BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Sinyal Teori sinyal digunakan untuk menjelaskan bahwa laporan keuangan pada dasarnya digunakan oleh perusahaan untuk memberikan sinyal positif atau negatif terhadap pengguna (Sulistyanto 2008:65). Dalam penelitian ini, teori sinyal digunakan untuk memberikan informasi dari perusahaan kepada pihak-pihak eksternal, seperti investor, untuk pengambilan keputusan investasi. Motivasi perusahaan untuk memberikan informasi adalah untuk mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang dibandingkan pihak luar seperti investor dan kreditor. Kurangnnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al., 2000 dalam Thamrin dan Harahap, 2013).
13
14
2.1.2 Internet Financial Reporting (IFR) Beberapa tahun terakhir perkembangan teknologi semakin pesat, salah satunya internet. Banyak manfaat dan kemudahan yang diberikan internet kepada pengguna membuat internet sangat mudah diterima oleh masyarakat. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses internet dimana saja dan kapan saja tanpa adanya batasan secara geografis. Dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat tersebut, internet mulai digunakan oleh sektor bisnis sebagai media komunikasi penting untuk memberikan informasi. Perkembangan teknologi tersebut telah mempengaruhi bentuk tradisional penyajian informasi keuangan (Maryati, 2014). Penggunaan internet untuk penyajian informasi keuangan maupun non keuangan perusahaan lazim disebut dengan Internet Financial Reporting (IFR). IFR adalah pencantuman informasi keuangan perusahaan melalui internet atau website (Lai et al., 2009). Ashbaugh et al. (1999) dalam Maryati, (2014) menyatakan bahwa IFR dipandang sebagai alat komunikasi yang efektif kepada pelanggan, investor, dan pemegang saham. Infomasi yang diungkapkan dalam IFR seharusnya mencerminkan kondisi perusahaan secara lengkap, menyeluruh dalam kondisi yang sebenar-benarnya terjadi agar informasi tersebut dapat bermanfaat bagi investor. Internet Financial Reporting (IFR) sebagai salah satu media yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengungkapkan informasi, diharapkan akan mampu untuk mengkomunikasikan informasi yang ada secara lebih cepat. Informasi keuangan maupun non-keuangan yang diungkapkan oleh IFR merupakan sebuah sinyal yang diberikan oleh perusahaan kepada investor.
15
Semakin cepat informasi tersebut terdistribusi maka investor juga akan semakin cepat bereaksi terhadap informasi tersebut, apakah ia akan menjual, membeli, atau menahan saham yang ia miliki (Maryati, 2014). Penggunaan internet untuk penyajian informasi keuangan dan non-keuangan perusahaan sering disebut sebagai Internet Financial Reporting (IFR). Internet Financial Reporting dalam penelitian ini adalah sebagai variabel independen. Ashbaugh et al., (1999) dalam Lai et al., (2009) menyatakan bahwa IFR dipandang sebagai cara yang efektif untuk berkomunikasi dengan pelanggan, investor dan pemegang saham. Informasi yang diungkapkan dalam IFR harus mencerminkan kondisi lengkap, menyeluruh dan benar, sehingga informasi itu sendiri dapat berguna bagi para investor. Menurut Almilia dan Budisetyo (2008), pengukuran IFR didasarkan pada indeks IFR yang dikembangkan berdasarkan tiga kriteria yang terdiri dari konten, ketepatan waktu, dan penggunaan teknologi. Fitriana (2009) mengungkapkan bahwa Internet Financial Reporting dinilai memberikan berbagai keuntungan: 1. Menawarkan solusi biaya rendah (bagi kedua belah pihak). Bagi investor, memberikan kemudahan dalam mengakses informasi perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan, dapat mengurangi biaya untuk mencetak serta mengirim informasi perusahaan kepada investor menawarkan ketepatan waktu dalam penyebaran serta akses informasi sehingga informasi lebih relevan karena tepat waktu. 2. Sebagai media komunikasi massa untuk laporan perusahaan. Informasi dapat diakses oleh pengguna yang lebih luas daripada media komunikasi yang lama.
