8
BAB 2 TINJUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1Pengungkapan laporan keuangan Laporan keuangan harus menyajikan informasi yang berguna untuk investor dan calon investor, kreditur, dan pemakai laporan keuangan lain dalam pengambilan keputusan investasi, kredit, dan keputusan lain sejenis yang rasional. Informasitersebut harus dapat dipahami oleh mereka yang mempunyai wawasan bisnis dan ekonomi.Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan agar dapat dipahami dan tidakmenjadikan salah intepretasi,
penyajian
laporan
keuangan
harus
disertai
dengan
pengungkapan yang cukup (adequate disclosure). Artinya, informasi yang disajikantidak berlebihan namun juga tidak kurang sehingga tidak menyesatkan
yangmembacanya.Secara
garis
besar,
pengungkapan
mengikuti pendoman berikut ini: 1) laporan keuangan. Laporan Keuangan terdiri atas tiga laporan utama, yaitu neraca, laporanlaba rugi dan laporan perubahan posisi keuangan. Pengungkapan dalam laporankeuangan juga termasuk rincian dan tabel-tabel menjelaskan angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan yang disajikan secara komparatif dengan periode yang lalu: 2) catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuanganmerupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan: 3) data statistik. Disusun dan diolah dari angka-angka yang terdapat dalam 8
9
laporan keuangan dan seringkali disajikan secara terpisah di dalam laporan tambahan: 4) laporan auditor independen. Laporan ini merupakan media yang
paling
sesuai
untuk
mengungkapkanpenyimpangan
akibat
penyimpangan penerapan prinsip akuntansi dari prinsipakuntansi berterima umum, perubahan prinsip akuntansi dan akibatnya, danperdebatan pendapat antara auditor dan manajemen perusahaan yang diaudit. Disamping itu, ada keputusan pengungkapan regulasi pasar modal yang kuat sepertikeputusan No 17/PM/1995 yang selanjutnya melalui keputusan ketua Bapepam No.Kep. 38/PM/1996 yang di antaranya berisi tentang keharusan mengungkapkaninformasi akuntansi kepada publik yang ditetapkan oleh Bapepam pada tanggal 17 Januari 1996, yang terakhir dirubah kembali melalui SK Bapepam No Kep-06/PM/2005. Pengungkapan pasar modal terdiri dari dua aspek, yaitu pengungkapan proteksidan pengungkapan informasi. Pengungkapan proteksi (protective disclosure)merupakan
usaha badan pengawas pasar modal untuk
melindungi investor dariperlakuan yang tidak wajar dari emiten sehingga yang termasuk dalam pengungkapan ini adalah pengungkapan yang diharuskan oleh badan pengawas pasar modal.Sebaliknya, yang termasuk dalam
pengungkapan
informasi
(informative
disclosure)adalah
pengungkapan yang disajikan dalam rangka keterbukaan emiten untuk tujuan analisis.Seberapa banyak informasi yang sifatnya wajib maupun sukarela yang perludiungkapkan dalam laporan tahunan masih menjadi perdebatan. Penelitian yang dilakukan mengenai kebutuhan informasi
10
investor atau calon investor yang telahdilakukan beberapa peneliti menyatakan bahwa laporan tahunan belum berisi informasi yang cukup untuk membantu investor untuk memenuhi kebutuhannya.Semakin banyak informasi akuntansi yang diungkapkan, semakin informatif dan bermanfaat namun akan diikuti dengan biaya (expense) penyajian informasi yang tinggi. Oleh karena itu, pihak manjemen perlu mempertimbangkan cost and benefit dalam menyajikan pengungkapan di dalam laporan keuangan atau laporan tahunan.
2.1.2 Pengungkapan (Disclosure) Kata disclosure memiliki arti tidak menutupi atau menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan data, disclosure berarti memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang memerlukan. Jadi data tersebut harus benar-benar bermanfaat, karena apabila tidak bermanfaat, tujuan dari pengungkapan tersebut tidak akan tercapai. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, disclosure mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha. Dengan demikian, informasi tersebut harus lengkap, jelas dan dapat menggambarkan secara tepat kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha tersebut. Tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan adalah pengungkapan yang cukup (adequate), wajar (fair), dan lengkap (full) Murni, (2002). Yang paling umum digunakan dari ketiga konsep diatas
11
adalah pengungkapan
yang cukup.
