23
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:25) pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditetentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Sementara menurut Lohman (dalam Mahsun, 2006:25), pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target–target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Bastian, (2006:329), pengukuran/penilaian kinerja merupakan adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas, dengan demikian pengukuran/penilaian kinerja organisasi merupakan dasar reasonable untuk pengambilan keputusan. Menurut Whittaker (2010) pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan akuntabilitas, pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran. Ada empat elemen kunci dari sistem pengukuran kinerja yaitu: 1. Perencanaan dan penetepan tujuan. 2. Pengembangan ukuran yang relevan. 8
24
3. Pelaporan formal dan hasil. 4. Penggunaan informasi. Dengan adanya pengukuran kinerja maka akan dapat dilakukan suatu penilaian atas keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan atau program yang telah dilaksanakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan pengukuran kinerja menurut U.S. General Accounting Office dalam (Artley et al, 2001) adalah suatu aktivitas memonitor secara terus-menerus terhadap pencapain program, terutama kemajuan ke arah pencapaian tujuan jangka panjang. Didalam pengukuran kinerja, disebutkan tentang level dari aktivitas yang berhubungan dengan program, output dari program, baik berupa produk secara langsung maupun jasa, serta outcome dari produk atau jasa tersebut. Program yang dimaksud tersebut dapat berupa aktivitas, fungsi, atau kebijaksanaan yang mengidentifikasikan tujuan. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat kinerja perusahaan dan untuk membantu memperbaiki kinerja perusahaan, apakah perusahaan tersebut telah berjalan dengan baik, yaitu dengan tercapainya tujuan perusahaan yang telah ditetapkan, atau justru mengalami kemunduran. Hasil pengukuran kinerja dapat dijadikan landasan bagi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan dan melakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kinerja, sehingga pada akhirnya perusahaan dapat meningkatkan daya saingnya. Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi, dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik tetapi pelaksanaan pekerjan
25
secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan tugasnya semuanya layak untuk dinilai. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2011 Penilaian prestasi kerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian manajemen, baik orgisasi publik maupun swasta. Namun Karena sifat dan karakteristik organisasi publik berbeda dengan sektor swasta, penekanan dan orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat perbedaan. Tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah (Mahmudi, 2007:14): 1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya 4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment 5. Memotivasi pegawai 6. Menciptakan akuntabilitas publik 2.1.2 Sistem Informasi Menurut Leitch dan Davis dalam Puspitawati dan Anggadini, (2011:14) system informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung kegiatan operasi sehari-hari, bersifat manajerial dan kegiatan suatu organisasi dan
26
menyediakan pihak-pihak tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. Sedangkan menurut Diana dan Setiawati (2011:4) sistem informasi, yang kadang kala disebut sistem pemrosesan data, merupakan sistem buatan manusia yang biasanya terdiri dari sekumpulan komponen baik manual ataupun berbasis computer yang terintegrasi untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengelola data serta menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai pemakai informasi tersebut. Hall (2010:27) menyatakan bahwa sistem informasi
merupakan
sebuah
rangkaian
prosedur
formal
dimana
data
dikumpulkan, diproses, menjadi informasi dan didistribusikan kepada pemakai. Berdasarkan definisi sistem informasi yang telah disebutkan, maka sistem informasi dalam penelitian ini dijabarkan sebagai sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi dan didistribusikan kepada pemakai atau suatu sistem yang mengubah atau memproses data menjadi informasi, sehingga merupakan model dasar sistem informasi. Sumber sistem informasi dalam organisasi terdiri dari (Puspitawati dan Anggadini, 2011:14-15): 1. Manual Information System, bersumber dari proses manual di mana manusia lebih berperan. 2. Mechanical Information System, bersumber dari proses peralatan atau mesinmesin pembukuan di mana manusia lebih berperan. 3. Computer Based Information, bersumber dari proses EDP di mana manusia sudah kurang berperan dan diambil alih oleh computer.
