BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 TINJAUAN TEORETIS 2.1.1
Pengertian Manajemen Resiko
Resiko adalah kerugian akibat kejadian yang tidak di kehendaki muncul. Resiko di identifikasi berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu resiko karena pergerakan harga pasar (misalnya, harga saham, nilai tukar atau suku bunga) dikategorikan sebagai resiko pasar. Resiko karena mitra transaksi gagal bayar (default) disebut resiko kredit (default). Sementara itu, resiko karena kesalahan atau keigagalan orang atau sistem, proses atau faktor eksternal disebut resiko operasional (Sunaryo, 2009:63). Menurut Fahmi (2010;2) Manajemen resiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis. Manajemen resiko melibatkan manajemen akan kejadian-kejadian yang tidak dapat di ramalkan sebelumnya dan memiliki konsekuensi yang merugikan bagi perusahaan. (Brigham & Houston, 2001:73). 2.1.2
Manajemen Keuangan Internasional
Pada
prinsipnya
manajemen
keungan
internasional
memiliki
dan
menggunakan prinsip dasar yang sama dengan manajemen keuangan atau corporate finance. Hanya saja dalam corporate finance lebih di tekankan untuk
10
perusahaan domestic yang tidak menghadapi resiko perubahan nilai tukar atau foreign exchange risk dalam kegiatannya.( Sartono, 2011:52). Secara garis besar ruang lingkup bahasan manajemen keuangan internasional adalah :
`
a. Lingkungan manajemen keuangan internasional b. Pasar valuta asing c. Mengukur dan manajemen eksposur mata uang asing d. Analisis investasi langsung e. Manajemen operasi multinasional f. Perbankan internasional dan topik khusus 2.1.3
Pengertian Hedging
Lindung nilai atau hedging, atau hedge merupakan istilah yang sangat popular dalam perdagangan berjangka. Dimana hedging merupakan salah satu fungsi ekonomi dari perdagangan berjangka, yaitu transfer of risk. Hedging merupakan suatu strategi untuk mengurangi risiko kerugian yang diakibatkan oleh turunnaiknya harga. Menurut Sunaryo (2009:94) prinsip hedging adalah menutupi kerugian posisi aset awal dengan keuntungan dari posisi instrumen hedging. Sebelum melakukan hedger hanya memegang sejumlah aset awal. Setelah melakukan hedging, hedger memegang sejumlah aset awal dan sejumlah tertentu instrumen hedging. Portfolio yang terdiri atas aset awal dan instrumen hedging-nya disebut portfolio hedging. Portfolio hedging ini mempunyai risiko yang lebih rendah dibanding risiko aset awal.
11
Dalam pengertian umum yang dikatakan hedging adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk menurunkan tingkat fluktuasi harga bagi komoditinya, atau untuk mengurangi resiko akibat fluktuasi harga yang sangat tajam (Ambarwati, 2010:96). Suatu perusahaan dalam mengelola resiko perusahaan seringkali melibatkan pembelian ataupun penjualan sekuritas derivatif. Sekuritas derivatif adalah aset keuangan yang menggambarkan klaim kepada aset keuangan lainnya. Jenis-jenis Instrumen Keuangan Derivatif untuk Aktivitas Hedging: 1.
Hedging dengan Kontrak Opsi
Kontrak Opsi (options contract) adalah suatu kontak yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli (atau menjual) aktiva tertentu pada harga dan jangka waktu yang telah di tentukan sebelumya. Opsi memiliki dua jenis yaitu puts option (opsi jual) dan calls option (opsi beli). a.
Opsi Beli (call option)
Call opsi adalah suatu opsi yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli atau “call” lembar saham pada harga tertentu (disebut exercise price atau strike price) dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. b.
Opsi Jual (putt option)
Putt Option adalah opsi untuk menjual lembar saham pada harga tertetu dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 2.
Hedging dengan Kontrak Futures
Salah satu alat yang paling bermanfaat dalam mengurangi resiko tingkat suku bunga dan komoditas adalah dengan melakukan lindung nilai di bursa kontrak
12
futures. Kebanyakan transaksi keuangan dan aktiva rill terjadi pada apa yang dikenal sebagai pasar spot, atau tunai, dimana aktiva segera diserahkan (atau dalam waktu beberapa hari). Futures atau kontrak futures, di lain pihak, mengharuskan pembelian atau penjualan atas aktiva yang terjadi di suatu tanggal di masa depan, namun dengan harga yang ditetapkan pada hari ini. Kontrak futures adalah suatu perjanjian untuk membeli suatau aktiva atau menjual aktiva pada suatu waktu di masa depan dengan harga yang telah disepakati. Ciri-cirinya adalah bahwa keuntungan atau gains bukan hanya pada tanggal jatuh tempo. Ada dua jenis dasar lindung nilai dalam kontrak futures : a.
