BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Jensen dan Meckling, 1976 (dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007) hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) yang melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama mereka. Prinsipal akan mendelegasikan beberapa wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Brigham dan Houston (2006) mendefinisikan teori keagenan sebagai hubungan yang terjadi ketika satu atau lebih individu, yaitu prinsipal yang menyewa individu atau organisasi lain yang disebut agen, untuk melakukan sejumlah jasa atau mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Para manajer diberi kekuasaaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi
konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan
(agency
theory). Rahmawati et al., (2006) menambahkan bahwa jika agent dan principle adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agent tidak selalu bertindak untuk kepentingan principle.
7
8
Menurut Shleifer dan Vishny, 1997 (dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007) corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer. 2.1.2 Teori Sinyal (Signalling Theory) Menurut Brigham dan Houston (2006) teori sinyal sebagai suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang dapat memberikan petunjuk kepada para investor mengenai bagaimana cara pandang manajemen terhadap prospek perusahaan. Manajemen secara umum mempunyai informasi yang lebih lengkap dan akurat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Teori sinyal merupakan suatu penjelasan terkait informasi pada pihak luar seperti kreditor dan debitur. Sinyal ini berupa informasi tentang segala aktivitas yang telah dilaksanakan oleh manajemen perusahaan dalam merealisasikan tuntutan owner. Sinyal dapat berupa informasi keuangan, promosi ataupun informasi
lainnya
yang
menyatakan
kelebihan
perusahaan
dalam
segi
9
profitabilitas maupun dari segi lainnya dibandingkan perusahaan yang lain (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Teori sinyal ini didasarkan pada asumsi bahwa manajemen mempunyai informasi yang akurat tentang nilai-nilai perusahaan yang tidak diketahui oleh investor luar. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut sehingga terdapat informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, perilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar (Mamduh, 2004:314). Pada dasarnya signalling theory menitikberatkan pada setiap informasi yang dapat memberikan petunjuk bagi investor untuk mengetahui prospek perusahaan di masa mendatang, sehingga informasi tersebut akan mempengaruhi penilaian investor terhadap harga saham perusahaan tersebut. Jika kandungan informasi yang disampaikan manajemen berupa berita baik maka umumnya pasar akan bereaksi positif, sebaliknya jika yang disampaikan manajemen berupa berita buruk maka umumnya pasar akan bereaksi negatif terhadap informasi tersebut (Yuono, 2016).
10
2.1.3 Good Corporate Governance Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001), mengutip definisi Cadburv Committee mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, sehingga menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Dengan kata lain good corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Definisi Good Corporate Governance menurut The Organization for Corporation and Development (OECD) (dalam Purwantini, 2008) adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan perusahaan. Good Corporate Governance mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer dan semua anggota, stakeholder non pemegang saham. Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu konsep yang diajukan untuk mengatasi masalah keagenan. GCG berfungsi untuk menumbuhkan kepercayaan investor terhadap perusahaan (Emirzon, 2007). Good Corporate Governance menciptakan mekanisme dan alat kontrol untuk memungkinkan terciptanya sistem pembagian keuntungan dan kekayaan yang seimbang bagi stakeholder dan meningkatkan efisiensi bagi perusahaan (Nuswandari, 2009).