Pengungkapan
ini
mencakup
pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar laporan keuangan tidak menyesatkan. Pengungkapan yang wajar menunjukkan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan. Pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi yang relevan. Terlalu banyak informasi yang disajikan akan membahayakan karena penyajian rincian yang tidak penting justru akan mengaburkan informasi yang signifikan dan membuat laporan keuangan tersebut sulit untuk dipahami. Oleh karena itu, pengungkapan yang tepat mengenai informasi yang penting bagi para investor dan pihak lainnya, hendaknya bersifat cukup, wajar dan lengkap.
2.1.3Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure) Pengungkapan yang semakin luas dan berkualitas akan sangat mendukung terciptanya Good Corporate Governance. GoodCorporate Governance diperlukan: 1. Sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui mekanisme supervisi dan juga sebagai upaya untuk memperkuat dan mempertegas pertanggungjawaban manajemen kepada para pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Keasey dan Wringht, 1999 dan Sim & Teah, 1997) (dalam Hwa, 2005) 2. Sebagai upaya terciptanya stakeholderssatisfaction yang meliputi: kepuasan tugas dan kepuasan pegawai (Kelly, 1986) seperti dikutip oleh Prayogi (dalam Hwa, 2005).
12
Perusahaan dituntut oleh para investor, pelanggan, pemerintah dan publik untuk membuat laporan tentang kinerja perusahaan lebih dari sekedar menyajikan informasi kinerja keuangan. Banyak perusahaan sudah menambah informasi laporannya dengan memasukkan informasi atas kinerja dan non keuangan yang mencakup aspek-aspek operasional mereka dalam perspektif stakeholders, pemasok dan pelanggan (Waterhouse dan Spendsen, 1998) seperti dikutip oleh Prayogi (dalam Hwa, 2005). Dalam konteks pengungkapan sukarela manajemen perusahaan bebas memilih untuk memberikan informasi akuntansi lainnya yang dianggap relevan dan mendukung dalam mengambil keputusan oleh para pemakai laporan tahunan Meek dkk(1995) seperti dikutip oleh Prayogi (dalam Hwa, 2005). Dengan pengungkapan sukarela para pemakai laporan keuangan akan semakin lengkap informasinya dalam memahami kegiatan operasional perusahaan publik serta dengan adanya pengungkapan sukarela semakin menunjukkan ketransparanan keadaan perusahaan. Pengungkapan sukarela merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan perusahaan dan untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis perusahaan (Healy dan Palepu, 1995) seperti dikutip oleh Prayogi (dalam Hwa, 2005). Perusahaan mempunyai kepentingan untuk memberikan pengungkapan secara memadai. Pengaruh pengungkapan secara luas diuraikan oleh Lev (1992) seperti dikutip oleh Prayogi (dalam Hwa, 2005). Perusahaan bersaing antara satu dengan yang lain di pasar modal dalam jenis sekuritas termin dan imbal hasil ditawarkan. Sementara
13
itu terdapat ketidakpastian mengenai kualitas perusahaan dan sekuritasnya. Perusahaan memenuhi kebutuhan tersebut sebagian melalui pemberian informasi secara sukarela. Indikator empiris kualitas ungkapan tersebut berupa indeks ungkapan (disclosure index) yang merupakan rasio antara jumlah elemen informasi yang mungkin dipenuhi. Makin tinggi angka indeks ungkapan, maka makin tinggi kualitas ungkapan. 2.1.4 Asimetri Informasi Dalam bidang ekonomi, asimetri informasi dapat terjadi bilaman salah satu pihak dalam suatu transaksi didalam pasar mengetahui sebuah informasi lebih banyak dibandingkan pihak lainnya. Hal ini dapat terjadi karena salah satu pihak memiliki jangkauan langsung dengan entitas dan mengetahui secara pasti akan peristiwa tertentu yang dapat terjadi. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi seperti laporan keuangan.Ketidakseimbangan informasi antara pedagang yang terinformasi dan pedagang yang tidak terinformasi menimbulkan keuntungan dan kerugian bagi partisipan pasar yang lain, yaitu dealer. Dealer sebagai pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli saham untuk kepentingannya atau untuk kepentingan pihak lain
14
mengetahui adanya informasi asimetri tersebut sehingga ia berusaha menutupi kerugian yang disebabkan adanya pedagang yang terinformasi dengan keuntungan yang diperoleh dari pedagang yang tidak terinformasi. Keuntungan dan kerugian tersebut tercermin pada spread
yang
diperolehnya. Laporan keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan itu sendiri. Namun yang paling berkepentingan dengan laporan keuangan sebenarnya para pengguna eksternal (diluar manajemen).