Lindung Nilai Panjang (long hedge)
Dimana kontrak futures dibeli sebagai antisipasi terhadap (atau untuk melindungi dari) kenaikan harga. b.
Lindung Nilai Pendek (short hedge)
Dimana sebuah perusahaan atau seorang individu menjual kontrak futures untuk melindungi dari penurunan harga. 3.
Hedging dengan Swap Swap adalah metode lain untuk mengurangi resiko keuangan atau
meruapakan suatu pertukaran. Swap pertama kali dikenalkan 1981 ketika IBM dan World Bank masuk dalam perjanjian swap. Kontrak swap merupakan sebuah portofolio dari kontrak forward, yaitu satu pihak berjanji untuk menukar aset. Pada praktiknya ada tiga kategori swap yaitu :
13
a.
Currency Swap
Dengan currency swap, dua perusahaan setuju untuk menukar sejumlah mata uang tertentu dengan mata uang lainnya pada suatu waktu di masa depan. b.
Interest Rate Swap
Interest Rate Swap adalah pinjaman dengan pembayaran yang disesuaikan secara periodik untuk menggambarkan perubahan tingkat bunga. c.
Commodity Swap
Commodity Swap adalah perjanjian untuk menukar jumlah komoditi yang tetap pada waktu yang sudah pasti di masa depan. 2.1.3.1 Keuntungan Melakukan Hedging Hedging memberikan beberapa keuntungan ekonomis baik untuk pihak produsen, pabrikan, prosessor, eksportir, maupun konsumen sebagai berikut: a. Hedging merupakan sarana untuk mengurangi atau meminimalkan risiko harga apabila terjadi perubahan harga yang tidak sesuai dengan yang diperkirakan, disebut “risk insrance”. b. Bagi produsen atau pemilik komoditi, hedging merupakan alat marketing (a marketing tool). Dengan melakukan hedging, para petani dapat menentukan harga penjualan produknya, sebelum, selama, dan sesudah panen melalui pasar berjangka. Mereka dapat menentukan suatu jumlah penerimaan yang akan diperoleh dikemudian hari dengan menyimpan produk tersebut untuk dijual kemudian. c. Bagi pengolah komoditi seperti prosseco atau miller, hedging tersebut merupakan suatu alat pembelian (a purchasing tools). Melalui pasar berjangka
14
mereka menentukan harga pembelian bahan baku yang akan diolah dikemudian hari, sehingga dapat menetapkan biaya produksi dan akhirnya dapat dengan pasti menetapkan harga jualnya untuk masa yang akan datang. d. Dengan adanya hedging pihak kreditor (bank) lebih berani memberikan kredit kepada produsen atau pemilik komoditi yang telah menghedge komoditinya. Karena dengan melakukan tindakan tersebut, pemilik komoditi telah memperkecil risiko fluktuasi harga dari komoditi yang akan dihasilkan atau bahan yang dibeli, sehingga profit yang ditargetkan lebih pasti dan hal ini merupakan jaminan bank bahwa uang yang diberikan dapat kembali dan bunganya dapat dibayar. Biasanya bank hanya menyediakan 50 persen dari modal kerja bagi produk atau persediaan yang tidak dihedge, sedangkan bagi yang melakukan hedging mendapat kredit 90 persen dari modal kerja. e. Melalui hedging, konsumen akhir akan dibebankan harga jual yang lebih rendah dan stabil hal ini dikarenakan baik produsen maupun processeor mampu memperkecil biaya akibat fluktuasi harga yang merugikan, serta adanya kesempatan untuk memperbesar operting capital. 2.1.3.2 Kerugian Melakukan Hedging Selain keuntungan yang diperoleh, hedging juga mempunyai beberapa kerugian yang harus dihadapi hedger, yaitu: a. Risiko basis Perkembangan harga di pasar fisik kadang-kadang tidak berkorelasi secara wajar (tidak searah) dengan pasar berjangka, sehingga risiko yang ada tidak sesuai dengan perencanaan sebelumnya.
