1
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Kepemimpinan Transformasional 1. Definisi Kepemimpinan Transformasional Menurut Robbins (2008 :163) Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian tujuan. Ada empat tipe kepemimpinan, yaitu : a. Kepemimpinan Kharismatik Para pengikut terpicu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. b. Kepemimpinan Transaksional Pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. c. Kepemimpinan Transformasional Pemimpin yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan yang mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut. d. Kepemimpinan Visioner Kemampuan menciptakan dan mengartikulasi visi yang realistis, kredibel dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini.
8
2
Kepemimpinan identik dengan pengaruh seorang sosok yang mampu menggerakan
massa
atau
kelompok
orang
untuk
melakukan
sesuatu.
Kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan manajemen. Kepemimpinan
merupakan
inti
dari
organisasi
dan
manajemen.
Kepemimpinan mempunyai peran menentukan kegagalan dan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. (Ali, 2012:66). Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan itu sendiri. Artinya pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, merupakan ungkapan yang mendudukkan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang terpenting. Kepemimpinan setiap orang pasti berbeda sesuai dengan pengalaman kegiatan yang sudah dilakukannya, background keluarga, lingkungan tempat dia tinggal dan seterusnya. Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan yang di inginkan bersama. Dengan demikian, baik pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab pribadi untuk mencapai tujuan bersama tersebut (Safaria, 2004: 4). Menurut Burns dalam Safaria (2004 : 62) Kepemimpinan transformasional dicirikan sebagai pemimpin yang berfokus pada pencapaian perubahan nilai-nilai, kepercayaan, sikap, perilaku, emosional, dan kebutuhan bawahan menuju perubahan yang lebih baik di masa depan. Pemimpin transformasional merupakan seorang agen perubahan yang berusaha keras melakukan transformasi ulang
3
organisasi secara menyeluruh sehingga organisasi bisa mencapai kinerja yang lebih maksimal di masa depan. Menurut Bass dalam Safaria (2004: 62) pemimpin transformasional ini mampu membawa organisasi menuju kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemimpin transaksional. Iklim dan akibat yang diperoleh bawahan dari pemimpin transformasional adalah meningkatnya motivasi kerja, antusiasme, komitmen, kepuasan kerja, kesejahteraan dan kesehatan bawahan. Yukl (2009:315) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional sering didefinisikan melalui dampaknya terhadap bagaimana pemimpin memperkuat sikap saling kerjasama dan mempercayai, kemanjuran diri secara kolektif, dan pembelajaran tim. Para pemimpin transformasional membuat para pengikutnya menjadi lebih menyadari kepentingan dan nilai dari pekerjaan serta membujuk pengikut untuk tidak mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan organisasi. Menurut Robbins, (2008:472), Pemimpin transformasional memperhatikan hal-hal kebutuhan pengembangan dari masing-masing para pengikut dan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Pemimpin yang tranformasional ini lah yang harus mampu mengajak bawahanya untuk melakukan perubahan dimana perubahan tersebut berpengaruh terhadap kinerja dari karyawan itu sendiri. Komunikasi harus selalu dilakukan
4
oleh pimpinan kepada bawahanya dalam penyampaian visi yang akan dikemukakan. Menurut
Yukl
(2009:305)
tingkat
seorang
pemimpin
disebut
transformasional terutama diukur dalam hubungan efek kepemimpinan terhadap para pengikut. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin dan para pengikut termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan. Pemimpin transformasional memotivasi para pengikut dengan: a. Membuat para pengikut lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan b. Mendorong para pengikut untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan c. Mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan para pengikut pada kebutuhan yang lebih tinggi. 2. Komponen Kepemimpinan Transformasional (Bass dan Avolio, 1993, Bass et al, 2003) kepemimpinan transformasional diuraikan dalam empat ciri utama, yaitu: a. Karisma Karisma merupakan komponen penting dalam konsep kepemimpinan transformasional. Pemimpin karismatik haruslah memiliki kriteria sebagai seorang yang tinggi tingkat kepercayaan dirinya, kuat keyakinan dan idealismenya serta mampu mempengaruhi orang lain. Pemimpin yang karismatik pada umumnya memperoleh perasaan cinta dari anak buah, bahkan bawahan merasa percaya diri
5
dan saling mempercayai di bawah seorang pemimpin yang karismatik. Bagi seorang pemimpin karismatik, bawahan menerima pemimpinnya sebagai model yang diingini setiap saat, tumbuh antusiasme kerja anak buah, mampu membuat anak buah bekerja lebih lama dengan senang hati. Melalui karisma, pemimpin mengilhami loyalitas dan ketekunan, menanamkan kebanggaan dan kesetiaan selain membangkitkan rasa hormat. Selanjutnya menurut Dubrin (2005:44). Berdasarkan uraian di atas aspek–aspek perilaku, bahwa karisma adalah: 1) Keteladanan Seorang pemimpin yang menjadi panutan harus mempunyai sikap setia kepada organisasi. Kesetiaan pemimpin kepada bawahan, dedikasi pada tugas, disiplin kerja, landasan moral dan etika yang digunakan, kejujuran, perhatian pada kepentingan dan berbagai nilai-nilai yang bersifat positif. 2) Berlaku jujur Pemimpin karismatik adalah orang-orang yang jujur dan terbuka pada orang lain tidak kaku, biasanya terus terang dalam memberikan penilaian atas sesuatu dan situasi. Kebenaran itu kadang pahit, tetapi tidak melemahkan para pemimpin yang karismatik (Dubrin, 2005:49) Orang karismatik adalah orang yang jujur tentang aspek negatif dan positif, memahami orang lain dan situasi dengan
cepat,
akurat,
sehingga
dapat
mengetahui
dimana
mereka