Adapun jenis-jenis asimetri informasi,
antara lain : 1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. Akibatnya, hal ini dapat mempengaruhi investor untuk membuat keputusan yang tepat dalam berinvestasi. Dalam hal ini akuntansi keuangan beserta pelaporannya dapat menjadi mekanisme yang bisa digunakan untuk melakukan kontrol terhadap permasalahan adverse selection dengan cara menyampaikan informasi yang memiliki kredibilitas ke pihak luar (outsider). 2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi
15
pinjaman. Dalam konteks ini, masalah moral hazard timbul karena adanya pemisahan antara kepemilikan (ownership) dan pengendalian (control) yang memang sudah menjadi karakter perusahaan-perusahaan besar. Karena tidaklah mungkin bagi shareholders dan creditor untuk secara langsung mengawasi kinerja manajer, kompensasinya adalah manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham
yang
melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.Pada penelitian ini proksi yang dipakai untuk mengukur asimetri informasi adalah bid-ask spread.
a. Teori Bid-Ask Spread Bid-ask spread adalah selisih harga beli tertinggi dengan harga jual terendah. Stoll (dalam Murwaningsari, 2012) menyatakan bahwa bid-ask spreadmerupakan fungsi dari tiga komponen biaya yang berasal dari: a. Kos penyimpanan sediaan (inventory holding cost), yaitu cost yang ditanggung oleh pedagang sekuritas untuk membawa persediaan saham agar dapat diperdagangkan sesuai dengan permintaan. b. Kos pemrosesan pesanan (order processing cost), yaitu terdiri dari biaya yang dibebankan oleh pedagang sekuritas (efek) atas kesiapannya mempertemukan pesanan pembelian dan penjualan, dan kompensasi untuk waktu yang diluangkan oleh pedagang sekuritas guna menyelesaikan transaksi.
16
c. Kos informasi asimetri, lahir karena adanya dua pihak trader yang tidak sama dalam memiliki dan mengakses informasi, yaitu informed trader, yang memiliki informasi superior, dan uninformed trader yang tidak memiliki informasi, seperti yang dikutip oleh Komalasari dan Baridwan (dalam Nuryatno et.al, 2007)
2.1.5 Beta Saham Beta merupakan suatu pengukur volatilitas returnsuatu saham atau returnportofolio terhadap return pasar. Beta saham ke- i mengukur volatilitas
return saham ke- i dengan return pasar. Beta portofolio
mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar. Dengan demikian, beta merupakan pengukuran risiko sistematik (systemtic risk) dari suatu saham atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Jones (dalam Murwaningsari, 2012) menyatakan bahwa beta merupakan suatu ukuran relatif dari resiko sistematik saham individu dalam pengaruhnya dengan pasar secara keseluruhan yang diukur dari fluktuasi return. Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi dari return-return saham dalam periode tertentu (Hartono, 2000: 237-238). Mengetahui beta saham atau beta potofolio merupakan hal yang sangat penting untuk menganalisis saham atau potofolio
tersebut.
Beta saham menunjukkan risiko
sistematiknya yang tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi. Untuk menghitung beta portofolio, beta setiap saham perlu dihitung terlebih dahulu. Beta portofolio merupakan rata-rata terimbang dari beta setiap saham. Mengetahui setiap beta saham juga berguna untuk pertimbangan
17
masukan saham tersebut kedalam portofolio yang akan dibentuk. Beta juga dapat dihitung dengan menggunakan teknik estimasi historis. Beta yang dihitung berdasarkan data historis ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi beta masa yang akan datang.