11
Dapat disimpulkan GCG adalah sistem yang mengatur hubungan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengatur bagaimana seharusnya cara menjalankan perusahaan. Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Penerapan GCG dalam jangka panjang akan menciptakan nilai tambah bagi perusahaan untuk semua pihak yang berkepentingan, baik pihak internal maupun pihak eksternal. Penerapan GCG dapat menumbuhkan kepercayaan shareholder dan stakeholder. Jika kepercayaannya baik, maka nilai perusahaan akan meningkat dan membantu investor membuat keputusan dalam investasinya. Selain dari pihak luar, GCG juga mempengaruhi perusahaan dalam memperoleh tambahan modal dari bank maupun dari pasar modal. Mudahnya dalam mendapatkan tambahan modal tersebut karena perusahaan telah dipercaya dan mempunyai reputasi positif. GCG juga dapat memastikan bahwa setiap proses bisnis berjalan sesuai prosedur yang berlaku, dengan itu perusahaan akan dapat terhindar dari risiko hukum. 2.1.4 Manfaat Good Corporate Governance Menurut Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001:31) ada beberapa manfaat yang diperoleh, antara lain : a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder. b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
12
c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. d. Pemegang saham akan puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder value dan dividen. 2.1.5 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Prinsip-prinsip Good Corporate Governance bagi perusahaan menurut menurut Forum of Corporate Governance in Indonesia
(FCGI, 2001:31)
meliputi: 1. Keterbukaan (Transparancy) yaitu hak-hak para pemgang saham yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahanperubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan. 2. Akuntabilitas
(Accountability)
yaitu
berkewajiban untuk membina sistem
prinsip
dimana
para
pengelola
akuntansi yang efektif untuk
menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya dan perusahaan harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. 3. Responsibilitas (Responsibility) yaitu peranan pemegang saham harus diakui sebagai mana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepentingan dalam menciptakan kesejahteraan. 4. Kemandirian (Independency) yaitu perusahaan harus dikelola secara independen dan para pengelola dalam mengambil keputusan bersifat
13
professional, mandiri, dari konflik kepentingan dan bebas dari tekanan sehingga masing-masing bagian dari perusahaan tidak diintervensi dari pihak lain. 5. Kewajaran dan kesetaraan (Fairness) yaitu prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya. 2.1.6 Mekanisme Good Corporate Governance Menurut Arifin (2005), mekanisme corporate governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol, pengawasan terhadap keputusan tersebut. Mekanisme corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya sistem corporate governance dalam sebuah organisasi. Menurut Iskandar dan Chamlao, 2000 (dalam Agassi, 2016) mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal mechanism dan external mechanism. Internal mechanism adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham, komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan external mechanism adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.
14
Dalam penelitian ini mekanisme internal good corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan komite audit, sedangkan mekanisme eksternal yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan institusional. Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian Yuono (2016) dengan indikator mekanisme good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, dan komite audit. Menurut Jensen dan Meckling, 1976 (dalam Yuono, 2016) kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance
utama
yang
membantu
mengendalikan
masalah
keagenan.
Keberadaan komisaris independen sangat diperlukan sebagai salah satu elemen corporate governance yang membantu meningkatkan akuntabilitas dewan komisaris. Komisaris independen membantu merencanakan strategi jangka panjang dan secara berkala melakukan review atas implementasi strategi tersebut. Salah satu aspek dalam mengukur nilai perusahaan adalah komite audit. Komite audit bertugas untuk mengaudit laporan keuangan. Berikut mekanisme good corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial merupakan kondisi di mana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan (Tarigan dan Christiawan, 2007). Menurut Jensen dan Meckling, 1976 (dalam Yuono, 2016) secara teoritis ketika kepemilikan
15
manajerial rendah maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Adanya kepemilikan manajerial dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen. Manajer akan bertindak secara hati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka akan turut menanggung hasil keputusan yang diambil. Manajer dalam menjalankan operasi perusahaan seringkali bertindak bukan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, melainkan justru tergoda untuk
meningkatkan
kesejahteraannya
sendiri.