16
Tidak ada batasan wilayah sehingga dapat mengembangkan jumlah investor potensial. 3. Menawarkan informasi keuangan dalam berbagi format yang memudahkan dan bisa didownload (Hanifa dan Rashid, 2005 dalam Fitriana, 2009). Adobe Acrobat Format dalam Portable Document Format (PDF) biasanya merupakan format yang paling umum digunakan (Pervan, 2006). Selain itu format yang digunakan adalah HTML (Hypertext Markup Language), Excel, XBRL. 4. Memungkinkan pemakai berinteraksi dengan perusahaan untuk bertanya atau memesan informasi tertentu dengan cara yang jauh lebih mudah dan murah dibanding mengirim surat atau telepon ke perusahaan. Kemudian menurut Ashbaugh et al. (1999), elemen penting IFR adalah derajat atau kuantitas pengungkapan. Semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi dalam kuantitas atau transparansi, maka semakin besar dampak dari pengungkapan pada keputusan investor. Menurut Luciana dan Sasongko (2009), pengukuran IFR didasarkan pada IFR index yang dikembangkan berdasarkan 4 kriteria yang terdiri atas content, ketepatan waktu, penggunaan teknologi, dan dukungan pengguna. IFR index diukur menggunakan skala dummy yang dibuat dalam bentuk checklist. Skor 1 diberikan untuk jawaban ya, skor 0 diberikan untuk jawaban tidak. Rincian dari masing-masing kriteria akan dijabarkan sebagai berikut : 1. Content memiliki kriteria penilaian sebesar 40 persen. Komponen dari content terdiri atas data historis laporan keuangan, informasi keuangan lainnya, bahasa, dan informasi keuangan. Informasi keuangan
17
mencakup laporan posisi keuangan, laporan kinerja keuangan, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, catatan atas laporan keuangan, pengungkapan laporan triwulanan, financial highlight, laporan pimpinan, laporan auditor, informasi pemegang saham, informasi perusahaan, dan juga tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Ketepatan waktu memiliki kriteria penilaian sebesar 20 persen. Komponen ketepatan waktu terdiri atas siaran pers, hasil triwulan terbaru yang belum diaudit, harga saham, dan pernyataan visi perusahaan. 3. Penggunaan teknologi memiliki kriteria penilaian sebesar 20 persen. Penggunaan teknologi terdiri atas download plug-in, online feedback, slide presentasi, teknologi multimedia, alat analisis, fitur canggih (XBRL). 4. Dukungan pengguna memiliki kriteria penilaian sebesar 20 persen. Komponen dukungan pengguna terdiri atas help dan FAQ, link ke halaman utama, link ke atas, situs peta, situs pencari, konsistensi desain halaman. Laporan keuangan menggambarkan posisi keuangan suatu perusahaan dan kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu. Unsur-unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban dan ekuitas. Sedangkan unsur yang berkaitan dengan kinerja perusahaan adalah penghasilan dan beban yang termuat dalam laporan laba rugi. Laporan keuangan bertujuan untuk menilai suatu perusahaan dalam rangka pengambilan keputusan investor, kreditor dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (Nurhayati 2012).
18
Jenis pengungkapan laporan keuangan, terdiri dari: 1.
Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) Perusahaan berhak untuk memberikan informasi tambahan yang bersifat
sukarela untuk mempermudah para pemakai laporan keuangan dalam mengambil keputusan. Luas pengungkapan sukarela tergantung pada kebijakan perusahaan. Kebijakan perusahaan yang satu akan berbeda dengan kebijakan perusahaan lain. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan mengenai luas pengungkapan sukarela. Pengungkapan sukarela diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan item-item dalam mondatory disclosure. Pengungkapan sukarela mengenai kegiatan perusahaan mengurangi asimetri informasi antara investor dan manajemen tentang kondisi keuangan perusahaan dan hasil operasi dalam lingkungan perusahaan. Dasar pertimbangan perusahaan melakukan pengungkapan sukarela salah satunya adalah memberikan sarana pengambilan keputusan yang lebih informatif bagi pemakai laporan keuangan. Informasi yang lebih lengkap akan menjadi lebih relevan untuk pengambilan keputusan. Praktek pengungkapan informasi keuangan dalam website perusahaan (Internet
Financial
Reporting)
merupakan
salah
satu
contoh
bentuk
pengungkapan informasi sukarela. 2.
