BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Teoretis 2.1.1. Perpajakan 2.1.1.1. Definisi dan Unsur Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut (Soemitro, 2012) : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra Prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Sedangkan menurut (Waluyo, 2012) : “Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
8
9
Dari kedua definisi di atas terdapat persamaan pandangan atau prinsip mengenai pajak. Perbedaan mengenai kedua definisi tersebut mengacu pada pendapat (Mardiasmo, 2011), dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: a) Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, Iuran tersebut berupa uang (bukan barang); b) Berdasarkan Undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya; c) Tanpa jasa timbul atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerinta; d) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Mengacu pada pasal 1 Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan terdapat peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perpajakan, antara lain : 1. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu;
10
2. Badan adalah suatu bentuk yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk usaha lainnya; 3. Masa pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan; 4. Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin kecuali bila Wajib Pajak menggunaan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin; 5. Bagian tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu satu tahun pajak; 6. Pajak terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; 7. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembelajaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
2.1.1.2. Pengklasifikasian Pajak Menurut berdasarkan
(Mardiasmo,
golongan,
sifat,
2011), dan
pembagian wewenang
pajak (lembaga
Pengelompokan pajak dapat dilihat pada gambar berikut ini :
dapat
dilakukan
pemungutnya).
11
Jenis Pajak
Menurut Golongan
Pajak Langsung
Pajak Tidak Langsung
Sifat
Pajak Subjek
Pajak Obyekti
Lembaga Pemungutann ya
Pajak Pusat
Pajak Daerah c.P
Gambar 1 Pengelompokan Pajak
Dari gambar diatas, penjelasan mengenai maksud dari pajak menurut golongan, jenis pajak menurut sifatnya, jenis pajak menurut pemungutannya adalah sebagai berikut: 1. Menurut Golongan Menurut golongan, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. a. Pajak Langsung Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang
12
lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pahak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. b. Pajak Tidak Langsung Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Menurut Sifat Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. a. Pajak Subjektif Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan/kondisi pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak Obyektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa, benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek
13
pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut Wewenang/Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat atau Pajak Negara. Pajak
Pusat atau
Pajak
Negara adalah
pajak
yang
wewenang
pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, terdiri dari : 1) Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. 2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel dan Restoran (pengganti Pajak Pembangunan), Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan. Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak, Ada 2 macam hukum pajak yaitu : 1. Hukum Pajak Material : memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subyek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum
14
antara pemerintah (fiskus) dan Wajib Pajak. Contoh : Undang-undang Pajak Penghasilan. 2. Hukum Pajak Formil : memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum material menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil).
2.1.1.3.Fungsi Pajak Dalam
pembuatan
peraturan
pajak
daerah,
harus
didasari
pada
pemungutan pajak secara umum yaitu demi menungkatkan kesejahteraan umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan umum tidak hanya memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara saja, tetapi juga harus mempunyai sifat mangatur untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Pemasukan uang demi meningkatkan kesejahteraan umum perlu ditingkatkan lagi serta pemungutannya harus berdasarkan dan dilaksanakan menurut norma-norma yang berlaku. Pajak dilihat dari fungsinya menurut (Rahman, 2010) mempunyai dua fungsi yakni : 1. Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran
15
rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak; 2. Fungsi mengatur (regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. 3. Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 4. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
16
2.1.1.4. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga ssistem (Mardiasmo, 2011), yaitu sebagai berikut : 1. Official Asse Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.ssment system. 2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. 3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.1.5. Macam-macam Pajak Pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak & Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
17
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi : 1. Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, hadiah, dan lain sebagainya. 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya. 3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah
18
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; c. Pada
umumnya
barang
tersebut
dikonsumsi
oleh
masyarakat
berpenghasilan tinggi; d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status. 4. Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan. 5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PPB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota. 6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
19
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi : 6
Pajak Propinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor; d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan;
7
Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir
2.1.2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2.1.2.1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (Waluyo, 2012) Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang/jasa kena pajak di dalam daerah pabean. Setiap pembelian dan penjualan barang/jasa dari Pengusaha Kena Pajak
20
dikenakan PPN. Sesuai legal karakter dari PPN ini yang bersifat non kumulatif, maka dalam perlakuan pajak PPN tidak membolehkan terjadinya pajak berganda karena konsumen terakhirlah yang harus menanggung PPN ini. PPN memiliki karakteristik sebagai pajak tidak langsung yang beban pajaknya bias digeser ke konsumen akhir.