Kondisi
tersebut
akan
mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajerial. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial merupakan kondisi di mana manajer perusahaan merangkap jabatan sebagai manajemen perusahaan sekaligus pemegang saham yang turut aktif dalam pengambilan keputusan. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan antara pemegang saham luar dengan manajemen, sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah seorang pemilik juga. 2. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan kondisi dimana institusi memiliki saham dalam suatu perusahaan. Menurut Marselina et al., (2013:3407), kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh lembaga dari eksternal. Investor institusional tidak jarang menjadi mayoritas dalam
16
kepemilikan saham. Hal tersebut dikarenakan para investor institusional memiliki sumber daya yang lebih besar daripada pemegang saham lainnya sehingga dianggap mampu melaksanakan mekanisme pengawasan yang baik. Kepemilikan institusional merupakan kondisi di mana institusi atau lembaga eksternal yang turut memiliki saham di dalam perusahaan. Jensen dan Meckling, 1976 (dalam Yuono, 2016) kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusi maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi tersebut untuk mengawasi manajemen. Akibatnya, akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional akan menjamin kemakmuran pemegang saham. Pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer (Kusumawati, 2011).
17
Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan kepemilikan institusional adalah saham yang dimiliki oleh institusi lain yang mengawasi kinerja perusahaan dengan tujuan untuk memaksimalkan nilai perusahaan. 3. Komisaris Independen Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006) komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk bertindak independen atau bertindak sematamata demi kepentingan perusahaan. Komisaris independen dapat bertindak penengah dalam perselisihan yang terjadi di antara para manajer dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberi nasehat kepada manajemen. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat manajemen yang bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. Komisaris independen merupakan anggota komisaris
18
yang berasal dari luar perusahaan (tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan) yang dipilih secara transparan dan independen, memiliki integritas dan kompetensi yang memadai, bebas dari pengaruh yang berhubungan dengan kepentingan pribadi atau pihak lain, serta dapat bertindak secara objektif dan independen. 4. Komite Audit Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugastugas khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab
untuk
membantu
auditor
dalam
mempertahankan
independensinya dari manajemen (Tugiman, 1995). Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006), komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa: 1.
Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2.
Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik.
3.
Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku.
4.
Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Dalam pedoman Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006), komite audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada dewan
19
komisaris. Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk komite audit. Komite audit diketuai oleh komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan akuntansi dan atau keuangan. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komite audit mempunyai tugas yaitu memastikan efektivitas sistem pengendalian intern. Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris. Selain itu, komite audit juga bertanggungjawab kepada dewan komisaris. 2.1.7 Kebijakan Dividen Pernyataan Standar Akuntansi Indonesia (PSAK) no. 23 menyatakan dividen merupakan distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi kepemilikan mereka atas kelompok modal tertentu (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Menurut Ang (1997) dividen perusahaan
kepada
merupakan
pemegang sahamnya yang
distribusi
didasarkan
pada
oleh laba
perusahaan. Deviden merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan
20
perusahaan. Setiap keputusan dalam menentukan kebijakan dividen akan berdampak pada tingkat, penetapan waktu, serta arus kas perusahaan dan akhirnya akan berpengaruh pada harga saham perusahaan. Hal tersebut mendorong
manajemen
untuk
membuat
suatu
keputusan
yang
dapat