Pengungkapan Wajib (Mondatory Disclosure) Menurut keputusan Ketua Bapepam No. Kep-38/PM/1996 tanggal 17 Januari
1996, perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik berkewajiban untuk menyampaikan laporan tahunan yang memuat ikhtisar Data
19
Keuangan Penting, Analisis dan Pembahasan Umum oleh Manajemen, Laporan Keuangan yang telah diaudit dan Laporan Manajemen. Laporan keuangan yang disampingkan harus disusun sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan peraturan Bapepam dalam bidang akuntansi serta harus diaudit oleh Akuntan yang terdaftar di Bapepam.
2.1.3 Pengungkapan (disclosure theory) Weygandt et al. (1999) dalam Juniarti dan Yunita, (2003) mengatakan bahwa menentukan seberapa cukup disclosure itu dapat dilakukan sangatlah sulit. Akuntan dapat mengungkapkan semua kejadian financial dan kemungkinan yang ada. Tetapi, informasi akuntansi harus tetap dipadatkan dan disatukan untuk membuatnya mudah dimengerti. Penyediaan informasi tambahan memerlukan biaya yang tidak sedikit, dan biasanya keuntungan dari adanya informasi itu sendiri lebih rendah dari biaya yang dibutuhkan. Banyak perusahaan tidak setuju dengan standar akuntansi yang overload, yang terlalu menekan mereka untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan di mana “garis batas” itu harus dibuat tidaklah mudah. Definisi tingkat disclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan. Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan. Informasi penjelasan mengenai kesehatan keuangan dapat juga diberikan dalam laporan pemeriksaan. Semua
20
materi harus diungkapkan termasuk infomasi kuantitatif dan kualitatif yang akan sangat membantu pengguna laporan keuangan (Siegel dan Shim, 1994 dalam Juniarti dan Yunita, 2003). Pengungkapan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai penyampaian informasi (the releas of information). Pengungkapan laporan keuangan merupakan suatu media pertanggungjawaban perusahaan kepada investor yang berguna untuk memudahkan pengambilan keputusan alokasi sumber daya ke usaha-usaha yang paling
produktif.
Hendrikson
dan
Brenda
(2002)
menyatakan
bahwa
pengungkapan dalam pelaporan keuangan dapat didefinisikan sebagai penyajian informasi yang diperlukan untuk mencapai operasi yang optimum di pasar modal yang efisien. Hal ini menyiratkan bahwa harus disajikan informasi yang cukup agar memungkinkan diprediksinya kecenderungan (trend) dividen masa depan serta variabilitas dan kovariabilitas imbalan masa depan dalam pasar tersebut. Adapun tujuan pengungkapan yaitu sebagai berikut : 1. Menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang relevan bagi item-item tersebut, selain ukuran dalam laporan keuangan. 2. Menjelaskan item-item yang belum diakui dan untuk menyediakan ukuran yang bermanfaat bagi item-item tersebut. 3. Untuk menyediakan informasi untuk membantu investor dan kreditur dalam menentukan risiko dan item-item yang potensial untuk diakui dan yang belum diakui. 4. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk membandingkan antar perusahaan dan antar tahun.
21
5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar di masa mendatang. 6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.
Luas Pengungkapan Keluasan
pengungkapan
adalah
salah
satu
bentuk
kualitas-kualitas
pengungkapan. Menurut Thamrin dan Harahap (2013), kualitas tampak sebagai atribut-atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi. Meskipun kualitas akuntansi memiliki makna ganda (ambiguous), banyak penelitian yang menggunakan index of disclosure methodology mengemukakan bahwa kualitas pengungkapan dapat diukur dan digunakan untuk menilai manfaat potensial dari isi suatu laporan tahunan. Dengan kata lain, Thamrin dan Harahap menyatakan bahwa tingginya kualitas informasi akuntansi sangat berkaitan dengan tingkat kelengkapan pengungkapan. Sesuai dengan salah satu undang-undang pasar modal yaitu dalam meningkatkan transparasi dan menjamin perlindungan terhadap masyarakat pemodal, disebutkan bahwa setiap perusahaan menawarkan efeknya melalui pasar modal wajib mengungkapkan seluruh informasi mengenai keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan.
