BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Stres Kerja 1.
Pengertian Stres Kerja Menurut Sedarmayanti, (2011:76) yang dimaksud dengan stres kerja adalah kelebihan tuntutan atas kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan. Masalah yang terdapat dalam lingkungan keluarga, kegiatan sosial, pekerjaan di kantor, kegiatan di waktu senggang, maupun yang ada hubungannya dengan orang lain, dapat menimbulkan beban yang berlebihan. Untuk memberikan kejelasan, maka berikut ini adalah gambaran tentang penyokong beban yang berlebihan. Kegiatan waktu senggang
Keluarga (suami/ istri, anak, orang tua
BEBAN BERLEBIHAN
Sumber (Sedarmayanti, 2011 : 76)
Orang lain
Pekerjaan di kantor
Kegiatan sosial
Gambar 1 Penyokong Beban Yang Berlebihan
Setiap orang pernah mengalami variasi dari beban yang berlebihan, dan berupaya mengatasi masalah atau situasi sesuatu yang tidak terduga dan mendesak timbul, atau seseorang menderita sakit. mempunyai terlalu banyak
8
kegiatan yang harus dilakukan atau dikerjakan dan merasa tidak mempunyai cukup waktu untuk mengerjakannya adalah merupakan masalah yang umum atau biasa terjadi. Dalam posisi atau keadaan yang sederhana, jalan keluar atau penyelesaian masalahnya tampak jelas. Penyelesain masalahnya antara lain dapat berupa apakah seseorang : 1). Memerlukan lebih sedikit kegiatan untuk dikerjakan. 2). Memerlukan lebih banyak waktu untuk mengerjakan. 3). Perlu bantuan untuk mengerjakannya. Selanjutnya menurut Charles D, Spielberger (dalam Handoyo, 2011:63) menyebutkan bahwa stress adalah tuntutan – tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya obyek – obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak apabila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis dan fisiologis. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa. Terjadinya stres kerja dipengaruhi adanya konflik yang terjadi, dalam setiap perusahaan terdapat konflik yang dapat ditemui yang menimbulkan stres kerja, Menurut Robbins,2003 (dalam Sudarmanto, 2014:150) Konflik adalah suatu proses yang diawali ketika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif sesuatu yang menjadi perhatian pihak pertama.
9
Dari beberapa uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa stres merupakan seseorang yang mengalami kondisi ketegangan sehingga mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan) dan stres kerja merupakan kondisi seseorang yang mengalami kelebihan beban dalam kemampuan yang dimiliki, sehingga seseorang tersebut mengalami kondisi ketengangan yang mempengaruhi emosional dan perilaku. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan berfikir dan perilaku seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sehingga sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang timbul berbagai macam gejala stres yang dapat menganggu pelaksanaan kerja mereka. 2.
Jenis Stres Kerja Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian tersebut sangat berpengaruh terhadapa respon yang akan muncul. Penilain ini bersifat individual differences, maksudnya adalah penilaian yang berbeda pada masing – masing individu, perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian tersebut bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam dalam menghadapi situasi yang stressfull. Sehingga respon
10
terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik untuk individu.Kategori jenis stres ada dua, yaitu sebagai berikut : Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiakan dengan pertumbuhan,
fleksibilitas,
kemampuan
adaptasi,
dan
tingkat
performance yang tinggi. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, di asosiasikan dengan keadaan sakit , penurunan dan kematian. 3.
Gejala Stres Kerja Menurut
Sedarmayanti
(2011:78)
banyak
gejala
yang
dapat
menimbulkan stres diantaranya adalah : 1.
Otot mengencang
2.
Denyut jantung meningkat
3.
Pernafasan menjadi lebih cepat Menurut Cary Coper dan Alison Straw (dalam Husein Umar, 2005:34)
mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda – tanda berikut ini : 1.
Fisik, yaitu napas memburuk, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot – otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
11
2.
Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa – apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berpikir jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.
3.
Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati – hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak – ledak. Selanjutnya gejala stres menurut Braham ( dalam Handoyo, 2011:68)
dapat berupa tanda – tanda berikut ini :1). Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal – gatal, punggung terasa sakit, urat – urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi. 2). Emosional, yaitu marah – marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hari mudah berubah – ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental. 3). Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. 4). Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata – kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.
12
4.
Sumber Stres Kerja Menurut Sedarmayanti (2011:76) sumber stress timbul pada seseorang mengalami stress karena mungkin mendapat tekanan internal, dan eksternal. Sumber tekanan internal dapat berupa kondisi fisik, perilaku, kognitif, emosional, dan lain – lain. Sumber tekanan eksternal dapat berupa lingkuangan fisik, karakteristik pekerjaan, lingkungan dan lain – lain. Untuk jelasnya, berikut ini adalah gambar tentang sumber tekanan.
Lingkungan fisik (misalnya kebisingan, kesesakan)
Karakteristik pekerjaan (misalnya batas waktu yang ketat, sedikit kendali)
Lingkungan Sosial Budaya (misalnya, Kompetissi
Tekanan Eksternal STRESS Tekanan Internal Fisik (misalnya, keadaan kesehatan)
Perilaku (misalnya, kebiasaan kerja yang tidak efisien)
Sumber (Sedarmayanti, 2011 : 77)
Kognitif (misalnya, standar yang terlalu tinggi)
Emosional (misalnya, tidak mau meminta bantuan)
Gambar 2 Sumber Tekanan 5.
Penyebab Umum Stres Kerja Untuk
memperoleh
gambaran
tentang
situasi
yang
dapat
menyebabkan stres, maka perlu diketahui tentang kekurangan dan kelebihan rangsangan. Ada beberapa tingkatan rangsangan yang dapat menyebabkan stres (Sedarmayanti, 2011:79). Berikut adalah gambaran umum mengenai tingkatan rangsangan penyebab stress dan konsekuensi psikologisya.
13
Tabel 1 Penyebab Stres dan Konsekuensi Psikologisnya Tingkatan Tingkatan Rangsangan Rendah
Tingkat Rangsangan Tinggi
Penyebab Stres Pekerjaan rutin yang membosankan Kurang berhubungan dengan orang lain Hubungan yang tidak memuaskan dan tidak menguntungkan Kurang kesempatan yang bersifat rekreatif Terlalu sibuk Tuntutan konflik dengan waktu/ keahlian Terlalu banyak aktivitas yang harus dikerjakan Kurang kesempatan untuk santai Kecemasan finansial/ pribadi
Konsekuensi Psikologisnya Prestasi kerja buruk Melakukan sabotase dalam pekerjaan Merasa frustasi, cemas, dan tegang Makan / minum berlebihan Kelelahan Bersikap masa bodoh Prestasi kerja buruk Merasa frustasi, cemas, dan tegang Makan / minum berlebihan Kelalahan Merasa sudah tidak dapat mengatasi situasi Berekreasi secara berlebihan
Sumber : Sedarmayanti (2011 :79:80)
Pada Tabel tersebut dapat dilihat sejumlah sikap dan perasaan yang dialami oleh penderita stres. Seangkan pada kolom konsekuensi psikologis, tampak gambaran yang paling sederhana tentang penyebab stres. Berdasarkan penelitian, dengan karakteristik kehidupan di Asia yang memungkinkan menyebabkan timbul dan berkembangnya stress, adalah hal – hal yang berhubungan dengan : 1). Cara hidup 2). Cara mengadakan rekreasi 3).Cara bekerja 4). Sifat pekerjaan 5). Harapan untuk berprestasi 6).Kegagalan berprestasi 7). Cuaca.
2.1.2 1.
Upah
Pengertian Upah Salah satu faktor produksi yang berpengaruh dalam kegiatan memproduksi adalah tenaga kerja, dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi maupun barang setengah jadi menjadi barang jadi atau dikenal 14
dengan proses produksi sehingga menghasilkan output yang yang diinginkan perusahaan. Adanya pengorbanan yang dikeluarkan tenaga kerja untuk perusahaan maka tenaga kerja berhak atas balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja tersebut berupa upah. Sukirno (2007:87), membuat perbedaan diantara dua pengertian upah : 1.
Upah Nominal (upah uang) adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga mental dan fisik para pekerja yang digunakan dalam proses produksi.
2.
Upah Riil adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja. Beberapa pendapat ahli tentang pengertian upah dapat dipaparkan
sebagai berikut: 1.
Hasibuan (2007:67), upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada para pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya.
2.
Moekijat (2008:85), menyatakan bahwa upah adalah pembayaran yang diberikan kepada karyawan produksi dengan dasar lamanya jam kerja.
3.
