BAB 2 Tinjauan Teoritis 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Tinjauan Tentang Pajak dan Pajak Daerah 1. Pengertian Tentang Pajak Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. “Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang , dengan tidak mendpatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Iuran dari rakyat kepada Negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya. c. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat di tunjukkan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat di tunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. d. Di gunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
9
10
2. Fungsi Pajak Menurut Waluyo (2009:6) terdapat dua fungsi pajak, yaitu sebagai berikut: a. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: di masukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang social dan ekonomi. Sebagai contoh: di kenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat di tekan. Demikian pula terhadap barang mewah. 3. Syarat Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:2) Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (syarat yuridis)
11
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya. c. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis) Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomi masyarakat. d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) Sesuai fungsi budgetair biaya pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 4. Asas Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2009:15), asas pemungutan pajak dapat dibagi dalam beberapa asas yaitu sebagai berikut: a. Asas menurut Falsafah hukum Hukum pajak harus berdasarkan pada keadilan dan keadilan ini sebagai asas pemungutan pajak. Untuk menyatakan keadilan bahwa Negara berhak memungut pajak, maka muncul beberapa teori dasar, yaitu: 1. Teori asuransi, dalam teori ini Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar
12
pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. 2. Teori Kepentingan, dalam teori ini Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar. 3. Teori daya Pikul, dalam teori ini Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu: a) Unsur Objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. b) Unsur Subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. 4. Teori bakti, mengajarkan bahwa penduduk adalah bagian dari salah satu negara oleh karena itu penduduk terikat pada negara da wajib membayar pajak pada negara dalam arti berbakti kepada Negara. 5. Teori asas daya beli, dalam teori ini Memungut pajak berarti menari daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat.
13
b. Asas Yuridis Untuk menyatakan suatu keadilan hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada Negara atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23A amandemen Undang-Undang Dasar 1945 c. Asas ekonomis Asas ekonomis ini lebih menekankan bahwa Negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat. Untuk itu, pemungut harus di upayakan tidak menghambat kelancaraan ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu. d. Asas pemungut pajak lainnya terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam pajak penghasilan, yaitu: 1) Asas tempat tinggal adalah negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib Pajak yang tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalm negeri. 2) Asas kebangsaan adalah pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri.
14
3) Asas sumber adalah negara yang berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. 5. Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat dan Pemungutannya Mardiasmo (2011: 339) menunjukan bahwa Sesuai dengan asas pemungutan pajak, maka di Indonesia ditetapkan berbagai pengelompokan pajak agar dapat membedakan antara pajak yang satu dengan yang lain. Jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 yaitu: a. Menurut Golongannya, dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan 2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai b. Menurut Sifatnya, pembagian pajak ini berdasarkan ciri-ciri prinsipnya, yaitu: 1) Pajak Subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak penghasilan
15
2) Pajak Objektif, adalah pajak yang berpangkal pada objek pajak tanpa memperhatikan diri keadaan wajib pajak. Contoh: Pajak pertmbahan nilai dan Pajak penjualan atas barang mewah. c. Menurut Lembaga Pemungutan, yaitu: 1) Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.Contoh: pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah pajak bumi dan bangunan dan bea meterai. 2) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak reklame, Pajak hiburan, Pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan ha katas tanah dan bangunan. 6. Tata Cara Pemungutan Pajak Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, adalah sebagai berikut: a. Stelsel nyata (riil stelsel) Pengenaan pajak didasarkan objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
16
b. Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, sebagai contoh; penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada kenyataan yang sesungguhnya. c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali. 7. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi berikut ini: a. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
17
b. Self Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 8. Hambatan Pemungutan Pajak Hambatan terhadap pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011:8) dapat dikelompokkan menjadi: a. Perlawanan pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: 1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat 2) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. 3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. b. Perlawanan aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:
18
1) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang. 2) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak, dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak). Menurut Nin Yasmine Lisasih (2011) dalam artikel all about law mengemukakan kendala dalam pemungutan pajak secara umum baik pajak pusat maupun pajak daerah, seringkali terdapat kendala yang melemahkan dalam pemungutan pajak. Kendala-kendala tersebut antara lain: 1. Berbagai peraturan pelaksanaan undamg-undang yang sering kali tidak konsisten dengan undang-undangnya. Apabila peraturan pelaksanaan yang dijadikan dasar dalam melaksanakan aturan hukum pajak tidak konsisten dengan undang-undang tentu akan mengakibatkan kendala yang fatal dalam pemungutan pajak. 2. Kurangnya pembinaan antara pajak daerah dengan pajak nasional. Pajak daerah dan pajak nasional merupakan sistem perpajakan Indonesia yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijaksanaan perpajakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan perpajakan nasional, maka pembinaan pajak daerah harus dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan harus dilakukan secara terus menerus terutama mengenai objek dantarif pajaknya supaya antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi. 3. Database yang masih jauh dari standar Internasioal.