15
b. Biaya Dengan melakukan hedging terdapat beban biaya bagi hedger, antara lain, biaya angkut, biaya bunga bank, biaya gedgung, biaya asuransi, pembayaran margin dan biaya transaksi. Oleh karena itu, hedger harus mempertibangkan biaya-biaya tersebut sebelum melakukan hedging. c. Ketidaksesuaian (incompatible) antara kondisi fisik dan futures Hal ini terjadi mengingat mutu dan jumlah produk yang dihedge tidak selalu sama dengan mutu dan jumlah standar kontrak yang diperdagangkan. Oleh karena itu hedger dituntut agar mampu menyesuaikan perbedaan-perbedaan tersebut dengan cara melakukan hedging yang sesuai dengan volume produksinya. 2.1.4
Market to book value
Market to book value (MBV) menunjukkan nilai sebuah perusahaan yang diperoleh dengan membandingkan nilai pasar perusahaan (market value- MV) dengan nilai bukunya (book value- BV). Market value merupakan persepsi pasar yang berasal dari investor, kreditur dan stakeholder lain terhadap kondisi perusahaan dan biasanya tercermin pada nilai pasar saham perusahaan. MV adalah keseluruhan nilai saham yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan kata lain, MV adalah jumlah yang harus dibayar untuk membeli perusahaan secara keseluruhan. Naik turunnya nilai pasar perusahaan dipengaruhi oleh nilai buku perusahaan, tingkat laba, gambaran ekonomi, serta spekulasi dan kepercayaan diri pada kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai, sedangkan BV atau nilai buku merupakan nilai dari kekayaan, hutang dan ekuitas perusahaan berdasarkan pencatatan historis dan biasanya tercantum dalam neraca, akan tetapi nilai buku
16
berbeda dengan jumlah total aset dan kewajiban perusahaan. Dengan kata lain, jika perusahaan menjual seluruh aset dan membayar semua kewajibannya, maka selisih dari jumlah tersebut adalah nilai buku perusahaan (Najibullah, 2005:78). Market to book value (MBV) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh atau selisih antara nilai pasar perusahaan dengan nilai bukunya. Jika ternyata selisih antara nilai pasar dengan nilai buku perusahaan terlalu jauh (cukup signifikan), maka menandakan bahwa terdapat hidden asset yang tidak tercantum dalam laporan keuangan perusahaan. Hal ini berarti bahwa nilai yang dilaporkan dalam laporan keuangan sudah tidak berarti lagi. Apabila digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan maka dapat menyesatkan, karena nilai perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan bukan nilai perusahaan yang sebenarnya. Telah dilakukan berbagai upaya untuk menyamakan nilai keduanya. Salah satu caranya adalah dengan menaikkan nilai buku perusahaan. Jika nilai buku naik maka rasio MBV juga akan naik sehingga dapat menaikkan persepsi pasar akan nilai perusahaan. Nilai buku perusahaan dapat ditingkatkan dengan melakukan berbagai efisiensi yang dapat meningkatkan pendapatan dan menurunkan biaya perusahaan dengan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan seefisien dan semaksimal mungkin (Imaningati, 2007:125). Investor menilai perusahaan berdasarkan nilai kapitalisasi pasar. Kapitalisasi pasar adalah sebuah istilah yang memiliki arti harga keseluruhan dari sebuah saham perusahaan yaitu harga yang harus dibayar seseorang untuk membeli seluruh perusahaan. Kapitalisasi pasar yang besar dan bertumbuh merupakan
17
suatu alat ukur yang penting bagi keberhasilan atau kegagalan perusahaan terbuka (go public). Kapitalisasi pasar dihitung dengan mengalikan jumlah saham perusahaan yang beredar dengan harga pasar saham. Kapitalisasi pasar atau market capitalization dihitung menggunakan komponen harga pasar saham. Harga pasar saham biasanya memiliki nilai di atas nilai buku saham perusahaan karena harga pasar saham mencerminkan ekspektasi investor atas prospek ekonomi suatu perusahaan di masa akan datang. 2.1.5
Liquidity
Rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek (Kasmir, 2012:129). Artinya apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo. Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan maupun di dalam perusahaan. Rasio likuiditas atau sering juga disebut dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total pasiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk beberapa periode sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu.
18
Terdapat 2 (dua) hasil penilaian terhadap pengukuran rasio likuiditas, yaitu apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya dikatakan perusahaan tersebut dalam keadaan likuid, sedangkan apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut dikatakan perusahaan dalam keadaan tidak likuid. Dalam prakteknya terdapat banyak manfaat dan tujuan analisis rasio likuiditas bagi perusahaan, baik bagi pihak pemilik perusahaan, manajemen perusahaan, dan pihak yang memiliki hubungan dengan perusahaan seperti kreditor dan distributor atau supplier. Tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari rasio likuiditas menurut Kasmir (2008:132) adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih.
2.
Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan.
3.
Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atu piutang
4.
Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan.
5.
Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
6.
Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang.
19
7.
Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke
waktu
dengan membandingkannya untuk beberapa periode. 8.
Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada did aktiva lancar dan utang lancar.
9.
Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini. Jenis-jenis Rasio Likuiditas, menurut Kasmir (2008:134) jenis-jenis rasio
likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan, yaitu : 1. Rasio Lancar (current Ratio) Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Rasio lancar dapat juga dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan. Penghitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar (Kasmir, 2008:134). Dari hasil pengukuran rasio, apabila rasio lancar rendah dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang, namun, apabila hasil pengukuran rasio tinggi belum tentu kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini terjadi karena kas tidak digunakan sebaik mungkin. Current Ratio = 2. Rasio Cepat (quick ratio) Merupakan rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva
20
lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan (inventory). Hal ini dilakukan karena persediaan dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya. Quick Ratio = 3. Rasio kas ( Cash Ratio) Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukan dari tersedianya dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya. Cash Ratio = 4. Rasio Perputaran Kas Menurut James O. Gill (dalam Kasmir 2008:140) rasio perputaran kas (cash turn over) berfungsi untuk mengukur tingkat kecukupan modal kerja perusahaan yang dibutuhkan untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat ketersediaan kas untuk membayar tagihan (utang) dan biaya- biaya yang berkaitan dengan penjualan. Untuk mencari modal kerja,caranya adalah mengurang aktiva lancar dengan utang lancar. Modal kerja dalam pengertian ini dapat dikatakan sebagai modal kerja bersih yang dimiliki perusahaan. Sementara itu, modal kerja kotor atau modal kerja saja merupakan jumlah dari aktiva lancar. 21
Hasil perhitungan rasio perputaran kas dapat diartikan sebagai berikut : a. Apabila rasio perputaran kas tinggi, berarti ketidakmampuan perusahaan dalam membayar tagihannya. b. Sebaliknya apabila rasio perputaran kas rendah, berarti kas yang tertanam pada aktiva yang sulit dicairkan dalam waktu singkat sehingga perusahaan harus bekerja keras dengan kas yang lebih sedikit. 5. Inventory to Net Working Capital Inventory To Networking Capital Inventory merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. Modal kerja tersebut merupakan pengurangan antara aktiva lancar dengan utang lancar. 2.1.6
Leverage
Menurut Fahmi (2012:91) leverage merupakan ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor. Rasio leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang, sedangkan dalam arti luas, Kasmir (2012:45) mengatakan bahwa rasio leverage digunakan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka panjang maupun jangka pendek apabila perusahaan dilikuidasi. Menurut Harahap (2013:106) leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal, rasio dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Rasio Leverage menggunakan utang
22
dan modal untuk mengukur besarnya rasio yang yang dimaksudkan. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Capital Adequaci Ratio (CAR) menunjukkan kecukupan modal yang ditetapkan lembaga pengatur yang berlaku khusus bagi industri-industri yang berada dibawah pengawasan pemerintah seperti Bank dan Asuransi. Rasio ini dimaksudkan untuk menilai keamanan dan kesehatan perusahaan dari sisi modal pemiliknya. Rasio Capital Formation mengukur tingkat peertumbuhan perusahaan, khususnya perusahaan Bank sehingga dapat berthan tanpa merusak CAR. Semkin besar ratio ini maka semakin kuat posisi modal. Syamsudin (2002:90) mengemukakan bahwa rasio leverage merupakan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) yang gunanya untuk memperbesar tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan, sedangkan menurut Martono dan Harjito (2008:295) mengemukakan bahwa rasio leverage adalah mengacu pada penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan dimana dalam penggunaan aset atau dana tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap atau beban tetap. Variabel pembentuk leverage terdiri dari dua, yaitu utang dan modal. Menurut Munawir (2010:108) utang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana utang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Utang dapat dibedakan ke dalam utang lancar dan utang jangka panjang.
23
1. Utang Lancar, adalah utang yang pelunasan atau pembayarannya akan dilakukan dlam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Utang lancar meliputi: a. Utang Dagang b. Utang Wesel c. Utang Pajak d. Biaya yang masih harus dibayar e. Utang jangka panjang yang akan segera jatuh tempo f. Penghasilan yang diterima di muka 2. Utang Jangka Panjang, adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh tempo) masih jangka panjang (lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca). Utang jangka panjang meliputi: a. Utang obligasi b. Utang hipotik c. Pinjaman jangka panjang dari sumber lainnya Menurut Munawir (2010:55) modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditahan. Modal suatu perusahaan dapat berupa modal saham bila untuk perseroan terbatas (PT) dan modal perseorangan untuk perusahaan pereorangan. Menurut Kasmir (2012:153) tujuan perusahaan dengan menggunakan rasio hutang (leverage) yaitu:
24
1. Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya (kreditor). 2. Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga). 3. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap dengan modal. 4. Untuk menilai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang. 5. Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap pengelolaan aktiva. 6. Untuk menilai atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang. 7. Untuk mengukur berapa dana pinjaman yang akan segera ditagih, terdapat sekian kalinya modal sendiri yang dimiliki. Menurut Brigham dan Daves (2003:101) seberapa jauh perusahaan menggunakan utang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga) implikasi penting yaitu: a. Memperoleh
dana
melalui
utang,
para
pemegang
saham
dapat
mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan. b. Kreditor akan melihat pada ekuitas atau dana yang diperoleh sendiri sebagai suatu batas kemanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi kreditor.