Edwin B. Flippo (dalam As’ad, 2007: 92), “a wage a price for the service human being”, yang mana artinya adalah upah merupakan harga yang diberikan oleh pemilik perusahaan kepada para karyawan atas dasar jasa yang telah diberikan oleh karyawan. Pendapat lain dikemukakan oleh Simanjuntak (2008:75), menyatakan
bahwa upah merupakan imbalan yang diterima seseorang atas jasa yang
15
diberikannya bagi pihak lain, diberikan seluruhnya dalam bentuk uang atau sebagian dalam bentuk uang dan sebagian dalam bentuk natural. Upah
merupakan
faktor
yang
penting
bagi
pekerja,
karena
bagaimanapun juga upah bagi pekerja merupakan tempat bergantung bagi kelangsungan hidup pekerja beserta keluarganya. Adapun yang dimaksud dengan upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh, yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah sering diidentikkan dengan gaji. Anggapan ini terjadi mungkin disebabkan karena gaji dan upah sama-sama merupakan imbalan jasa yang diberikan oleh pengusaha kepada karyawannya. Pada kenyataannya, kedua istilah tersebut mempunyai perbedaan. Menurut Sukirno (2007:86), gaji adalah pembayaran kepada pekerja tetap dan tenaga kerja professional seperti pegawai pemerintah, dosen, guru, manajer, dan akuntan. Sedangkan upah adalah pembayaran kepada pekerja-pekerja kasar seperti buruh, petani, tukang batu. Sementara menurut Devi (2010:127), membedakan pengertian gaji dan upah sebagai berikut: Gaji (salary) biasanya dikatakan upah (wages) yang dibayarkan kepada pimpinan, pengawas, dan tata usaha pegawai kantor atau
16
manajer lainnya. Gaji umumnya tingkatnya lebih tinggi dari pada pembayaran kepada pekerja upahan. Sedangkan upah adalah pembayaran kepada karyawan atau pekerja yang dibayar menurut lamanya jam kerja dan diberikan kepada mereka yang biasanya tidak mempunyai jaminan untuk dipekerjakan secara terus menerus. Defenisi lain diungkapkan oleh Winarni dan Sugiyarso (2008:109), yang menyatakan bahwa istilah gaji biasa digunakan pada instansi – instansi pemerintah dan pembayarannya ditetapkan secara bulanan, sedangkan upah biasa digunakan pada perusahaan-perusahaan swasta dan diberikan pada pekerja yang lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik, serta pembayaran yang ditetapkan secara harian atau berdasar unit pekerjaan yang diselesaikan. Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara gaji dan upah terletak pada kuatnya ikatan kontrak kerja dan jangka waktu penerimaannya. Seseorang menerima gaji apabila ikatan kontrak kerjanya kuat dan memiliki jabatan yang bersifat administratif. Sedangkan orang yang menerima upah, ikatan kontrak kerjanya kurang kuat dan biasanya diberikan kepada pekerja pelaksana (buruh). Untuk jangka waktu penerimaan, gaji pada umumnya diberikan secara periodik biasanya setiap akhir bulan, sedangkan upah diberikan pada setiap hari atau mingguan. 2.
Macam-Macam Upah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menurut Rivai (2009:117), upah dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
17
a. Upah menurut waktu, yaitu upah yang diberikan kepada para pekerja menurut waktu kapasitas kerjanya. Pembayaran upah tersebut bisa dilakukan secara harian, mingguan, dan bulanan. Besarnya upah yang dibayarkan didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan dengan prestasi kerjanya. Kebaikan upah menurut waktu adalah : 1) Tata
usaha
yang
mengurus
soal
pembayaran
upah
dapat
menyelenggarakan dengan mudah. 2) Perhitungan tidak menyukarkan. Keburukan upah menurut waktu adalah : 1) Upah pekerja yang rajin dan yang malas disamakan. 2) Pimpinan perusahaan tidak mempunyai kepastian tentang kecakapan dan kemauan bekerja dari pekerja. 3) Buruh tidak mempunyai dorongan untuk bekerja keras demi perusahaan. b. Upah menurut satuan hasil, yaitu upah yang diberikan kepada para pekerja menurut prestasi yang dihasilkan oleh para pekerja tersebut. Artinya, besarnya upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram. Besarnya upah yang diberikan selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu untuk mengerjakannya. Kebaikan upah menurut satuan hasil :
18
1) Pekerja yang rajin akan mendapatkan upah yang tinggi daripada pekerja yang malas. 2) Pekerja
berusaha
mendapatkan
prestasi
kerja,
sehingga
menguntungkan perusahaan karena hasil produksi meningkat. Keburukan upah menurut satuan hasil : 1) Kualitas barang yang dihasilkan turun karena pegawai bekerja dengan tergesa-gesa. 2) Keinginan
pegawai
menyebabkan ia
untuk
mendapatkan
bekerja terus–menerus
upah
yang
besar
yang pada akhirnya
mempengaruhi kesehatan bagi pekerja. c. Upah menurut borongan, yaitu suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya
jasa
didasarkan
atas
volume
pekerjaan
dan
lama
mengerjakannya. Penetapan besarnya balas jasa berdasarkan system borongan cukup rumit, lama mengerjakannya serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Buruh, pengusaha, Pemerintah, dan masyarakat pada umumnya sama-sama mempunyai kepentingan atas sistem dan kebijaksanaan pengupahan. Buruh dan keluarganya sangat tergantung pada upah yang mereka terima untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, perumahan, dan kebutuhan lainnya. Sehingga upah menjadi masalah krusial, karena selalu menjadi selisih pendapat antara pengusaha dengan buruh dalam menetapkan pengupahan. Para buruh dan serikat buruh selalu mengharapkan upah yang lebih besar untuk meningkatkan taraf hidupnya. Di lain pihak, para pengusaha sering melihat upah sebagai bagian dari biaya pengeluaran 19
semata, sehingga banyak pengusaha yang sangat hati-hati untuk meningkatkan upah. Di kebanyakan perusahaan keputusan menentukan tingkat besar kecilnya upah dipengaruhi oleh banyak hal. Winarni dan Sugiyarso (2008:115), menyatakan bahwa faktor – faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat upah antara lain : 1) Ketetapan Pemerintah Dalam penentuan gaji dan upah yang perlu diingat adalah bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan
yang
memenuhi
penghasilan
yang
layak
bagi
kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja. Kebijaksanaan pengupahan yang melindungi pekerja meliputi : a)
Upah minimum;
b)
Upah kerja lembur;
c)
Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d)
Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e)
Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f)
Bentuk dan cara pembayaran upah;
g)
Denda dan potongan upah;
h)
Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i)
Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
20
j)
Upah untuk pembayaran pesangon;
k)
Upah untuk perlindungan pajak penghasilan. Untuk menentukan tingkat upah di beberapa perusahaan
digunakan ketentuan pemerintah tentang Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Sektoral Regional (UMSR). Namun ketentuan ini kebanyakan berlaku untuk jabatan tingkat pelaksana saja. 2) Tingkat Upah di Pasaran Besarnya upah yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan lain yang sejenis, yang beroperasi pada sektor yang sama, digunakan sebagai acuan untuk menentukan besarnya upah pada perusahaan tersebut. Tingkat upah yang berlaku di pasaran dapat diperoleh melalui survey. Perusahaan dapat memutuskan untuk memberikan besarnya upah pada karyawannya dengan cara menyamakan atau melebihkan sedikit dari harga pasar yang berlaku, tergantung pada strategi dan kemampuan perusahaan tersebut. 3) Kemampuan Perusahaan Kemampuan perusahaan untuk membayar upah tergantung daripada kemampuan finansial perusahaan. Untuk mempertahankan karyawan, perusahaan akan mungkin membayar upah yang sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain, akan tetapi hal itu akan tergantung daripada kondisi finansial perusahaan.
21
4) Kualifikasi SDM yang Digunakan Saat ini tingkat teknologi yang dipergunakan oleh perusahaan menentukan tingkat kualifikasi sumber daya manusianya. Semakin canggih teknologinya, akan semakin dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Di samping itu segmen pasar dimana perusahaan itu bersaing
juga
menentukan
tingkat
kualifikasi
sumber
daya
manusianya. 5) Kemauan Perusahaan Perusahaan kadang tidak ingin repot dengan faktor-faktor seperti harga pasar dan lain-lain, perusahaan hanya akan berpegang pada apa yang menurutnya wajar. 6) Tuntutan Pekerja Tuntutan para pekerja dan kemauan perusahaan biasanya dipertemukan dalam meja perundingan dengan cara musyawarah atau tawar menawar. Organisasi pekerja dan pengusaha secara sendirisendiri atau gabungan organisasi pekerja dan gabungan perusahaan dapat melakukan hal ini. 3.
Prinsip, Tujuan Upah dan Gaji Masalah upah dan gaji bukanlah masalah yang sederhana, tetapi cukup kompleks sehingga perusahaan hendaknya mempunyai suatu prinsip bagaimana menetapkan upah atau gaji yang tetap. Gaji yang diberikan kepada karyawan pada dasarnya harus memenuhi beberapa kriteria. Hal ini
22
dimaksudkan agar gaji atau upah yang diberikan sesuai dengan tanggung jawab karyawan terhadap beban pekerjaannya. Menurut Moekijat (2008:121), menyebutkan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pemberian gaji dan upah yaitu sebagai berikut : a.
Upah itu harus adil Besarnya upah yang diberikan kepada karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan dan memenuhi persyaratan internal konsistensi.
b.
Upah yang diberikan harus layak dan wajar Upah yang diberikan harus sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya, maksudnya jika biaya hidup minimal karyawan secara umum perhari Rp.1500,- maka upah yang diberikan harus sama/ lebih dari biaya hidup perharinya.
c.
Upah harus dapat memenuhi kebutuhan yang minimal Artinya
upah
yang
diberikan
harus
dapat
mencukupi
kebutuhankebutuhan hidup karyawan beserta keluarganya, minimal kebutuhan pokok karyawan harus terpenuhi untuk kelangsungan hidupnya. d.
Upah harus dapat mengikat Besarnya upah harus disediakan sedemikian rupa, hal ini penting untuk menghindari pindahnya karyawan ke perusahaan lain, karena perusahaan itu memberikan upahnya lebih tinggi, terutama kepada karyawan penting dan berprestasi. Tetapi tidak berarti upah yang perusahaan berikan harus lebih tinggi atau sama dengan perusahaan lain sebab keterikatan 23
karyawan tidak semata-mata ditentukan oleh upah, meskipun harus diakui bahwa upah sangat besar pengaruhnya. e.
Upah tidak boleh bersifat statis Maksudnya bahwa upah yang diberikan oleh perusahaan harus ditinjau kembali secara bertahap. Hal ini penting karena adanya beberapa faktor yang terjadi pada upah yang diberikan, yaitu : 1) Perubahan tingkat penduduk. 2) Perubahan Undang-Undang/ Peraturan tentang besarnya gaji dan upah. 3) Perubahan tingkat gaji dan upah yang diberikan perusahaan lain.
Adapun tujuan diberikannya upah atau gaji adalah sebagai berikut : a.
Mampu menarik tenaga kerja yang berkualitas baik dan mempertahankan mereka. Perusahaan bukan hanya perlu memenuhi kewajiban normatifnya, tetapi sekaligus ingin agar tenaga profesional yang baik yang mereka butuhkan untuk menjalankan perusahaan tertarik untuk melamar dan setelah masuk tidak akan tertarik untuk pergi ke perusahaan lain.
b.
