9
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Teori Pesinyal (Signalling Theory) Signalling theory menekankan bahwa pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap setiap keputusan investasi yang dilakukan oleh pihak di luar perusahaan. Informasi tersebut merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis, karena informasi tersebut menyajikan keterangan, catatan untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu tersebut sangat dibutuhkan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Menurut
Jogiyanto
(dalam
Darwanto,
2008),
informasi
yang
dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Teori signal juga menjelaskan bahwa perusahaan yang mempunyai kualitas baik dalam mengelola sistem keuangan atau menajerial dalam perusahaannya, akan berpengaruh atau dapat sengaja bisa memberi sinyal pada pasar. Dengan demikian pasar tersebut dapat membedakan perusahaan yang mempunyai kualitas baik dan buruk serta dapat dijadikan acuan untuk dapat menarik investor untuk melakukan penanaman saham pada perusahaan.
9
10
Informasi yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dapat menjadi signal yang baik bagi investor adalah laporan tahunan. Karena informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan tersebut dapat berupa informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya dapat memuat informasi yang lebih relevan dan bisa mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan. Signaling theory membahas permasalahan mengenai Asimetri informasi. Teori ini didasarkan pada premis bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, ada informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, terjadi pertanda atau sinyal (signaling).
11
2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan Tujuan pelaporan keuangan adalah untuk membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan serupa secara rasional bagi investor serta kreditor dan para pemakai informasi lainnya (Kieso et al., 2010:75). Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan yang berguna user dalam pengambilan keputusan seperti pengambilan keputusan investasi dan pemberian pinjaman. Laporan keuangan merupakan alat yang penting untuk bisa mendapatkan informasi tentang posisi keuangan dan kinerja sebuah perusahaan. laporan keuangan telah menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh investor, dan informasi tersebut telah dilaporkan dalam laporan keuangan yang diharapkan dapat berguna dalam pengambilan sebuah keputusan oleh pengguna laporan keuangan seperti investor dan kreditor.
2.1.3
Laba Laba dapat dikatakan sebagai informasi penting yang dapat disajikan
dalam laporan keuangan suatu perusahaan yang sering digunakan oleh investor untuk menilai suatu kinerja dari perusahaan dan dapat dijadikan sebagai bahan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk dapat berinvestasi. Informasi laba akan direspon oleh investor karena memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan. Statement of Financial Accounting Concept
12
(SFAC) No.1 menyatakan laba memiliki manfaat untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representative dalam jangka panjang, memprediksi laba dan menaksir resiko dalam investasi atau kredit. Informasi laba merupakan salah satu bagian dari laporan keuangan yang banyak. Dan investor yang merubah keyakinan tentang kinerja masa depan suatu perusahaan menjadi lebih tinggi akan cenderung membeli saham perusahaan pada saat itu dan sebaliknya untuk yang merubah keyakinan lebih rendah. Investor juga mengevaluasi kembali resiko dari saham yang mungkin dapat direvisi menurut (Paramita, 2013). Kualitas laba penting bagi mereka yang menggunakan laporan keuangan untuk tujuan kontrak dan pengambilan keputusan investasi menurut Schipper dan Vincent (dalam Nofianti, 2014) Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsi (perceived noise) didalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya.
2.1.4 Koefisien Respon Laba (Earnings Response Coefficient/ERC) Earnings Response Coefficient (ERC) merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur kualitas laba dan besarnya return pasar sekuritas sebagai respon komponen laba tidak terduga yang dilaporkan perusahaan penerbit saham. Laba yang berkualitas itu sendiri dapat ditunjukkan dari sebuah reaksi pasar ketika dapat merespon informasi sebuah laba.
13
Reaksi pasar itu sendiri dapat tergantung dari kualitas laba yang dapat dihasilkan oleh perusahaan. Laba yang dipublikasikan dapat memberikan respon yang bervariasi, yang dapat menunjukkan adanya reaksi pasar terhadap informasi laba. Reaksi yang diberikan itu tergantung dari kualitas laba yang dihasilkan oleh perusahaan, dan kuatnya reaksi pasar tehadap informasi laba yang tercermin dari tingginya ERC, dapat menunjukkan laba yang lebih berkualitas. Beberapa definisi mengenai Earnings Response Coefficient (ERC) itu sendiri meliputi: 1.
ERC didefinisikan sebagai koefisien yang mengukur besarnya keuntungan abnormal sebuah sekuritas sebagai respon terhadap komponen laba yang tidak diharapkan (unexpected earnings). Menurut Scott (2009).
2.
Murwaningsari (2008) mendefinisikan, Earning Response Coefficient (ERC) atau koefisien respon laba merupakan koefisien slope atas laba. Koefisien respon laba mengukur besarnya kekuatan harga saham dalam merespon laba akuntansi. Koefisien laba akuntansi dapat menunjukkan kualitas laba perusahaan.
