BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan bagi suatu perusahaan merupakan alat penguji untuk menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan. Sebelum membahas secara mendalam mengenai membaca, menganalisis dan menafsirkan kondisi keuangan suatu perusahaan melalui laporan keuangannya, maka berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai
definisi
akuntansi
laporan keuangan. Sebab
sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa laporan keuangan merupakan produk akhir dari siklus akuntansi. PSAK No.1 part 10 menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi (IAI, 2012). Menurut PSAK part. 07 komponen laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dengan berbagai cara seperti misalnya: sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelas yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan (IAI, 2012). Dalam PSAK part. 24 mengenai Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyebutkan empat karakteristik kualitatif pokok
yang merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pengguna (IAI, 2012): 1.
Dapat Dipahami Kualitas penting informasi yang di tampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.
2.
Relevan Informasi disebut relevan ketika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai. Agar relevan, informasi harus dapat digunakan untuk mengevaluasi masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang (predictive value) menegaskan atau memperbaiki harapan yang dibuat sebelumnya (feedback value), juga harus tersedia tepat waktu bagi pengambil keputusan sebelum mereka kehilangan kesempatan atau untuk mempengaruhi keputusan yang diambil (timeliness).
3.
Keandalan Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan oleh pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithfull representation) dari yang seharusnyadisajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
4.
Dapat dibandingkan Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan perusahaan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan secara relatif.
2.1.2 Audit Audit adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadiankejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Sunarto, 2003:16). 2.1.3 Audit Laporan Keuangan Audit laporan keuangan merupakan jenis audit yang paling sering dilakukan oleh auditor independen. Hal ini disebabkan audit laporan keuangan dapat meningkatkan kepercayaan para pemakai laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan (Halim, 2008:59). Menurut Halim (2008:60) ada empat alasan yang dapat menjawab pertanyaan mengapa audit atas laporan keuangan diperlukan, antara lain: 1.
Perbedaan Kepentingan Ada perbedaan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik antara manajemen sebagai pembuat dan penyaji laporan keuangan dengan para pemakai laporan keuangan. Para pemakai mengharapkan kepastian dari
auditor independen bahwa laporan keuangn bebas dari pengaruh konflik kepentingan terutama kepentingan manajemen. Laporan keuangan diaudit untuk menentukan kewajaran dan kenetralan laporan keuangan. Auditor independen juga diharapkan mempertimbangkan setiap kebutuhan dari berbagai kelompok pemakai laporan keuangan. 2.
Konsekuensi Laporan keuangan merupakan informasi yang sangat penting bagi pemakai. Investor, kreditor, dan para pembuat keputusan ekonomi lainnya sangat mengandalkan laporan keuangan yang dipublikasikan. Mereka menginginkan laporan keuangan berisi sebanyak mungkin informasi yang relevan dan adanya pengungkapan (disclosure) yang memadai untuk pengambilan keputusan.
Para
pemakai
laporan
keuangan
mengandalkan
auditor
independen untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai prinsip akuntansi yang berterima umum dan berisi pengungkapan yang diperlukan bagi para pemakai yang berpengetahuan dan mengerti tentang laporan keuangan. 3.
Kompleksitas Dunia bisnis yang selalu berkembang pesat mengakibatkan permasalahan akuntansi dan proses penyajian laporan keuangan semakin kompleks. Peningkatan kompleksitas ini mengakibatkan semakin tingginya risiko kesalahan interpretasi dan penyajian laporan keuangan. Hal ini menyulitkan para pemakai laporan keuangan dalam mengevaluasi kualitas laporan keuangan. Oleh karena itu, mereka mengandalkan laporan auditor independen
atas laporan keuangan auditan untuk memastikan kualitas laporan keuangan yang bersangkutan. 4.