Memotivasi tenaga kerja yang baik untuk berprestasi tinggi. Tenaga kerja yang telah masuk harus memberikan kontribusi yang diharapkan perusahaan setinggi-tingginya sesuai kemampuan mereka. Untuk itu, kebijakan dan system imbalan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang gairah kerja.
24
c.
Mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia Salah satu misi yang harus dilakukan perusahaan adalah secara bertahap melakukan kegiatan pergantian teknologi dengan yang lebih canggih dan memodernkan proses dan sistem operasinya, dan karena itu kualitas sumber daya manusianya harus ditingkatkan pada standar tertentu. Misi tersebut mengisyaratkan bahwa perusahaan akan menerepkan konsep organisasi belajar yang akan lebih cepat dicapai bila kebijakan dan sistem pengupahan yang digunakan juga dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang orang untuk berminta belajar terus menerus.
d.
Membantu mengendalikan biaya imbalan tenaga kerja Dengan sistem yang baik pimpinan perusahaan akan mampu memantau perkembangan peningkatan biaya tenaga kerja, menilai efektivitasnya berdasarkan tujuan-tujuan yang telah disebut terdahulu dan mengevaluasi apakah perkembangan biaya tersebut seimbang dengan peningkatan produktivitas yang diharapkan.
4.
Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang lebih besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
4.
Teori dan Sistem Pengupahan Sistem pengupahan di suatu negara biasanya didasarkan kepada falsafah
atau teori yang dianut oleh negara itu. Teori yang mendasari sistem pengupahan
25
pada dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim. Ekstrim yang pertama didasarkan pada ajaran Karl Marx mengenai teori nilai dan pertentangan kelas. Ekstrim yang kedua didasarkan pada teori pertambahan produk marjinal berlandaskan asumsi perekonomian bebas. Sistem pengupahan pada ekstrim yang pertama umumnya dilaksanakan di negara-negara penganut paham komunis, sedangkan sistem pengupahan ekstrim kedua umumnya dipergunakan di Negaranegara yang digolongkan sebagai kapitalis. Sistem pengupahan di berbagai negara termasuk di Indonesia, pada umumnya berada diantara dua ekstrik tersebut. Landasan sistem pengupahan di Indonesia adalah UUD 1945, Pasal 27, ayat (2) dan penjabarannya dalam Hubungan Industrial Pancasila. Hubungan tersebut didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 1.
Upah Menurut Kebutuhan Ajaran Karl Marx pada dasarnya berpusat pada tiga hal, yaitu : a. Teori Nilai Marx berpendapat bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nilai ekonomi. Jadi nilai sesuatu barang adalah nilai dari jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Implikasi pandangan yang demikian adalah : 1) Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut;
26
2) Jumlah jasa kerja yang dikorbankan untuk memproduksi sesuatu jenis barang adalah kira-kira sama. Oleh sebab itu, harganya pun di beberapa tempat menjadi kira-kira sama; 3) Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian hanya buruh / pekerja yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional tersebut. Pandangan ini tidak cocok dengan kenyataan. Pertama, walaupun manusia merupakan faktor yang paling utama dalam proses produksi, namun peranan faktor modal seperti mesin-mesin ternyata sangat besar. Kedua, peranan selera dan pola konsumsi masyarakat ternyata sangat berpengaruh dalam penentuan harga. 2.
Pertentangan Kelas Marx berpendapat bahwa kapitalis selalu berusaha menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi penggunaan buruh. Dengan demikian akan timbul pengangguran besar-besaran. Dengan adanya pengangguran yang sangat besar ini, maka pengusaha dapat menekan upah. Konsekuensi dari pada sistem yang demikian ini, maka tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk bersatu merebut kapital dari pengusaha menjadi milik bersama. Pandangan ini dapat dibantah dengan berbagai kenyataan yang disaksikan, misalnya : 1) Sejak awal 20, telah berkembang aliran pendekatan manusiawi (human approach) dalam manajemen perusahaan. Pendekatan ini menekankan untuk dilakukan perbaikan, pemberian insentif, lingkungan kerja, dan lain-lain dalam rangka meningkatkan produktivitas karyawan;
27
2) Adanya campur tangan pemerintah dalam penentuan sistem upah dan secara langsung mengatasi pengangguran melalui proyek-proyek pemerintah; 3) Hadirnya serikat pekerja dan ikut berperan mendampingi pengusaha dalam menentukan sistem upah. 3. Terbentuknya masyarakat komunis Masyarakat komunis terbentuk sebagai konsekuensi dari dua ajaran Marx di atas, yaitu teori nilai dan pertentangan kelas. Dalam masyarakat ini seseorang tidak menjualkan tenaganya kepada yang lain, akan tetapi masyarakat itu melalui partai buruh akan mengatur apa dan berapa jumlah produksi. Dalam masyarakat impian Marx tersebut, “tiap orang harus bekerja menurut kemampuannya, dan tiap orang memperoleh menurut kebutuhannya” (from each according to his ability, to each according to his needs). (Karl Marx, dalam Simanjuntak, 2008:132). Implikasi pandangan Marx tersebut dalam sistem pengupahan dan pelaksanaanya adalah : a) Bahwa kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macamnya dan jumlahnya kira-kira sama. Nilai setiap barang yang sama (walaupun terdapat di tempat yang berbeda) adalah juga sama. Oleh sebab itu, upah tiap-tiap orang juga kira-kira sama. Dalam hal ini sistem upah hanya sekedar menjalankan fungsi sosial, yaitu memenuhi kebutuhan konsumtif dari buruh. b) Sistem pengupahan disini tidak mempunyai fungsi pemberian insentif yang sangat perlu untuk menjamin peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional. 28
c) Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang betul-betul
mau
bekerja
menurut
kemampuannya.
Ini
memerlukan sentralisasi kekuasaan dan sistem paksaan, yang dipandang bertentangan dengan azas-azas kemanusiaan. 5.
Upah Sebagai Imbalan Teori
Neo
Klasik
mengemukakan
bahwa
dalam
rangka
memaksimumkan keuntungan tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan seberapa nilai pertambahan hasil marjinal dari faktor produksi tersebut. Ini berarti bahwa pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seseorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut. Dengan kata lain tingkat upah yang dibayarkan pengusaha adalah : W = VMPPL = MPPL x P Keterangan : W
= Tingkat upah (dalam arti labour cost) yang dibayarkan pengusaha kepada karyawan;
P
= Harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per unit barang;
MPPL
= Marginal physical product of labor atau pertambahan hasil marjinal pekerja, diukur dalam barang per unit waktu;
VMPPL = Value of marginal physical product of labor atau nilai pertambahan hasil marjinal pekerja atau karyawan.
Nilai pertambahan hasil marjinal karyawan VMPPL, merupakan nilai jasa yang diberikan oleh karyawan kepada pengusaha. Sebaliknya upah, W, dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan sebagai imbalan terhadap jasa 29
karyawan yang diberikan kepada pengusaha. Selama nilai pertambahan hasil marjinal karyawan lebih besar dari upah yang dibayarkan oleh pengusaha (VMPPL > W), pengusaha dapat menambah keuntungan dengan menambah pekerja. Di lain pihak, pengusaha tentu tidak bersedia membayar upah yang lebih besar dari nilai usaha kerja yang diberikan karyawan kepada pengusaha. Dilihat dari segi pekerja, karyawan tersebut tidak bersedia menerima upah yang lebih rendah dari nilai usaha kerjanya. Bila pengusaha tertentu membayar upah yang lebih rendah dari nilai usaha kerja karyawan, maka karyawan itu akan mencari pekerjaan di tempat lain yang mampu membayar sama dengan usaha kerjanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut teori Neo Klasik, karyawan memperoleh upah senilai dengan pertambahan hasil marjinalnya. Dengan kata lain, upah dalam hal ini berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha. 6.
Perbedaan Tingkat Upah Dengan asumsi mobilitas sempurna dari faktor-faktor produksi seperti dikemukakan di atas, maka setiap faktor produksi menerima imbalan senilai tambahan hasil marjinalnya, dan imbalan itu sama untuk berbagai alternatif penggunaan atau proses produksi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa setiap pengusaha adalah price taker, artinya tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Pengusaha menjual hasil produksinya menurut harga pasar dan membeli faktor produksi dengan harga pasar juga. Ini berarti bahwa tingkat upah di mana saja harus sama juga. Kenyataan yang dapat disaksikan bahwa terdapat perbedaan tingkat upah.
30
Perbedaan tingkat upah tersebut terjadi disebabkan oleh sepuluh (10) hal berikut, yaitu : a.
Perbedaan tingkat pendidikan, latihan, atau pengalaman kerja. Dimana setiap pasar kerja, setiap pekerjaan berbeda dalam kebutuhan akan tingkat pendidikan dan ketrampilan. Oleh karena itu, pekerja yang dibutuhkan juga pasti berbeda-beda pendidikan dan skillnya.
b. Tingkat upah di tiap perusahaan berbeda menurut persentasi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi. Semakin kecil proporsi biaya karyawan dibandingkan dengan biaya keseluruhan, upah dan kenaikan upah bukan persoalan yang besar bagi manusia. Dengan kata lain, semakin kecil proporsi biaya karyawan terhadap biaya keseluruhan, maka akan semakin tinggi tingkat upah. c.
Perbedaan tingkat upah antara beberapa perusahaan dapat terjadi menurut perbedaan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya. Semakin besar proporsi keuntungan terhadap penjualan dan semakin besar jumlah absolut keuntungan, maka akan semakin tinggi tingkat upah.
d.
Perbedaan tingkat upah terjadi karena perbedaan peranan pengusaha yang bersangkutan dalam menentukan harga. Tingkat upah dalam perusahaan-perusahaan monopoli dan oligopoli cenderung untuk lebih tinggi dan tingkat upah di perusahaan yang sifatnya lebih bebas.
e.
Tingkat upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan yang besar dapat memperoleh kemanfaatan “economic of
31
scale” dan oleh sebab itu dapat menurunkan harga, sehingga mendominasi pasar. Dengan demikian perusahaan besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang lebih tinggi dari perusahaan kecil. f.