25
c. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar atau diungkit (leverage). Rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang (Fahmi, 2012:127). Leverage penelitian ini diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER). Joel G. Siegel dan Jae K. Shim dalam Fahmi mendefinisikam rasio ini sebagai “Ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor”. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk membandingkan sumber modal yang berasal dari hutang (hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang) dengan modal sendiri. Hal ini biasanya di gunakan untuk mengukur financial leverage dari suatu perusahaan. Menurut (Sartono 2011:121) secara matematis perhitungan Debt to Equity Ratio (DER) adalah: DER = 2.1.6.1
X 100%
Macam-macam Leverage
1. Leverage Operasi (Operating Leverage) Menurut William Patty et al., (2000:136) mengemukakan pengertin leverage operasi (operating leverage) adalah “Company defrayal reamin in the current of company earning”, artinya pembiayaan tetap perusahaan didalam arus pendapatan perusahaan leverage operasi merupakan leverage yang timbul pada saat perusahaan menggunakan aktiva yang memiliki biaya-biaya operasi tetap. Leverage operasi terjadi, karena perusahaan dalam operasinya menggunakan aktiva tetap, sehingga harus menanggung biaya tetap. Dalam analisis ini di
26
asumsikan dalam jangka pendek. Biaya operasi tetap di keluarkan agar volume penjualan dapat menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari pada seluruh biaya operasi tetap dan variabel. Leverage operasi juga mengukur perubahan pendapatan atau penjualan terhadap laba operasi yang diperoleh. Leverage operasi memperlihatkan pengaruh penjualan terhadap laba operasi atau laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and tax atau EBIT). 2. Leverage Keuangan (financial leverage) Leverage keuangan adalah penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per lembar saham (earning per share atau EPS). Beban tetap (bunga) yang dikeluarkan dari penggunaan dana, misalnya hutag obligasi harus mengeluarkan beban tetap berupa bunga, sedangkan penggunaan dana yang berasal dari saham preferen harus mengelurakan beban tetap berupa deviden saham preferen. Nilai leverage keuangan positif atau negatif dinilai berdasarkan pengaruh leverage yang dimiliki terhadap pendapatan per lembar saham (EPS). Artinya bagaimana pengaruh alternatif pendanaan yang akan dipilih terhadap pendapatan per lembar saham (EPS). Menurut William Patty et al., (2000:143) Mendefinisikan leverage keuangan adalah pembiayaan sebagian dari aset perusahaan dengan surat berharga yang mempunyai tingkat bunga yang tetap (terbatas) dengan mengharapkan peningkatan yang luar biasa pada pendanaan bagi pemegang saham.
27
3. Leverage Total (total leverage) Leverage total atau sering disebut leverage kombinasi merupakan gabungan atau kombinasi antara leverage operasi dan leverage keuangan. Artinya kita melakukan dua langkah pengaruh perubahan penjualan terhadap perubahan EPS. Dalam leverage total ini kita langsung melihat pengaruh perubahan penjualan terhadap EPS, dengan demikian ukuran kuantitatif dari sensifitas total perubahan EPS perusahaan sebagai akibat perubahan penjualan perusahaan disebut tingkat leverage total (degree of total leverage atau DTL). 4. Combined Leverage Leverage kombinasi terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa. Degree of combined leverage adalah multiplier atas perubahan laba per lembar saham (EPS) karena perubahan penjualan. Seperti halnya degree of operating leverage dan degree of financial leverage, maka Degree of combined leverage juga mengukur resiko perusahaan secara keseluruhan, baik resiko bisnis maupun resiko finansial. Konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada analisis keuangan dalam melihat trade-off antara resiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan financial termasuk keputusan untuk melakukan hedging. Leverage adalah penggunaan biaya tetap dalam usaha untuk meningkatkan (atau lever up) profitabilitas dengan investasi aktiva tetap seperti tanah, gedung, pabrik, mesin dan peralatan lainnya (Ambarwati, 2010:122).