Bukti-bukti empiris
menunjukkan bahwa beta historis mampu menyediakan informasi tentang beta masa depan, Hartono(dalam Wany, 2009). Analisis saham dapat menggunakan data historis dan kemudian menggunakan faktor- faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi beta masa depan. Beta historis dapat dihitung dengan menggunakan data historis berupa data pasar (return-return saham dan pasar), data akuntansi (laba- laba perusahaandan indeks pasar), atau data fundamental (menggunakan variabel- variabel fundamental). Beta yang dihitung dengan data pasar disebut dengan beta pasar. Beta yang dihitung dengan data akuntansi disebut dengan beta akuntansi dan beta yang dihitung dengan data fundamental disebut dengan beta fundamental. Beta sebagai ukuran risiko sistematis saham saham telah dipergunakan secara luas oleh para investor dan analis dalam melakukan analisis dan pemilihan saham. Beta dapat bernilai positif dan negatif. Nilai beta digunakan sebagai alat pengukur tingkat kepekaan suatu return saham terhadap suatu kondisi yang dampaknya dirasakan oleh semua perusa haan. Semakin besar sensifitas return terhadap suatu risiko sistematis semakin besar juga beta saham. Demikian pula sebaliknya, semakin ke cil sensivitas return saham semakin kecil pula beta saham tersebutLantara (dalam
18
Wany, 2009). Berdasarkan nilai beta, suatu saham dapat digo longkan sebagai saham agresif (â >1), saham defensif ( â <1), saham netral ( â =1). Bagi saham agresif, return saham bergerak lebih besar daripadareturn pasar. Saham defensif, return saham bergerak lebih kecil daripada return pasar. Saham netral disebut dengan saham rata-rata.
2.1.6 Ukuran Perusahaan Berkaitan dengan ukuran perusahaan, Diamond dan Verrencchia (dalam Komalasari, 2000) menyatakan bahwa pada perusahaan besar dengan total risiko yang ditanggung oleh investor lebih besar, akan mendapatkan keuntungan per saham yang terbesar (dalam hal peningkatan nilai saham) sebagai hasil peningkatan pengungkapan, maka harga saham perusahaan tersebut semakin bergantung pada keleluasan daya serap. Bagi perusahaan besar, ia perlu menarik institusional karena mereka diharapkan akan memegang saham perusahaan dalam jumlah yang besar dan membuat perdagangan yang besar sehingga liquiditas saham meningkat. Daya serap yang besar dari investor intitusional ini memberikan keuntungan yang lebih besar ketika perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menerbitkan suatu pengungkapan sehingga penurunan cost of equity capital -nya juga lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Mardiyah (2002) menemukan ukuran perusahaan (diproksi dengan total aktiva perusahaan) mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat pengungkapan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan semakin besar
19
tingkat pengungkapan. Semakin luas tingkat pengungkapan perusahaan maka akan menurunkan asimetri informasi yang pada akhirnya menurunkan cost of equity capital. 2.1.7 Cost of Equity Capital Perusahaan dapat memperoleh modal sendiri dengan dua cara, yaitu: 1) laba ditahan dan 2) mengeluarkan saham. Secara teoritis, cost of equity capital dapat didefinisikan sebagai rate of return minimum yang disayaratkan oleh penggunaan modal sendiri atas suatu invetasi agar harga saham tidak berubah. Pengertian cost of equity capital dikaitkan dengan CAPM, yaitu biaya modal sendiri dinyatakan sebagai premium di atas risk free rate. Definisi lain dari Cost of equity capital adalah tingkat pengembalian yang diminta atas investasi pemegang saham biasa perusahaan Horn dan Wachowicz, 2000: 399 (dalam Wany, 2009). Pertanyaan selanjutnya adalah berapa tingkat keuntungan yang diharapkan akan diperoleh pemegang saham biasa dari investasi (Ke). Dalam pendekatan CAPM, tingkat keuntungan tersebut adalah: Ke = Rf+ (Rm – Rf) â. Rf adalah risk-free rate (tingkat bunga bebas risiko), Rm adalah expected return portofolio pasar dan â untuk mengukur tingkat responsif excess return saham terhadap excess return portofolio pasar.