Keterbatasan Akses Pemakai laporan keuangan pada umumnya mempunyai keterbatasan akses terhadap data akuntansi. Sebagian kecil pemakai mempunyai akses langsung terhadap catatan akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan. Hal ini memungkinkan mereka untuk memanipulasi catatan akuntansi dan laporan keuangan untuk kepentingan mereka. Oleh karena itu, para pemakai lainnya akan mengandalkan audit yang dilakukan auditor independen untuk memastikan bahwa laporan keuangan cukup berkualitas dan bebas dari manipulasi.
2.1.4 Tujuan Audit Dalam PSA No. 02 seksi 110 tujuan umum pengauditan atas laporan keuangan oleh auditor independen merupakan pemberian opini atas kewajaran dimana laporan tersebut telah disajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Elder et al., 2011:104). Sedangkan menurut Subramanyam dan Wild (2009:114; dalam Reginea, 2011) tujuan utama audit
laporan
keuangan
adalah
untuk
mengidentifikasi
kesalahan
dan
penyimpangan yang jika tidak terdeteksi akan memberikan dampak material pada kewajaran penyajian dan kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Menurut Kell dan Boynton audit dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan dilaksanakannya audit. Menurut (Halim, 2008:5) audit terbagi ada tiga kategori, yaitu: 1.
Audit Laporan Keuangan (financial statement audit) Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang telah ditentukan yaitu prinsip akuntansi berterima umum (PABU).
2.
Audit Kepatuhan (compliance audit) Audit kepatuhan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi-kondisi, aturan-aturan, dan regulasi yang telah ditentukan.
3.
Audit Operasional (operational audit) Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam hubungnnya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun kehematan (ekonomis) operasional. Efisiensi adalah perbandingan antara masukan dengan keluaran, sedangkan efektivitas adalah perbandingn antara keluaran dengan target yang sudah ditetapkan.
2.1.5 Standar Auditing Pengertian standar auditing adalah suatu ukuran pelaksanaan tindakan yang merupakan pedoman umum bagi auditor dalam melaksanakan audit. Standar auditing mengandung pula pengertian sebagai suatu ukuran baku atas mutu jasa auditing. Standar audit merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas professional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti (Elder et al., 2011:41). Dalam PSA No. 01 seksi 150 menetapkan standar-standar audit untuk profesi yaitu Standar Auditing Berlaku Umum. Standar auditing terdiri atas tiga bagian, standar ini diatur dalam Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) sebagai berikut (IAPI, 2011): 1.
Standar Umum Bagian yang mengatur tentang mutu professional auditor independen atau persyaratan pribadi auditor. Standar umum terdiri dari 3 standar, yaitu: a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi, dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2.
Standar pekerjaan lapangan Bagian yang mengatur mengenai pertimbangan-pertimbangan yang harus digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan audit dilapangan. Standar pekerjaan lapangan terdiri dari 3 standar, yaitu: a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
3.
Standar Pelaporan Bagian yang mengatur tentang pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam penyusunan laporan audit. Standar pelaporan terdii dari 4 standar, yaitu: a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor. 2.1.6
Audit Delay Audit Delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari
tanggal penutupan tahun buku, hingga tanggal diselesaikannya laporan audit independen (Wiwik Utami, 2006). Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan audit merupakan hal yang sangat penting, khususnya untuk perusahaanperusahaan publik yang menggunakan pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaan. Sedangkan menurut Rachmawati (2008) audit delay adalah rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, sejak tanggal tahun tutup buku perusahaan yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen.