memaksimalkan harga saham. Kebijakan tersebut sangat penting bagi perusahaan karena pembayaran dividen dimungkinkan akan berpengaruh pada nilai perusahaan dan laba ditahan yang biasanya merupakan sumber dana internal yang terbesar dan terpenting bagi pertumbuhan perusahaan. Menurut Aharony dan Swary, 1980 (dalam Fenandar, 2012) dalam kebijakan dividen terdapat trade off dan pilihan yang tidak mudah antara membagikan laba sebagai dividen dan diinvestasikan kembali sebagai laba ditahan. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen maka tingkat pertumbuhan akan berkurang sehingga berdampak negatif terhadap saham perusahaan. Di sisi lain, apabila perusahaan tidak membagikan dividen maka pasar akan memberikan sinyal negatif terhadap prospek perusahaan sehingga peningkatan dividen memberikan sinyal perubahan yang menguntungkan pada harapan manajer dan penurunan dividen menunjukkan pandangan pesimis prospek perusahaan dimasa yang akan datang. 2.1.8 Macam-Macam Dividen Kebijakan dividen juga mengatur mengenai jenis dividen apa yang akan dibagikan. Menurut Stice, E.K. et al., (2009) berikut adalah jenis dividen yang dapat dibagikan kepada pemilik saham:
21
1. Dividen tunai yaitu dividen yang paling sering dipilih oleh manajemen perusahaan. Bagi perusahaan, dividen jenis tunai ini akan mengurangi saldo akun laba ditahan sedangkan bagi investor, dividen tunai tersebut akan menghasilkan kas dan dicatat sebagai penghasilan dividen. 2. Dividen property merupakan distribusi kepada pemegang saham yang terutang dalam bentuk aset selain kas. Yang biasanya dibagikan adalah aset dalam bentuk efek dari perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan. Dividen jenis ini dilakukan dalam perusahaan tertutup. 3. Dividen Saham yaitu perusahaan dapat membagikan tambahan saham dari perusahaan itu sendiri kepada pemegang saham sebagai dividen saham. Dividen tidak berarti sama dengan mentransfer kas ataupun aset lain kepada para pemegang saham. 4. Dividen Likuidasi merupakan suatu pembagian yang mencerminkan suatu pengembalian kepada para pemegang saham atas sebagian dari modal yang telah disetor. Dividen ini merupakan pengembalian atas investasi yang dicatat dengan cara mengurangi agio saham. Ang (1997) menyatakan bahwa kebijakan dividen dapat diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR). DPR merupakan perbandingan antara dividen tunai tahunan yang dibagi dengan laba tahunan atau dividen per lembar saham dibagi dengan laba per lembar saham. Rasio tersebut menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang sahamnya. Semakin tinggi DPR akan menguntungkan pemegang saham tetapi akan memperlemah internal financial perusahaan karena memperkecil laba ditahan.
22
2.1.9 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Brigham dan Houston, 2004). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen aset. Menurut Wahyudi (2006) nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dan saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga saham, dengan meningkatnya harga saham maka nilai perusahaan pun akan meningkat. Menurut Gitosudarmo dan Basri (2002), aspek-aspek sebagai pedoman perusahaan untuk memaksimalkan nilai perusahaan adalah sebagai berikut:
23
1. Menghindari resiko yang tinggi Bila perusahaan sedang melaksanakan operasi yang berjangka panjang, maka harus dihindari tingkat risiko yang tinggi. Menerima proyek-proyek tersebut dalam jangka panjang berarti suatu kegagalan yang dapat mematahkan kelangsungan hidup perusahaan. 2. Membayarkan dividen Dividen adalah pembagian laba kepada para pemegang saham oleh perusahaan. Dividen harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun kebutuhan para pemegang saham. Pada saat perusahaan sedang mengalami pertumbuhan dividen kemungkinan kecil, agar perusahaan dapat memupuk dana yang diperlukan pada saat pertumbuhan itu. 3. Mengusahakan pertumbuhan Apabila perusahaan dapat mengembangkan penjualan, hal ini dapat berakibat terjadinya keselamatan usaha didalam persaingan di pasar. Maka perusahaan yang akan berusaha memaksimalkan nilai perusahaan harus mengusahakan pertumbuhan dari penjualan dan penghasilannya. 4. Mempertahankan tingginya harga saham Harga saham di pasar adalah merupakan perhatian utama dari perhatian manajer keuangan untuk memberikan kemakmuran kepada para pemegang saham atau pemilik perusahaan. Dengan pemilihan investasi yang tepat maka perusahaanakan mencerminkan petunjuk sebagai tempat penanaman modal yang bijaksana bagi masyarakat. Hal ini akan membantu mempertinggi nilai perusahaan.
