11
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1
Teori Sikap dan Perilaku Etis Sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakan untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan-perasaan tertentu dalam menanggapi objek yang terbentuk atas dasar pegalaman-pengalaman (Krech dan Krutchfield dalam Rimawati, 2011:13). Seseorang membentuk sikap dari pengalaman pribadi, orangtua, panutan masyarakat, dan kelompok sosial. Ketika pertama kali seseorang mempelajarinya, sikap menjadi suatu bentuk bagian dari pribadi individu yang membantu konsistensi perilaku. Para akuntan harus memahami sikap dalam rangka memahami dan memprediksikan perilaku. Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum, berhubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan. Perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, yang meliputi sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap, dan intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Ludigdo dalam Rimawati, 2011:13).
11
12
Teori sikap dan perilaku (Theory of Attitude and Behaviour) yang dikembangkan oleh Triandis (dalam Rimawati, 2011:13) dipandang sebagai teori yang dapat mendasari untuk menjelaskan independensi. Teori tersebut menyatakan, bahwa perilaku ditentukan untuk apa yang ingin orang lakukan (sikap), apa yang mereka pikirkan akan mereka lakukan (aturan-aturan sosial), apa yang mereka bisa lakukan (kebiasaan) dan dengan konsekuensi perilaku yang mereka pikirkan. Sehubungan dengan penjelasan tersebut, teori ini berusaha menjelaskan mengenai aspek perilaku manusia dalam suatu organisasi, khususnya akuntan publik atau auditor yaitu meneliti bagaimana perilaku auditor dengan adanya faktor–faktor yang mempengaruhi independensi auditor. Sikap yang dimaksud disini adalah sikap auditor dalam penampilan, berperilaku independen dalam penampilan ketika auditor tersebut memiliki sikap independensi yang tinggi saat melaksanakan audit. Auditor diwajibkan bersikap independensi yaitu sikap tidak memihak kepentingan siapapun.
2.1.2
Kode Etik Profesi Kode etik profesi merupakan suatu prinsip moral dan pelaksanaan aturan- aturan yang memberi pedoman dalam berhubungan dengan klien, masyarakat, anggota sesama profesi serta pihak yang berkepentingan lainya. Kode etik berupa aturan umum mengenai tingkah laku yang baik atau aturan-aturan khusus yang tidak boleh dilakukan. Kode etik profesi
13
diharapkan dapat membantu para auditor
untuk mencapai mutu
pemeriksaan pada tingkat yang diharapkan. Untuk menjadi auditor
yang dapat dipercaya oleh masyarakat,
maka harus patuh pada prinsip-prinsip etika sebagaimana dimuat dalam Prinsip Etika Profesi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tahun 2008 (IAPI, 2008: 13-18) yaitu: a. Prinsip kesatu adalah tanggung jawab profesi. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Selaku profesional, anggota mempunyai peran yang sangat penting dalam masyarakat sehingga bertanggung jawab penuh terhadap semua pemakai jasa profesional mereka. Disamping itu anggota juga mempunyai tanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota dalam mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. b. Prinsip kedua adalah kepentingan publik. Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Profesi akuntan publik memegang peranan penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan publik terdiri dari klien, kreditor, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan dan pihak-pihak lain yang
14
bergantung pada obyektivitas dan integritas auditor dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab auditor terhadap kepentingan publik. Kepentingan pokok profesi akuntan publik adalah membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan prestasi yang tinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai profesi tersebut. c. Prinsip ketiga adalah integritas. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas yang tinggi. Integritas ini merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan pedoman bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas mengikat seorang anggota harus bersikap jujur, adil dan berterus terang dengan tidak mengorbankan rahasia penerima jasa. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil serta mengharuskan anggota untuk mengikuti obyektivitas dan kehatihatian profesional. d. Prinsip keempat adalah obyektivitas. Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Prinsip ini mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, serta terbebas dari benturan kepentingan.