sesungguhnya berada. 3) Kewibawaan Menurut Wahjosumidjo (2003:428) bahwa keberhasilan seorang pemimpin dari segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para
6
pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahannya. Selanjutnya menurut Wahjosumidjo (2003:433)
mengatakan
kewibawaan
(power)
merupakan
keunggulan,
kelebihan atau pengaruh yang dimiliki oleh pemimpin unit kerja. Kewibawaan pemimpin dapat mempengaruhi orang lain, menggerakan, memberdayakan segala sumber daya institusi kerja untuk mencapai tujuan institusi sesuai dengan keinginan pemimpin. 4) Memiliki semangat Optimisme dan energi, salah satu kualitas luar biasa dari orang yang karismatik adalah selalu bersemangat, optimisme, dan energi setiap saat. 5) Pujian yang beralasan Pemimpin karismatik adalah bersifat jujur dan selalu memberi pujian. Mereka selalu memuji tindakan atau karakteristik yang layak dipuji. Pujian jujur membuat orang lain merasa senang. Salah satu ciri pemimpin yang karismatik adalah membuat orang lain senang (Dubrin, 2005:51). 6) Menggunakan ekspresi wajah yang hidup Orang karismatik selalu menunjukkan ekspresi wajah yang hidup seperti senyum, ekspresi senang. b. Pertimbangan Individual Setiap pemimpin transformasional akan memperhatikan faktor-faktor individual sebagaimana tidak bisa disamaratakan karena adanya perbedaan, kepentingan, dan pengembangan diri yang berbeda. Dalam model kepemimpinan transformasional pertimbangan individual diartikan sebagai perilaku yang
7
mencerminkan suatu kepekaan terhadap keanekaragaman, keunikan minat, bakat serta mengembangkan diri. Menurut Wahjosumidjo (2001:24) pertimbangan individu (konsiderasi) adalah menunjukkan perilaku yang bersahabat, saling adanya kepercayaan, saling menghormati, dan hubungan yang sangat hangat di dalam kerja sama antara pemimpin dengan anggota kelompok. Menurut Bass dan Avolio (2003:29) mengatakan model kepemimpinan ini mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan (pengikut) serta secara khusus mau memperhatikan kebutuhan bawahan (pengikut) akan pengembangan karier. Berdasarkan uraian di atas, kerangka perilakunya adalah: 1) Toleransi Pengertian toleransi adalah adanya penyimpangan-penyimpangan yang diperbolehkan. Manusia tidak luput dari segala kekurangan-kekurangan, namun demikian kekurangan tersebut ada norma yang membatasi sesuai dengan aturan dalam organisasi. Pemimpin juga adalah manusia biasa sudah pasti dalam melakukan tugasnya dan berinteraksi dengan sesama karyawan pasti mempunyai kekurangan. Pemimpin harus dapat memberikan tindakan yang pantas sesuai dengan batasan penyimpangan yang diperbolehkan. 2) Adil Adil artinya tidak boleh membeda-bedakan sesama karyawan yang ada dalam perusahaan. Hal ini akan menimbulkan persaingan yang sehat diantara karyawan dalam upaya meningkatkan kinerja. Bagi mereka yang melakukan kesuksesan dalam pekerjaan harus mendapat penghargaan yang setimpal dan
8
sebaliknya yang melakukan kesalahan mendapat sanksi (hukuman) setimpal yang bersifat pembinaan. 3) Pemberdayaan Menurut Dubrin (2005;150) pemimpin dapat membangun kepercayaan, keterlibatan, dan kerjasama antar anggota tim. Pemimpin harus menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap karyawan. Artinya tanpa ragu-ragu kepada karyawan dengan satu keyakinan tugas tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik. Pemberian kepercayaan dengan sendirinya akan menanamkan dan meningkatkan rasa percaya diri para karyawan. 4) Demokratif Inti demokratif adalah keterbukaan dan keinginan memposisikan pekerjaan dari, oleh, dan untuk bersama. Menurut Danim (2006:213) kepemimpinan demokratis ialah suatu kepemimpinan dimana pemimpin memainkan peranan permisif. Istilah permisif diartikan adalah mengijinkan. Selanjutnya menurut Danim
(2004:213)
merumuskan
kepemimpinan
demokratis
adalah
“kepemimpinan yang dilandasi oleh anggapan bahwa hanya karena interaksi kelompok yang dinamis, tujuan organisasi dapat tercapai”. Masih menurut Danim,
dengan
interaksi
dinamis
dimaksudkan
bahwa
pemimpin
mendelegasikan tugas dan memberikan kepercayaan kepada yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan bermutu secara kuantitatif. 5) Partisifatif Partisifatif artinya melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Pemimpin meminta komentar, pendapat, dan saran-saran dari para karyawan
9
terhadap apa yang akan dilaksanakan. Dengan demikian para karyawan merasa ikut bertanggung jawab atas keputusan yang diambil oleh pemimpin. 6) Penghargaan Sesuatu yang diharapkan untuk diperoleh dinamakan penghargaan atau rewards. Secara garis besar, penghargaan dapat terbagi menjadi dua yaitu: penghargaan instrinsik (intrinsic rewards) dan penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards). Sule dan Saefullah (2005:248) mengatakan penghargaan instrinsik adalah sesuatu yang dirasakan oleh dirinya ketika melakukan sesuatu. Sesuatu yang dirasakan ini dapat berupa kepuasan dalam melakukan tugas, perasaan lega karena telah menuntaskan tugas hal ini berdampak terhadap adanya peningkatan kepercayaan diri. Sedangkan penghargaan ekstrinsik adalah sesuatu yang diterima oleh seseorang dari lingkungan tempat dia bekerja di mana sesuatu yang diperolehnya sesuai dengan harapannya. Penghargaan ini dapat berupa penghargaan dari pemimpin dan adanya promosi.sesuatu yang diperolehnya sesuai dengan harapannya. Penghargaan ini dapat berupa penghargaan dari pemimpin dan adanya promosi. c. Stimulasi Intelektual Dalam kepemimpinan transformasional seorang pemimpin melakukan stimulasi-stimulasi intelektual. Elemen kepemimpinan ini antara lain kemampuan seorang pemimpin dalam menciptakan, menafsirkan dan mengelaborasi simbol yang muncul dalam kehidupan, dan mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara benar. Dalam arti, bawahan dikondisikan pada situasi untuk selalu
10
bertanya pada diri sendiri dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah secara bebas. Sementara
menurut
Harsiwi
(2003:214)
melalui
kepemimpinan