28
2.1.7
Growth Opportunity
Peluang Pertumbuhan (Growth Opportunity) adalah peluang pertumbuhan suatu perusahaan di masa depan. Perusahan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi lebih banyak membutuhkan dana di masa depan, terutama dana eksternal untuk memenuhi kebutuhan investasinya atau untuk memenuhi kebutuhan untuk membiayai pertumbuhanya (Setiadi et al., 2011:9). Perusahan yang berpeluang untuk mencapai pertumbuhan yang tingi pasti akan mendorong perusahan untuk terus melakukan ekspansi usaha dan dana yang dibutuhkan pasti tidaklah sedikit dan kemungkinan dana internal yang dimiliki jumlahnya terbatas sehinga akan mempengaruhi keputusan struktur modal atau pendanan suatu perusahaan. Proksi yang digunakan untuk mengukur Growth Opportunity adalah perbandingan antara MVE (market value of equity) dan BVE (book value of equity). Nilai pasar atau Market Value of Equity didapat dari perhitungan unsur laba bersih perusahaan yang dapat mengalami penurunan nilai ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena pengeluaran dari berbagai macam jenis resiko seperti fluktuasi resiko mata uang asing, harga komoditas bahan baku yang mengalami kenaikan sehingga harga pokok produksi semakin besar, sehingga menurunkan tingkat laba, sedangkan dalam perhitungan Book Value of Equity diharapkan memiliki nilai lebih kecil karena mengindikasikan bahwa penggunaan hutang pada perusahaan tersebut relatif kecil dan dapat meningkatkan nilai book value of equity (Dufey et al., 2008:434). Perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi lebih memilih hutang untuk sumber pendanaan pengembangan perusahaan dibandingkan dengan perusahan
29
yang pertumbuhannya rendah (Weston dan Brigham, 1984:90). Growth Opportunity dapat menunjukan peluang suatu perusahaan. Semakin tinggi Growth Opportunity menunjukan kesempatan suatu perusahaan untuk maju juga tinggi, sehingga perusahaan dalam melihat kesempatan tumbuh diperlukan dana dengan jumlah besar dalam membiayai perkembangan dan pertumbuhan perusahaan tersebut. 2.1.8
Financial distress
Financial disstres adalah kondisi yang menggambarkan keadaaan sebuah perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan, artinya perusahaan berada dalam posisi yang tidak aman dari ancaman kebangkrutan atau kegagalan pada usaha perusahaaan tersebut. Emrinaldi (2007:88) menyatakan kondisi yang paling mudah dilihat dari perusahaan yang mengalami financial disstres adalah pelanggaran komitmen pembayaran hutang diiringi dengan penghilangan pembayaran dividen terhadap investor, namun menurut Whitaker (1999:123) financial distress terjadi saat arus kas perusahaan kurang dari jumlah porsi hutang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Intinya, fiinancial distress terjadi ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial difficult) yang dapat diakibatkan oleh bermacam-macam akibat. Salah satu penyebab kesulitan keuangan menurut Brigham dan Daves (2003:87) adalah adanya serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga
30
penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa tidak menjamin perusahaan besar dapat menghindari masalah ini, sebab financial distress berkaitan dengan keuangan perusahaan dimana setiap perusahaan pasti akan berkaitan dengan keuangan untuk menjaga kelangsungan operasinya. Altman Z-Score adalah pengukur kinerja dalam memprediksi kecenderungan, kebangkrutan dan ketidakbangkrutan perusahaan. Apabila nilai hasil perhitungan menunjukkan angka yang rendah, maka perusahaan tersebut termasuk dalam ,perusahaan yang akan lebih berhati-hati dalam mengelola keuangannnya, sehingga lebih memungkinkan untuk mencari suatu mekanisme pengalihan resiko yaitu aktivitas hedging. 2.1.8.1. Dampak Financial Distress Salah satu dampak financial distress adalah dapat membawa perusahaan mengalami
kesulitan
dalam
membayarkan
kewajiban
yang
ditanggung.
Perusahaan yang mengalami financial distress (kesulitan keuangan) akan menghadapi kondisi : a. Tidak mampu memenuhi jadwal atau kegagalan pembayaran kembali hutang yang sudah jatuh tempo kepada kreditor. b. Perusahaan dalam kondisi tidak solvable (insolvency). Sedangkan pendapat lain dikemukakan oleh Gitman (2003:221) menurutnya ada tiga hal yang paling terlihat ketika perusahaan mengalami financial distress, yaitu: 1. Business Failure (kegagalan bisnis), dapat diartikan sebagai :
31
a. Keadaan dimana realized rate of retrun dari modal yang diinvestasikan secara signifikan terus menerus lebih kecil dari rate of retrun pada investasi sejenis. b. Suatu keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi biaya perusahaan. c. Perusahaan diklasifikasikan kepada failure, perusahaan mengalami kerugian operasional selama beberapa tahun atau memiliki retrun yang lebih kecil dari pada biaya modal (cost of capital) atau negative retrun. 2. Insolvency (tidak solvable), dapat diartikan sebagai: a. Technical insolvency timbul apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya pada saat jatuh tempo. b. Accounting insolvency, perusahaan memiliki negative networth, secara akuntansi memiliki kinerja buruk (insolvent), hal ini terjadi apabila nilai buku dari kewajiban perusahaan melebihi nilai buku dari total harta perusahaan tersebut. 3. Bankruptcy, yaitu kesulitan keuangan yang mengakibatkan perusahaan memiliki negative stockholders equity atau nilai pasiva perusahaan lebih besar dari nilai wajar harta perusahaan. Dari tiga macam kategori financial distress di atas, penelitian ini menggunakan poin pertama untuk mengkategorikan perusahaan yang dianggap mengalami financial distress, yaitu ketika perusahaan mengalami kegagalan bisnis yang terlihat dari pendapatan perusahaan yang tidak dapat menutupi biaya perusahaan yang timbul. Berarti jika terjadi hal demikian, perusahaan sedang mengalami
32
kerugian, yang berimbas pada kewajiban perusahaan untuk menutupi kekurangan biaya yang terjadi dengan sumber-sumber pendanaan yang lain. 2.1.8.2 Faktor Penyebab Financial Distress
Financial distress dapat timbul karena adanya pengaruh dari dalam perusahaan sendiri (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal). Menurut Damodaran (2001) menyatakan, faktor penyebab financial distress dari dalam perusahan lebih bersifat mikro, faktor-faktor dari dalam perusahaan tersebut adalah 1. Kesulitan arus kas Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi bebab-beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan adanya kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahan untuk pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan 2. Besarnya jumlah hutang Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutang di masa depan. Ketika tagihan jatuh tempo dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan yang dilakukan kreditur adalah mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut.
