstey. Menurutnya, postmodernisme lebih mengacu pada pengembangan hubungan ilustrasi dan teks. Ilustrasi bukan hanya sebagai penjelas teks, tetapi dapat berdiri sendiri, sehingga mempengaruhi penceritaan. Berikut ini adalah ciri-ciri pendekatan dalam buku bergambar postmodern: •
penggunaan plot yang modern (non-linier), yang dapat mempengaruhi rasa keingintahua/penasaran pembaca
•
variasi point-of-view yang unik bagi pembaca
•
keikutsertaan pembaca dalam pemahaman konteks
•
intertextual reference, artinya isi cerita berhubungan dengan pengetahuan atau informasi yang lain (contoh: kejadian nyata) sehingga dengan memahaminya, pembaca mampu lebih memahami isi cerita
•
desain layout dan ilustrasi yang bervariasi
Teori Warna Menurut Russel, 1992, salah satu unsur yang paling serba guna untuk sebuah desain adalah warna. Warna dapat menarik perhatian dan membantu menciptakan sebuah mood (suasana hati). Bergantung pada daya tarik suatu karya, warna dapat digunakan dengan beberapa alasan berikut: •
Warna merupakan sebuah alat untuk mendapat perhatian.
•
Warna dapat menyoroti unsur-unsur khusus secara realistis dalam warna
•
Warna memiliki bahasa psikologis yang menyusun mood karya tersebut.
Teori Tipografi Tipografi adalah disiplin ilmu yang mempelajari karakter, fungsi huruf dan pemakaiannya dalam desain grafis. Menurut Ogilvy (1991), tipografi berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: •
clarity (kejelasan) Kejelasan sangat penting bersangkutan dengan pemilihan jenis huruf. Tipografi yang baik ‘menolong’ orang untuk membaca. Jadi gunakan jenis huruf yang mudah untuk dibaca, sedangkan jenis-jenis huruf yang sukar untuk dibaca sedapatnya dihindari dan digunakan untuk mencapai efek-efek tertentu saja. Beberapa faktor yang membuat suatu jenis huruf mudah untuk dibaca seperti modifikasi bentuk huruf, tingkat ketebalan stroke, ukuran huruf, leading & kerning akan mempermudah orang untuk membaca
•
readibility (keterbacaan) Lebih erat hubungannya dengan pemilihan typeface yang harus berhubungan atau sesuai dengan produk yang diwakilinya agar dapat mengarahkan mood pembaca.
•
visibility (visibilitas/kemampuan untuk terlihat) Penggunaan jenis huruf juga harus disesuaikan dengan tata letak atau komposisi yang baik. Peletakan huruf yang bersimpangan dengan gambar atau warna yang hamper sama dengan warna dasar akan menyulitkan pembaca
Teori Layout Menurut Frank F. Jefkin (1997) dalam pembentukan layout, digunakanprinsipprinsip sebagai berikut: •
the law of unity Semua elemen dalam layout harus dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu kesatuan komposisi yang baik dan enak untuk dilihat.
•
the law of variety Sebuah layout harus dibuat bervariasi untuk menghilangkan kesan monoton.
•
the law of rythm Dalam sebuah layout mata pembaca sebaiknya bergerak secara wajar, jadi sebaiknya dimulai sesuau dengan urutan yang ada.
•
the law of balance Dalam sebuah layout, titik dan garis keseimbangan tidaklah terletak di tengahtengah, tetapi merupakan ruangan yagn dibagi daerah layout menjadi kira-kira sepertiga atau dua pertiga bagian.
•
the law of harmony Sebuah layout harus dirancang dengan harmonis untuk menghilangkan kesan monoton.
•
the law of scale Perpaduan warna terang dan gelap akan menghasilkan sesuatu yang kontras. Hal ini dapat dipakai untuk memberi tekanan pada bagian-bagian tertentu dalam sebuah layout.
4.2 Strategi Kreatif 4.2.1 Strategi Komunikasi Fakta Kunci •
cersil Kho Ping Hoo tidak dikemas mengikuti perkembangan jaman, hal ini menyebabkan turunnya jumlah penggemar dimakan usia dan kepopuleran namanya jauh diatas karyanya
•
cersil di Cina terus berkembang dengan media baru (selain novel) yaitu komik, cergam, dan film
•
karya karya Kho Ping Hoo sangat digemari pada tahun 60-70an membuktikan bahwa karyanya memiliki materi yang berpotensi laku di pasaran jika dikemas sesuai perkembangan jaman
•
serbuan komik dan novel luar negeri yang menarik minat pembaca lokal secara signifikan
Masalah yang Dikomunikasikan Perlu adanya publikasi ulang karya-karya KPH dalam sajian yang lebih modern yang disesuaikan dengan perkembangan jaman, contohnya: dengan menggunakan teknik ilustrasi dan desain layout yang lebih baik.