transformasional sebagai pemimpin akan melakukan stimulasi stimulasi intelektual. Berdasarkan uraian di atas kerangka perilakunya adalah: 1) Inovatif Pemimpin unit mengajak para karyawan untuk melakukan sesuatu yang baru atau menemukan sesuatu yang dalam pengembangan perusahaan ke arah perubahan sesuai dengan yang ditetapkan. Selain itu pemimpin harus menimbulkan kepekaan para karyawan terhadap sesuatu yang baru dan dapat diimplementasikan. 2) Profesionalisme Job description telah ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin diharapkan dapat menggiring para karyawan bekerja ke arah keprofesionalannya dengan memberi teladan bahwa bekerja keras dan berhasil akan mendatangkan kepuasan hidup yang luar biasa. 3) Self assessment Pemimpin transformasional selalu mengevaluasi diri atas tindakan-tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk perbaikan selanjutnya. 4) Mengembangkan ide baru Selalu mencari ide baru dalam mengembangkan organisasi dan ide tersebut disampaikan kepada bawahan untuk diimplementasikan.
11
5) Kepemimpinan kolektif Kepemimpinan kolektif adalah kepemimpinan yang melibatkan para bawahan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam organisasi. Pemimpin tidak melakukan sendiri pekerjaan atau hanya diberikan kepada orang-orang tertentu saja, melainkan memberi hak yang sama kepada semua bawahan berdasarkan bidang pekerjaannya. 6) Kreatif Mendorong para guru untuk mencoba cara-cara baru dalam berbagai kegiatan. Mencoba dan mencoba lagi adalah merupakan awal dari lahirya kreasi-kreasi baru. Pemimpin unit kerja memberi keteladanan tentang prinsip trial and error adalah bahagian dari lahirnya inovasi-inovasi kepemimpinan. d. Inspirasional Inspirational motivation, pemimpin memberikan arti dan tantangan bagi pengikut dengan maksud menaikkan semangat dan harapan, menyebarkan visi, komitmen pada tujuan dan dukungan tim. Pemimpin transformasional berperilaku dengan tujuan untuk memberi motivasi dengan inspirasi terhadap orang-orang disekitarnya. Perilaku pemimpin inspirasional dapat merangsang antusiasme bawahan terhadap tugas-tugas kelompok dan dapat mengatakan hal-hal yang dapat menumbuhkan kepercayaan bawahan terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan kelompok. Pemimpin transformasional harus dapat berperan banyak di dalam menstimulasi orang-orang yang terlibat agar menjadi
12
lebih kreatif dan inovatif di samping dia juga merupakan seorang pendengar yang baik. 3. Karakteristik Pemimpin Transformasional Menurut Luthans dalam Safaria (2004:63) mengemukakan beberapa karakteristik dari pemimpin transformasional yang efektif, antara lain : 1. Pemimpin mengidentifikasikan dirinya sendiri sebagai agen perubahan. 2. Pemimpin mendorong keberanian dan pengambilan resiko. 3. Pemimpin percaya pada orang-orang. 4. Pemimpin dilandasi oleh nilai-nilai. 5. Pemimpin adalah seorang pembelajar sepanjang hidup (lifelongs learners). 6. Pemimpin memiliki kemampuan untuk mengatasi kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian. 7. Pemimpin juga adalah seorang pemimpin yang visioner. 2.1.2 Teori Lingkungan Kerja 1. Pengertian Lingkungan Kerja Lingkungan kerja (the work environment) adalah sumber daya dan situasi yang dibutuhkan oleh seseorang untuk melakukan. Tempat atau lingkungan kerja dalam perusahaan akan mempengaruhi terhadap pekerjaan karyawan. Lingkungan kerja yang buruk akan menyebabkan karyawan merasa terganggu dalam pekerjaannya dan akan menyebabkan turunnya kinerja karyawan. Lingkungan kerja
dalam
suatu perusahaan sangat
penting untuk
diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh
13
langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Nitisemito (2011:183) mendefinisikan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan. Sedangkan Sedarmayanti (2013:1) mendefinisikan lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok. Kalau menurut pendapat para ahli yang dikutip dari Gauzali Saydam, lingkungan kerja adalah “Keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi perkerjaan itu sendiri” (Saydam, 2012). Nitisemito (2010: 109) mengemukakan lingkungan kerja adalah segala yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan. Pendapat lain mengatakan lingkungan kerja adalah keadaan fisik dimana seseorang melakukan tugas kewajibannya sehari-hari
14
termasuk kondisi ruang yaitu baik dari kantor maupun pabrik (Siagian, 2011:139). Sedangkan Nawawi (2013:186) mengungkapkan bahwa lingkungan kerja merupakan insentif material dan non material (psikis). Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersifat material dan non material. Lingkungan kerja merupakan keadaan dimana seseorang bekerja yang meliputi perlengkapan dan fasilitas, suasana kerja (lingkungan non fisik) maupun lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. 2. Jenis Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2012:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi 2 yakni: (1) lingkungan kerja fisik, dan (2) lingkungan kerja non fisik. a. Lingkungan Kerja Fisik Adalah lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat keija yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni : 1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya) 2) Lingkungan perantara atau lingkungan urnum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban,
15
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain. Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai. b. Lingkungan Kerja Non Fisik Sedarmayanti (2012:31) bahwa lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Sedangkan
Nitisemito
(2013:171)
perusahaan
hendaknya
dapat
mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Sentoso (2011:19) yang mengutip pernyataan Myon Woo Lee sang pencetus teori W dalam ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, bahwa pihak manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama Pihak manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif dan kreativitas. Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan.