27
2.1.3 Komitmen Manajemen Menurut Allen dan Meyer (dalam Hapsari, 2004) komitmen organisasi sebagai suatu kelekatan efeksi atau emosi terhadap organisasi seperti individu melakukan identifikasi yang kuat, memilih keterlibatan tinggi, dan senang menjadi bagian organisasi. Komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana seorang individu memihak pada suatu organisasi tertentu dengan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Khikmah (2005) menyatakan bahwa komitmen manajemen atau komitmen organisasi sebagai nilai personal, yang kadang-kadang mengacu sebagai sikap loyal pada perusahaan. Selanjutnya Robbins (2003) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka terhadap organisasi tempat bekerja. Manajemen merupakan bagian dari organisasi, hal ini bearti bahwa komitmen manajemen ialah sikap karyawan yang tertarik dengan tujuan, nilai dan sasaran organisasi yang ditunjukan dengan adanya penerimaan individu atas nilai dan tujuan organisasi serta memiliki keinginan untuk berafiliasi dengan organisasi dan kesediaan bekerja keras untuk organisasi sehingga membuat individu betah dan tetap ingin bertahan di organisasi tersebut demi tercapainya tujuan dan kelangsungan organisasi. Organisasi dengan komitmen manajemen yang kuat dari pimpinan dan bawahannya maka akan lebih mudah untuk mencapai hasil yang diinginkan untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik, dibanding dengan organisasi yang tidak memiliki komitmen manajemen. Shields (1995) dalam Cavalluzo dan Ittner (2003) menyatakan bahwa komitmen manajemen dapat tercermin dengan
28
pengalokasian sumber daya, tujuan, dan strategi pada berbagai rencana yang dianggap bernilai, menolak sumber daya yang menghambat inovasi dan memberikan dukungan politis yang diperlukan untuk memotivasi atau menekan para individu atau pihak lain yang menolak keberadaan inovasi. Dengan demikian, keberadaan komitmen manajemen yang kuat sangat dibutuhkan organisasi agar dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja serta penggunaan yang lebih baik atas informasi kinerja yang dihasilkan. 2.1.4 Akuntabilitas Kinerja Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris accountability yang berarti pertanggunganjawab atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau
keadaan
untuk
diminta
pertanggunganjawaban.
Akuntabilitas
(accountability) yaitu berfungsinya seluruh komponen penggerak jalannya kegiatan
perusahaan,
sesuai
tugas
dan
kewenangannya
masing-masing.
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung jawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat. menurut Widodo (2001:30) akuntantabilitas sebagai perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.
29
Menurut penjelasan Inpres No. 7 Tahun 1999, asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan atau hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku (LAN, 2000:6) Akuntabilitas merupakan persyaratan yang fundamental dalam mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan untuk menjamin bahwa kekuasaan itu ditujukan secara langsung untuk pencapaian tujuan dengan tingkat efisiensi, kejujuran dan kebijaksanaan yang setinggi mungkin. Jabbra and Dwivedi (1989) (dalam Al-Iman 2006). Oleh karena itu, syarat yang mendasar dari demokrasi terletak
pada responbilitas publik, akuntabilitas para aparat
pemerintahan dan pelayanan publik. Brinzius dan Cambell (dalam Sudiarto, 2009), menyatakan bahwa akuntabilitas kinerja adalah suatu maksud dari pertimbangan kebijakan dan program dengan mengukur hasilnya atau hasil dibandingkan dengan standardnya. Berdasarkan definisi tersebut, akuntabilitas kinerja adalah instrumen pertanggungjawaban yang meliputi berbagai indikator dan mekanisme kegiatan pengukuran, penilaian, dan pelaporan kinerja secara menyeluruh untuk memenuhi kewajiban dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepada pejabat yang bersangkutan. Indikatornya
meliputi: penetapan kinerja, indikator input
(masukan), indikator kinerja output (keluaran), indikator kinerja outcome (hasil), pengukuran kinerja, keberhasilan, kegagalan, pelaporan atau pertanggungjawaban.