Tujuan Komunikasi Tujuan Komunikasi dengan metode AIDA yaitu: (Attention) memperkenalkan cergam “Tiga Dara Pendekar Siauw Lim” karya KPH sebagai cersil, sebagai karya anak bangsa (Interest) dengan mengemas cergam dengan desain yang menarik dan ilustrasi yang berkualitas, maka publikasi buku ini dapat menarik minat masyarakat (Desire) ketertarikan lebih lanjut akan membuat para pembaca membeli seri berikutnya dan mengkoleksi bukunya (Conviction) lalu melihat peningkatan reputasi, buku cergam ini akan dilihat sebagai cergam berkualitas yang patut untuk dibeli dan dikoleksi (Action) terbitnya buku ini dapat mempengaruhi eksistensi cersil, regenerasi penggemar, dan mengangkat cersil sebagai genre yang patut diperhitungkan sebagai bacaan populer dan modern bagi kalangan remaja/dewasa-muda, serta, meningkatkan eksistensi jalur cergam dalam perkembangan literatur Indonesia
Profil Target Target Primer Geografis •
domisili
: perkotaan
Demografis •
usia
: 17-25 tahun
•
jenis kelamin
: mayoritas laki-laki
•
profesi
: pelajar, mahasiswa
•
status ekonomi : menengah ke atas
Psikografis •
tertarik terhadap cersil dalam berbagai media (film, komik, novel)
•
gemar membaca
•
anggota forum penggemar cersil
Target Sekunder Geografis •
domisili
: perkotaan
Demografis •
usia
: 15-30 tahun
•
jenis kelamin
: mayoritas laki-laki
•
profesi
: pelajar, mahasiswa, sudah bekerja
•
status ekonomi : menengah ke atas
Psikografis
•
gaya hidup modern
•
gemar membaca bacaan populer (seperti komik & novel)
•
apresiasif terhadap seni
Positioning Cergam modern untuk remaja/dewasa yang mengangkat genre cerita Cina-Indonesia dengan tampilan yang menarik dan kualitas ilustrasi yang baik.
Pendekatan Komunikasi Emosional/Rasional Dengan mengangkat kembali tema cerita silat Cina Indonesia yang pernah sukses di tahun 60 – 70an, disajikan dengan lebih baik, dan positioning yang unik, publikasi buku ini secara rasional memiliki potensi yang cukup baik dipublikasikan. Kemudian dengan penyajiannya yang dilengkapi dengan kualitas desain yang baik, ilustrasi yang berkualitas, secara emosional menjadikan buku ini menarik untuk dibeli atau dikoleksi.
4.2.2 Strategi Desain Tone & Manner Dalam bercerita, cergam ini berisi ilustrasi yang bergaya realis, lebih serius, penuh laga, mungkin menampilkan adegan kekerasan, tetapi tidak melupakan tema “kecantikan” dan “keindahan” sesuai dengan isi cerita.
Strategi Verbal Gaya bahasa yang digunakan adalah saduran dari novel asli karya KPH yang disesuaikan dengan target audience, sehingga target bisa merasa cocok dan tidak kaget namun tidak menghilangkan ciri khas dari buku aslinya, contoh: tata karma berbahasa, jurus-jurus silat. Selain itu juga pemetaan plot yang variatif untuk meningkatkan kuriositas pembaca.
Strategi Visual •
ilustrasi yang digunakan bergaya realis namun lebih ke arah game art atau comic art, disesuaikan dengan target
•
penggunaan layout yang lebih modern, kombinasi antara text dan image, text, ataupun image yang berdisi sendiri
•
penggunaan jenis font serif, lebih terkesan klasik dan kolosal
•
pembagian warna berdasarkan karakter, setiap karakter utama memiliki nuansa warna tersendiri
4.2.3 Pemilihan Item •
buku Cerita Bergambar (3 edisi)
•
standing display
•
poster bonus