2.1.4 Cost Of Equity Capital (COE) Menurut Ifone (2012), cost of equity capital adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sumber pendanaan (source financing). Santoso (2006) dalam
22
Vidiyanto (2009) mendefinisikan cost of equity capital sebagai biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal, baik yang berasal dari utang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan. Sedangkan Gitman (2003) dalam Vidiyanto (2009) mendefinisikan cost of equity capital sebagai rate of return yang harus diperoleh perusahaan pada proyek yang diinvestasikannya untuk menjaga nilai pasar dan menarik dana. Asumsi dasar yang digunakan dalam estimasi cost of equity capital adalah risiko bisnis dan risiko keuangan adalah tetap (relatif stabil). Cost of equity capital dihitung atas dasar sumber dana jangka panjang yang tersedia bagi perusahaan. Ada empat sumber dana jangka panjang yaitu: (a) hutang jangka panjang, (b) saham preferen, (c) saham biasa, (d) laba ditahan. Cost of equity capital merupakan tingkat pengembalian yang diinginkan oleh penyedia dana, baik investor maupun kreditur. Cost of equity capital berkaitan dengan risiko investasi atas saham perusahaan. Ifone (2012) dijelaskan bahwa cost of equity capital adalah besarnya rate yang digunakan investor untuk mendiskontokan dividen yang diharapkan diterima dimasa yang akan datang. Cost of equity capital merupakan rate of return yang diperlukan pada berbagai tipe pembiayaan, cost of equity capital secara keseluruhan adalah rata-rata tertimbang dari rate of return (cost) individual yang dipersyaratkan (Ifone, 2012). Rate of return yang dipersyaratkan untuk suatu ekuitas adalah rate of return minimum yang diperlukan untuk menarik investor agar membeli atau menahan suatu sekuritas. Rate of return merupakan suatu biaya oportunitas investor dalam melakukan investasi, yaitu apabila investasi telah dilakukan, maka investor harus
23
meninggalkan return yang ditawarkan investor lain. Return yang hilang tersebut kemudian menjadi biaya oportunitas karena melakukan investasi dan kemudian biaya oportunitas inilah yang menjadi rate of return yang dipersyaratkan investor (Ifone, 2012). Rate of return yang dipersyaratkan sebenarnya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari pihak investor, tinggi
rendahnya tingkat keuntungan
yang
dipersyaratkan merupakan pencerminan atau pengaruh dari tingkat risiko, aktiva yang dimiliki, struktur modal dan faktor lain seperti manajemen. Sedangkan dari pihak manajemen perusahaan, tingkat keuntungan yang diminta merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal dari saham biasa. Dengan demikian, secara umum risiko perusahaan yang tinggi akan mengakibatkan tingkat keuntungan yang dipersyaratkan investor juga tinggi dan ini berarti cost of equity capital juga tinggi (Vidiyanto, 2009). Bagi investor, jika risiko dari suatu investasi tinggi, maka tingkat pengembalian minimum yang diinginkan akan tinggi pula. Hal ini berarti, dengan risiko yang tinggi, perusahaan harus memberikan tingkat pengembalian yang besar pula agar menarik investor. Dengan semakin luasnya pengungkapan informasi keuangan perusahaan dan transparansi yang dilakukan melalui website maka ketidakpastian semakin berkurang dari persepsi para investor. Risiko yang berkurang mengakibatkan tingkat pengembalian yang diminta investor pun berkurang, yang pada akhirnya cost of equity capital pun akan ikut turun (Thamrin dan Harahap, 2013). Cost of debt adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dana yang berasal dari hutang. Sedangkan yang berasal dari saham
24