20
2.1.8 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Kemampuan
untuk
mengestimasi return
suatu
individual saham
merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan inve stor. Untuk dapat mengestimasi return suatu saham dengan baik dan mudah, diperlukan suatu model estimasi. Oleh karena itu, kehadiran capital asset pricing model (CAPM) yang dapat digunakan untuk mengestimasi return suatu saham dianggap sangat penting dalam bidang keuangan. Bentuk standar dari CAPM pertama kali dikembangkan secara terpisah oleh Sharpe (1964), Lintner (1965), dan Mossin (1969) sehingga model ini sering disebut dengan CAPM bentuk Sharpe-Lintner-Mossin (Hartono, 2003, 311-312). Weston and Copeland (1989:633) menyatakan CAPM adalah suatu teori tentang penetapan harga aktiva yang tingkat pengembalian aktiva atau surat berharga tersebut adalah sebesar tingkat bunga bebas risiko ditambah dengan faktor penyesuaian sebesar risk premium dikalikan dengan risiko sistematis aktiva tersebut. Model ini memberikan tolak ukur risiko dari surat berharga tertentu yang konsisten dengan teori portofolio. Model ini membantu kita dalam menghitung risiko yang tidak terdiversifikasi.Capital Asset Pricing Model (CAPM) menjelaskan keseimbangan antara tingkat risiko yang sistematis dan tingkat keuntungan yang diisyaratkan saham portofolio. Dengan kata lain, tujuan utama penggunaan CAPM adalah untuk menentukan tingkat keuntungan minimum yang disyaratkan atau minimum required rates of returndari
21
investasi aset yang berisiko, Sartono (dalam Wany, 2009). Konsep CAPM mendasarkan pada asumsi bahwa pasar modal adalah efisien. Dalam pasar modal yang efisien semua aset dapat dibagi-bagi secara sempurna atau perfectly divisibledan likuid dapat di perjualbelikan setiap saat. Artinya, investor dapat melakukan diversifikasi hingga satuan terkecil dan dapat melakukan jual beli saham setiap saat. Ciri utama lainnya adalah bahwa harga pasar saham mencerminkan semua informasi baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan sehingga tidak ada seorang investor yang secara konsisten dapat memperoleh keuntungan dengan informasi yang dimiliki. Selain itu, investor dapat meminjam dan meminjamkan dana dengan tingkat bunga yang sama sebesar tingkat bunga bebas risiko. Asumsi ini sulit dipenuhi karena dalam kenyataannya investor kecil tidak mempunyai akses yang sama terhadap investor besar dalam memperoleh dana sehingga seringkali investor besar lebih mudah memperoleh dana dengan bunga yang bahkan lebih rendah Sartono (dalam Wany 2009). Menurut Jack Treynor, William Sharpe, and Jhon lintner pada pertengahan tahun 1960-an memformulasikan CAPM adalah: Premi risiko yang diharapkan = Premi risiko yang diharapkan untuk suatu pasar saham untuk pasar x betaRj - Rf = (Rm-Rf) β Formula tersebut sering juga dituliskan menjadi : Rj= Rf + (Rm-Rf) β. Formula tersebut menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan darisuatu saham adalah sama dengan tingkat keuntungan yang bebas risiko ditambahdengan premi
22
risiko,
yaitu (Rm-Rf) β.
Semakin besar risiko
saham tersebut
(beta),semakin tinggi premi risiko yang diharapkan dari saham tersebut. Teori
asset
pricingmempunyai
dua
peranan
penting
dalam
mengidentifikasi Clifford dan Shanken (dalam Murni 2003). Pertama, meliputi karakteristik investasi yang dapat menggambarkan sebagai pengganti ekonomisseperti rata-rata tingkat pengembalian (rate of return) dan kedua, sebagai estimasicost of equity capital ataupengembalian yang diharapkan (expected
return) darisaham atau portofolio.
Tingkat
pengembalian yang diharapkan oleh investor dapatdihitung dengan menggunakan CAPM. Penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan
CAPM
dalam
memproksi
cost
of
equity
capital.
Penelitianyang dilakukan oleh Komalasari (2000), Gulo (2000), Mardiyah (2001), Murni (2003), dan Khomsiyah (2003) menguji pengaruh pengungkapan dan asimetri informasi terhadap cost of equity capital . Maka penelitian ini menggunakan CAPM dalam memproksi cost of equity capital , sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumya.
2.1.9 Penelitian Terdahulu a.
Penelitian ini tidak hanya menguji pengaruh ungkapan informasi akuntansi yang diukur dengan menggunakan indeks ungkapan terhadap cost of equity capital (Botosan,1997) tetapi juga mengukur besarnya penurunan asimetri informasi melalui pengukuran bid-ask spread (Diamond dan Verrecchia, 1991).