33
2.2 Penelitian Terdahulu 1. Guniarti (2011) Hasil dari penelitiannya menyatakan variabel leverage, firm size, dan financial distress secara konsisten berpengaruh positif signifikan terhadap probabilitas aktivitas hedging, sedangkan growth opportunity dan liquidity berpengaruh negatif. 2. Irawan (2014) Penelitian ini menunjukkan leverage (LEV) berpengaruh negatif terhadap hedging derivatif. Variabel firm size (FS) dan market to book value (MBV) mempunyai tanda positif. Variabel liquidity Ratio (LQ1) dan Current Ratio (LQ2) mempunyai tanda negatif. Secara umum, hasilnya tidak menerima keseluruhan Ha. 3. Nuzul dan Lautania (2015) Hasil Penelitian variabel leverage, financial distress, dan growth options secara bersama-sama berpengaruh terhadap aktivitas hedging pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Leverage berpengaruh terhadap aktivitas hedging pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Financial distress tidak berpengaruh terhadap aktivitas hedging pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Growth options tidak berpengaruh terhadap aktivitas hedging pada perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
34
4. Widyagoca dan Lestari (2016) Hasil penelitian variabel debt to equity ratio (DER), opportunities, cash ratio, current ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggunaan instrumen derivatif sebagai pengambilan keputusan hedging PT. Indosat Tbk periode 2004 – 2014. 5. Utami Dewi dan Purnawati (2016) Hasil Penelitian variabel market to book value (MBV) secara signifikan berpengaruh positif terhadap keputusan hedging. Ini berarti setiap peningkatan MBV akan mengakibatkan nilai forward contract ikut meningkat. Likuiditas secara signifikan berpengaruh negatif terhadap keputusan hedging. Ini berarti setiap peningkatan likuiditas akan mengakibatkan forward contract menjadi menurun.
2.3 Pengaruh Antar Variabel 2.3.1 Pengaruh Market to book value terhadap Keputusan Hedging Market to book value mengindikasikan pandangan investor terhadap nilai perusahaan. Perusahaan yang dipandang baik, sahamnya akan dijual lebih tinggi dibandingkan nilai bukunya. Untuk meningkatkan nilai perusahaan manajemen resiko yang baik sangat diperlukan, salah satu instrumen manajemen resiko yang sering digunakan adalah hedging. 2.3.2 Pengaruh Liquidity terhadap Keputusan Hedging Rasio likuiditas sering digunakan oleh perusahaan maupun investor untuk mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.