preferen disebut cost of preferred stock. Cost of capital adalah pendanaan perusahaan dari seluruh sumber yang meliputi hutang, saham preferen dan saham biasa. Biaya rill yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh dana yang berasal dari saham biasa disebut cost of equity capital. Untuk selanjutnya, penelitian ini akan membahas sumber pendanaan yang berasal daari saham biasa. Menurut Brigham dan Houston (2001), cost of equity capital (COE) dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan yang berbeda. Pendekatanpendekatan tersebut diantaranya adalah : 1. Pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model) Langkah pertama dalam perhitungan CAPM adalah dengan menentukan beta perusahaan,kemudian mengalikan beta ini dengan return market yang telah dikurangi dengan risk free rate untuk mendaptkan risk premium dan kemudian menambahkan risk premium pada risk-free rate. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ks RRF RM RRF i Keterangan :
K s = Biaya modal ekuitas
RRF = Risk-Free Rate RM = Expected rate of return on the market i = Beta Perusahaan 2. Pendekatan Bond-Yield-plus-Risk-Premium Para analis keuangan yang tidak yakin pada CAPM sering menggunakan prosedur subjektif untuk menentukan COE perusahaan dengan menambahkan
25
penilaian premi risiko sekitar 3 hingga 5% pada tingkat bunga hutang jangka panjang perusahaan. Pendekatan ini dapat dirumuskan secara sistematis sebagai berikut :
K s = Bond yield + Risk premium 3. Pendekatan Dividen-Yield-plus-Growth-Rate Pendekatan ini juga sering disebut Discounted Cash Flow (DCF), yaitu dengan menambahkan tingkat pertumbuhan yang diharapkan pada tingkat dividen yield yang diharapkan. Secara matematis, pendekatan ini dapat dirumuskan :
Ks =
D1 Growth P0
Keterangan :
K s = Cost of Equity Capital D1 = Dividen
P0 = Stock Price Growth = Tingkat Pertumbuhan Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Thamrin dan Harahap (2013) dan Aisyah dan Kusumaningtias (2012). Dalam penelitiannya, mereka menghitung COE dengan
menggunakan rumus yang
diperoleh dari Price-Earning Growth Ratio (PEG) yang menunjukkan fungsi dari earning dan pertumbuhan earning perusahaan. Rumus ini digunakan karena dianggap lebih representatif untuk menguji keterkaitan antara level of disclosure dengan Cost of Equity Capital (COE) serta dikarenakan kepraktisan dibandingkan
26
proksi COE yang lainnya seperti CAPM dimana perhitungan CAPM sangat bergantung pada data pasar di jangka panjang, dimana data tersebut tidak tersedia untuk semua perusahaan dalam sampel penelitian ini (Thamrin dan Harahap, 2013). Rumus yang digunakan untuk menghitung COE dalam penelitian ini adalah :
COE
epst 1 .growtht 2 Pt
Keterangan :
growtht 2
epst 2 epst 1 epst 1
COE
= Cost of equity capital
eps t 1
= Earning per share yang diprediksikan untuk tahun t+1
Pt
= Stock price untuk tahun t
growtht 2 = Growth rate untuk earning per share diantara periode t+1 dan t
2.1.5 Penelitian Terdahulu Botosan (1997), meneliti hubungan antara tingkat pengungkapan sukarela dengan cost of equity capital, dengan meregresikan cost of equity capital (yang dihitung berdasarkan market beta), ukuran perusahaan dan tingkat pengungkapan yang diukur dengan skor yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar tingkat pengungkapan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan, semakin rendah cost of equity capital-nya. Dalam pengujian hipotesisnya yang kedua, Botosan membagi sampel perusahaan
27
menjadi dua kelompok yaitu, perusahaan yang menarik banyak analis keuangan dan perusahaan yang menarik sedikit analis keuangan. Dengan pembagian sampel penelitian tersebut, Botosan berusaha meneliti signifikansi hubungan Level of disclosure dan cost of equity capital pada kedua subsampel tersebut. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kurang signifikan pada perusahaan yang banyak menarik analis keuangan. Aisyah dan Kusumaningtias (2012), meneliti pengaruh level of disclosure terhadap cost of equity capital dengan variabel kontrol debt to equity ratio,size, beta dan market to book value
pada indeks kompas 100, hasil penelitian