Ketepatan waktu merupakan kualitas yang berkaitan dengan ketersediaan informasi pada saat dibutuhkan. Waktu antara tanggal laporan keuangan dan laporan audit (audit delay) mencerminkan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Akan tetapi, bila tidak sesuai dengan tujuan pokok audit, maka informasi yang disampaikan juga tidak baik dan dapat merugikan. Proses audit sangat memerlukan waktu sehingga dapat berakibat pada audit delay yang nantinya akan sangat berpengaruh pada ketepatan waktu pelaporan keuangan. 2.1.7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay
a. Ukuran Perusahaan Ukuran Perusahaan dapat diartikan sebagai suatu skala di mana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan dengan berbagai cara antara lain dinyatakan dalam total aktiva, nilai pasar saham, dan lain-lain. Keputusan ketua Bapepam No. Kep. 11/PM/1997 menyebutkan perusahaan kecil dan menengah berdasarkan aktiva (kekayaan) adalah badan hukum yang memiliki total aktiva tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang total aktivanya diatas seratus milyar. Dyer dan McHugh (1975; dalam Rachmawati, 2008) menyatakan bahwa manajemen perusahaan besar memiliki dorongan untuk mengurangi penundan audit (audit delay) dan penundaan laporan keuangan yang disebabkan oleh karena perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, asosiasi perdagangan dan agen regulator. Di samping itu ukuran perusahaan juga memiliki alokasi dana yang lebih besar untuk membayar biaya audit (audit fees), hal ini menyebabkan perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih besar
cenderung memiliki audit delay yang lebih pendek bila dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih kecil. Sedangkan penelitian menurut Ferry dan Jones (1979; dalam Reginea, 2011) ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan ratarata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Pada dasarnya Ukuran Perusahaan hanya terbagi pada tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size), dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan perusahaan ini didasarkan pada total asset perusahaan (Masud Machfoedz, 1994; dalam Febrianty, 2011). Kategori Ukuran Perusahaan yaitu: 1. Perusahaan Besar Perusahaan besar adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki penjualan lebih dari Rp 50 Milyar/tahun. 2. Perusahaan Menengah Perusahaan menengah adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih Rp 1-10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki hasil penjualan lebih besar dari Rp 1 Milyar dan kurang dari Rp 50 Milyar. 3. Perusahaan Kecil
Perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan minimal Rp 1 Milyar/tahun. b. Solvabilitas Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban-kewajibannya baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya (Hanafi dan Halim, 1996; dalam Ani Yulianti, 2011). Solvabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan membandingkan jumlah utang dengan jumlah aktiva. Solvabilitas juga mengindikasikan jumlah modal yang dikeluarkan oleh investor dalam rangka menghasilkan laba. Kemampuan operasi perusahaan dicerminkan dari aset-aset yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan menurut Supranoto (1990; dalam Ani Yulianti, 2011) menyebutkan bahwa solvabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo. Analisis solvabilitas difokuskan terutama pada reaksi dalam neraca yang menunjukkan kemampuan untuk melunasi utang lancar dan utang tidak lancar. Dalam penelitian ini, rasio yang akan dipakai adalah Debt to Equity Ratio (DER). DER menggambarkan perbandingan total kewajiban dan total ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin tinggi DER, maka semakin besar perusahaan menggunakan modal dari kreditor. Perusahaan dengan kewajiban yang besar cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan audit lebih cepat. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan
kewajiban yang besar diawasi dan dimonitori oleh kreditor sehingga akan memberikan tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasikan laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik modal yang pada dasarnya menginginkan mengurangi tingkat risiko dalam pengembalian modal mereka (Subramanyam dan Wild, 2009;37; dalam regina, 2011). Berdasarkan definisi di atas, maka dalam penelitian ini yang menjadi tolak ukur Solvabilitas diukur dengan total debt to total asset ratio (TDTA) yang membandingkan jumlah utang (baik jangka pendek ataupun jangka panjang) dengan jumlah aktiva (total asset). c. Reputasi Auditor Perusahaan dalam menyampaikan suatu laporan atau informasi akan kinerja perusahaan kepada publik agar akurat dan terpercaya diminta untuk menggunakan jasa KAP. Dan untuk meningkatkan kredibilitas dari laporan itu, perusahaan menggunakan jasa KAP yang mempunyai reputasi atau nama baik. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan KAP yang berafiliasi dengan KAP besar yang berlaku universal yang dikenal dengan Big Four Worldwide Accounting Firm atau Big Four (Hilmi dan Ali, 2008). Hasil penelitian Ashton, et al., Schwartz dan Soo (dalam Utami, 2006), menemukan bahwa audit delay akan lebih pendek bagi perusahaan yang diaudit oleh KAP yang tergolong besar. Hasil yang sama juga ditemukan Ahmad dan Kamarudin (2003) yaitu bahwa audit delay pada KAP Big Four akan lebih pendek dibandingkan dengan audit delay pada KAP kecil. Hal ini diasumsikan karena KAP besar memiliki karyawan dalam jumlah
yang besar, dapat mengaudit lebih efisien dan efektif, memiliki jadwal yang fleksibel sehingga memungkinkannya untuk menyelesaikan audit tepat waktu, dan memiliki dorongan yang lebih kuat untuk menyelesaikan auditnya lebih cepat, guna
menjaga
reputasinya.