24
Nilai perusahaan pada penelitian ini diukur dengan Price Book Value (PBV). Rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atau PBV, menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV yang tinggi mencerminkan harga saham yang tinggi dibandingkan nilai buku perlembar saham.Semakin tinggi harga saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Keberhasilan perusahaan menciptakan nilai tersebut tentunya memberikan harapan kepada pemegang saham berupa keuntungan yang lebih besar pula (Sartono, 2001: 6), secara sederhana menyatakan bahwa PBV merupakan rasio pasar (market ratio) yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. PBV digunakan untuk melihat berapa besar tingkat undervalued maupun overvalued harga saham yang dihitung berdasarkan nilai buku setelah dibandingkan dengan harga pasar (Slamet, 2003). Semakin tinggi PBV berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut. Pada penelitian kali ini, rumus inilah yang dipakai untuk menghitung nilai perusahaan.
25
2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, untuk memperjelas penelitian yang akan dilaksanakan, maka terdapat rerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia
Agency Theory dan Signalling Theory
Good Corporate Governance
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Institusional
Komisaris Independen
Kebijakan Dividen
Komite Audit
Nilai Perusahaan
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
26
2.2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang berhubungan dengan mekanisme Good Corporate Governance dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan telah dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian terdahulu yang disajikan sumber penelitian dengan tema penelitian yang sama dan berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Herawaty (2008) meneliti tentang peran praktek corporate governance sebagai variabel moderasi dari pengaruh earnings management terhadap nilai perusahaan.
Variabel independennya terdiri dari earnings management,
kepemilikan institusional dan manajerial, kualitas audit, dan komisaris independen. Variabel dependennya adalah nilai perusahaan dan variabel kontrolnya adalah ukuran perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa earnings management dan corporate governance berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Carningsih (2009) meneliti tentang pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan adanya mekanisme good corporate governance. Variabel independennya terdiri dari Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan komisaris independen sebagai variabel moderasi. Variabel dependennya adalah nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, ROE tidak berpengaruh terhadap nilai nilai perusahaan, dan proporsi komisaris independensi tidak mempunyai nilai signifikan terhadap nilai perusahaan.
27
Utami (2009) yang menguji tentang pengaruh struktur modal, ukuran perusahaan dan kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia. Variabel independennya terdiri dari struktur modal, ukuran perusahaan, dan kebijakan dividen. Variabel dependennya adalah nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa struktur modal secara parsial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Ukuran dan kebijakan deviden berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Wijaya et al., (2010) meneliti tentang pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Variabel independennya terdiri dari Price Earning Ratio (PER), Debt to Equity Ratio (DER), Dividend Payout Ratio (DPR). Variabel dependennya adalah nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Mardiyanti et al., (2012) meneliti tentang pengaruh kebijakan dividen, kebijakan hutang, dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Variabel independennya terdiri dari Dividend Payout Ratio (DPR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Return on Equity (ROE). Variabel dependennya adalah nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan dividen berpengaruh tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, kebijakan hutang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
28
Febryana (2013) meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan dan corporate governance terhadap nilai perusahaan. Variabel independennya terdiri dari ukuran perusahaan, proporsi komisaris independen, dan kepemilikan manajerial. Variabel dependennya adalah nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Putri (2016) meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan, good corporate governance, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Variabel independennya terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite
audit,
komisaris
independen,
dan
kebijakan
dividen.
Variabel
dependennya adalah nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komite audit berpengaruh tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan komisaris independen, dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
29
2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan Jensen dan Meckling, 1976 (dalam Putri, 2016) menyatakan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial di dalam perusahaan. Menurut agency theory, pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik keagenan. Konflik keagenan ini disebabkan kepentingan yang berbeda antara prinsipal dan agen untuk memaksimalkan utilitasnya masing-masing. Perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham mengakibatkan manajemen berperilaku curang dan tidak etis sehingga merugikan pemegang saham. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara manajemen dengan saham (Sofyaningsih dan Hardiningsih, 2011). Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Jensen dan Meckling, 1976 (dalam Yuono, 2016) membuktikan bahwa variabel struktur kepemilikan saham oleh manajemen mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Ross et al., 1999 (dalam Sixpria dan Suhartati, 2013) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan juga diprediksi akan meningkatkan nilai perusahaan.