30
Akuntabilitas Kinerja menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 25 Tahun 2012: Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan dan
kegagalan
pelaksanaan
misi
organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik. Dalam konteks instansi pemerintah, akuntabilitas kinerja disajikan dalam suatu bentuk laporan yang disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang selanjutnya disebut LAKIP. LAKIP merupakan media akuntabilitas yang dapat digunakan oleh instansi pemerintah guna melaksanakan kewajiban
untuk
menjawab
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan
(stakeholder). Sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 dibangun dan dikembangkan dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya pelaksanaan kebijakan dan program yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah, berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai. Dalam hal ini, setiap instansi pemerintah secara periodik wajib mengkomunikasikan pencapaian tujuan dan sasaran strategis organisasi terhadap stakeholder, yang dituangkan melalui LAKIP (LIPI, 2009). Penyusunan LAKIP, berdasarkan SAKIP, dilakukan melalui proses penyusunan rencana strategis, penyusunan rencana kinerja, serta pengukuran dan evaluasi kinerja. LIPI menguraikan fungsi LAKIP, yaitu sebagai:
31
1. Suatu media hubungan kerja organisasi yang berfungsi informasi dan data yang telah diolah. 2. Wujud tertulis pertanggungjawaban suatu organisasi instansi kepada pemberi wewenang dan mandat, sehingga LAKIP berfungsi juga sebagai raport dari pimpinan unit organisasi. 3. LAKIP berisi tentang instansi dan akuntabilitas, yaitu gambaran mengenai pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan visi, misi, tujuan, sasaran, organisasi dan merupakan media akuntabilitas setiap instansi. 4. Sebagai media informasi tentang sejauh mana penentuan prinsip-prinsip good governance termasuk penerapan fungsi-fungsi manajemen secara benar di instansi yang bersangkutan. Dalam penyusunan dan penyampaiannya, LAKIP bertujuan untuk mewujudkan akuntabilitas instansi pemerintah kepada pihak-pihak yang memberi mandat atau amanah. Dengan demikian, LAKIP merupakan sarana bagi instansi pemerintah untuk mengkomunikasikan dan menjawab tentang apa yang sudah dicapai dan bagaimana proses pencapaiannya berkaitan dengan mandat yang diterima instansi pemerintah tersebut. Selain itu, penyampaian LAKIP kepada pihak yang berhak juga bertujuan untuk: 1. Mewujudkan akuntabilitas instansi pemerintah kepada pihak pemberi mandat/amanah.
32
2. Pertanggungjawaban dari unit yang lebih rendah kepada unit kerja yang lebih tinggi atau pertanggungjawaban dari bawahan kepada atasan. 3. Perbaikan dalam perencanaan, khususnya perencanaan jangka menengah dan pendek. LAKIP yang disampaikan oleh instansi pemerintah memiliki manfaat, diantaranya untuk: 1. Meningkatkan akuntabilitas, kredibilitas instansi dimata instansi yang lebih tinggi dan akhirnya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi. 2. Merupakan umpan balik untuk peningkatan kinerja instansi pemerintah. 3. Dapat
mengetahui
dan
menilai
keberhasilan
dan
kegagalan
dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab instansi. 4. Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara baik, sesuai ketentuan, peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. 5. Menjadi instansi yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungan. Laporan akan dikatakan bermanfaat apabila telah dapat menyajikan informasi yang kredibel kepada penggunanya. Dengan informasi yang kredibel tersebut, pengguna akan terpengaruh dalam melakukan pengambilan keputusan yang terbaik. Terdapat empat karakteristik kualitatif yang membuat informasi berguna bagi pemakai, yaitu:
33
1. Dapat dipahami 2. Relevan 3. Handal 4. Dapat diperbandingkan Dalam penyusunan LAKIP harus mengikuti prinsip-prinsip pelaporan pada umumnya, yaitu laporan harus disusun secara jujur, obyektif, akurat, dan transparan. Disamping itu, perlu diperhatikan: 1. Prinsip pertanggungjawaban Hal-hal yang dilaporkan harus proporsional dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dan memuat baik mengenai kegagalan maupun keberhasilan. 2. Prinsip Pengecualian/Prioritas Yang dilaporkan adalah hal-hal yang penting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang diperlukan untuk upayaupaya tindak lanjut. 3. Prinsip Perbandingan Laporan dapat memberikan gambaran keadaan masa yang dilaporkan dibandingkan dengan periode-periode lain atau unit/instansi lain. 4. Prinsip Akuntablitas Mengisyaratkan bahwa yang terutama dilaporkan adalah hal-hal yang dominan yang membuat sukses atau gagalnya pelaksanaan rencana.