DeAngelo
(dalam
Hilmi
dan Ali,
2008),
menyimpulkan bahwa KAP yang lebih besar dapat diartikan kualitas audit yang dihasilkan pun lebih baik dibandingkan dengan kantor akuntan kecil. Maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memakai jasa KAP besar cenderung tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya. Pada umumnya, KAP yang besar (yang bekerja sama dengan KAP internasional) mempunyai intensif yang kuat untuk menyelesaikan tugas audit lebih cepat demi mempetahankan reputasinya. Selain itu, KAP besar memiliki lebih banyak sumber daya sehingga tugas audit dapat diselesaikan dalam waktu lebih singkat. KAP besar juga memiliki banyak pengalaman yang membuat mereka dapat melakukan tugas audit lebih cepat. KAP ini dapat menjalankan pengauditan secara lebih efisien dan efektif, serta memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam penjadwalan audit (Simbolon, 2009). Dalam penelitian ini, KAP akan di katagorikan menjadi The Big Four dan Non Big Four. Kategori KAP merupakan variabel dummy dimana KAP The Big Four diberi nilai 1 (satu) dan KAP Non Big Four diberi nilai 0 (nol). Kategori KAP The Big Four di Indonesia sebagai berikut: 1. KAP Deloitte Touche Tohmatsu (DTT), yang bekerjasama dengan KAP Osman Bing Satrio.
2. KAP Price Waterhouse Coopers (PwC), yang bekerjasama dengan KAP Tanudiredja, Wibisana dan Rekan. 3. KAP Ernst & Young (E&Y), yang bekerjasama dengan KAP Purwantono, Suherman dan Surja. 4. KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), yang bekerjasama dengan KAP Siddharta dan Widjaja. d. Opini Auditor Opini auditor merupakan simpulan dari proses audit yang dilakukan auditor independen atas laporan keuangan perusahaan klien mengenai kewajaran laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen dalam semua hal yang material sesuai prinsip akuntansi yang berterima umum. Opini auditor atas laporan keuangan perusahaan menjadi tolak ukur para penggunanya dalam mengambil keputusan. Opini auditor merupakan pendapat yang dikeluarkan oleh auditor independen atas kewajaran suatu laporan keuangan. Opini auditor digunakan oleh pengguna intern dan ekstern laporan keuangan untuk mengetahui kinerja perusahaan selama periode tertentu sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Pengaruh opini auditor terhadap audit delay masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Pendapat auditor sangatlah penting bagi perusahaan ataupun pihak-pihak lain yang membutuhkan hasil dari laporan keuangan auditan. Ada lima tipe pendapat laporan audit yang diterbitkan oleh auditor (Mulyadi, 2002; dalam Ani Yulianti, 2011).