30
Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengembalian keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Jadi dapat disimpulkan, bahwa semakin besar kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan maka manajemen akan cenderung meningkatkan kinerjanya baik untuk kepentingannya sendiri maupun untuk para pemegang saham, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. H₁: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 2.3.2 Kepemilikan Institusional terhadap Nilai Perusahaan Menurut Jensen dan Meckling, 1976 (dalam Yuono, 2016) kepemilikan institusional merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi agency conflict. Dengan kata lain, semakin tinggi kepemilikan institusional, semakin kuat tingkat pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal terhadap perusahaan, sehingga agency cost yang terjadi di dalam perusahaan semakin berkurang dan nilai perusahaan juga meningkat. Mamduh (2004) menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional, semakin baik kinerja perusahaan, serta mempunyai kemampuan dalam mengontrol kinerja perusahaan sehingga semakin hati-hati manajemen dalam menjalankan perusahaan. Dalam penelitian Sixpiria dan Suhartati (2013) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berhubungan positif terhadap nilai perusahaan.
31
Kepemilikan institusional merupakan proporsi pemegang saham yang dimiliki oleh pihak institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan lain kecuali anak perusahaan dan institusi lain yang memiliki hubungan istimewa (perusahaan afiliasi dan perusahaan asosiasi). Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional mampu mengendalikan kinerja manajemen yang dapat menaikkan nilai perusahaan. H₂: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 2.3.3 Komisaris Independen terhadap Nilai Perusahaan Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) dewan komisaris merupakan inti dari Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Winanto dan Widayat (2013), menentukan bahwa proporsi dewan komisaris independen secara signifikan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Dewan komisaris independen berperan menjalankan fungsi pengawasan, sehingga dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan yang berkualitas sehingga dapat lebih dipercaya investor yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan
32
posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Semakin tinggi proporsi komisaris independen dalam perusahaan, diharapkan dewan komisaris dapat melakukan tugas pengawasan dan memberikan nasehat kepada dewan direksi secara efektif. Adanya mekanisme kontrol yang baik dari komisaris independen terhadap manajemen dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap nilai perusahaan. H₃: Komisaris independen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 2.3.4 Keberadaan Komite Audit terhadap Nilai Perusahaan McMullen, 1996 (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa investor, analis, dan regulator menganggap komite audit memberikan kontribusi dalam kualitas pelaporan keuangan. Hal ini membuktikan keberadaan komite audit secara positif dan signifikan mempengaruhi nilai perusahaan. Komite audit ini merupakan usaha perbaikan terhadap cara pengelolaan perusahaan terutama cara pengawasan terhadap manajemen perusahaan, karena akan menjadi penghubung antara manajemen perusahaan dengan dewan komisaris maupun pihak ekstern lainnya. Komite audit melakukan pengawasan untuk meningkatkan efektivitas dalam menciptakan keterbukaan dan pelaporan keuangan yang berkualitas, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pengawasan internal
33
yang memadai. Komite audit akan berperan efektif untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dan membantu dewan komisaris. H₄: Komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 2.3.5 Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan Menurut Weston dan Brigham (2005) kebijakan dividen menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga memaksimumkan harga saham perusahaan. Menurut signalling theory reaksi pemegang saham terhadap naik turunnya pembayaran dividen tidak mengartikan bahwa pemegang saham lebih menyukai dividen daripada laba ditahan. Namun hanya menjadi tanda mengenai prospek perusahaan di masa mendatang. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen, pemodal dapat mengartikan sebagai sinyal harapan manajemen tentang kinerja perusahaan yang meningkat. Sebaliknya, penurunan dividen akan dilihat sebagai prospek perusahaan yang buruk, sehingga kebijakan dividen memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Maka dalam hal ini kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan sesuai dengan pendapat Wijaya et al., (2010). Perusahaan sebaiknya mengambil kebijakan dividen dengan membagikan labanya kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan. H₅: Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.