menyimpulkan bahwa terdapat perpengaruh positif signifikan level of disclosure terhadap cost of equity capital. Jika pengungkapan (disclosure) dilakukan secara full disclosure (pengungkapan penuh) maka tidak selamanya akan berdampak negatif terhadap investor, sebab pada kenyataannya jika dipikirkan secara rasional saat perusahaan melakukan pengungkapan penuh (full disclosure) akan dapat menarik minat investor karena informasi yang disajikan juga lengkap dan perusahaan mempunyai operasional serta kinerja yang baik hal tersebut akan mempengaruhi pengembalian yang akan diterima oleh investor sehingga pemegang saham akan tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan. Hal ini juga dapat mempengaruhi cost of equity capital, sebab dengan tingkat pengembalian yang tinggi akan menaikkan biaya ekuitas yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan untuk investor. Juniarti dan Yunita (2003) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh tingkat disclosure terhadap biaya ekuitas dan signifikansi pengaruh tersebut pada
28
perusahaan yang sahamnya tergolong sebagai saham bluechip dan non bluechip. Juniarti dan Yunita (2003) menggunakan teori sinyal dalam penelitiannya, yaitu bahwa laporan keuangan merupakan suatu signal untuk mengkomunikasikan informasi penting yang dimiliki manajemen perusahaan. Laporan keuangan yang tidak memberikan pengungkapan yang memadai akan dipandang oleh sebagian investor sebagai laporan keuangan yang berisiko. Apabila investor menilai suatu perusahan berisiko tinggi berdasarkan laporan keuangan yang dihasilkannya, maka return yang diharapkan investor juga tinggi yang pada akhirnya menyebabkan tingginya biaya ekuitas yang harus dikeluarkan perusahaan. Thamrin dan Harahap (2013) meneliti tentang dampak praktek Internet Financial Reporting (IFR) terhadap Cost of Equity Capital (COE) perusahaan terbuka di Indonesia dan menemukan bahwa ketika praktek IFR dinilai secara keseluruhan meliputi komponen konten, ketepatan waktu dan presentasi, tidak terlihat pengaruh IFR yang signifikan terhadap COE. Namun ketika masingmasing komponen diuji secara terpisah, terlihat bahwa konten dan ketepatan waktu berpengaruh signifikan negatif terhadap COE. Almilia (2008) mencoba meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan sukarela Internet Financial and Sustaiability Reporting (IFSR) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, return on asset, dan pemegang saham mayoritas merupakan faktor penentu terhadap indeks IFSR di Indonesia. Kemudian dalam penelitian Almilia (2009) yang selanjutnya mencoba mengekplorasi penggunaan website pada perusahaan go public di Indonesia, dan menunjukkan bahwa banyak perusahaan belum memanfaatkan secara optimal
29
pengungkapan informasi perusahaan melalui website, baik untuk informasi keuangan dan keberlanjutan perusahaan. Nurhayati (2012) menggunakan 48 perusahaan yang terdaftar di BUMN pada tahun 2010 untuk mengevaluasi laporan keuangan berbasis internet pada website perusahaan BUMN pada sektor berbasis jasa dan sektor berbasis perkebunan dan menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara Internet Financial Reporting Index (IFRI) dengan popularitas website. Dan tidak ada perbedaan IFRI antara sektor berbasis ada dan sektor bebasis perkebunan. Berdasarkan penelitian Thamrin dan Harahap (2013) dan Nurhayati (2012) yang mengungkapkan bahwa di Indonesia, penelitian mengenai IFR masih relatif sedikit dan masih berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi praktek IFR yang hasilnya ukuran perusahaan sebagai faktor yang sering muncul mempengaruhi penerapan IFR dan kemudian leverage, profitabilitas, dan sektor industri muncul sebagai faktor lain yang turut mempengaruhi penerapan IFR. Begitu banyaknya penelitian yang dilakukan guna mengetahui faktor yang mempengaruhi praktek IFR dan berdasarkan hasil dari penelitian Juniarti, Yunita (2003) dan Aisyah, Kusumaningtias (2012) yang menunjukkan hasil signifikan positif dari hubungan antara IFR dan COE, namun dalam penelitian Thamrin dan Harahap (2013) menunjukkan hasil yang tidak signifikan dari hubungan antara IFR dan COE. Dengan demikian peneliti terdorong untuk melakukan penelitian ulang dengan melihat bagaimana dampak dari pengungkapan IFR terhadap COE.