16
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai Sentoso (2011:19). Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Terdapat bermacam-macam faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja dimana kegiatan dilaksanakan, yaitu : a. Perlengkapan dan fasilitas b. Suasana kerja (non physical working environment) c. Lingkungan tempat kerja (physical working environment) (Sarwono, 2011:7). Menurut Nitisemito (2012: 110) dikemukakan bahwa beberapa faktor fisik (material) yang mempengarui lingkungan kerja, yaitu pewarnaan, kebersihan, penerangan, ventilasi udara, musik, keamanan dan kebisingan. Beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2011:21) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah : a. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja
17
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu : cahaya langsung, cahaya setengah langsung, cahaya tidak langsung, dan cahaya setengah tidak langsung. b. Temperatur di Tempat Kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempuma sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya. yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur iuar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup. c. Kelembaban di Tempat Kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh
18
temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya. d. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis aldbat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan membeiikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.
19
e. Kebisingan di Tempat Kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : lamanya kebisingan, intensitas kebisingan, dan frekuensi kebisingan. Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang. f. Getaran Mekanis di Tempat Kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal: kosentrasi
bekerja,
datangnya
kelelahan,
timbulnya
beberapa
penyakit,
diantaranya karena gangguan terhadap : mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain.
20
g. Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengarubi kepekaan penciuman. Pemakaian "air condition" yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja. h. Tata Warna di Tempat Kerja Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi, Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan manusia. i. Dekorasi di Tempat Kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja. j. Musik di Tempat Kerja Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk
21
dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan menganggu konsentrasi kerja. k. Keamanan di Tempat Kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaanya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan. 4. Indikator Lingkungan Kerja Adapun indikator dari lingkungan kerja menurut Nitisemito (2013: 110) adalah sebagai berikut : suhu udara, suara kebisingan, penggunaan warna, ruang gerak, dan hubungan karyawan. Indikator-indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2012:46) adalah: penerangan, suhu udara, suara bising, penggunaan warna, ruang gerak yang diperlukan, keamanan kerja, hubungan karyawan.
2.1.3 Teori Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori yang dikemukakan oleh Edward Lawyer yang dikenal dengan equity model theory/teori kesetaraan. Intinya teori ini menjelaskan kepuasan dan ketidakpuasan dengan pembayaran perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang dipersepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebab utama terjadinya ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada 3 tingkatan karyawan, yaitu:
22
a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan. b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga tidak mungkin mau pindah ke tempat lain. c. Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa yang diharapkan. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan suatu hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian pada kegiatan didasarkan sesuai dengan keinginan individu maka semakin tinggi kepuasannya terhadap kepuasan tersebut. Dengan demikian kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikap senang/tidak senang, puas/tidak puas dalam bekerja. Teori kepuasan kerja terhadap pekerjaanya dari pada beberapa lainya. Diantara kepuasan kerja adalah Two-factor theory dan Value theory (Rivai 2011:856) a. Two-Faktor Theory Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda. Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan kepuasan apabila tersedia dan menimbulkan ketidakpuasan apabila tidak ada. Ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain). Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung dari
23
padanya, seperti sifat pekerjaan, peluang promosi, dan kesempatan untuk pengembangan. b. Value Theory Menurut konsep ini kepuasan kerja tejadi pada tingkat di mana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menrima hasil, akan semakin puas. Semakin dikit mereka menerima hasil, akan kurang puas. Value theory memfokuskan pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseoorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaanya. Ini tampak dalam sikap positip karyawan terhadap pekerjaan dan sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjannya. Kepuasan kerja menurut Luthans (2012: 2) dapat dipahami dalam tiga aspek. Pertama, kepuasan kerja merupakan bentuk respon pekerja terhadap kondisi lingkungan pekerjaan. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan oleh hasil pekerjaan atau kinerja. Ketiga, kepuasan kerja terkait dengan sikap lainnya dan dimiliki oleh setiap pekerja. Robbins dan Judge (2009: 66) mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaanya. Sikap individu bisa menyangkut puas atau tidak puas pada seluruh dimensi dari pekerjaanya. Pendapat lain menurut Hasibuan (2010: 202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan
24
kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. Menurut Mangkunegara (2011: 117) kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Menurut Hasibuan (2009: 202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Karambut dan Noormijati (2012:656) menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat diartikan sebagai suatu refleksi atau pencerminan dari seberapa jauh seseorang merasa tertarik dan tertodong pada suatu pekerjaan, sehingga situasi dan keadaan pekerjaan tersebut mempunyai nilai tertentu bagi dirinya. Kepuasan kerja itu sendiri terdiri dari perasaan dan tingkah laku seseorang terhadap pekerjaanya, baik atau buruk memberikan kontribusi terhadap ketidakpuasan karyawan.