23
b.
Penelitian sebelumnya menggunakan jangka waktu tahun 2006, 2007, 2008. Sedangkan penelitian ini jangka waktunya diperbaharui, yaitu tahun 2011, 2012. Dengan jumlah tahun penelitian yang menggunakan estimasi waktu 2 tahun diharapkan variabel- variabel independen (Ungkapan Sukarela, Asimetri Informasi, Beta dan Size sebagai variabel kontrol) dapat menunjukkan hasil yang lebih signifikan terhadap varibel dependen (Cost of Equity Capital).
c.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Komalasari (2000) menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel pemoderasi terhadap
independen,
dengan menguji secara terpisah antara
perusahaan besar dan peruahaan kecil, sedangkan penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel independen untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap cost of equity capital. d.
Event window yang dilakukan dalam penelitian ini diperpanjang menjadi 15 hari, sedangkan event window yang dilakukan oleh Komalasari adalah 7 hari. Hal ini untuk membedakan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Komalasari (2000) agar dapat diketahui adakah perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian terdahulu jika event window yang dilakukan berbeda.
24
e.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam perhitungan ukuran perusahaan adalah total aset sedangkan pada penelitian sebelumnya, menggunakan kapitalisasi pasar.
Tabel perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu : Tabel 1. Nama
Variabel
peneliti
Murni, S.A. (2003)
Wany. (2009)
Suryani, I.A.
Metode analisis data
Ukuran perusahaan (size) sebagai variabel pemoderasi
Perhitungan ukuran perusahaan menggunakan kapitalisasi pasar
Ukuran perusahaan (size) sebagai variabel pemoderasi
Perhitungan ukuran perusahaan menggunakan kapitalisasi pasar
Ukuran perusahaan (size) sebagai variabel independen
Perhitungan ukuran perusahaan menggunakan total aset
Tahun
Event window
penelitian 7 hari 1 tahun
3 tahun (2006, 2007, 2008) 2 tahun yaitu, (2011, 2012)
15 hari
15 hari
25
2.2 Rerangka Pe mikiran PERUSAHAAN MANUFAKTUR GO PUBLIC 1
ANNUAL REPORT
LAPORAN KEUANGAN
2
pengungkapan 2
Laba rugi
neraca
Arus kas
Total aset
wajib
sukarela (H1)
3
Perubahan ekuitas
Catatan atas laporan keuangan
8
Disclosure index
Ukuran perusahaan (H4)
Asimetri informasi (H2)
COST OF EQUITY CAPITAL (Y)
bid-ask spread 4
return
5
nilai saham
Keputusan investasi
risk
Beta saham (H3) (H3)
Gambar 1. Kerangka Konseptual
Closing price
26
Keterangan : 1. Perusahaan manufaktur go public mengeluarkan annual report dan laporan keuangan. 2. Dalam
melakukan
pengungkapan,
perusahaan
dapat
memperoleh
informasi melalui annual report. Pengungkapan dibagi menjadi dua : a.
Pengungkapan wajib yaitu pengungkapan telah diatur oleh peraturan pasar modal dan diwajibkan bagi suatu perusahaan untuk mengungkapkannya.
b.
Pengungkapan sukarela yaitu pengungkapan yang tidak diwajibkan dan tidak diatur dalam suatu peraturan pasar modal. Artinya dalam pengungkapan sukarela, ungkapan tersebut boleh diungkapkan ataupun tidak diungkapkan.
Pengungkapan sukarela dalam penelitian ini, menggunakan disclosure index, yaitu berdasarkan daftar item- item yang telah diungkapkan. 3. Besar kecilnya asimetri informasi dipengaruhi oleh kualitas pengungkapan yang
diungkapkan
oleh
perusahaan.
Asimetri
informasi
adalah
ketimpangan informasi yang dimiliki oleh manajemen dan investor. Asimetri informasi dalam penelitian ini menggunakan proksi bid-ask spread. Bid-ask spread adalah selisih harga beli tertinggi dengan harga jual terendah. 4. Adanya asimetri informasi berpengaruh terhadap nilai saham perusahaan dan keputusan investasi yang akan diambil oleh calon investor.