35
Rasio likuiditas perusahaan dapat diproksikan dengan current ratio. Current ratio yang tinggi dari suatu perusahaan akan mengurangi ketidakpastian bagi investor, yang mengindikasikan adanya dana menggangur (idle cash), dengan demikian semakin tinggi likuiditas maka semakin rendah penggunaan instrumen derivatif karena resiko kesulitan keuangan yang muncul cenderung rendah dan perusahaan juga memiliki cadangan dana untuk menghadapi resiko. 2.3.3 Pengaruh Leverage terhadap Keputusan Hedging Pada perusahaan yang menggunakan utang lebih banyak (High Leverage) pada struktur modalnya memiliki kecendurangan lebih besar dalam melakukan hedging (Aretz dan Bartram, 2010:317). Perusahaan dengan leverage ratio yang lebih tinggi menandakan bahwa perusahaan sedang menghadapi resiko kesulitan keuangan (Financial distress). Dengan kata lain, perusahaan akan beresiko gagal pada saat meminjam pinjaman lebih dari kreditur. Hedging dapat memberikan kontribusi yang sangat penting dalam membantu perusahaan untuk menangani lingkungan keuangan yang kompetitif serta hedging dilakukan sebagai upaya perusahaan untuk melindungi arus kas internal perusahaan selama operasi dan perusahaan mampu mengurangi biaya dari kesulitan keuangan. 2.3.4 Pengaruh Growth Opportunity terhadap Keputusan Hedging Growth Opportunity merupakan suatu ukuran peluang perusahaan dalam mengembangkan usahanya di masa depan (Myers, 1977: 147). Perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi lebih memilih hutang untuk sumber pendanaan pengembangan
perusahaan
dibandingkan
36
dengan
perusahan
yang
pertumbuhannya rendah (Weston dan Brigham, 1984: 90). Growth Opportunity dapat menunjukan peluang suatu perusahaan. Semakin tinggi Growth Opportunity menunjukan kesempatan suatu perusahaan untuk maju juga tinggi, sehingga perusahaan dalam melihat kesempatan tumbuh diperlukan dana dengan jumlah besar dalam membiayai perkembangan dan pertumbuhan perusahaan tersebut. 2.3.5 Pengaruh Financial distress terhadap Keputusan Hedging Financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau sedang krisis (Platt dan Platt 2002:184). Dengan kata lain financial distress merupakan suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dan berada dalam posisi yang tidak aman dari ancaman kebangkrutan atau kegagalan pada usaha perusahaaan tersebut. Emrinaldi (2007:88) menyatakan kondisi yang paling mudah dilihat dari perusahaan yang mengalami financial disstres adalah pelanggaran komitmen pembayaran hutang diiringi dengan penghilangan pembayaran dividen terhadap investor. Financial distress juga terjadi akibat perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Adapun faktor ekonomi makro sebagai penyebab financial distress yaitu ketidakpastian kondisi perekonomian suatu negara merupakan salah satu penyebab terjadinya financial distress. Ketidakpastian kondisi ekonomi makro merupakan contoh dari resiko sistematis yang mempengaruhi sejumlah besar aset perusahan. Kondisi ini mempengaruhi semua saham diberbagai tingkat. Kepekaan perusahaan terhadap kondisi ekonomi makro merupakan inti dari resiko sistematis.
37
Pada tahun 1968 Altman meneliti manfaat laporan keuangan sebagai pengukur kinerja dalam memprediksi kecenderungan kebangkrutan dan ketidakbangkrutan perusahaan, yang sekarang dikenal sebagai Altman Z-Score. Salah satu pengukuran financial distress dapat diterangkan dari perhitungan ZScore yang dikemukakan oleh Edward I Altman. Pada tahun 1968 Altman meneliti manfaat laporan keuangan sebagai pengukur kinerja dalam memprediksi kecenderungan kebangkrutan dan ketidakbangkrutan perusahaan, yang sekarang dikenal sebagai Altman Z-Score. Perusahaan yang memiliki nilai Z-Score yang rendah mengindikasikan perusahaan tersebut tergolong tidak sehat, atau kecenderungan kebangkrutannya tinggi, hal tersebut membuat perusahaan tersebut akan lebih berhati-hati dalam mengelola keuangannnya, sehingga lebih memungkinkan untuk mencari suatu mekanisme pengalihan resiko salah satunya yaitu aktivitas hedging.
38
2.4 Rerangka Pemikiran Kerangka pemikiran teoretis dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Independent
Variabel Dependent
Market to Book Value (MBV) H1
Leverage (LEV)
H2
H3
Keputusan Hedging (HEDG)
Liquidity (LQ) H4 Growth Opportunity (GW) H5
Financial Distress (FD)
Sumber : Diolah Gambar 1 Rerangka Pemikiran Pengaruh Market to book value (MBV), Liquidity (LQ), Leverage (LEV), Growth Opportunity (GW) dan Financial distress (FD) terhadap Keputusan Hedging pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
39
2.5 Perumusan Hipotesis Hipotesis ialah suatu proporsi, kondisi atau prinsip yang untuk sementara waktu dianggap benar dan barang kali tanpa keyakinan, agar bisa ditarik suatu konsekuensi yang logis dan dengan cara ini kemudian diadakan pengujian (testing) tentang kebenarannya dengan mempergunakan data empiris (empirical data) hasil penelitian (Supranto, 2003:49) 2.5.1 Hipotesis Market to book value terhadap Keputusan Hedging H1 : Market to book value (MBV) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Keputusan Hedging pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2.5.2 Hipotesis Liquidity terhadap Keputusan Hedging H2 : Liquidity (LQ) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Keputusan Hedging pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2.5.3 Hipotesis Leverage terhadap Keputusan Hecdging H3 : Leverage (LEV) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Keputusan Hedging pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2.5.4 Hipotesis Growth Opportunity terhadap Keputusan Hedging H4 : Growth Opportunity (GW) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Keputusan Hedging pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2.5.5 Hipotesis Financial distress terhadap Keputusan Hedging H5 : Financial distress (FD) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Keputusan Hedging pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
40