3.
Mayangsari (dalam Untari dan Budiasih, 2014) mendefinisikan koefisien respon laba sebagai suatu dampak dari tiap dollar laba kejutan pada return saham dan biasanya diukur dengan slope koefisien hasil regresi return abnormal dan laba kejutan. Itu berarti bahwa koefisien respon laba adalah suatu reaksi yang datang dari pengumuman laba perusahaan. Perhitungan earnings response coefficient (ERC) menurut beberapa
peneliti. Meliputi:
14
1.
Verrechia dan Lev (dalam Wibowo, 2013) yang menunjukkan bahwa kekuatan respon investor terhadap sinyal informasi laba merupakan fungsi dari ketidakpastian di masa yang akan datang. Model penilaian yang didasarkan pada informasi ekonomi (information economics based valuation model).
2.
Menurut Sri Ambarwati (dalam Wibowo, 2013) perhitungan earnings response coefficient (ERC) dilakukan dengan Time Series atau firm specifik coefficient, bahwa tiap perusahaan memiliki satu angka ERC yang diperoleh dari forcest tahun-tahun sebelumnya.
2.1.5 Ukuran Perusahaan Catrinasari (dalam Fitri, 2013) juga mengatakan bahwa ukuran perusahaan lebih disebabkan dari operasi ketersediaan informasi yang telah terpublikasikan untuk perusahaan telah meningkat sesuai dengan peningkatan yang terjadi dari sebuah ukuran suatu perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang lebih besar lebih mengutamakan memperhatikan kinerja yang lebih baik, karena perusahaan tersebut cenderung sebagai subyek terhadap penelitian publik sehingga perusahaan juga perlu merespon lebih terbuka terhadap permintaan stakeholders tersebut. Jadi perusahaan suatu perusahaan yang dianggap lebih besar diperkirakan dapat memberikan pengungkapan informasi yang lebih banyak bila dibandingkan dengan perusahaan yang size-nya (ukurannya) lebih kecil. Perusahaan dengan size yang lebih besar umumnya lebih
15
banyak menjadi pusat perhatian dibanding dengan size yang lebih kecil karena disamping melibatkan lebih besar stakeholders juga dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut sangat luas dan besar. Oleh karena itu perusahaan dengan size yang lebih besar memiliki inisiatif untuk mengungkapkan lebih banyak informasi bila dibandingkan dengan perusahaan yang size-nya lebih kecil untuk mendapatkan legitimasi dari stakeholders, karena kelangsungan hidup suatu perusahaan itu tergantung pada hubungan yang baik dengan stakeholders. Ukuran perusahaan terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan dari sebuah ukuran perusahaan ini didasarkan pada total asset perusahaan (Collins dan Kothari (dalam Fitri, 2013).
2.1.6 Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari usahanya, profitabilitas itu sendiri merupakan rasio memiliki daya tarik bagi pemilik perusahaan yaitu stakeholders dalam suatu perseroan. Rasio profitabilitas bertujuan untuk mengukur efektivitas manajemen yang tercermin dari imbalan investasi melaui kegiatan penjualan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Terdapat beberapa jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan. Masing-masing jenis rasio profitabilitas digunakan untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu atau untuk beberapa periode.
16
Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Menurut Anaroraga dan Widianti (dalam Arfan dan Antasari, 2008) profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, baik dihubungkan dengan modal sendiri maupun modal bersama. Profitabilitas
dapat
menjelaskan
bahwa
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan keuntungan adalah tergantung kepada besarnya penjualan, penanaman aktiva (investasi) dan penyerapan modal sendiri (equity).
2.1.7 Voluntary Disclousure Pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan dapat merubah nilai suatu perusahaan selain pengumuman laba perusahaan. Perusahaan yang melakukan lebih banyak pengungkapan sukarela dalam laporan tahunannya dapat memberikan nilai lebih dibandingkan dengan perusahaan yang luas pengungkapan sukarelanya kurang. Adanya pengungkapan sukarela mampu memberikan informasi tambahan serta mengurangi asimetri informasi dan ketidakpastian perusahaan. Informasi tambahan (good news maupun bad news) tersebut akan direspon investor sebagai bahan penilaian perusahaan dan pertimbangan investasi selain informasi laba perusahaan.