1)
Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi
pembatasan dalam lingkup audit dan terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. 2)
Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (Unqualified Opinion report with Explanatory Language) Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau telah sesuai
standar auditing. Penyajian laporan keuangan sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum, tetapi terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (penjelasan lain) laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan. 3)
Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion) Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan
audit apabila lingkup audit dibatasi klien, auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor, laporan keuangan tidak disusun dengan prinsip akuntansi yang berterima umum digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak ditetapkan secara konsisten. 4)
Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa
pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan
klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. 5)
Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion) Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditor,
maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah: a) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit. b) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya sebagai pemeriksa laporan keuangan auditor akan memberikan opini atas laporan keuangan yang diauditnya. 2.1.8 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu digunakan sebagai perbandingan dengan penelitian sekarang, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Utami (2006) dengan mengambil judul “Analisis Determinan Audit Delay Kajian Empiris di Bursa Efek Jakarta” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, jenis industri, lamanya perusahaan menjadi klien sebuah kantor akuntan publik, jenis opini yang diberikan oleh Akuntan Publik, Laba Rugi, Rasio hutang terhadap ekuitas, dan reputasi auditor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel laba/rugi, lamanya menjadi klien KAP dan opini auditor berpengaruh terhadap
audit delay secara parsial, sedangkan yang lainnya tidak. Dengan demikian ketujuh variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut berpengaruh terhadap audit delay secara simultan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2008) dengan judul “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Terhadap Audit Delay dan Timeliness” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi profitabilitas, solvabilitas, internal auditor, ukuran perusahaan, dan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Hasil dari penelitian tersebut terdapat tiga kesimpulan yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan ukuran KAP berpengaruh signifikan terhadap audit delay, sedangkan profitabilitas, internal auditor dan solvabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay. Ukuran perusahaan, ukuran KAP dan solvabilitas berpengaruh signifikan terhadap timeliness, sedangkan profitabilitas, internal auditor tidak berpengaruh. Profitabilitas, solvabilitas, internal auditor, ukuran perusahaan, dan KAP secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan baik terhadap audit delay maupun timeliness. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2009) dengan mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit delay pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi profitabilitas (ROA), solvabilitas (DER), ukuran perusahaan, dan reputasi KAP. Hasil dari penelitian tersebut menunjuka bahwa profitabilitas
(ROA), solvabilitas (DER), ukuran perusahaan, dan reputasi KAP secara bersama-sama berpengaruh terhadap audit delay. Profitabilitas (ROA) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay, sedangkan solvabilitas, ukuran perusahaan dan reputasi KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap audit delay. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Febrianty (2011) dengan mengambil judul “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Audit Delay Perusahaan Sektor Perdagangan Yang Terdaftar di BEI Periode 2007-2009” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, tingkat leverage dan kualitas Kantor Akuntan Publik. Hasil dari penelitian menunjuka bahwa (1) ukuran perusahaan, berpengaruh signifikan terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima, (2) tingkat leverage perusahaan berpengaruh signifikan terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima, (3) tingkat leverage perusahaan berpengaruh signifikan terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tidak dapat diterima, dan (4) Analisis regresi Y = 0.691 + 1.270 (X1) + 1.099 (X2) + 0.318 (X3) + e, menunjukkan bahwa dari tiga variabel bebas, terdapat 2 variabel yang berperan signifikan yaitu variabel ukuran perusahaan dam tingkat leverage terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima. Sedangkan variabel ukuran
perusahaan yang dominasi berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 5. Penelitian yang dilakukan oleh I Md Ngr Sudewa Mantik, Edy Sujana (2013) dengan mengambil judul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay pada Perusahaan Food and Beverages yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, solvabilitas, reputasi auditor dan ukuran perusahaan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, solvabilitas, reputasi auditor dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap audit delay. Berdasarkan hasil penelitian secara parsial solvabilitas dan reputasi auditor berpengaruh secara parsial terhadap audit delay.
Sedangkan variabel
lainnya
seperti
ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap audit delay.