25
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap dan perasaan karyawan, karyawan atau pekerja terhadap pekerjaan yang dilakukannya, lingkungan kerjanya, ganjaran atau imbalan yang diterimanya dan penilaian terhadap hasil pekerjaannya. Perasaan tersebut dapat berupa perasaan senang, tidak senang, nyaman atau tidak nyaman. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Marihot (2012: 291), faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: a. Gaji. Yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil. b. Pekerjaan itu sendiri. Yaitu Isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan c. Rekan sekerja. Yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan/tidak menyenangkan. d. Atasan. Yaitu seseorang yang senantiasa memberi perintah/petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan bagi seseorang menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja. e. Promosi. Yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan/tidak. Proses kenaikan jabatan kurang terbuka, ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja karyawan.
26
f. Lingkungan
Kerja.
Yaitu
Lingkungan
Fisik
dan
Psikologis.
Untuk
meningkatkan kepuasan kerja karyawan, perusahaan harus merespon kebutuhan karyawan dan hal ini sekali lagi secara tidak langsung telah dilakukan pada berbagai kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti dijelaskan sebelumnya. Namun demikian, tindakan lain masih perlu dilakukan dengan cara yang disebut peningkatan kualitas kehidupan kerja. Menurut Mangkunegara (2009: 120) mengatakan bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: a. Faktor Karyawan Yaitu, kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. b. Faktor Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja. 3. Mengukur Kepuasan Kerja Kepasan kerja sebagai suatu sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaanya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja. Menurut Robbins (2012: 102) menyatakan, kajian terhadap bukti menunjukan empat faktor yang mendukung terciptanya kepuasan kerja bagi karyawan yaitu:
27
a. Kerja yang secara mental menantang Orang lebih menyukai pekerjaan yang memberikan peluang kepada mereka untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan keberagaman tugas, kebebasan, dan umpan balik tentang bagaimana kinerja mereka. Karakteristik-karakteristik tersebut membuat pekerjaan mereka menantang. b. Imbalan yang setimpal Karyawan mengiginkan sistem pembayaran dan kebijakan promosi yang mereka anggap adil, tidak bermakna ganda, dan sesuai dengan harapan mereka. Ketika pembayaran dipandang adil berdasarkan tuntutan pekerjaan, level keterampilan individu,dan standar pembayaran komunitas, maka kepuasan berpotensi muncul. Serupa karyawan mencari kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan peluang untuk pertumbuhan pribadi, peningkatan tanggung jawab dan kenaikan status sosial. Jika individu-individu yang menganggap keputusan-keputusan promosi dalam perusahaan secara terbuka dan adil, maka mereka berpeluang meraih kepuasan dalam bekerja. c. Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli dengan lingkungan kerja mereka untuk kenyamanan pribadi sekaligus untuk menfasilitasi kinerja yang baik.
Penelitian-penelitian
menunjukan bahwa karyawan lebih menyukai kondisi fisik yang tidak berbahaya atau nyaman. Disamping itu, sebagaian besar karyawan lebih menyukai tempat kerja yang relatif dekat dengan tempat tinggalnya, berada
28
dalam fasilitas bersih dan relatif modern, dan dengan peralatan dan perlengkapan yang memadai. d. Rekan sekerja yang mendukung Orang lebih sering mengundurkan diri dari suatu pekerjaan lebih dari sekedar masalah uang atau pencapain yang nyata. Bagi sebagian besar karyawan , pekerjaan juga memenuhi kebutuhan interaksi sosial mereka. Oleh karena itu, tidak mengejutkan bahhwa mitra kerja yang ramah dan mendukung serta mendorong kepuasan kerja. Perilaku atasan karyawan juga menjadi penentu penting kepuasan kerja. Penelitian-penelitian secara umum membuktikan bahwa kepuasan karyawan meningkat ketika atasan langsung karyawan dan ramah menawarkan pujian untuk kinerja yang bagus, mendengar pendapat karyawan, dan menunjukan ketertarikan pribadi kepada mereka. 3. Karakteristik Kepuasan Kerja Ada lima dimensi karakteristik pekerjaan yang paling penting dimana karyawan memiliki respon afektif (Wibowo, 2012: 142). Kelima dimensi tersebut adalah: a. Pekerjaan itu sendiri adalah terkait dengan karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan yang dijalankan itu menyenangkan dan memuaskan serta memberikan tantangan kepada karyawan. b. Pendapatan atau gaji adalah sejumlah upah yang diterima dimana hal ini dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibanding dengan orang lain dalam organisasi.