17
Pengertian Pengungkapan Sukarela menurut Meek et al. (dalam Paramita, 2013) adalah sebagai berikut: Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajeman perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lain yang relevan untuk pembuatan keputusan para pemakai laporan tahunan. Karena perusahaan memiliki keleluasan dalam melakukan pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan sehingga menimbulkan adanya keragaman atau variasi luas pengungkapan sukarela antar perusahaan. 2.2
Rerangka Pemikiran Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dan telaah
pustaka, maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu rerangka pemikiran sebagai berikut:
Teori Pesinyal (Signaling Theory)
Perusahaan manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Ukuran Perusahaan
Profitabilitas
Koefisien Respon Laba (ERC) Gambar 1
Voluntary Disclousure
18
Rerangka Pemikiran
1.3
Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji
secara empiris. Jadi hipotesis merupakan hubungan antara beberapa variabel yang masih bersifat sementara atau dugaan. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya dan teori-teori yang relevan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 2.3.1 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap earnings response coefficient (ERC) Naimah dan Utama (2006) yang menunjukkan bahwa koefisien respon laba memiliki hubungan positif dengan ukuran perusahaan. Pada perusahaan besar tersedia banyak informasi non-akuntansi sepanjang tahun. Informasi tersebut digunakan oleh investor sebagai alat untuk menginterpretasikan laporan keuangan dengan lebih baik, sehingga dapat dijadikan alat untuk memprediksi arus kas dan mengurangi ketidakpastian. Pada saat pengumuman laba, informasi laba akan direspon positif oleh investor. Dengan banyaknya informasi yang tersedia mengenai perusahaan besar maka investor akan lebih mudah untuk menginterpretasi informasi sehingga dapat menurunkan ketidakpastian arus kas masa depan perusahaan dan akan lebih memiliki kepercayaan pada perusahaan besar. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran suatu perusahaan maka akan semakin tinggi earnings response coefficient (Nofianti, 2014). Menurut Setiawati dkk (2011) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Earning Response Coefficient (ERC). Menurut
19
Susanto (2012) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap koefisien respon laba. Menurut Fitri (2013) bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap earning response coefficient. Penelitian yang dilakukan oleh Arfan dan Antasari (2008) menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan juga tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap koefisien respon laba. Maka hipotesis yang pertama untuk penelitian ini adalah: H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap earning response coefficient
2.3.2 Pengaruh profitabilitas terhadap earnings response coefficient (ERC) Menurut Anaroraga dan Widianti, (dalam Arfan dan Antasari, 2008:1) profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, baik dihubungkan dengan modal sendiri maupun modal bersama. Profitabilitas
dapat
menjelaskan
bahwa
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan keuntungan adalah tergantung kepada besarnya penjualan, penanaman aktiva (investasi) dan penyerapan modal sendiri (equity). Perusahaan dengan profitabilitas tinggi mempunyai koefisien respon laba yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah. Indra dan Joko (dalam Fitri, 2013) menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan positif terhadap ERC yang artinya jika profitabilitas perusahaan memiliki ukuran yang tinggi maka akan semakin tinggi ERC. Penelitian Kusumawardhani dan Nugroho (2010) yang menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap
earnings response
20
coefficient yang artinya perusahaan dengan profitabilitas tinggi akan memiliki koefisien respon laba yang tinggi pula. Menurut Setiawati dkk (2011) bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap Earning Response Coefficient (ERC) dan menurut Setyaningtyas (2009) bahwa profitabilitas mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap koefisien respon laba. Cheng dan Christiawan (2010 ) yang juga menemukan bahwa ROA yang merupakan salah satu jenis rasio profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap reaksi investor. Menurut Fitri (2013) bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap earning response coefficient. Penelitian yang dilakukan Arfan dan Antasari (2008) bahwa profitabilitas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap koefisien respon laba. Maka hipotesis yang ke dua untuk penelitian ini adalah: H2: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap earning response coefficient
2.3.3 Pengaruh voluntary disclousure terhadap earnings response coefficient (ERC) Murwaningsari (2008). menemukan bahwa luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap ERC. Adhariani (2005) melakukan pengujian terhadap variasi tingkat pengungkapan sukarela terhadap ERC, hasil penelitian menemukan adanya hubungan yang komplementer antara informasi laba dan pengungkapan sukarela. Menurut Untari dan Budiasih (2014) terjadi pengaruh positif signifikan voluntary disclosure terhadap ERC, hal ini disebabkan karena semakin banyak
21
perusahaan melakukan pengungkapan sukarela, maka akan semakin tinggi pasar merespons pengumuman laba. Menurut Widiastuti (2002) menemukan ada pengaruh yang positif
dalam luas pengungkapan sukarela dengan koefisien
respon laba. Menurut Sudarma dan Ratnadi (2015) bahwa voluntary disclousure berpengaruh negatif terhadap ERC, hal tersebut disebabkan karena rata-rata pengungkapan sukarela yang relatif kecil menyebabkan pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan kurang direspon atau memberi sinyal yang negatif bagi pemakai laporan keuangan. Maka hipotesis ketiga untuk penelitian ini adalah: H3: Voluntary disclousure berpengaruh positif terhadap earning response coefficient.