2.1.2.2. Pemungutan PPN Pajak Pertambaahan Nilai dikenakan dan dipungut berdasarkan Undangundang No 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Adapun sifat pemungutan PPN sebagai berikut : 1. PPN sebagai Pajak Objektif, pemungutan PPN berdasarkan pada objek tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak; 2. PPN sebagai Pajak Tidak Langsung, artinya secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan ke pada pihak lain, namun secara yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak berada pada penanggungan pajak (pemikul beban); 3. Pemungutan PPN Multi strage tax, pemungutan dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi dari pabrikan, perdagangan besar, sampai dengan pengecer. Pengenaan PPN hanya terhadap pertambahan nilai barang maupun jasa tersebut yang timbul akibatnya digunakan faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa
21
kepada para konsumen, termasuk semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba; 4. Pemungutan PPN berdasarkan system faktur, sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa oleh Pengusaha Kena Pajak wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan atau penyerahan jasa yang terutang pajak (bukti pemungutan PPN); 5. PPN bersifat Netral, karena PPN dikenakan atas konsumen barang atau jasa dan PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan; 6. PPN tidak menimbulkan pajak ganda, Pengusaha Kena Pajak hanya diharuskan untuk membayar selisih antara PPN yang dipungut dari pembelian BKP dan atau penerimaan JKP (Pajak Keluaran) dengan PPN yang dibayar kepada penjualan BKP dan atau pemberian JKP (Pajak Masukan); 7. PPN sebagai pajak atas konsumen dalam Negeri penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dilakukan atau konsumen dalam negeri.
2.1.2.3. Subjek PPN Dari keterangan yang mengatur tentang Objek PPN dalam pasal 4, Pasal 16C dan Pasal 16D Undang-undang No 42 Tahun 2009 dapat diketahui, bahwa Subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 1. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha, orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimport barang, mengeksport barang melakukan
22
usaha dagang, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah Pabean yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya (didasarkan pada jumlah peredaran bruto usaha (omset) dalam satu tahun) ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dalam rangka pengukuhan Pengusaha menjadi Pengusaha Kena Pajak, termasuk dalam pengertian Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak dan Pengusaha yang sejak semula bermaksud untuk melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang batasannya ditetapkan dengan Kepatuhan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak . 2. Bukan Pengusaha Kena Pajak a. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kecil; b. Pengusaha yang menghasilkan barang tergolong bukan Barang Kena Pajak sehingga tidak dikenakan PPN; c. Pengusaha di bidang jasa yang tergolong bukan Jasa Kena Pajak sehinga tidak dikenakan PPN.
23
2.1.2.4. Objek PPN Objek PPN diatur dalam Pasal 4, Pasal 16C, dan Pasal 16D Undangundang No 42 Tahun 2009, menurut (Mardiasmo, 2011) 1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah: a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP; b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud; c. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya; 2. Impor BKP; 3. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah: a. Jasa yang diserahkan merupakan JKP; b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; c. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya. 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 6. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak; 7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;
24
8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
2.1.2.5. Mekanisme Pengenaan PPN Mekanisme PPN menurut (Muljono, 2006) sebagai berikut : 1. Setiap PKP menyerahkan BKP / JKP diwajibkan membuat faktur pajak untuk memungut pajak yang terutang. Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran; 2. Pada saat Pengusaha Kena Pajak tersebut di atas membeli BKP atau menerima JKP dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan; 3. Pada akhir masa pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, maka kekurangannya dibayar ke Kas Negara selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPN disampaikan;
2.1.3. Tax Planning 2.1.3.1. Pengertian Tax Planning (Zain, 2008) Tax Planning adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak (WP) untuk menyusun aktivitas keuangan guna mendapat pengeluaran
25
(beban) pajak yang minimal. secara teoritis, tax planning dikenal sebagai effective tax planning, yaitu seorang wajib pajak berusaha mendapat penghematan pajak (tax saving) melalui prosedur penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan di toleransi. Tax planning merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur. Rencana meminimalkan pajak dapat ditempuh misalnya, mengambil ketentuan yang sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dan pemotongan atau pengurangan yang diperkenankan. Pada umumnya tax planning adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Rencana meminimalkan pajak dapat ditempuh dengan cara, mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dan potongan atau pengurangan yang diperkenankan, hal ini dapat memanfaatkan penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek pajak sesuai dengan pasal 4 ayat 3. Tax Planning selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangin jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak yang dimaksud dapat ditunda pembayaran dan lain sebagainya. Akhir dari prosedur perpajakan adalah pembayaran pajak. Tentu lebih menguntungkan jika perusahaan membayar pajak pada saat terakhir dari pada penyetoran dilakukan jauh sebelumnya.