29
c. Kesempatan promosi adalah proses perubahan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi dari pada wewenang dan tanggung jawab yang telah diberikan padawaktu sebelumnya. Dengan kata lain diberikan kesempatan maju dalam organisasi tersebut. d. Pengawasan (supervisi) adalah hubungan dimana atasan memberikan arahan dan motivasi keapada karyawan secara langsung. e. Rekan kerja adalah teman kerja dalam organisasi dan interaksinya yang bersifat kerjasama dalam suatu pekerjaan. 4. Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja a. Membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. Perusahaan kelas dunia seperti Sounthwest Airlines memiliki budaya fun bagi para karyawanya. Manajemen menjelaskan bahwa ketidaksopanan itu sah-sah saja; adalah baik menjadi diri sendiri; dan bersaing secara serius. Memiliki budaya fun membuat pekerjaan lebih menyenangkan, tetapi tidak menghilagkan kebosanan dan mengurangi kesempatan bagi ketidakpuasan. b. Memiliki gaji, benefit dan kesempatan promosi yang adil. Terdapat berbagai cara dimana organisasi secara khusus mencoba membuat karyawan mereka puas. Seperti cara penting untuk membuat benefit menjadi lebih efektif adalah membuat cara fleksibel yang disebut kafetaria. Cara ini memungkinkan karyawan untuk memilih distribusi benefit mereka sendiri dalam jumlah yang sudah dianggarkan.
30
c. Menyesuaikan orang dengan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keahlian mereka. Memberikan pekerjaan yang sesuai merupakan hal yang paling penting untuk memuaskan karyawan, tetapi sering diabaikan. Tentu saja, ini mengasumsikan bahwa organisasi mengetahui minat dan keahlian seseorang. 5. Manfaat Kepuasan Kerja Luthans (2010) dalam Mahesa (2010) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap : a. Kinerja Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi, kinerjanya akan meningkat. Kepuasan yang dirasakan oleh karyawan dalam bekerja akan memberikan dorongan untuk bekerja lebih baik lagi dan berprestasi. Ada beberapa variabel moderating yang menghubungkan antara kinerja dengan kepuasan kerja, salah satunya adalah penghargaan. Jika karyawan menerima penghargaan yang mereka anggap pantas mendapatkannya, dan puas, ia akan menghasilkan kinerja yang lebih besar. b. Pergantian Karyawan Kepuasan kerja yang tinggi akan membuat pergantian karyawan menjadi rendah, karena karyawan merasa nyaman untuk terus bekerja pada perusahaan tersebut. Berbeda apabila terdapat ketidakpuasan kerja, karyawan merasa tidak nyaman, tertekan dan hasilnya karyawan tidak mapu bekerja dengan baik dan akibatnya pergantian karyawan akan tinggi.
31
2.1.4 Kinerja Karyawan 1. Pengertian Kinerja Karyawan Mangkunegara (2011: 67) mengemukakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Hasibuan (2009: 94) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Menurut Rivai (2010: 309) kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan menurut Simamora (2004) adalah tingkat hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan. Dari beberapa definisi kinerja karyawan yang diberikan oleh beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan hasil kerja dari karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam melakukan dan menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada karyawan tersebut oleh atasan atau pimpinannya berdasarkan perannya di dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Kinerja karyawan akan sangat mempengaruhi produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Produktivitas perusahaan akan rendah apabila kinerja karyawan dalam perusahaan tersebut rendah, dan sebaliknya perusahaan
32
akan menjadi produktif dan semakin berkembang jika kinerja karyawannya tinggi. Kinerja karyawan akan sangat mempengaruhi hasil kerjanya. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mangkunegara (2011: 67-68) berpendapat bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, yaitu : a. Kemampuan Manusia pada dasarnya memiliki dua kemampuan yaitu kemampuan potensi dan kemampuan reality. Kemampuan reality merupakan penggabungan antara pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Dalam dunia kerja, untuk dapat mencapai kinerja yang baik, karyawan, karyawan atau pekerja harus memiliki kemampuan yang sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Misalnya karyawan bagian mesin harus mengetahui seluk beluk mesin atau otomotif begitu juga dengan karyawan di bagian keuangan harus mengetahui dan menguasai ilmu keuangan. b. Motivasi Setiap karyawan atau karyawan memiliki motivasi di dalam dirinya untuk bekerja dalam mencapai tujuannya. Motivasi merupakan sebuah dorongan untuk melakukan aktivitas guna memperoleh atau mencapai tujuan. Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan dirinya secara terarah untuk mencapai tujuan kerjanya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Motivasi karyawan untuk bekerja biasanya terbentuk karena adanya alasan alasan tertentu, misalnya untuk memperoleh gaji, hadiah, dan lain sebagainya.