27
5. Keputusan investasi tersebut dipengaruhi oleh tingkat resiko (risk) dan keuntungan (return) yang akan diperoleh investor tersebut. 6. Beta saham merupakan indikator yang mencerminkan tingkat resiko yang terkandung dalam saham terhadap tingkat resiko pasar.Semakin besar sensifitas return terhadap suatu risiko sistematis semakin besar juga beta saham. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil sensivitas return saham semakin kecil pula beta saham tersebut. 7. Laporan keuangan terdiri dari laporan laba rugi, neraca, arus kas, perubahan ekuitas serta catatan atas laporan keuangan. 8. Penelitian ini menggunakan neraca untuk
menghitung total aset
perusahaan yaitu jumlah aktiva tetap dan aktiva lancar untuk menentukan ukuran perusahaan tersebut.
2.3
Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengungkapan sukarela dan Cost of Equity Capital perusahaan Manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna meningkatkan nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui ungkapan (disclosure) informasi akuntansi.
Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan
perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ungkapan wajib (mandatory disclosure) dan ungkapan sukarela (voluntary disclosure). Ungkapan laporan keuangan bermanfaat memberi guide, fasilitas untuk para investor dan pengguna dalam membuat keputusan ekonomi supaya
28
terarah sehingga dapat memperoleh keuntungan dari investasi yang dilakukannya. Botosan (dalam Bayu, 2007) menguji hubungan tingkat pengungkapan sukarela dengan cost of equity capital, dengan meregresi cost of equity capital (yang dihitung dengan market beta), ukuran perusahaan yang dikembangkan dan tingkat pengungkapan yang diukur dengan skor yang dikembangkan oleh peneliti yang bersangkutan. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar tingkat pengungkapan sukarela semakin renda h cost of equity capital. Elliot dan Jabobson (dalam Bayu, 2007), menemukan bahwa manfaat pengungkapan laporan keuangan yang tinggi akan memperkecil cost of equity capital dengan menurunnya tingkat asimetri informasi. Gulo (dalam Murni, 2003) menguji efek luas pengungkapan sukarela yang disampaikan oleh manajemen dalam laporan keuangan tahunan terhadap cost of equity capital perusahaan. Hasil pengujian empiris menunjukkan bahwa variabel indeks ungkapansukarela yang disampaikan oleh perusahaan dalam laporan tahunan secara statistiktidak mempunyai hubungan negatif yang signifikan dengan estimasi cost of equity capital. Murni
(2003)
menguji
pengaruh
luas
ungkapan
sukarela
dan
asimetriinformasi terhadap cost of equity capital perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwabahwa ada hubungan antara luas pengungkapan sukarela dengan cost of equity capital perusahaan.
29
Mardiah (dalam Murni, 2003) menguji pengaruh informasi asimetri dan disclosure terhadap cost of equity capital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asimetri informasi rendah maka dibutuhkan disclosure yang semakin andal agar dapat menurunkan cost of equity capital. Diamond dan Verrecchia (dalam Bayu, 2007) menunjukkanbahwa dengan
mengungkapkan
informasi privat
maka tuntutan
investor
terhadapkompensasi akan menurun karena biaya transaksi turun sehingga adverse selectiondari bid-ask spreadberkurang dan pada akhirnya cost of equity capital juga turun,atau dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengungkapaninformasi dengan cost of equity capital.Khomsiyah (dalam Bayu, 2007) meneliti pengungkapan, asimetri informasi dan cost of equity capital, hasil penelitiannya menemukan ada pengaruh negatif antara pengungkapan terhadap cost of equity capital. Dari latar belakang di atas maka perumusan hipotesis pertama adalah: H1 : Ungkapan sukarela berpengaruh negatif terhadap Cost of Equity Capital perusahaan.