34
5. Prinsip Manfaat Manfaat laporan harus lebih besar dari pada biaya penyusunannya, dan laporan mempunyai manfaat bagi peningkatan pencapaian kinerja. Dalam hubungan itu, perlu pula diperhatikan beberapa ciri laporan yang baik seperti relevan, tepat waktu, dapat dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti/jelas dan cermat, dalam bentuk menarik/ tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antar bagian, berdaya banding tinggi (reliable),berdaya uji (verifiable), lengkap, netral, padat, dan mengikuti standar laporan yang ditetapkan. 2.1.5 Penelitian Terdahulu Sebagai landasan dan acuan dari penelitian ini, peneliti mengacu pada penelitian terdahulu mengenai pengaruh sistem informasi dan komitmen manajemen terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Penelitian–
penelitian tersebut antara lain: Astuti (2008) meneliti “Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Terhadap Kinerja Individu”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penerapan sistem informasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja individu pada Pemerintah Kota Malang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik sistem informasi diterapkan dalam suatu organisasi, maka semakin meningkat kinerja individu dalam organisasi tersebut. Mudjiati (2008) meneliti: “Studi Pengaruh Penggunaan Sistem Informasi Terhadap Kinerja Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang”. Hasil penelitian menyimpulkan: bahwa dengan penggunaan sistem informasi/Simaweb di Fakultas Ekonomi yang merupakan salah satu fasilitas guna
35
kelancaran kegiatan proses belajar mengajar, terbukti memberikan kemudahan, banyak keuntungan dan manfaatnya yang sangat menunjang tugas-tugas karyawan dalam melayani dosen, mahasiswa dan pihak luar yang membutuhkan. Hal tersebut berarti mempunyai segi positif bagi semua pihak sehingga berpengaruh terhadapkinerja karyawa dan dapat memberikan kualitas pelayanan kepada dosen, mahasiswa dan pihak luar yang membutuhkan. Silvia (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh keterbatasan sistem informasi, komitmen manajemen, dan otoritas pengambilan keputusan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keterbatasan sistem informasi tidak terbukti berpengaruh signifikan negatif terhadap akuntabilitas kinerja pada pemerintah Kota Payakumbuh. Komitmen manajemen dan otoritas pengambilan keputusan berpengaruh signifikan positif terhadap akuntanbilitas kinerja pada pemerintah Kota Payakumbuh. Agustiana (2010) melakukan penelitian tentang implementasi inovasi sistem pengukuran kinerja instansi pemerintah Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keterbatasan sistem informasi berpengaruh terhadap pengembangan sistem pengukuran kinerja dan pengguna informasi kinerja namun tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja. Kesulitas menentukan ukuran kinerja, komitmen manajemen dan pelatihan yang diberikan kepada para personil organisasi tidak berpengaruh terhadap pengembangan sistem pengukuran kinerja namun berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja dan pengguna informasi kinerja.