19
Kendala lain yang dihadapi aparatur pajak adalah database yang masih jauh dari standar Internasional. Padahal database sangat menentukan untuk menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem self-assasment. Persepsi masyarakat, bahwa banyak dana yang dikumpulkan oleh pemerintah digunakan secara boros atau korup, juga menimbulkan kendala untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Berbagai pungutan resmi dan tidak resmi, baik di pusat maupun di daerah yang membebani masyarakat juga menimbulkan hambatan untuk menaikkan penerimaan pajak. 4. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap kepatuhan membayar pajak bagi penyelenggara negara. Law enforcement merupakan pelaksanaan hukum oleh penjabat yang berwenang dibidang hukum misalnya pelaksanaan hukum oleh polisi, jaksa, hakim dan sebagainya. Tidak kalah penting untuk disoroti pelaksanaan hukum dilingkungan birokrasi khususnya badan pemerintahan di
bidang
perpajakan
dalam
melakukan
pemeriksaan
terhadap
penyelenggara nergara ternyata belum ada gebrakannya. Seharusnya bila dilakukan tentu membantu dalam mewujudkan good governance dalam bentuk pemerintah yang bersih. 5. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat Dalam pemungutan pajak dituntut kesadaran warga negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke negara mengakibatkan timbulnya perlawanan atau terhadap pajak merupakan
20
kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. 9. Pajak Daerah Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Beberapa istilah di dalam undang-undang ini yang terkait dengan pajak daerah pada Pasal 1 UndangUndnag Nomor 28 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut: a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sediri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. c. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun firma, kongsi,
21
koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik atau organisasi lainnya lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. d. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak. e. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Kemudian Pajak Daerah itu dibagi menjadi dua jenis dan beberapa objek yaitu: a. Jenis Pajak Provinsi atas: 1) Pajak kendaraan Bermotor; 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4) Pajak Air Permukaan; dan 5) Pajak Rokok b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel; 2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame; 5) Pajak Penerangan Jalan;
22
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7) Pajak Parkir; 8) Pajak Air Tanah; 9) Pajak Sarang Burung Walet; 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Selanjutnya daerah dilarang untuk melakukan pemugutan pajak selain dari jenis-jenis pajak dan objeknya yang telah disebutkan diatas. 2.1.2 Tinjauan tentang Pajak Bumi dan Bangunan 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Mardiasmo (2011:331) Bumi adalah permukaan dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah republik Indonesia. Bangunan adalah kontruksi tekhnik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: a. Jalan lingkungan dalam suatu kesatuan dengan kompleks bangunan; b. Jalan tol; c. Kolam renang; d. Pagar mewah; e. Tempat olah raga; f. Galangan kapal, dermaga;
23
g. Taman mewah; h. Tempat penampungan /kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat. PBB adalah pajak negara yang dikenakan terhadap Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah Pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan bangunan. PBB merupakan jenis pajak yang sepenuhnya diatur oleh pemerintah dalam menentukan besar pajaknya (menganut sistem pemungutan official assessment system). Pajak ini bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Di sini keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menetukan besarnya pajak. Dari peranan diatas, dapat disimpulkan, bahwa pengertian PBB adalah iuran yang dikenakan terhadap orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak, memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan. (Rahman:2011:41). Menurut Mardiasmo (2011: 331) Asas PBB adalah memberikan kemudahan dan kesederhanaan, adanya kepastian hukum, mudah dimengerti dan adil, menghindari pajak berganda. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan Undang-undang PBB. (Mardiasmo:2011:332)
24
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. Direktorat Jendral Pajak menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP. Pelunasannya paling lambat 6 (enam) bulan sejak di terimanya SPPT oleh Wajib Pajak. Jika terlambat dikenakan sanksi 2% per bulan maksimal 24 bulan (Suandy, 2002:38) 2. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/ pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. a. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak. b. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menentukan subjek wajib pajak, apabila suatu objek pajak belum jelas wajib pajaknya. c. Subjek pajak yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jendral Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak yang dimaksud. d. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak kepada Dirjen Pajak disetujui, maka Dirjen Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak
25
dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud. e. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jendral Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasanalasannya. f. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal terimanya keterangan, Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui. (Mardiasmo: 2011: 336) 3. Objek Pajak dan Objek Pajak Tidak Kena Pajak PBB Objek pajak adalah Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan adalah Bumi dan/ Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/ digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Objek pajak yang tidak dikenakan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang menurut (Undang-undang nomor 28 tahun 2009 Pasal 77), sebagai berikut: a. digunakan
oleh
Pemerintah
dan
Daerah
untuk
penyelenggaraan
pemerintah; b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasionala yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
26
d. merupakan hutang lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; e. digunakan oleh perwakilan diplomatic dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang di tetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. 4. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. (Mardiasmo:2011:312) 5. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Besar nilai jual objek pajak tidak kena pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib pajak. Nilai NJOPTKP ini ditetapkan dengan peraturan daerah (Pasal 77 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009) 6. Tarif Pajak PBB Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan di tetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). Tarif PBB Perdesaan dan perkotaan ditetapkan dengan peraturan Daerah dalam pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan besaran tarif pajak daerah
27
untuk diberlakukanya di daerah sepanjang tidak melampaui tarif minimum dan maksimum yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (Kementerian Keuangan Republik Indonesia: 2012:156) 7. Pendaftaran dan Pendataan Subjek dan Objek PBB a. Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti-bukti pendukung seperti : 1) Sketsa/denah objek pajak 2) Fotokopi KTP dan NPWP 3) Fotokopi sertifikat tanah 4) Fotokopi akta jual beli 5) atau Bukti pendukung lainnya. Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet. b. Pendataan Objek dan Subjek PBB dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurangkurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan dengan menggunakan / memilih salah satu dari empat alternative sebagai berikut: 1) Pendataan dengan Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP
28
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta, daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil. yang lebih lanjut dibagi menjadi pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP perorangan serta penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP kolektif. Untuk penyampaian dan pemantauan SPOP perorangan dilakukan dengan menyebarkan SPOP langsung kepada subjek pajak atau kuasanya dengan pedoman pada sket/ peta blok yang telah ada. Sedangkan untuk daerah yang potensi PBB-nya relatif lebih kecil serta cakupan wilayah dan objek pajak
luas,
dapat
digunakan
alternative
pendataan
dengan
penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP kolektif yang disebarkan
melalui
aparat
desa/kelurahan,
untuk
menghindari
kelemahan alternative ini (rendahnya tingkat akurasi data) perlu diperhatikan kemampuan penguasaan wilayah bagi petugas yang bertanggung jawab. 2) Pendataan dengan Versifikasi Data Objek dan Subjek PBB Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta fotodan mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap. Pendataan ini dilaksanakan oleh petugas PBB bekerja sama dengan aparat pemerintah atau instansi lainnya dengan mencocokkan data objek dan subjek PBB yang sudah terdaftar pada administrasi PBB dengan keadaan objek dan Subjek PBB yang
29
sebenarnya di lapangan, untuk dipergunakan sebagai bahan penetapan besarnya pajak terutang. 3) Pendataan dengan Identifikasi Objek dan Subjek PBB Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif objek pajak tetapi tidak mempunyai data administrasi
pembukuan PBB tiga tahun
terakhir secara lengkap. Pendataan dilaksanakan oleh petugas PBB bekerjasama dengan aparat pemerintah daerah atau instansi lainnya atau dilaksanakan oleh pihak ketiga (dikontrakkan) dengan cara mencocokkan informasi grafis yang ada pada peta kerja dengan keadaan objek pajak dilapangan. 4) Pendataan dengan Pengukuran Bidang Objek Pajak Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan (misalnya dari Biro Pusat Statistik atau Instansi lain) dan atau peta garis/foto tetapi belum dapat digunakan untuk posisi relatof objek pajak. (Siahaan:2009:140) 8. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak a. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. b. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal di terimanya SKP oleh Wajib Pajak.