30
2.3.2 Asimetri informasi dan Cost of Equity Capital perusahaan Informasi akuntansi yang berkualitas berguna bagi investor untuk menurunkan asimetri informasi. Asimetri informasi timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa depan dibandingkan pemegang saham dan stakehoder lainnya. Komalasari (2000) meneliti hubungan antara asimetri informasi dan cost of equity capital, dimana asimetri informasi diukur dengan menggunakan bid-ask spread.Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara asimetri informasi dengan cost of equity capital. Hal ini berarti bahwa semakin kecil asimetri informasi yang terjadi di antara partisipan pasar modal, maka semakin kecil cost modal sendiri yang di tanggung oleh perusahaan. Mardiyah (2002) menemukan ada pengaruh positif antara informasi asimetri dengan cost of capital. Gonedes (dalam Hwa, 2005) berpendapat bahwa ungkapan mempunyai potensi mengurangi asimetri informasi. Penurunan asimetri informasi akan menyebabkan pengurangan dala m biaya transaksi diwakili oleh bid-ask spread. Komalasari (dalam Hwa, 2005) meneliti hubungan antara asimetri informasi dan cost of equity capital, dimana asimetri informasi diukur dengan menggunakan bid-askspread. Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan pos itif antara asimetri informasi dengan cost of equity capital. Baridwan (dalam Hwa, 2005) menguraikan bahwa jika harga sekuritas pada tanggal t lebih tinggi (cost of capital-nya lebih rendah) karena adanya pengungkapan informasi privat maka pasar akan menjadi lebih likuid pada tanggal t+1. Hal ini menyebabkan pedagang besar mengambil posisi yang
31
lebih besar pada tanggal t dengan harga tertentu. Peningkatan permintaan ini menyebabkan harga saham meningkat pada tanggal t, sehingga cost of capital-nya menurun. Hal ini berarti bahwa semakin kecil asimetri informasi
yang terjadi di antara partisipan pasar modal maka semakin kecil kos modal sendiri yang ditanggung oleh perusahaan. H2 : Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap Cost of Equity Capital perusahaan.
2.3.3 Beta saham dan Cost of Equity Capital perusahaan Beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volutility) return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Botosan (dalam Murni, 2003) meneliti hubungan antara tingkat ungkapan sukarela dengan biaya ekuitas, dengan meregresikan biaya ekuitas (yang dihitung berdasarkan market beta), ukuran perusahaan, dan tingkat ungkapan. Gulo (2000) dan Murni (2003) menemukan hubungan positif beta saham sahamterhadap cost of equity capital.Cost of equity capitalakan semakin besar dengansemakin meningkatnya beta saham perusahaan. Beta sebagai ukuran resiko sistematis saham telah dipergunakan secara luas oleh para investor dan analisis dalam melakukan pemilihan saham. Nilai beta digunakan sebagai alat pengukur tingkat kepekaan suatu return saham terhadap suatu kondisi yang dampaknya dirasakan oleh semua perusahaan. Semakin besar sensitifitas return terhadap suatu resiko sistematis, semakin besar juga beta saham. Demikian juga sebaliknya, semakin kecil
32
sensitifitas return saham, semakin kecil pula beta saham tersebut Lantara (dalam Wany, 2009). H3 : Beta saham be rpengaruh positif terhadap Cost of Equity Capital perusahaan.
2.3.4 Ukuran Perusahaan dan Cost of Equity Capital perusahaan Diamond dan Verrecchia (dalam Komalasari, 2000) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar dengan total resiko yang ditanggung oleh investor lebih besar, akan mendapatkan keuntungan per saham yang terbesar (dalam hal ini peningkatan nilai saham) sebagai hasil dari peningkatan
ungkapan.Jensen dan Meckling
(dalam Hwa,
2005)
menyatakan bahwa semakin besar size perusahaan maka semakin besar pengungkapan yang perlu diungkapkan. Pernyataan tersebut mendasarkan teori keagenan yang menyatakan bahwa pada perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar. Perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya mengurangi biaya keagenan tersebut. Alasan lain perusahaan besar bisa menanamkan modal pada berbagai jenis usaha, lebih mudah memasuki pasar modal, memperoleh penilain
kredit
yang
tinggi,
dan
sebagainya.
Kesemuanya
itu
mempengaruhi keberadaan total asetnya. Gulo (2000) menemukan bahwa besar kecilnya nilai pasar ekuitas (market value of equity) tidak mempengaruhi besar kecilnya cost of equity capital perusahaan.Murni (2003) menguji pengaruh ukuran perusahaan
33
terhadap cost of equity capital,interaksi antara asimetri informasi dengan ukuran perusahaan, dan tingkatpengungkapan dengan ukuran perusahaan. Hasilnya menunjukkan ukuran perusahaanmempunyai pengaruh negatif terhadap cost of equity capital. H4 : Ukuran perusahaan be rpengaruh negatif terhadap cost of equity capital perusahaan.