36
2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu dan landasan teori serta permasalahan yang telah dikemukakan, Kerangka pemikiran teoritis ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel independen yang terdiri dari keterbatasan sistem informasi, komitmen manajemen dan pelatihan pemakai akhir informasi kinerja terhadap variabel dependen yang terdiri dari pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas kinerja, dan penggunaan informasi kinerja. Berdasarkan landasan teori di atas dapat disusun kerangka pemikiran teoritis yang dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut:
Pemerintah Kota Surabaya
Satuan Kerja Pemerintah Daerah
Pengukuran Kinerja
Sistem Informasi
Komitmen Manajemen
Akuntabilitas Kinerja Gambar 1 Rerangka Pemikiran
37
2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Sistem Informasi terhadap tehadap akuntabilitas kinerja Sistem informasi adalah suatu sistem yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan dan pemrosesan data baik yang dilakukan secara manual maupun dengan bantuan computer untuk menghasilkan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan (Agustiana, 2010). Organisasi dengan kualitas sistem informasi yang baik akan dapat mengimpelemnatsikan sistem pengukuran secara lebih mudah dibandingkan dengan organisasi dengan sistem informasi yang kurang baik (Agustiana, 2010). Masalah sistem informasi menggambarkan hambatan utama terhadap kesuksesan implementasi sistem pengukuran kinerja. Masalah ini berhubungan dengan terbatasan kemampuan sistem informasi yang ada untuk memberikan data yang reliable, valid, dan tepat waktu (Nurkhamid, 2008). Keberhasilan sistem informasi suatu perusahaan tergantung bagaimana sistem itu dijalankan, kemudahan sistem itu bagi para pemakainya, dan pemanfaatan teknologi yang digunakan (Astuti, 2008). Wuryaningrum (2007) menyatakan bahwa teknologi informasi yang diimplementasikan dalam organisasi seharusnya dapat memberikan manfaat pada kinerja individu dan organisasi serta memberikan kenyamanan bagi pemakainya. Teknologi informasi yang dapat memberi manfaat bagi kinerja individu dan organisasi adalah teknologi informasi yang dapat diterapkan dengan mudah. Keberhasilan sistem juga tergantung pada sikap dan kepercayaan pemakai sistem terhadap sistem informasi, yang tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik sistem yang melekat, tetapi lebih kepada
38
sejauh mana sistem tersebut dipercaya dapat memenuhi kebutuhan tugas mereka dan sesuai dengan kebutuhan tugas mereka. Goodhue dan Thomson (1995) dalam (Asuti, 2008) menyatakan bahwa kesesuaian tugas dengan teknologi akan mengarahkan individu untuk mencapai kinerja yang lebih baik.. Salah satu konsep yang menjelaskan mengenai dampak teknologi informasi terhadap kinerja adalah pandangan yang berbasis pada sumber daya (resource based view) dari sebuah organisasi, yang menghubungkan kinerja dari organisasi dengan sumber daya-sumber daya serta keahlian-keahlian yang sesuai dengan kebutuhan organisasi (Astuti, 2008). Sistem informasi merupakan salah satu sumber daya penting dalam organisasi. Sistem teknologi
informasi
sangat
dipengaruhi oleh sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki organisasi tersebut. Astuti
(2008) menyatakan bahwa kinerja sistem informasi akan lebih tinggi
apabila organisasi mengadakan program pelatihan dan pendidikan bagi pemakai. Sistem informasi yang dimanfaatkan secara maksimal dapat mempermudah pelaksanaan tugas oleh setiap individu dalam organisasi. Beberapa penelitian mengenai sistem informasi terhadap kinerja individu yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Mudjiati (2008) dan Astuti (2008) menyatakan bahwa sistem informasi memiliki pengaruh positif terhadap akuntanbilitas kinerja Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Sistem Informasi memiliki pengaruh positif terhadap tehadap akuntabilitas kinerja pada satuan kerja Pemerintah Kota Surabaya.
39
2.3.2 Pengaruh Komitmen Manajemen Tehadap Akuntabilitas Kinerja. Organisasi dengan komitmen manajemen yang kuat dari pimpinan dan bawahannya maka akan lebih mudah untuk mencapai hasil yang diinginkan untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik disbanding dengan organisasi yang tidak memiliki komitmen manajemen (Silvia, 2013). Dengan demikian keberadaan komitmen manajemen yang kuat sangat dibutuhkan organisasi agar dapat meningkatkan akuntanbilitas kinerja serta penggunaan yanglebih baik atas informasi kinerja yang dihasilkan. Akuntabilitas kinerja akan dapat berjalan dengan baik apabila didukung dengan komitmen manajemen yang tinggi dari organisasi, karena organisasi dengan komitmen manajemen yang kuat dari pimpinan dan bawahannya akan lebih mudah untuk mencapai hasil yang diinginkan untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik, disbanding dengan organisasi yang tidak memiliki komitmen. Nurkhamid (2008) dan Silvia (2013) menemukan bahwa keberadaan komitmen manajemen yang tinggi akan meningkatkan akuntabilitas kinerja. Komitmen manajemen yang tinggi menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi dan berusaha menjadikan organisasi kearah yang lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Komitmen manajemen memiliki pengaruh positif tehadap akuntabilitas kinerja pada satuan kerja Pemerintah Kota Surabaya.