30
c. Pajak yang terutang yang Pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang bayar, dikenakan dendan administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1(satu) bulan. d. Denda administrasi yang ditambah dengan utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP tersebut. e. Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. f. Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri Keuangan. g. SPPT, SKP,STP merupakan dasar penagihan pajak. h. Jumlah pajak erutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. (Mardiasmo:2011:34)
31
Dasar Penagihan SPPT SKP STP
6 bulan 1bulan 1 bulan
Sejak D I T E R I M A
TEMPAT PEMBAYARAN - Bank - Kantor Pos - Tempat lain yang di tuju
MENTERI KEUANGAN DAPAT MELIMPAHKAN KEWENANGAN PENAGIHAN PAJAK KEPADA: - GUBERNUR KDH TK.1 DAN/ ATAU - BUPATI/WALIKOTAMADYA TK.II
Sumber: Mardiasmo:2011 Gambar 1 Tata Cara Penagihan dan Pembayaran PBB 9. Peralihan Pengelolaan PBB Pengalihan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Bentuk kebijakan tersebut dituangkan ke dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal ini adalah titik balik dalam pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan.
32
Dengan pengalihan ini maka kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian,
pemungutan/penagihan
dan
pelayanan
PBB-P2
akan
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (kabupaten/Kota). Tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai dengan Undang-Undang Pajak Daerah dam Retribusi Daerah yaitu: 1. Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah 2. Memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah) 3. Memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis pajak daerah 4. Memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah 5. Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrument penganggaran dan peraturan pada daerah. Kemudian agar terciptanya kelancaran dalam pengelolaan PBB-P2, pemerintah kabupaten/kota harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kebijakan NJOP agar memperhatikan konsistensi, kesinambungan dan keseimbangan antar wilayah. 2. Kebijakan tarif PBB, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. 3. Menjaga kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak. 4. Akurasi data subjek dan objek pajak dalam SPPT tetap terjaga. (www.pajak.go.id:2012)
33
2.1.3 Tinjauan Tentang Strategi Pemungutan PBB dan Pengukuran Kinerja Sektor Publik 1. Pengertian Tentang Strategi Pemungutan PBB Menurut Wikipedia (dalam artikel id.wikipedia.org/Strategi:2013) strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi factor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaa gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya No.10 tahun 2010 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan pada pasal 1, Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya. Menurut Direktorat Jendral Pajak (dalam artikel Media keuangan:2010) strategi yang disusun untuk menjamin agar pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dapat berjalan dengan lancar, antara lain Strategi percepatan penyediaan pranata hukum yaitu Peraturan daerah, Peraturan Bupati/Walikota, Strategi pemungutan pajak yaitu Pendataan, Penilaian, Penetapan, Penagihan dan Strategi pembangunan tekhnologi informasi yaitu Sistem aplikasi, pertukaran data.
34
Dalam strategi pemungutan pajak terdapat beberapa syarat yang harus dilakukan oleh wajib pajak yaitu: 1. Pendataan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Kantor pelayanan Pajak atau pihak lain yang di tunjuk untuk mengumpulkan data objek pajak. Kegiatan pendataan dilaksanakan dalam suatu wilayah administrasi desa/kelurahan secara utuh. Kegiatan pendataan ini selalu diikuti oleh kegiatan penilaian. 2. Penilaian adalah Kegiatan Direktorat Jendral Pajak untuk menentukan NJOP yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak dengan menggunakan pendekatan biaya dan pendekatan kualitas pendapatan. 3. Penetapan adalah kegiatan penatausahaan penetapan PBB yang meliputi perhitungan besarnya PBB yang terhutang dan penatausahaanya dalam rangka penerbitan SPPT,SKP dan STP serta penyampaian kepada wajib pajak. Penatausahaan penetapan PBB dalah proses kegiatanmulai dari perhitungan besarnya PBB sampai dengan penerbitan dan penyampaian SPPT/SKP/STP,
membukukan,
menghimpun
dan
melaporkan
penyelesaiannya. 4. Penagihan adalah serangkaian tindakan agar wajib pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak denan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
35