Tingkat upah dapat berbeda menurut tingkat efisiensi dan manajemen perusahaan. Semakin efektif manajemen perusahaan, semakin efisien cara-cara penggunaan faktor produksi, dan semakin besar upah yang dapat dibayarkan kepada karyawannya.
g.
Perbedaan kemampuan atau kekuatan serikat pekerja juga dapat mengakibatkan perbedaan tingkat upah. Serikat pekerja yang kuat dalam arti mengemukakan alasan-alasan yang wajar biasanya cukup berhasil mengusahakan kenaikan upah. Dengan kata lain, tingkat upah di perusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya kuat, biasanya lebih tinggi dari tingkat upah di perusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya lemah.
h.
Tingkat upah dapat pula berbeda karena faktor kelangkaan. Semakin langka tenaga kerja dengan keterampilan tertentu, semakin tinggi tingkat upah yang ditawarkan pengusaha.
i.
Tingkat upah dapat berbeda sehubungan dengan besar kecilnya resiko atau kemungkinan mendapat kecelakaan di lingkungan pekerjaan. Semakin tinggi kemungkinan mendapat resiko, maka akan semakin tinggi tingkat upah.
j.
Akhirnya perbedaan tingkat upah terjadi karena pemerintah campur tangan seperti dalam menentukan upah minimum yang berbeda.
32
7.
Sistem dan Komponen Upah Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan. Sistem pengupahan di Indonesia umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah, yaitu : a.
Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya;
c.
Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang;
d.
Menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja. Penghasilan atau imbalan yang diterima seseorang karyawan atau
pekerja sehubungan dengan pekerjaannya dapat digolongkan ke dalam empat bentuk, yaitu : a.
Upah dan Gaji Sistem penggajian di Indonesia pada umumnya mempergunakan gaji pokok didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja. Selain gaji pokok, biasanya karyawan juga menerima berbagai macam tunjangan, masing-masing sebagai persentasi dari gaji pokok atau dalam jumlah tertentu seperti tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, dan lain-lain. Jumlah gaji dan tunjangan-tunjangan tersebut dinamakan gaji kotor. Dari gaji kotor tersebut, karyawan dikenakan beberapa macam potongan, seperti potongan untuk dana pensiun, asuransi kesehatan, sumbangan wajib, dan lain sebagainya. Gaji bersih yang diterima adalah gaji kotor dikurangi potonganpotongan tersebut. Jumlah gaji bersih ini sering dikenal dengan sebutan take home pay.
33
b.
Tunjangan dalam bentuk Natura Tunjangan dalam bentuk natura maksudnya ialah tunjangan dalam bentuk pemberian barang-barang kebutuhan pokok, seperti bahan makanan, pakaian, dan lain sebagainya. Tujuan pemberian tunjangan dalam bentuk ini adalah untuk menjamin pengadaan kebutuhan yang paling primer dari karyawan dan keluarganya. Biasanya jumlah tunjangan dalam bentuk natura ini diberikan sekitar 25% dari gaji kotor karyawan.
c.
Fringe Benefits Fringe benefits adalah berbagai jenis benefit di luar gaji yang diperoleh seseorang sehubungan dengan jabatan dan pekerjaannya. Fringe benefits ini dapat berbentuk dana yang disisihkan pengusaha untuk pensiun, asuransi kesehatan, upah yang dibayarkan pada hari libur, sakit, cuti, kendaraan dinas, makan siang, bensin, fasilitas rekreasi, dan sebagainya. Nilai tiap jenis benefits yang diterima oleh setiap orang sukar untuk dihitung.
d.
Kondisi Lingkungan Kerja Kondisi lingkungan kerja yang berbeda di setiap perusahaan dapat memberikan tingkat utility yang berbeda juga bagi setiap karyawan. Kondisi lingkungan kerja dalam hal ini mencakup lokasi perusahaan dan jaraknya dari tempat tinggal, kebersihan, kualitas supervisi, teman-teman sekerja, reputasi perusahaan, dan sebagainya. Sama halnya dengan fringe benefits, aspek ini sukar untuk dihitung.
34
Nilai yang diterima dalam bentuk fringe benefits dan kondisi lingkungan kerja jarang dianggap sebagai bagian dari upah atau penghasilan. Sementara, bagi pengusaha semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan mempekerjakan seseorang karyawan, termasuk fringe benefits dan kondisi lingkungan kerja, dipandang sebagai bagian dari upah. 8.
Masalah Pengupahan Masalah pertama yang timbul dalam bidang pengupahan adalah bahwa
pengusaha dan karyawan pada umumnya mempunyai pengertian dan kepentingan yang berbeda mengenai upah. Bagi pengusaha, upah dapat dipandang sebagai beban, karena semakin besar tingkat upah yang dibayarkan kepada karyawan, semakin kecil proporsi keuntungan bagi pengusaha. Segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan seseorang dipandang sebagai komponen upah : uang tunai (gaji), tunjangan beras, pengangkutan, kesehatan, konsumsi yang disediakan dalam menjalankan tugas, pembayaran upah waktu libur, cuti dan sakit, fasilitas rekreasi, dan lain-lain. (Simanjuntak, 2008:136). Di pihak lain, karyawan dan keluarganya biasanya menganggap upah hanya sebagai apa yang diterimanya dalam bentuk uang (takehome pay). Kenyataan menunjukkan bahwa hanya sedikit pengusaha yang secara sadar dan sukarela terus menerus meningkatkan penghidupan karyawannya, terutama golongan pekerja paling rendah. Di pihak lain, karyawan melalui Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dengan mengundang campur tangan dari Pemerintah
35
selalu menuntut kenaikan upah dan perbaikan tunjangan-tunjangan lainnya (fringe benefits). Tuntutan seperti itu yang tidak disertai dengan peningkatan produktivitas kerja akan mendorong pengusaha untuk : 1.
Mengurangi penggunaan tenaga kerja dengan menurunkan produksi;
2.
Menggunakan teknologi yang lebih padat modal; dan
3.
Menaikkan harga jual barang yang kemudian mendorong inflasi. Masalah kedua di bidang pengupahan berhubungan dengan keanekaragaman
sistem pengupahan sebagaimana dikemukakan di atas, yaitu proporsi bagian upah dalam bentuk natura dan fringe benefits cukup besar, dan besarnya tidak seragam antara perusahaan-perusahaan. Sehingga kesulitan sering ditemukan dalam perumusan kebijaksanaan nasional, misalnya dalam hal menentukan pajak pendapatan, upah minimum, upah lembur, dan lain-lain. Masalah ketiga yang dihadapi dalam bidang pengupahan dewasa ini adalah rendahnya tingkat upah atau pendapatan masyarakat. Banyak karyawan yang berpenghasilan rendah, bahkan lebih rendah dari kebutuhan fisik minimumnya. Yang menyebabkan rendahnya tingkat upah itu pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua golongan. Sebab pertama adalah rendahnya tingkat kemampuan manajemen pengusaha yang dapat menimbulkan keborosan. Akibatnya karyawan tidak dapat bekerja dengan efisien dan biaya produksi per unit menjadi besar. Dengan demikian, pengusaha tidak mampu membayar upah yang tinggi. Sebab kedua adalah rendahnya produktivitas kerja. Produktivitas kerja karyawan rendah, sehingga pengusaha memberikan dalam bentuk upah yang rendah juga.
36
9.
Upah Minimum
1.
Kebijakan Penetapan Upah Minimum Sebenarnya pemahaman terhadap penetapan upah minimum yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan adalah untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan ketetapan upah minimum kepada buruh yang paling rendah tingkatnya. Penetapan upah minimum dipandang sebagai sarana atau instrumen kebijaksanaan untuk menjamin kebutuhan hidup paling minimum karyawan beserta keluarganya, juga sebagai jaring pengaman (safety net) agar upah pekerja/karyawan tidak terus turun semakin rendah sebagai akibat tidak seimbangnya pasar kerja. Kebijakan upah minimum di Indonesia sendiri pertama kali diterapkan pada awal tahun 1970an. Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak efektif pada tahun-tahun tersebut. Pemerintah Indonesia baru mulai memberikan perhatian lebih terhadap pelaksanaan kebijakan upah minimum pada akhir tahun 1980an. Hal ini terutama disebabkan adanya tekanan dari dunia internasional sehubungan dengan isu-isu tentang pelanggaran standar ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia. Di masa tersebut, sebuah organisasi perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) dan beberapa aktivis hak asasi manusia mengajukan keberatan terhadap sebuah perusahaan multinasional Amerika Serikat beroperasi di Indonesia yang diduga memberikan upah yang sangat rendah dan kondisi lingkungan pekerjaan yang berada di bawah standar (Suryahadi dkk., 2008:123).
37
Sebagai hasilnya, kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia pada waktu itu untuk memberikan perhatian lebih terhadap kebijakan upah minimumnya dengan menaikkan upah minimum sampai dengan tiga kali lipat dalam nilai nominalnya (dua kali lipat dalam nilai riil). Penetapan upah minimum dipandang sebagai sarana atau instrument kebijaksanaan sesuai untuk mencapai kepantasan dalam hubungan kerja. Menurut Shamad (2007:98), tujuan ditetapkannya upah minimum adalah untuk : a.
Mengurangi persaingan yang tidak sehat antara buruh dalam pasar kerja disebabkan karena tidak sempurnanya pasar kerja.
b.
Melindungi daya beli buruh yang berpenghasilan rendah karena tingkat inflasi yang tinggi menurunkan daya beli buruh.
c.
Mengurangi kemiskinan, karena adanya kenaikan upah minimum setahap demi setahap kaum buruh yang miskin akan berkurang.
d.
Meningkatkan produktivitas kerja, karena dengan adanya upah minimum maka pengusaha yang membayar upah rendah akan didorong menaikkan upah buruhnya.
e.
Lebih menjamin upah yang sama bagi pekerjaan yang sama, dengan adanya upah minimum maka perbedaan upah antara perusahaan yang satu dengan yang lain untuk pekerjaan yang sama akan berkurang karena perusahaan yang membayar rendah terpaksa meningkatkan upah buruhnya.