2.2
Rerangka Pemikiran Ada dua logika yang mendasari hubungan antara ukuran perusahaan
dengan audit delay (Sejati, 2007). Pertama, perusahaan besar akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan besar dimonitor secara ketat oleh investor, pengawasan permodalan dan pemerintah. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi
tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal. Disamping itu perusahaan besar pada umumnya memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya. Kedua, bahwa semakin besar perusahaan maka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan audit lebih lama. Hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya sampel yang harus diambil dan semakin luas prosedur audit yang harus ditempuh. Sehingga ukuran perusahaan dengan indikator total asset memiliki pengaruh positif terhadap audit delay. Logika yang mendasari hubungan antara solvabilitas dengan audit delay, yaitu perusahaan dengan solvabilitas (kewajiban) yang besar cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan audit lebih cepat. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan kewajiban yang besar diawasi dan dimonitori oleh kreditor sehingga akan memberikan tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasiksn laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik modal yang pada dasarnyan menginginkan mengurangi tingkat resiko dalam pengembalian modal mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar solvabilitas, maka audit delay akan semakin singkat (Subramanyam dan Wild, 2009:37; dalam Reginea, 2011). Logika lainnya, yaitu bahwa semakin besar solvabilitas, maka audit delay akan semakin lama. Menurut Carslaw dan Kaplan (1991; dalam Rachmawati, 2008) proporsi relatif dari hutang terhadap total aset mengindikasikan kondisi keuangan dari perusahaan. Proporsi yang besar dari hutang terhadap total aktiva akan meningkatkan kecenderungan kerugian dan dapat meningkatkan kehati-hatian dari auditor terhadap laporan keuangan yang
akan diaudit. Hal ini disebabkan karena tingginya proporsi dari hutang akan meningkatkan pula resiko kerugiannya. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang tidak sehat cenderung biasanya dapat melakukan kesalahan manajemen (mismanagement) dan kecurangan (fraud). Proporsi yang tinggi dari hutang terhadap total aset ini, akan mempengaruhi likuiditas yang terkait dengan masalah kelangsungan hidup perusahaan (going concern), yang pada akhirnya memerlukan kecermatan yang lebih dalam pengauditan. Logika yang mendasari hubungan antara kualitas auditor/ukuran KAP dengan audit delay, yaitu KAP besar biasanya memiliki auditor yang berkualitas. Dengan kualitas auditor yang baik akan sejalan dengan tingginya kualitas hasil jasa auditannya. KAP besar juga memiliki lebih banyank pengalaman yang membuat meraka dapat melakukan tugas audit lebih cepat. Kecepatan waktu dalam menyelesaikan audit diyakini saabagai cara KAP ini mempertahankan reputasi mereka di mata klien. Ada 4 KAP internasional terbesar yang memiliki reputasi baik yang sering di kenal dengan sebutan The Big Four. Sehingga dapat disimpulkan bahwa audit delay akan semakin singkat jika perusahaan diaudit oleh KAP yang termasuk The Big Four dibandingkan jika perusahaan diaudit oleh KAP Non Big Four. Logika yang mendasari hubungan antara opini auditor dengan audit delay, yaitu pada perusahaan yang menerima pendapat selain unqualified opinion akan menunjukkan audit delay yang lebih panjang dibandingkan dengan perusahaan yang menerima pendapat unqualified opinion. Hal ini dikarenakan proses pemberian pendapat selain unqualified opinion tersebut melibatkan negosiasi
dengan klien, konsultasi dengan partner audit yang lebih senior atau staf teknis dan perluasan lingkup audit, sedangkan perusahaan yang menerima pendapat unqualified opinion merupakan suatu berita yang baik bagi perusahaan. Perusahaan yang menerima pendapat unqualified opinion akan melaporkan laporan keuangan tepat waktu. Opini audit yang baik (unqualified opinion) harus mengemukakan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit sesuai dengan ketentuan standar akuntansi keuangan dan tidak ada penyimpangan material yang dapat mempengaruhi pengambilan suatu keputusan. Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, rerangka pemikiran digambarkan melalui bagan sebagai berikut:
Ukuran Perusahaan
(X1)
Solvabilitas
(X2)
Reputasi Auditor
(X3)
Opini Auditor
(X4)
Audit delay (Y)
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.3
Perumusan Hipotesis Berdasarkan rerangka pemikiran di atas maka hipotesis penelitian ini
adalah: H1: Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap audit delay. H2: Solvabilitas berpengaruh positif terhadap audit delay. H3: Reputasi Auditor berpengaruh negatif terhadap audit delay. H4: Opini Auditor berpengaruh negatif terhadap audit delay.