Kunci dari proses pemungutan pajak adalah kepatuhan sukarela (voluntary compliance), yaitu meletakkan tanggungjawab pemungutan sepenuhnya pada kesadaran Wajib Pajak. Karena kepatuhan sukarela yang dijadikan kunci dari pemungutan pajak, maka dalam pelaksanaannya sering kali muncul perlawanan pajak oleh Wajib Pajak, baik perlawanan aktif maupun pasif. Menurut Laili Amin (dalam artikel membangun kepatuhan menuju masyarakat sadar pajak:2013), Kepatuhan wajib pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sudah seharusnya menjadi agenda utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP), selain memacu kinerja pegawai agar memiliki kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung jawab sebagai penyelenggara Negara di bidang perpajakan. Menurut, Nasucha (2004), Kepatuhan Wajib Pajak dapat diukur dari tiga aspek yaitu: a. Aspek Yuridis : 1) Pendaftaran Wajib Pajak 2) Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) 3) Penghitungan pajak 4) Pembayaran pajak
b. Aspek psikologis : 1) Penyuluhan
36
Persepsi wajib pajak terhadap penyuluhan dapat dilihat dari informasi perpajakan, kemudahan wajib pajak untuk memahami informasi perpajakan, sosialisasi informasi dan sosialisasi perubahan peraturan yang diberikan oleh KPP 2) Pelayanan Persepsi wajib pajak terhadap pelayanan di lihat dari prosedur pelayanan dari aspek kesederhanaan, kecepatan, sikap petugas, sarana dan prasarana. Serta komunikasi Antara wajib pajak dan aparat perpajakan. 3) Pemeriksaan Persepsi wajib pajak terhadap pemeriksaan di lihat dari cara pemeriksaan, pelanggaran pajak dan tujuan pemeriksaan. Menurut Fuad (dalam artikel Payment online system PBB:2012) selaku kepala Direktorat Jendral Pajak, Software /Aplikasi Sistem Informasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terdiri dari beberapa bagian/modul. Salah satunya adalah pembayaran. Selama ini strategi pembayaran atau pemungutan yang di terapkan oleh Dirjen pajak adalah melalui kerjasama dengan pemerintah lokal atau kota atau kabupaten. Dengan jumlah objek PBB yang relative banyak dan berdomisili dimanapun sehingga sangat penting adanya system pembayaran online dan semi online yang handal untuk mengelola. Aplikasi/Software Sistem Informasi Pembayaran PBB dapat menghandle beberapa cara pembayaran PBB, yaitu:
37
1. Online Bank seperti ATM dan Bank yang ditunjuk oleh Departemen pajak melalui aplikasi online teller (core banking app) yang memiliki sistem Host to Host dengan sistem Dirjen Pajak. Tanda bayar melalui medai ini akan mendapat tanda setor( hasil dari printer thermal dan print dari teller ) 2. Aplikasi Payment Online System PBB yang ada di KPP Pratama. Tanda bayar melalui media ini akan mendapat Surat Tanda Terima Setoran (STTS). 3. Aplikasi Mobil keliling PBB adalah aplikasi pembayaran PBB yang dijalankan oleh petugas Dinas Pendapatan secara berpindah-pindah (mobling) dari satu wilayah satu ke wilayah (kelurahan) lainnya. Tanda bayar melalui media ini akan mendapat Surat Tanda Terima Setoran (STTS). Melalui channel pembayaran manapun Aplikasi / software sistem informasi pembayaran PBB perlu dapat melakukan sinkronisasi data dengan akurat. Proses sinkronisasi data berlangsung setiap hari. tujuan akhirnya adalah data yang ada di Server Kota/Kabupaten, semua Server KPP pratama, Bank Tempat pembayaran, Server Dirjen Pajak adalah sama. 2. Pengertian tentang Pengukuran Kinerja Sektor Publik dengan metode Value for Money Menurut Mardiasmo (2002:127) value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah yang memperimbangkan input, output dan outcome secara bersama-sama, sedangkan menurut Mahmudi (2010:83)
38
pengukuran kinerja value for money adalah pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisien dan efektifitas suatu kegiatan, program, dan organisasi. 1. Ekonomi Ekonomi terkait dengan pengkonversian input primer berupa sumber daya keuangan (uang/kas) menjadi input sekunder berupa tenaga kerja, bahan, infrastruktur dan barang modal yang dikonsumsi untuk kegiatan operasi organisasi. Ekonomi memiliki pengertian bahwa sumber daya input hendaknya diperoleh dengan harga lebih rendah (spending less), yaitu harga yang mendekati harga pasar. Secara matematis, ekonomi merupakan perbandingan antara input dengan nilai rupiah untuk memperoleh input tersebut (Mahmudi:2010:84)
2. Efisiensi Efisiensi terkait dengan hubungan antara output berupa barang atau pelayanan yang dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Secara matematis, efisiensi merupakan perbandingan antara output dengan input. Suatu organisasi, program atau kegiatan dikatakan efisiensi apabila mampu menghasilkan output tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input tertentu mampu menghasilkan output sebesar-besarnya (spending well).(Mahmudi:2010:85)
39
3. Efektivitas Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan dinilai efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan yang diharakan, atau dikatakan spending wisely.