26
2.1.3.2. Jenis-jenis Tax Planning Tax planning dibagi menjadi dua (Zain, 2008) : 1. Tax planning domestic nasional (national tax planning) National tax planning hanya memperhatikan Undang-Undang Domestik, pemilihan atas dilaksanakan atau tidak suatu transaksi dalam national tax planning
bergantung
pada
transaksi
tersebut,
artinya
untuk
menghindari/mengurangi pajak, wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus dilaksanakan sesuai dengan hukum pajak yang ada, misalnya akan terkena tarif pajak khusus final atau tidak. 2. International tax planning International tax planning selain memperhatikan Undang-Undang Domestik, juga harus memperhatikan undang-undang atau perjanjian pajak dari negaranegara yang terlibat.
2.1.3.3. Manfaat Tax Planning Adanya beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari tax Planning yang dilakukan secara cermat (Chairil, 2013) : 1. Penghematan kas keluar, karena beban pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi. 2. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash flow), karena dengan tax planning yang matang dapat diperkirakan kebutuhan kas untuk pajak, dan
27
menetukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.
2.1.3.4. Tujuan Tax Planning Secara umum tujuan pokok yang ingin dicapai dari tax planning yang baik (Chairil, 2013) : 1. Meminimalkan beban pajak yang terutang Tindakan yang harus diambil dalam rangka tax planning tersebut berupa usaha-usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup perpajakan dan tidak melanggar peraturan perpajakan. 2. Memaksimalkan laba setelah pajak. 3. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi tax planning oleh fiskus. 4. Memenuhi kewajiaban perpajakannya secara benar, efisien, dan efektif, sesuai dengan ketentuan perpajakan, yang antara lain meliputi: a. Mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari pengenaan sanksi, baik sanksi administratif maupun pidana, seperti bunga, kenaikan, denda, dan hukum kekurangan, atau penjara. b. Melaksanakan secara efektif segala ketentuan undang-undang perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan pemasaran, pembelian, dan fungsi keuangan, seperti pemotongan dan pemungutan pajak.
28
2.1.3.5. Penerapan Tax Planning Apabila dalam tahap tax planning sudah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun material. Agar tax planning dapat berhasil sesuai yang diharapkan, maka langkah-langkah yang dilakukan antara lain: 1. Menganalisis informasi yang ada Agar dapat menganalisis informasi dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung, harus memperhatikan faktor-faktor baik internal maupun eksternal, yaitu : a. Fakta yang relevan Antara lain: arus globalisali dan tingkat persaingan yang semakin tinggi, terjadinya perubahan-perubahan baik dari segi internal maupun eksternal perusahaan. b. Faktor pajak Antara lain : sikap perpajakan nasional, sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan baik undang-undang domestik maupun kebijakan perpajakan. c. Faktor non pajak lainnya Antara lain: masalah badan hukum, mata uang dan nilai tukar, pengawasan devisi, program insentif investasi, faktor nonpajak lainnya.
29
2. Membuat suatu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak. Pembuatan model ini mempunyai tujuan agar dapat memiliki alternatif car untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar apabila model utama tidak dapat ditempuh. 3. Mengevaluasi pelaksanaan tax planning.