38
f.
Mencegah terjadinya perselisihan, dengan ketetapan upah minimum akan mempengaruhi perubahan struktur/tingkat upah di perusahaan, karena itu perselisihan mengenai upah yang biasa terjadi dapat dihindari, karena meningkatnya daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum.
g.
Mencegah melorotnya upah ke bawah bagi buruh lapisan bawah karena tidak seimbangnya pasar kerja, disebabkan penawaran yang melebihi dari permintaan tenaga buruh. Dalam menetapkan dan menerapkan upah minimum tersebut, negara
berkembang termasuk Indonesia pada umumnya menghadapi dua masalah yaitu; terdapat kesenjangan pendapatan yang sangat menyolok baik antara buruh bawahan dengan pimpinan di satu perusahaan, maupun antara buruh di sektor berbeda (misalnya buruh harian lepas di perusahaan tekstil dengan buruh serupa di bank atau tambang), serta antara daerah yang berbeda, terutama bila terdapat surplus penyediaan dalam pasar kerja, sehingga dengan demikian sulit menyeragamkan ketentuan upah minimum. Juga pendapatan per kapita di negara berkembang cukup rendah serta tingkat pengangguran dan setengah pengangguran cukup tinggi, sehingga pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja sering menjadi prioritas utama di atas perbaikan upah. Pada awalnya kebijakan upah minimum ditetapkan berdasarkan biaya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) pada tahun 2000. Dalam perkembangan kemudian, dalam era otonomi daerah, dalam menentukan besaran tingkat upah minimum beberapa pertimbangannya adalah :
39
a.
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Dalam usulan penetapan upah minimum, nilai KHM merupakan salah satu pertimbangan utama. Setiap pengusulan harus menggambarkan adanya penambahan pendapatan buruh secara riil bukan kenaikan nominal. Penetapan KHM diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.81/Men/1995.
b.
Indeks Harga Konsumen (IHK) Pada prinsipnya perkembangan IHK mempengaruhi perkembangan KHM, sebab komponen-komponen yang tercantum dalam KHM sudah termasuk dalam komponen IHK dan harus selalu dibandingkan dengan perkembangan IHK.
c.
Perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan penetapan upah minimum diharapkan dapat memberikan tingkatan upah yang layak dan wajar, sehingga akan mendorong produktivitas
yang
perluasan/perkembangan
pada usaha
gilirannya (multiplier
dapat
meningkatkan
effect),
yang
berarti
memperluas kesempatan kerja. d.
Tingkat upah minimum antar daerah. Untuk hal ini setiap daerah perlu mengadakan komunikasi dengan daerah lain yang berdekatan atau perbatasan untuk memperoleh informasi tingkat upah terendah yang berlaku di daerah tersebut.
e.
Kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan perusahaan. Dalam upaya penetapan usulan upah minimum, perlu mempertimbangkan kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan perusahaan. Hal ini penting agar upah yang ditetapkan dapat terlaksana dengan baik tanpa menimbulkan gejolak dalam pelaksanaannya.
40
f.
Tingkat perkembangan perekonomian. Untuk penetapan besaran upah minimum yang baru, nilai tambah yang dihasilkan oleh buruh dapat dilihat dari adanya perkembangan PDRB dalam tahun yang bersangkutan. Peningkatan upah perlu dilakukan untuk menjaga kesinambungan
bekerja dari buruh dengan tetap memperhatikan kelangsungan usaha. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam meningkatkan upah minimum adalah perkembangan harga pasar serta kinerja perusahaan. Penyesuaian terhadap upah tersebut harus dilakukan setidak-tidaknya setiap tahun. (Devi. L. 2010:127). 10. Dasar Hukum Upah Minimum Dengan berbagai kondisi empiris dan penjelasan tentang implementasi dari kebijakan upah minimum di atas, sebenarnya segala produk hukum termasuk kebijakannya tidak boleh melenceng dari prinsip dasar hukum yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Demikian pula dengan kebijakan upah minimum harus mengacu pada UUD 1945 tersebut yang secara jelas tercantum dalam pasal 27 ayat 2 dikatakan bahwa “setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Pekerjaan dan penghidupan layak tersebutlah yang seharusnya dijadikan standar baku bagi penetapan upah minimum. Meskipun demikian, disamping penghidupan yang layak bagi pekerja beberapa perhitungan perlu dilakukan dalam menentukan tingkat upah minimum, seperti misalnya menjaga produktivitas usaha dan keberlanjutan kondisi ekonomi nasional.
41
Penetapan Undang-Undang yang mengatur tentang upah minimum tenaga kerja di Indonesia sudah melewati berbagai fase dan perubahan. Pada awalnya penetapan upah minimum diatur dan ditetapkan seiring dengan disahkannya Undang-Undang No.14 Tahun 1969 tentang Pokok-pokok Ketenagakerjaan. Setelah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, Pemerintah
mengajukan
Rancangan
Undang-Undang Ketenagakerjaan
(RUUK), yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No.25 Tahun 1997. Namun sewaktu proses RUUK itu (yang kemudian menjadi UU No.25 Tahun 1997) tidak melibatkan buruh. Dengan kata lain bahwa, peraturan perundang-undangan tersebut bukan lahir atas keinginan dan kesepakatan antara buruh dan pengusaha, tetapi lahir atas kemauan pengusaha yang diproses antara Menteri Tenaga Kerja dengan DPR. Oleh karena itu, perundang-undangan perburuhan tersebut ditentang oleh para buruh. Sekian lama menunggu adanya peraturan perundang-undangan perburuhan sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1997, akhirnya terwujud setelah Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan pada tanggal 25 Maret 2003. UU No.13 Tahun 2003 yang mengatur tentang upah minimum terdapat pada Bab X, bagian kedua tentang Pengupahan Pasal 88 sampai pada Pasal 96. Pasal 88 ayat (1) menyebutkan bahwa, “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
42
Selanjutnya, pada ayat (2) dan ayat (3) dapat dilihat bahwa untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh, yaitu salah satunya adalah kebijakan upah minimum. Pasal-pasal ini jelas memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh dalam hal penghasilan yang diperolehnya atas pekerjaan yang dilakukannya. Kaitannya
dengan
perlindungan
bagi
perusahaan,
Undang-Undang
Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa penetapan upah minimum dengan mempertimbangkan produktivitas dan tingkat pertumbuhan ekonomi sesuai Pasal 88 ayat (4). Untuk itu perlu pertimbangan dua sisi kepentingan dalam penetapan upah minimum yaitu sisi kepentingan pekerja/buruh dan sisi kepentingan pengusaha. Hal ini sangat penting karena antara pekerja/buruh dengan perusahaan-perusahaan sama-sama saling membutuhkan dan saling bergantung. Terlepas
dari
itu,
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
Nomor
PER.01/MEN/1999 tentang Upah Minimum sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP. 226/MEN/2000, menegaskan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan bagi kemanusiaan, dibutuhkan suatu upah yang layak. Upah yang layak bagi kemanusiaan tersebut lebih jauh ditetapkan dalam ketentuan penetapan upah minimum yang diarahkan pada pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
43
11. Pengusulan dan Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Pada awalnya, Permenaker No. 01/MEN/1999 menyebut bahwa istilah Upah Minimum untuk kabupaten/kota adalah Upah Minimum Regional Tingkat II (UMR Tk.2). Namun setelah adanya Kepmenakertrans No. 226/MEN/2000, istilah itu berganti nama menjadi Upah Minimum Kota (UMK). Upah Minimum Kota adalah upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota. Landasan hukum dalam penetapan Upah Minimum Kota adalah sebagai berikut: a.
UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) : “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan”.
b.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
c.
Keppres RI. No. 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.
d.
Permenaker No. 01/MEN/1999 jo Kepmenakertrans No. 226/MEN/2000 tentang Upah Minimum.
e.
Kepmenakertrans No. 231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
f.
Kepmenakertrans No. 49/MEN/IV/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.
g.
Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Dalam Keppres No.107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan,
kelembagaan Dewan Pengupahan terdiri dari Dewan Pengupahan Nasional
44
(Depenas), Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov), dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota
(Depekab/Depeko).
Sedangkan,
pembentukan
Dewan
Pengupahan Kota dilakukan oleh Walikota, sehingga Dewan Pengupahan Kota bertanggung jawab kepada Walikota. Dewan Pengupahan Kota sendiri memiliki tugas sebagai berikut : a.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada Walikota dalam rangka : 1) Pengusulan upah minimum kota atau upah minimum sektoral kota. 2) Penerapan sistem pengupahan di tingkat kota.
b.
Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999
bahwa Upah Minimum ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja, namun dengan adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pusat, bahwa dengan otonomi daerah hal itu membawa perubahan dalam penetapan upah minimum. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226/MEN/2000 bahwa penetapan Upah Minimum Kota (UMK) ditetapkan oleh Gubernur. Adapun ketentuan dalam penetapan Upah Minimum Kota (UMK) adalah sebagai berikut : a.
Upah Minimum Kota harus sama atau lebih besar dari Upah Minimum Provinsi.
b.
Peninjauan Upah Minimum Kota dilakukan paling sedikit satu tahun sekali.
45
c.
Upah Minimum Kota ditetapkan paling lambat 40 hari sebelum tanggal diberlakukannya upah minimum.
d. Usulan penetapan Upah Minimum Kota dirumuskan oleh Dewan Pengupahan Kota yang merupakan hasil pembahasan dengan pemerintah, serikat pekerja, dan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia). e.
Usulan Upah Minimum Kota disampaikan kepada Walikota, yang selanjutnya Walikota menerbitkan Surat Rekomendasi Walikota perihal Upah Minimum Kota.
f.
Rekomendasi
Walikota
merupakan
dasar
dari
Gubernur
untuk
menetapkan Upah Minimum Kota dan sudah harus diterima oleh Dewan Pengupahan Provinsi untuk diberikan rekomendasi kepada Gubernur dalam penetapan Upah Minimum Kota. g.