(Mahmudi:2010:86)
Pengukuran Kinerja Value for Money NILAI INPUT (Rp)
INPUT
PROSES
EKONOMI (hemat)
OUTPUT
OUTCOME
TUJUAN
EFEKTIVITAS
EFISIENSI
Cost - Effectiveness Sumber: Mardiasmo (2002:132) Gambar 2 Pengukuran Kinerja Value For Money
40
Input merupakan sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas. Contoh input adalah: dokter di rumah sakit, tanah untuk jalan baru, guru di sekolah, dan sebagainya. Output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas, dan kebijakan. Mengukur output lebih sulit dilakukan terutama untuk pelayanan sosial, seperti pendidikan, keamanan atau kesehatan. Misalnya, output yang dihasilkan polisi adalah tegaknya hukum dan peraturan atau rasa aman masyarakat. Outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu. Sebagai contoh, outcome yang diharapkan dari aktivitas pengumpulan sampah oleh dinas kebersihan kota adalah terciptanya lingkungan kota bersih dan sehat. 3. Manfaat Implementasi Konsep Value For Money Dalam pengimplementasian value for money ada beberapa manfaat yang dikemukakan (mardiasmo, 2002:7), yaitu : 1. Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran. 2. Meningkatkan mutu pelayanan publik. 3. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefesiensi dan terjadinya penghematan dalam penggunaan input. 4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik. 5. Meningkatkan kesadaran akan uang publik sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas publik.
41
4. Langkah-langkah Perencanaan dan Pengukuran Kinerja Value For Money Manajemen kinerja terintegrasi terdiri atas dua bagian utama, yaitu perencanaan kinerja dan pengukuran kinerja (Mahmudi, 2005:103). Perencanaan kinerja terdiri atas empat tahap, yaitu: a. Penentuan visi, misi, dan tujuan, serta strategi b. Penerjemahan visi, misi, dan tujuan, serta strategi ke dalam: 1) Sasaran Strategik 2) Inisiatif Strategik 3) Indikator Kinerja (input, output, outcome, benefit, impact) 4) Target Kinerja c. Penyusunan program d. Penyusunan anggaran Sementara itu, rerangka pengukuran kinerja value for money dibangun atas tiga komponen utama, yaitu: 1) Komponen visi, misi, tujuan, sasaran dan target 2) Komponen input, proses, output dan outcome 3) Komponen pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas 5. Pengukuran Kinerja dan Peningkatan Kinerja Menurut Mahsun (2006:153) pengukuran kinerja bukanlah tujuan terakhir melainkan merupakan alat agar dihasilkan manajemen yang lebih efisien dan terjadi peningkatan kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja akan memberitahu kita apa yang telah terjadi, bukan mengapa hal itu terjadi atau apa yang harus
42
dilakukan. Suatu organisasi harus menggunakan pengukuran kinerja secara selektif agar dapat mengidentifikasi strategi dan perubahan operasional yang dibutuhkan serta proses yang diperlukan dalam perubahan tersebut. Pengukuran kinerja menyediakan dasar bagi organisasi untuk menilai: a. Bagaimana kemajuan atas sasaran yang telah ditetapkan; b. Membantu dalam mengenali area-area kekuatan dan kelemahan; c. Menentukan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja; d. Menunjukan bagaimana kegiatan mendukung tujuan organisasi; e. Membantu dalam membuat keputusan–keputusan dengan langkah inisiatif; f. Mengutamakan alokasi sumber daya; g. Meningkat produk-produk dan jasa-jasa kepada pelanggan.
2.2
Rerangka Pemikiran
Strategi Pemungutan
Realisasi Target Pemungutan
Pendapatan Daerah
Kesimpulan
Gambar 3 Rerangka Pemikiran