33
3. Indikator dan Kriteria Penilaian Kinerja Ada beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menilai kinerja karyawan. Indikator kinerja karyawan menurut Guritno dan Waridin (2011) adalah sebagai berikut : a. Mampu meningkatkan target pekerjaan b. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu c. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan d. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan e. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan Berbeda dengan Guritno dan Waridin, menurut Dharma (2012: 355) indikator–indikator kinerja yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penilaian kinerja karyawan antara lain : a. Kuantitas Kuantitas merupakan jumlah keluaran atau output yang harus dihasilkan oleh karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Karyawan dengan kinerja yang baik akan menghasilkan keluaran yang baik atau sesuai dengan target yang telah ditetapkan perusahaan. b. Kualitas Kualitas merupakan mutu output yang harus dihasilkan oleh karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Karyawan
tidak
hanya
dituntut
untuk
menghasilkan keluaran dengan jumlah yang maksimal akan tetapi juga diimbangi dengan kualitas yang maksimal pula. c. Ketepatan Waktu
34
Ketepatan waktu merupakan kesesuaian waktu yang dihasilkan oleh karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan yang direncanakan. Perusahaan akan memberikan batas waktu untuk karyawan menyelesaikan tugasnya. Karyawan dengan kinerja yang baik akan mampu menyelesaikan tugas atau pekerjaannya tepat waktu. 4. Manfaat Penilaian Kinerja Penilaian kinerja menurut Nawawi (2010) dapat dijelaskan dalam beberapa versi, yaitu : a. Penilaian kinerja adalah pendadaran (deskripsi) secara sistematik (teratur) tentang relevansi antara tugas-tugas yang diberikan dengan pelaksanaannya oleh seorang pekerja. b. Penilaian kinerja adalah usaha mengidentifikasi, mengukur (menilai) dan mengelola (manajemen) pekerjaan yang dilaksanakan oleh para pekerja (SDM) di lingkungan suatu organisasi atau perusahaan. c. Penilaian kinerja adalah kegiatan mengidentifikasi pelaksanaan pekerjaan dengan menilai aspek-aspeknya, yang difokuskan pada pekerjaan yang berpengaruh pada kesuksesan organisasi /perusahaan. d. Penilaian kinerja adalah kegiatan pengukuran (measurement) sebagai usaha menetapkan keputusan tentang sukses atau gagal dalam melaksanakan pekerjaan oleh seorang pekerja. Handoko (2010) menyebutkan bahwa penilaian kinerja terdiri dari 3 kriteria, yaitu:
35
a. Penilaian berdasarkan hasil yaitu penilaian yang didasarkan adanya targettarget dan ukurannya spesifik serta dapat diukur. Penilaian berdasarkan hasil dilakukan dengan membandingkan pencapaian atau hasil yang diperoleh oleh karyawan dengan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. b. Penilaian berdasarkan perilaku yaitu penilaian perilaku perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. Apakah karyawan berperilaku menyimpang atau sesuai dengan aturan yang berlaku dalam meyelesaikan pekerjaan. Perusahaan atau manajemen telah mempunyai ukuran-ukuran atau panduan yang digunakan untuk menilai perilaku karyawannya. c. Penilaian berdasarkan judgement yaitu penilaian yang berdasarkan kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, koordinasi, pengetahuan pekerjaan dan keterampilan, kreativitas, semangat kerja, kepribadian, keramahan, intregitas pribadi serta kesadaran dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan tugas. 5. Tujuan Penilaian Kinerja Penilaian kinerja dalam suatu perusahaan atau organisasi memiliki manfaat atau tujuan yang sangat penting. Mengetahui kinerja karyawan secara baik dan totalitas akan memberikan informasi yang sangat berguna sebagai pertimbangan bagi manajemen dalam mengambil keputusan. Ada beberapa tujuan dilakukannya penilaian kinerja (Nawawi, 2012) yaitu: a. Tujuan Umum Penilaian Kinerja 1) Penilaian kinerja bertujuan untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan atau para pekerja. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan
bantuan
agar
setiap
karyawan
mewujudkan
dan
36
mempergunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal dalam melaksanakan misi organisasi/perusahaan melalui pekerjaan masing masing, sehingga karyawan mampu bekerja secara maksimal dengan menggunakan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. 2) Penilaian kinerja bertujuan untuk menghimpun dan mempersiapkan informasi bagi pekerja dan para manajer dalam membuat keputusan yang dapat dilaksanakan, sesuai dengan bisnis organisasi/perusahaan di tempatnya bekerja. Penilaian kinerja akan menghasilkan informasi tentang kinerja baik kinerja perusahaan secara keseluruhan maupun kinerja karyawan secara individual, yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen dalam mengambil dan menentukan kebijakan. 3) Penilaian kinerja secara umum bertujuan untuk menyusun inventarisasi SDM di lingkungan organisasi/perusahaan, yang dapat digunakan dalam mendesain hubungan antara atasan dan bawahan. Hal ini berguna untuk mewujudkan
saling
pengertian
dan
penghargaan
dalam
rangka
mengembangkan keseimbangan antara keinginan pekerja secara individual dengan sasaran organisasi/perusahaan. 4) Penilaian kinerja bertujuan untuk meningkatkan motivasi kerja, yang berpengaruh pada prestasi para pekerja dalam melaksanakan tugastugasnya. Penilaian kinerja akan menyajikan informasi tentang karyawan yang memiliki kemampuan yang baik dan berprestasi. Selanjutnya, dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan tersebut.
37
b. Tujuan Khusus 1) Penilaian kinerja merupakan kegiatan yang hasilnya dapat dijadikan dasar dalam melakukan promosi, menghentikan pelaksanaan pekerjaan yang keliru, menegakkan disiplin sebagai kepentingan bersama, menetapkan pemberian
penghargaan/balas
jasa,
dan
merupakan
ukuran
dalam
mengurangi atau menambah pekerja melalui perencanaan SDM. 2) Penilaian kinerja menghasilkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai kriteria dalam membuat tes (test) yang validitasnya tinggi. 3) Penilaian kinerja menghasilkan informasi sebagai umpan balik (feedback) bagi pekerja dalam meningkatkan efisiensi kerjanya, dengan memperbaiki kekurangan atau kekeliruannya dalam melaksanakan pekerjaan. 4) Penilaian
kinerja
berisi
informasi
yang
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi kebutuhan pekerja dalam meningkatkan prestasi kerjanya, baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan/keahlian dalam bekerja, maupun yang menyentuh sikap terhadap pekerjaannya. 5) Penilaian kinerja memberikan informasi tentang spesifikasi jabatan, baik menurut pembidangannya maupun berdasarkan penjenjangannya dalam struktur organisasi /perusahaan. 6) Penilaian kinerja yang harus dilaksanakan oleh manajer atau supervisor, dengan atau tanpa kerja sama petugas manajemen SDM terhadap bawahannya, akan meningkatkan komunikasi sebagai usaha mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis antar atasan dan bawahan.