Keterlambatan
dalam
penyerahan
rekomendasi
oleh
Walikota,
memberikan kewenangan kepada Gubernur untuk menetapkan sendiri Upah Minimum Kota setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi. h.
Pertimbangan yang dilakukan dalam penetapan upah minimum adalah Kebutuhan Hidup Layak (KHL), Indeks harga konsumen, kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan, tingkat upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah, kondisi pasar, tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.
i.
Dimungkinkan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSR) harus lebih besar 5% dari Upah Minimum Kota (UMK).
46
12. Nilai KHL sebagai Dasar Pertimbangan Penetapan Upah Minimum Survey harga komponen KHL dilakukan untuk mendapatkan besaran nilai KHL dalam rangka persiapan permusan usulan upah minimum, karena nilai KHL merupakan dasar pertimbangan utama dalam perumusan upah minimum. KHL bukan satu-satunya faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum, masih ada 4 (empat) faktor lain, yaitu; produktivitas, pertumbuhan ekonomi, kemampuan usaha marginal dan kondisi pasar kerja sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 231/Men/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum, pasal (6) ayat (1) dan ayat (2). Namun keempat faktor tersebut masih bersifat kualitatif. KHL merupakan faktor yang bersifat kuantitatif, oleh karena itu dalam menetapkan nilai KHL yang akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan upah minimum haruslah tepat dan akurat. Jika survey harga dilakukan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan September tahun berjalan. Diantara 9 bulan tersebut kemungkinan ada 1 bulan tertentu tidak dilakukan survey karena menjelang bulan puasa, dengan demikian akan terdapat 8 data nilai KHL. Data tersebut digunakan sebagai bahan untuk merumuskan usulan penetapan upah minimum tahun berikutnya. Yang menjadi kendala adalah data yang mana yang akan dijadikan sebagai bahan rumusan tersebut, mengingat ; a.
Terdapat 8 (delapan) data nilai KHL
b.
Terdapat beberapa data nilai KHL dari Kabupaten/Kota yang ada dalam satu Provinsi.
47
c.
Upah Minimum yang ditetapkan berlaku mulai bulan Januari tahun berikutnya. Sampai saat ini, setiap daerah punya persepsi masing-masing dalam
mengaplikasikan nilai KHL yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan upah minimum. Dalam penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), sebagian daerah masih menggunakan angka KHL rata-rata dari Kabupaten/Kota yang ada. Dilihat dari segi waktu perolehan data (Januari s/d September), ada yang menggunakan rata-rata (dari akumulasi absolut), dan ada yang menggunakan data bulan September tahun berjalan. Agar ada keseragaman dalam perumusan upah minimum, perlu adanya persamaan persepsi yang didasari dengan alasan-alasan yang logis. Untuk itu dapat dijelaskan 2 (dua) hal sebagai berikut : 1.
Data KHL yang dijadikan dasar pertimbangan dalam perumusan UMP/UMK. Upah minimum yang ditetapkan pada tahun berjalan akan diberlakukan mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Oleh karena itu data nilai KHL yang digunakan paling tidak adalah data yang terdekat dengan bulan mulai berlakunya upah minimum, yaitu data bulan Desember. Mengingat upah minimum sudah harus ditetapkan paling lambat pada akhir bulan Oktober (untuk UMP) dan tanggal 20 November (untuk UMK), maka survey harga dilakukan sampai dengan bulan September.
48
Pelaksanaan survey harga komponen KHL mulai bulan Januari sampai dengan bulan September dimaksudkan untuk melihat trend (kecenderungan) perkembangan harga-harga kebutuhan. Berdasarkan data tersebut, dapat dibuat prediksi nilai KHL bulan Desember. Prediksi dilakukan dengan menggunakan analisa regresi (analisa kecenderungan). 2.
Nilai KHL Kabupaten/Kota yang dijadikan sebagai dasar penetapan UMP. Dalam pasal (7) Keputusan Menakertrans nomor : Kep266/men/2000 secara tegas dijelaskan nilai KHL yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan UMP adalah nilai KHL Kabupaten/Kota terendah di Provinsi tersebut. Filosofi dari pengaturan ini adalah karena UMP berlaku bagi semua Kabupaten/Kota yang ada dalam suatu Provinsi. Agar ketentuan UMP dapat dilaksanakan oleh semua Kabupaten/Kota, maka harus dapat mengakomodir kondisi Kabupaten/Kota yang memiliki nilai KHL paling rendah. Oleh karena itu tidak tepat kalau menggunakan Nilai KHL rata-rata dari semua Kabupaten/Kota. Jika menggunakan Nilai KHL rata-rata,maka sejumlah Kabupaten/Kota yang nilai KHL nya dibawah rata-rata tidak dapat terakomodir kondisinya dalam penetapan UMP.
49
2.1.3 1.
Budaya Organisasi
Pengertian Budaya Organisasi Menurut Zimmerer (2008:431), budaya organisasi adalah kode pelaksanaan informal, tak tertulis, dan khusus yang mengatur perilaku, sikap hubungan, dan gaya organisasi, dan menurut Wibowo (dalam Stephen P.Robbins, 2003:525) budaya organisasi adalah sebuah persepsi umum yang dipegang oleh anggota organisasi, suatu sistem tentang ketertiban bersama. Selanjutnya menurut Nevizond (2007:226), Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai : 1). Identitas, yang merupakan ciri atau karakter organisasi 2). Pengikat atau pemersatu, seperti orang berbahasa sunda yang bergaul dengan orang sunda atau orang dengan hobi olahraga yang sama. 3). Sumber, misalnya inspirasi. 4). Sumber penggerak atau pola perilaku. 5). Kemampuan meningkatkan nilai tambah, misalnya adanya air sebagai teknologi baru. 6). Pengganti formalisasi, seperti olahraga rutin jumat yang tidak dipaksakan. 7). Mekanisme adaptasi terhadap perubahan, misalnya adanya rumah susun. 8). Orientasi, seperti konteks tinggi (kata-kata menjadi jaminan), konteks rendah (tertulis menjadi penting), dan konteks rendah (karena diikuti tertulis) dengan subkonteks tinggi (perintah lisan). Dalam kehidupan masyarakat sehari – hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan.
50
Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Dengan berjalannya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan. Definisi budaya organisasi adalah bahasa, ritual,dan mitos, Naskah organisasi, yang diambil dari naskah pribadi pendiri organisasi atau pemimpin dominan, Merupakan sebuah produk, sebuah sejarah didasarkan pada simbol dan merupakan suatu abstraksi dari perilaku dan produk perilaku (Ivancevich M.John, Konopaske Robert, dan Matteson T. Michael, 2007:44) Selain itu Edgar Schein dalam buku (Ivancevich M.John, Konopaske Robert, dan Matteson T. Michael, 2007:44) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal – yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid dan oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir, dan berperasan sehubungan dengan masalah yang dihadapinya. Perusahaan seperti Johnson & Johnson, The Body Shop, dan Ben & Jerry’s Ice Cream telah menciptakan semboyan berdasarkan nilai dan prinsip etisnyang berperan untuk
51
memproyeksikan kepada orang lain apa yang mereka yakini dan untuk mengarahkan perilaku orang lain. Kotak masalah organisasi berikut menyajikan contoh dari semboyan ketiga perusahaan tersebut.
CONTOH ATRIBUT BUDAYA Dokumen Desain Fisik Kerapihan Bahasa Jargon Etos dan Praktik kerja Hari kerja yang adil untuk pembayaran yang adil Kesetiaan Komitmen Membantu orang lain Kinerja membuahkan penghargaan Ekuitas Manajemen Kompetensi
I.
II.
ARTIFAK DAN KREASI Teknologi Seni Pola perilaku yang dapat dilihat dan didengar
NILAI Dapat diuji dalam lingkungan fisik Dapat diuji dengan konsensus sosial
III. ASUMSI DASAR Hubungan dengan lingkungan Sifat dari kenyataan, waktu, dan ruang Hakekat dari sifat manusia Sifat dari aktivitas manusia Sifat dari hubungn manusia
Dapat dilihat tapi sering kali tak dipahami
Tingkat kesadaran yang lebih tinggi
Bawah sadar yang tidak tampak yang dibiarkan
Sumber : Ivancevich M.John, Konopaske Robert, dan Matteson T. Michael, (2007 : 45)
Gambar 3 Model Organisasi Tiga Lapis Schein
2.
Unsur – unsur dan Proses Pembentukan Menurut Sudarmanto, (2014:166) unsur pada budaya organisasi meliputi dua hal : yang tampak atau kelihatan (visible artifacts) dan yang
52
tidak tampak (invisble). Unsur budaya yang tampak mencakup segala hal yang dapat dilihat secara kasat mata, seperti cara orang berperilaku, berpakaian, berbicara, simbol-simbol, ritual, logo organisasi, figur-figur hero, cerita yang sering dibicarakan anggota organisasi. Unsur budaya yang tidak tampak adalah nilai-nilai, asumsi, filosofi, kepercayaan, proses berfikir yang pada hakikatnya akan mempengaruhi unsur visibel tadi. Budaya organisasi dapat dibentuk, diciptakan dan direkayasa agar sinergis dengan cita-cita organisasi. Oleh karenanya, tugas pemimpin organisasi adalah membangun budaya organisasi yang sejalan dengan visi dan misi organisasi (Sudarmanto, 2014:167). 3.
Fungsi Budaya Organisasi Budaya menjalankan fungsi yang kompleks, di dalam organisasi sebagai berikut : 1.
Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.
2.
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota –anggota organisasi
3.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang
4.
Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan standar- standar yang tepat untuk apa harus dikatakan dan dilakukan oleh karyawan (Sudarmanto, 2014:170).
53
5.
Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang mempermudaj
dan
membentuk
sikap
serta
perilaku
karyawan,
Robbins,2003 (dalam Sudarmanto, 2014:171). 6.