30
2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu dan landasan teori serta permasalahan telah dikemukan, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, berikut ini digambarkan model (bagan) rerangka konseptual pengaruh antar variabel penelitian dan landasan teori serta hasil penelitian terdahulu. Rerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan seperti yang tersaji pada gambar 1 berikut ini:
Internet Financial Reporting (IFR) Index Content (IC) Index Timeliness (IT) Index Presentation (IP)
Cost of Equity Capital (COE)
Gambar 1 Rerangka Pemikiran 2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Internet Financial Reporting(IFR) terhadap Cost Of Equity Capital(COE) Penelitian yang dilakukan oleh Aisyah dan Kusumaningtyas (2012) berpendapat bahwa pengungkapan sukarela mereduksi asimetri informasi pada investor. Hasilnya menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengungkapan IFR yang lebih tinggi lebih dipercaya oleh investor dibandingkan dengan perusahaan yang sedikit melakukan pengungkapan. Sebab melalui pengungkapan IFR ini, investor beranggapan bahwa informasi yang disajikan dapat menjamin
31
bahwa transaksi yang akan mereka lakukan dengan perusahaan terjadi pada harga yang wajar (fair value), sehingga likuiditas pada saham perusahaan meningkat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Juniarti dan Yunita (2003) yang hasilnya terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pengungkapan IFR dengan COE, dan hasil penelitian Thamrin dan Harahap (2013) yang mengatakan bahwa ketika diuji secara keseluruhan meliputi komponen konten, ketepatan waktu dan presentasi tidak terlihat pengaruh IFR yang signifikan terhadap COE. Maka dengan adanya hasil dari berbagai penelitian tersebut diharapkan praktik pengungkapan IFR yang dilakukan oleh perusahaan melalui website akan mempengaruhi cost of equity capital perusahaan seiring dengan semakin transparan dan mudahnya akses yang dimiliki oleh para pelaku pasar, sehingga hipotesis yang bisa diuji adalah: H1: Internet Financial Reporting (IFR) berpengaruh negatif terhadap Cost of Equity Capital(COE). 2.3.2 Pengaruh Internet Financial Reporting (IFR) dari Index Content terhadap Cost of Equity Capital (COE) Semakin banyak informasi yang diungkap dalam website perusahaan akan mengurangi asimetri informasi yang ada antara manajemen dan pihak di luar perusahaan. Peningkatan transparansi informasi melalui website perusahaan akan membuat estimasi risiko yang dihadapi investor menjadi rendah dan akhirnya mengakibatkan COE perusahaan menjadi turun. Dalam hal ini penulis menggunakan checklist yang diadopsi dari penelitian Thamrin dan Harahap (2013) berdasarkan penelitian sebelumnya (Ashbaugh et al., 1999; Pirchegger dan
32
Wagenhofer, 1999; Cheng et al., 2000, Xiao et al., 2005; Khodaroo, 2005; Spanos, 2006; Abdelsalamet al., 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thamrin dan Harahap (2013) yang menemukan adanya hubungan negatif antara Internet Financial Reporting (IFR) dari index content dengan Cost of Equity Capital (COE), maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2:
IFR dalam index content berpengaruh negatif terhadap Cost of Equity Capital (COE).
2.3.3 Pengaruh Internet Financial Reporting (IFR) dari Index Timeliness terhadap Cost of Equity Capital (COE) Semakin cepat informasi diberikan kepada para stakeholder, semakin cepat investor akan bereaksi terhadap informasi baru yang masuk sehingga menyebabkan saham segera melakukan penyesuaian. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Beaver (1968), ball dan Brawn (1968), serta Fama et al. (1969) dalam Thamrin dan Harahap, (2013) bahwa saham akan begerak ketika informasi yang berguna memasuki pasar. Dengan adanya penyesuaian yang cepat tersebut, maka dapat meningkatkan kepercaaan investor karena transaksi yang dilakukan terjadi pada harga yang wajar. Kepercayaan investor yang meningkat ini mengakibatkan estimasi risiko yang dihadapi investor semakin berkurang yang pada akhirnya akan menyebabkan COE perusahaan juga akan turun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thamrin dan Harahap (2013) menemukan adanya hubungan negatif antara Internet Financial Reporting (IFR) dari index timeliness
33
dengan Cost of Equity Capital (COE), maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3:
IFR dalam index timeliness berpengaruh negatif terhadap Cost of Equity Capital (COE).
2.3.4 Pengaruh Internet Financial Reporting (IFR) dari Index Presentation terhadap Cost of Equity Capital (COE) Cara perusahaan menyajikan informasi dalam website mempengaruhi investor dalam memperoleh informasi tersebut. Semakin baik format atau cara penyajian informasi, semakin mudah investor memperoleh dan selanjutnya menganalisis informasi yang ada, sehingga keputusan yang diambilpun menjadi lebih baik. Kemudian mengakses informasi akan memudahkan investor dalam mengestimasi risiko yang ada dan pada akhirnya akan menyebabkan turunnya COE perusahaan. Oleh sebab itu diduga adanya pengaruh yang negatif antara tingkat pengungkapan infomasi dalam website dari index presentation dengan COE. Penelitian yang dilakukan oleh Thamrin dan Harahap (2013) menemukan adanya hubungan positif antara Internet Financial Reporting (IFR) dari index presentation dengan Cost Of Equity Capital (COE). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4:
IFR dalam index presentation berpengaruh negatif terhadap Cost Of Equity Capital (COE).