38
Menurut Rivai (2010:312), tujuan penilaian kinerja karyawan pada dasarnya meliputi : 1) Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini. 2) Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang. 3) Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan. 4) Meningkatkan motivasi kerja. 5) Meningkatkan etos kerja. 6) Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi tentang kemajuan kerja mereka. 7) Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier selanjutnya. 8) Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas. 9) Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan keputusan perencanaan sukses. 10) Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.
2.1.5 Hubungan Antar Variabel 1. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan Pemimpin mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menciptakan kondisi-kondisi yang merangsang anggota agar dapat mencapai tujuan yang ditentukan. Gaya kepemimpinan menjadi cermin kemampuan seseorang dalam
39
mempengaruhi individu atau kelompok, serta fleksibel dalam cara pendekatan yang digunakan demi meningkatkan kinerja. Untuk mencapai tujuan dari organisasi, karyawan harus mengesampingkan tujuan pribadinya atau setidaknya memiliki sebagian tujuan untuk mencapai tujuan utama organisasi. Dalam konteks organisasi, sifat kinerja adalah ditentukan oleh organisasi itu sendiri. Karyawan merupakan bagian penting dalam pencapaian tujuan sebuah organisasi, dan gaya kepemimpinan dapat memberikan pengaruh dalam kinerja karyawan. Seorang pemimpin yang baik memahami pentingnya karyawan dalam mencapai tujuan organisasi, dan memotivasi para untuk mencapai tujuan. Untuk memiliki organisasi yang efektif, karyawan dalam organisasi harus terinspirasi untuk berinvestasi diri dalam organisasi selain itu karyawan harus dirangsang sehingga mereka bisa lebih efektif. Maka organisasi yang efektif memerlukan kepemimpinan yang efektif. Hayward (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan 2. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Parlinda (Hasan, 2012) menjelaskan bahwa kondisi kerja adalah keadaan dimana tempat kerja yang baik meliputi fisik atau non fisik yang dapat memberikan kesan menyenangkan, aman, tentram dan lain sebagainya. Apabila kondisi kerja baik maka hal tersebut dapat memacu timbulnya rasa puas dalam diri karyawan yang pada akhirnya dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Begitu juga sebaliknya, apabila kondisi kerja buruk maka karyawan tidak akan mempunyai kepuasan dalam bekerja. Dalam penelitian yang
40
dilakukan oleh Anak Agung Ngurah BD, dkk (2012) menunjukkan hasil bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan 3. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Kepuasan kerja dalam hal apapun sangat penting karena kecenderungan untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam perusahaan tidak akan dapat tercapai tanpa adanya kepuasan kerja karyawan. Dimana pihak perusahaan memang harus selalu memperhatikan kepuasan kerja karyawannya karena kalau karyawannya merasa puas maka yang akan merasa untung adalah perusahaannya itu sendiri. Dan hal ini sangat berpengaruh pada tujuan dari perusahaan. Selain itu karyawan yang merasa puas dalam bekerja senantiasa akan selalu bersikap positif dan selalu mempunyai kreativitas yang tinggi. Kepuasan kerja yang diterima dan dirasakan oleh seseorang pegawai akan berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh dari pekerjaannya. Dengan diperolehnya kepuasan kerja oleh pegawai baik itu dengan pemberian gaji yang sesuai, pekerjaan yang diberikan sesuai dengan keahliannya, dan hubungan dengan atasan terjalin dengan baik, hal ini akan meningkatkan kinerja para pegawainya (Luthans, 2006:243). 2.2 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti mengambil beberapa sumber referensi dari penelitian sebelumnya yaitu:
41
Tabel 1 Penelitian Terhadulu Nama Peneliti Aulia, Utami, dan Krishnabudi (2015)
Annisa (2015)
Bana (2015)
Variabel Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada PDAM Kabupaten Bondowoso Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT. Aston Graphindo Indonesia) Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Pemediasi (Studi Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Kota Kendari).
Teknik Analisis Data Analisis Jalur
Regresi Berganda
partial (PLS)
Linier
least
square
Hasil Analisis Lingkungan kerja dan kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kepusan kerja pada PDAM Kabupaten Bondowoso, Lingkungan kerja, kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PDAM Kabupaten Bondowoso, Kepuasan kerja memediasi pengaruh Kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja pada PDAM Kabupaten Bondowoso. Variabel kepemimpinan dan lingkungan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan dan variabel motivasi kerja tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel kinerja karyawan kepemimpinan transformasional dan lingkungan kerja fisik memiliki pengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kinerja pegawai, kepemimpinan transformasional dan lingkungan kerja fisik memiliki pengaruh positif dan signifikan secara tidak langsung yaitu melalui motivasi kerja terhadap kinerja pegawai
2.3 Rerangka Pemikiran Menurut Sugiyono, (2009;86) mengemukakan bahwa kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentigfikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran yang baik akan menjelaskan secara teoritis hubungan antara variable yang akan diteliti. Adapun rerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat dari gambar berikut:
42
Kepemimpinan Transformasional (KT)
Lingkungan Kerja (LK)
Kepuasan Kerja (KP)
H1
H3
Kinerja Karyawan (KK) H5
H2
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.4 Perumusan Hipotesis Perumusan hipotesis merupakan bagian dari langkah dalam suatu penelitian.Tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap penelitian harus merumuskan hipotesisi. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pernyataan (Sugiyono, 2009 : 64) seperti dibawah ini yaitu : H1: Kepemimpinan Transformasional berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT Jago Diesel Surabaya. H2: Lingkungan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT Jago Diesel Surabaya. H3: Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT Jago Diesel Surabaya