Budaya akan menghasilkan komitmen dan misi organisasi, Green Berg & Baron, 2003 (dalam Sudarmanto, 2014:171)
4. Menciptakan Budaya Organisasi Dapatkah
sebuah
budaya
diciptakan
sehingga
mempengaruhi
perilaku,sesuai dengan keinginan manajemen? Hal ini merupakan pertanyaan yang menarik. Usaha dan percobaan menciptakan suatu budaya yang positif dan produktif dilakukan di sebuah perusahaan elektronik di California. Manajer puncak secara teratur bertemu untuk menentukan nilai inti perusahaan. Sebuah panduan dikembangkan untuk menyajikan nilai inti sebagai : “memberi perhatian tiap detil”, “melakukan ha tepat sejak awal”, “mengirimkan produk bebas cacat”, dan “menggunakan komunikasi terbuka”. Panduan nilai inti ini disirkulasikan kepada semua karyawan sebagai serangkaian prinsip yang membimbing perusahaan. John Nordstorm, seorang imigran swedia yang tinggal di seattle, menciptakan budaya deparment store Nordstrom yang bergantung pada prinsip bahwa “pelanggan selalu benar”.Perusahaan mengandalkan orang – orang Nordies yang berpengalaman untuk mnegajarkan karyawan baru cara memberikan pelayanan kepada konsumen yang luar biasa. Di Nordstorm, budaya telah berevolusi setelah beberapa waktu dan sekarang melekat di perusahaan. Ritual, sejarah, humor dan akal sehat telah menjadikan
54
Nordstorm diakui sebagai pemimpin dalam pelayanan konsumen. Budaya memperkuat peran kepemimpinan tersebut setiap hari.Budaya seperti Mcdonald’s, Walt Disney dan Nordstorm tampak berevolusi selama suatu periode waktu. Schein mendeskripsikan evolusi ini sebagai berikut:
METODE Uraikan sejarah secara mendetil Komunikasi mengenai dan oleh “pahlawan” Kepemimpinan dan pemimpin yang dicontoh Komunikasi norma dan dinilai
Sistem penghargaan Manajemen karier dan keamanan pekerjaan Perekrutan dan penempatan kerja Sosialisasi mengenai staff baru Pelatihan dan pengembangn baru Kontak anggota Pengambilan keputusan yang partisipatif Koordinasi antar kelompok Pertukaran personal
KONDISI YANG DIINGINKAN
H
Mengembangkan perasaan adanya sejarah (History)
O
Menciptakan perasaan kesatuan (Oneoness)
HASIL
Budaya Organisasi yang kohesif
M
Mempromosikan perasaan keanggotaan (Membership)
E
Meningkatkan pertukaran antar anggota (Exchange)
Sumber : Ivancevich M.John, Konospake Robert, dan Matteson T.Michael, (2007:45)
Gambar 4 Ilustrasi Perkembangan Budaya Dan Hasilnya
55
5. Pengaruh Perubahan Budaya Hanya sedikit penelitian mengenai perubahan budaya. Kesulitan dalam menciptakan budaya bahkan menjadi lebih kompleks ketika kita berusaha melakukan suatu perubahan budaya signifikan. Tema yang sering muncul ketika membahas perubahan adalah : 1.
Budaya begitu membingungkan dan tersembunyi sehingga budaya tidak dapat didiagnosis, dikelola, atau diubah secara cukup.
2.
Karena diperlukan teknik yang sulit, ketrampilan yang langka, dan waktu yang cukup untuk memahami budaya, serta bahkan lebih banyak waktu lagi untuk mengubahnya, usaha yang terencana dan terperinci dalam perubahan budaya bukan merupakan hal yang benar – benar praktis.
3.
Budaya membantu orang bertahyan menghadapi periode kesulitan dan berperan menghilangkan kecemasan. Salah satu cara budaya melakukan hal ini adalah dengan menyediakan kontinuitas dan stabilitas. Ketiga pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa manajer yang tertariki untuk melakukan perubahan budaya berhadapan dengan tugas yang sulit. Akan tetapi, ada manajer berani, yakni bahwa mereka dapat turut campur dalam melakukan perubahan dalam budaya. Sejumlah pengetauan menyatakan bahwa salah satu cara yang paling efektif dalam mengubah keyakinan dan nilai orang adalah dengan mula – mula mengubah perilaku mereka. Akan tetapi, perubahan perubahan perilaku tidak selalu menimbulkan perubahn budaya karena proses justifikasi. Menyingkirkan hal – hal yang tidak sesuai dengan budaya mungkin diperlukan, akan
56
tetapi hal tersebut hanya dapat dilakukan setelah menimbang biaya dan manfaat dari kehilangan pekerja berbakat yang menyimpang dari budaya perusahaan. 6.
Mempertahankan Budaya Sosialisasi adalah proses dimana perusahaan memperkenalkan karyawan baru pada budaya perusahaan. Dalam istilah budaya, terdapat perpindahan nilai, asumsi, dan sikap dari karyawan lama ke karyawan baru. Proses sosialisasi perusahaan terus berlangsung sepanjang karier seorang individu. Ketika kebutuhan organisasi berubah misalnya, karyawan harus beradaptasi terhadap kebutuhan tersebut ; ini berarti bahwa kebutuhan baru tersebut harus disosialisasikan. Akan tetapi, bahkan ketika kita mengakui bahwa sosialisasi ada, kita juga harus mengakui bahwa hal mtersebut lebih penting pada beberapa waktu dibandingkan dengan pada waktu lainnya. Sebagai contoh, sosialisasi menjadi hal yang paling penting ketika seorang individu pertama kalin menerima sebuah pekerjaan atau mengambil pekerjaan yang berbeda di organisasi yang sama. Proses sosialisasi muncul sebagai tahapan karier, tetapi individu semakin menyadarinya ketika mereka berganti pekerjaan atau berpindah organisasi.
7. Tahap sosialisasi Tahap sosialisasi umumnya saling bersinggungan dengan tahap suatu karier. Walaupun para peneliti telah mengusulkan beragam deskripsi dari tahap – tahap sosialisasi, tiga tahap sudah cukup menggambarkannya :
57
1. Sosialisasi Antisipasi Tahap pertama melibatkan semua aktivitas yang dilakukan individu sebelum memasuki organisasi atau menerima pekerjaan yang berbeda dalam organisasi yang sama. Tujuan utama dari aktivitas ini adalah memperoleh informasi mengenai organisasi baru / pekerjaan baru. Orang sangat tertarik pada dua jenis informasi sebelum memasuki pekerjaan baru. Pertama, mereka ingin tahu sebanyak mungkin mengenai bagaimana rasanya bekerja didalam organisasi itu. Kedua, mereka ingin tahu apakah mereka sesuai untuk pekerjaan yang tersedia didalam organisasi. Pada keadaan ini, informasi yang diinginkan adalah informasi spesifik terkait dengan pekerjaan atau organisasi. 2. Akomodasi Tahap kedua dari sosialisasi muncul setelah individu menjadi anggota dari organisasi, setelah dia menerima pekerjaan. Dalam tahap ini, individu melihat organisasi dan pekerjaan seperti apa adanya. Melalui beragam aktivitas, individu berusaha menjadi partisipan aktif dalam organisasi dan seorang pekerja yang kompeten dalam melakukan pekerjaan. Empat aktivitas utama membentuk tahap akomodasi : semua individu, pada suatu tingkatan, harus terlibat dalam aktivitas (1) membangun hubungan interpersonal baru, baik dengan rekan kerja dan supervisor, (2) mempelajari tugas yang diperlukan untuk melakukan untuk melakukan pekerjaan, (3) memperjelas perannya dalam organisasi dan dalam kelompok formal dan informal yang relevan dengan peran tersebut, dan (4) mengevaluasi kemajuan yang dicapai dalam pemenuhan permintaan pekerjaan dan peran. 58
3. Manajemen Peran Kebalikan dari tahap akomodasi, yang menuntut individu menyesuaikan dengan tuntutan dan harapan dari kelompok kerja, tahap manajemen peran mengambil serangkaian persoalan dan masalah yang lebih luas. Secara spesifik, selama tahap ketiga, konflik muncul. Salah satu konflik terjadi antara pekerjaan individu dan kehidupan dirumah. Karyawan yang tidak mampu memecahkan konflik pekerjaan/kehidupan seringkali dipaksa untuk meninggalkan organisasi atau untuk berkinerja pada tingkat yang tidak efektif. 8. Karakteristik dari Sosialisasi yang Efektif Bentuk dan isi dari proses sosialisasi organisasi bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Bahkan pada organisasi yang sama, berbagai individu mengalami proses sosialisasi yang berbeda. Variasi ini entah mencerminkan kurangnya perhatian dari pihak organisasi dan individu. Kedua penjelasan menimbulkan kesan bahwa, walaupun keunikan tampak jelas, beberapa prinsip umum dapat di implementasikan dalam proses sosialisasi.
2.1.4 Motivasi Kerja 1.
Pengertian Motivasi Kata motivasi berasala dari bahasa latin “Movere” yang berarti menggerakkan, sedangkan “motivation” arti kata ini berarti pemberian motif, menimbulkan semangat atau dorongan bagi seseorang, atau diartikan unsur yang mendorong seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Berawal
59
dari kata tersebut diatas, maka motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Menurut Menurut Sedarmayanti, (2011:400) yang dimaksud dengan motivasi kerja adalah kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kerja maksimal. Berbeda halnya pengertian pada motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual, Wahjono Imam, S (dalam Robbins, 2003 :208). Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan,menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subyek yang paling penting bagi manajer suatu organisasi, karena seorang manajer harus memiliki kemampuan bekerja dengan dan orang lain. Seorang pemimpin perlu
memahami
orang
–
orang
berperilaku
tertentu
agar
dapat
mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Motivasi adalah subyek yang membingungkan karena motif yang tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, tetapi harus disimpulkan dari perilaku orang yang tampak. Selanjutnya dijelaskan bahwa suatu motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan sebagai faktor pendorong perilaku
60
seseorang. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki suatu faktor yang mendorong aktivitas tersebut. Oleh karena itu, faktor pendorong dari seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu pada umumnya adalah kebutuhan serta keinginan orang tersebut (Sudarmanto. 2014:109). Setiap organisasi private atau public perlu membangun sumber daya manusia yang dimiliki secara profesional dan memiliki kompetensi yang tinggi. Sumber daya manusia yang berkompetensi tinggi akan menjadi pusat unggulan organisasi sekaligus sebagai pendukung daya saing organisasi lama memasuki era globalisasi dan menghadapi lingkungan usaha serta kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan begitu cepat. Setiap individu dalam melakukan aktivitasnya selalu mempunyai dasar dan tujuan yang berbeda. Demikian juga terjadi pada setiap pegawai, setiap pegawai mempunyai kebutuhan yang berbeda dan dapat menimbulkan dorongan atau motivasi untuk bekerja lebih baik. Oleh karena itu, manajer harus selalu menimbulkan motivasi kerja yang tinggi kepada karyawannya guna melaksanakan tugas-tugasnya. Sekalipun harusi diakui bahwa motivasi bukan satu – satunya faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi kerja seseorang. Ada faktor lain juga ikut mempengaruhi, seperti pengetahuan, sikap, kemampuan, pengalaman, dan persepsi peranan. 2. Teori – Teori Motivasi 1.