2.1.4. Tax Review 2.1.4.1. Pengendalian Pajak Melalui Tax Review Pentingnya Pengendalian pajak untuk dilakukan untuk mengetahui apakah semua tax planning telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui penelaahan pajak (tax review) (Chairil, 2013). Tax Review merupakan pelayanan yang bertujuan untuk menelaah dan meneliti tingkat kepatuhan wajib pajak secara umum dan memberikan rekomendasi untuk meminimalkan pajak yang belum diketahui perusahaan. Tax Review meliputi seluruh kewajiban perpajakan wajib pajak termasuk PPN . Tax Review memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan implementasi kewajiban dan prosedural perpajakan dan kemudahan dilakukan perbaikan dan penyesuaian dengan ketentuan peraturan perpajakan. 2. Hasil Tax Review dapat digunakan sebagai bahan acuan dasar untuk menyusun SPT Tahunan PPh Badan.
30
3. Hasil Tax Review dapat dimanfaatkan sebagai upaya antisipasi apabila sewaktu-waktu dilakukan tax planning.
2.1.4.2. Tax Review untuk Menangani masalah Kepatuhan Untuk menjaga agar tetap menjadi wajib pajak patuh maka perusahaan seharusnya mempunyai program yang disebut Tax Review. 1. Review waktu penerbitan faktur pajak: a. Penerbitan faktur pajak perdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku; b. Pembayaran tidak lebih dari tanggal terakhir bulan berikutnya; c. SPT masa PPN harus dimasukan pada tanggal terakhir bulan berikutnya. 2. Periksa apakah PPN masukan atas pembelian berhubungan dengan kegiatan usaha atau bisnis perusahaan dan telah di kreditkan dengan PPN keluaran. 3. Review penyiapan SPT masa PPN. 4. Memastikan memiliki sistem filing atau penyimpanan dokumen PPN yang cukup untuk dapat menghadapi tax planning dengan baik. 5. Hasil ekualisasi harus dapat menjelaskan berkaitan dengan perbedaan anatara penjualan yang dilaporkan pada SPT PPh badan dengan penjualan yang dilaporkan pada SPT masa PPN.
2.1.4.3.
Analisis Tax Review Prosedur yang dilakukan dalam tax review PPN mencangkup langkah-
langkah antara lain sebagai berikut:
31
1. Melakukan kegiatan monitoring berupa penelitian data yang telah dikirimkan oleh unit bisnis, yaitu SPT Masa PPN dan SPT Tahunan Badan, buku besar, laporan keuangan, meliputi hal teknis pengisian dan penghitungannya, dari data buku besar, dilakukan ekualisasi dengan SPT masa PPN. 2. Meminta bukti atau dokumen pendukung untuk di cross cek terhadap objek PPN, seperti Invoice penjualan, Faktur Pajak Masukan, Faktur Pajak Keluaran, Bukti kas, dan Debit Nota, Kontrak Jual Beli atau Service, PO, Bukti penyerahan barang atau jasa, yang berkenaan dengan objek PPN. 3. Merekonsiliasikan atau mengekualisasi data objek-objek pajak berupa pendapatan atau omzet di buku besar dengan SPT Masa PPN. Bila ternyata pendapatan di buku besar, berarti ada penyerahan jasa yang tidak dilaporkan di SPT masa PPN, dan sebaliknya apabila ternyata pendapatan di buku besar lebih kecil berarti ada indikasi pendapatan yang belum dicatat dalam pembukuan. Dalam melakukan minitoring terhadap pelaporan SPT masa PPN apakah sudah sesuai dengan data pembukuan baik dari transaksi penjualan maupun pembelian barang dan jasa.
2.2.
Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran disusun atas dasar tinjauan teoretis, untuk kemudian
melakukan analisis dan pemecahan masalah yang dikemukakan di dalam penelitian. Berikut adalah rerangka pemikiran dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti :
32
Analisis Pengaruh Penerapan Tax Review pada Tindakan Tax Planning Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang Dilakukan PT “ABC” Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Aspek
Aspek
Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN): 1. Penghindaran Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan; 2. Penundaan Pembayaran Kewajiban
Tax
Rekomendasi Gambar 2 Rerangka Pemikiran