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Maslow mengatakan bahwa kebutuhan utama manusia berada pada tingkat pertama yaitu kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan untuk
61
makan, minum, perumahan dan lain sebagainnya. Kebutuhan kedua adalah kebutuhan keselamatan, perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan. Kebutuhan ketiga adalah kebutuhan sosial yaitu rasa cinta dan dan kepuasaaan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasaan karena di terima oleh kelompok masyarakat dan keluarga. Kebutuhan keempat adalah kebutuhan akan status dan kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi. Kebutuhan kelima adalah kebutuhan pemenuhan dan pengembangan diri semaksimal mungkin, kreativitas, ekspresi diri dan melakukan apa yang paling cocok serta menyelesaikan pekerjaan sendiri. Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi atau kebutuhan itu saling menompang dan saling tergantung. Suatu kebutuhan lebih rendah tidak lalu hilang bila kebutuhan yang lebih tinggi muncul. Hal ini yang penting dalam pemikiran Maslow adalah kebutuhan yang telah dipenuhi mereda daya motivasinya terhadap kebutuhan tersebut,namun kebutuhan tersebut masih mempengaruhi perilaku, hanya intensitasnya lebih kecil. Konsep teori dari Abraham Maslow menjelaskan bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang terbatas. Kebutuhan yang paling mendasar di tempatkan pada urutan pertama dalam hirarki kebutuhan, dimana terdiri dari lima tingkatan kebutuhan dan keinginan manusia. Kebutuhan yang lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mendapatkan kepuasan atas
62
kebutuhan tersebut, setelah kebutuhan yang lebih rendah sebelumnya terpuaskan. Hal ini dapat dilihat di dalam Hierarki kebutuhan Maslow . yang mana hierarki kebutuhan dapat digunakan dalam manajemen motivasi. Teori Maslow ini harus di pandang sebagai pedoman umum bagi manajer, karena konsepnya relative dan bukan merupakan penjelasan mutlak tentang semua perilaku manusia.
SELF ACTUALIZATION (DOING YOUR THING)
ESTEEM (SELF AND PEER VALUE)
BELONGINGNESS (FRIENDSHIP, AFFILATION, LOVE)
SAFETY AND SECURITY (FREEEDOM PHYSICAL, AND MENTAL FEELINGS O BEING SECURE
Sumber : Sedarmayanti (2011 : 400)
Gambar 5 Hierarki Kebutuhan Menurut Abraham Maslow
2.
Teori Dua Faktor Hezberg Frederick Hezberg mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua unsur tersebut dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau instrinsic motivation dan unsur pemeliharaan (maintanance factor) yang
63
disebut dengan distatifier atau ekstrinci motivation. Faktor pemuas tersebut juga motivator yang merupakan unsur pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain: 1. Prestasi yang diraih (achievment) 2. Tanggung Jawab (responbility) 3. Peluang untuk maju (advacement) 4. Kepuasan kerja itu sendiri (the work itself) 5. Kemungkinan pengembangan karir Sedangkan unsur pemeliharaan (maintanance factor) disebut juga faktor merupakan unsur yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara
keberadaaan
pegawai
sebagai
manusia,
pemeliharaan
ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam unsur ekstrinsik, faktor ini meliputi : 1). Kompensasi. 2). Keamanan dan Keselamatan Kerja. 3). Kondisi kerja. 4).Status 5). Prosedur perusahaan 6). Mutu dan unsur teknis dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat dengan atasan dan bawahan. Teori ini yang menarik adalah bahwa batasannya berorientasi pada pekerjaan (work oriented). Tabel 2 Faktor – Faktor Pemuas dan Pemeliharaan Dalam Kerja Faktor – faktor pemuas Faktor – faktor pemeliharaan Prestasi
Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan
Penghargaan
Kualitas pengendalian teknik
Pekerjaan kreatif dan menantang
Kondisi kerja
Tanggung jawab
Hubungan kerja
Kemajuan dan peningkatan
Status pekerjaan, Keamanan Kerja,Kehidupan Pribadi Penggajian
Sumber : (Handoko, 2002:260)
64
Selanjutnya menurut Sedarmayanti (2011 : 401) Hezberg two factor theory meliputi dua faktor penyebab timbulnya rasa puas atau tidak puas: pemeliharaan dan faktor pemotivasian 1.
Faktor pemeliharaan yaitu terdiri dari administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja, dan status
2.
Faktor
pemotivasian
meliputi
dorongan
berprestasi,
pengenalan,
kemajuan, pekerjaan itu sendiri, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab. Jadi kesimpulan penemuan penting dari penelitian Hezberg adalah bahwa manajer perlu memahami faktor-faktor apa yang dapat digunakan untuk motivasi karyawan sehingga dapat mengurangi dan menghilangkan ketidakpuasan kerja dan menghindarkan masalah, tetapi tidak akan dapat digunakan untuk memotivasi bawahan. Hanya faktor – faktor positif “motivators” (intrinsik), yang dapat memotivasi para karyawan untuk melaksanakan keinginan para manajer. Tabel 3 Perbandingan Antara Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Dan Teori Motivasi – Pemeliharaan Herzberg Hierarki Kebutuhan Maslow
Teori Motivasi Pemeliharaan Hezberg
Faktor – faktor motivasional
Aktualisasi Diri atau Pemenuhan Diri dan Penghargaan
Faktor – faktor pemeliharaan dan administrasi
Penghargaan Sosial
Pekerjaan yang kreatif dan prestasi Penghargaan, Tanggung Jawab Kemungkinan Meningkat Kemajuan Status Hubungan – hubungan dengan antar pribadi, dengan atasan, dan rekan sejawat Pengawasan keamanan atau rasa aman Kebijaksanaan administrasi Keamanan kerja Kondisi kerja Pengupahan Penghidupan
Keamanan atau rasa aman Fisiologis
Sumber : (Handoko,2002:261)
65
Teori Pemeliharaan atau teori dua faktor, sebenarnya paralel dengan teori hierarki kebutuhan Maslow. Motivator – motivator berhubungan dengan kebutuhan aktualisasi diri dan penghargaan, dan faktor – faktor pemeliharaan berhubungan dengan kebutuhan – kebutuhan lebih rendah , terutama kebutuhan keamanan atau rasa aman. 2.2
Penelitian Terdahulu Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan yang akan dilakukan. Di bawah ini peneliti akan memberikan kesimpulan hasil penelitian yang pernah dilakukan : Tabel 4 Penelitian Terdahulu No
Nama, Tahun dan Judul
Metoda Penelitian
Perbedaan
Hasil Penelitian
1
Roesdi, R. 2008. Pengaruh Gaji, Gaji Tambahan Dan Upah Tambahan Terhadap Motivasi Pekerja (Studi Kasus pada PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung). Martin & Fadli, 2010 ; Pengaruh Stres Kerja terhadap Motivasi Kerja Karyawan Struktural Universitas Singaperbangsa Karawang Koesmono, T. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan
- Stratified Random Sampling (StRS) - Analisis Korelasi dan Regresi - Uji Hipotesis - Data Primer
- Pengambilan sampel menggunakan Stratified Random Sampling (StRS) - Variabel Independen - Populasi dan Sampel
Disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan variabel gaji pokok (X1), gaji tambahan dan upah tambahan (X2), pembayaran insentif (X3) serta tunjangan dan pelayanan (X4). terhadap motivasi kerja pekerja PTPN VII Bandar Lampung
- Teknik Statistik Deskriptif dan Teknik Statistiki Inferesial - Analisis Korelasi dan Regresi - Uji Hipotesis - Data Primer
- Pengambilan sampel menggunakan Teknik Statistik Deskriptif dan Teknik Statistiki Inferesial - Variabel Independen - Populasi dan Sampel
Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan variabel stress kerja terhadap motivasi kerja karyawan.
- Teknik Quota Sampling, - Analisis Korelasi dan Regresi - Uji Hipotesis - Data Primer
- Pengambilan sampel menggunakan Teknik Quota Sampling - Variabel Independen - Populasi dan Sampel
Hasilnya bahwa secara langsung motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 1.462 dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0.387, kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0,003 dan budaya organisasi
2
3.
66
Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur.
berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0.506, budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi sebesar 0.680 dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 1.183.
2.3 Rerangka Model Konseptual Berdasarkan teori – teori yang telah disampaikan maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pada dasarnya stres kerja, upah, dan budaya organisasi yang ada pada perusahaan, berpengaruh terhadap kinerja karyawan dimana kinerja karyawan yang tinggi dapat diperoleh apabila memenuhi beberapa syarat kebutuhan karyawan yang diantaranya adalah meminimalkan stres kerja, upah yang layak dan budaya organisasi yang sehat.
STRES KERJA (X1) MOTIVASI KERJA (Y)
UPAH (X2) BUDAYA ORGANISASI (X3) Gambar 6 Rerangka Model Konseptual
2.4 Perumusan Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1.
Stres Kerja berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. E-T-A Indonesia
67
2.
Upah berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. E-TA Indonesia.
3.
Budaya Organisasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. E-T-A Indonesia.
68