15
e. Prinsip kelima adalah kompetensi dan kehati-hatian profesional. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehatihatian, kompetensi dan ketekunan, serta wajib untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten. f. Prinsip keenam adalah kerahasiaan. Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum untuk mengungkapkanya. g. Prinsip ketujuh adalah perilaku profesional. Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. h. Prinsip kedelapan adalah standar teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahlianya dan dengan berhati-hati anggota menerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesinya,
16
karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan. 2.1.3 Profesi Akuntan Publik Profesi akuntan publik merupakan profesi yang memberikan jasa pemeriksaan akuntansi atau laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat
umum
yang
bertanggungjawab
dalam
meningkatkan
keandalan laporan keuangan sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan. Akuntan publik atau auditor bertujuan untuk memberikan pendapat terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen. Dalam
menilai
laporan
keuangan,
seorang
auditor
dapat
memberikan jaminan bahwa pendapat yang dikeluarkan bisa dipercaya dan tidak menyesatkan pemakainya, karena para pengguna laporan keuangan sangat bergantung dengan pendapat yang dikeluarkan oleh auditor. Sebagai akuntan publik (auditor) mereka harus menjaga kredibilitasnya sebagai akuntan publik agar kepercayaan masyarakat terhadap profesinya tidak berkurang. Di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 423/KMK.06/2002, Tentang Jasa Akuntan Publik, seseorang disebut sebagai Akuntan Publik bila yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan:
17
a) Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan ijin Akuntan Publik b)
Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainya sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku c)
Memiliki nomor Register Negara untuk Akuntan
d)
Anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan IAI-Kompartemen
Akuntan Publik yang dibuktikan dengan kartu anggota atau surat keterangan dari organisasi yang bersangkutan e)
Lulus
Ujian
Sertifikasi
Akuntan
Publik
(USAP)
yang
diselenggarakan oleh IAI Dari uraian di atas, maka akuntan publik (auditor) harus kompeten dan independen dalam menjalankan tugasnya yang mempunyai arti bahwa tanggung jawab untuk berperilaku lebih baik dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan dapat memenuhi undangundang serta peraturan masyarakat. Sebagai profesional, akuntan publik mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien dan rekan seprofesinya, termasuk untuk berperilaku yang terhormat yang merupakan pengorbanan pribadi. Perilaku profesional yang tinggi pada akuntan publik adalah penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan atas kualitas audit dan jasa lain yang diberikan.
18
2.1.4
Tipe – Tipe Auditor Mulyadi (2009:28-29) Akuntan publik melakukan tiga jenis utama aktivitas audit yaitu: 1. Auditor Independen Auditor independen disebut juga auditor eksternal.Auditor independen merupakan auditor profesional yang memberikan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dibidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya., 2. Auditor Pemerintah Auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit instansi, entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah, namun yang umumnya disebut sebagai auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) , Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), dan instansi pajak. 3.
Auditor Internal Auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan Negara
maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah untuk menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan
19
terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisien dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
2.1.5 Independensi Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak tergantung pada pihak lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya ketika melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit. Sehingga independensi merupakan salah satu karakteristik terpenting bagi auditor dan dasar dari prinsip integritas dan objektivitas (Arens et al., 2011:74). Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktek akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh seorang auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari kepemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya. Disamping itu, auditor tidak hanya berkewajiban untuk mempertahankan sikap mental independen, tetapi ia juga harus dapat menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. Dengan demikian, disamping auditor harus independen auditor juga harus menimbulkan presepi
dikalangan
masyarakat atau pihak yang berkepentingan lainya bahwa ia benar-benar
20
independen dalam melaksanakan tugasnya dalam mengaudit laporan keuangan suatu entitas. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) bagian SA Seksi 220 (2011) menyatakan bahwa standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal auditor berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang auditor miliki, auditor akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Auditor wajib untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan auditor independen, seperti calon-calon pemilik dan kreditur. Meskipun auditor telah menggunakan keahliannya dengan jujur, namun sulit untuk mengharapkan masyarakat mempercayainya sebagai seorang yang independen. Masyarakat akan menduga bahwa kesimpulan dan langkah yang diambil oleh auditor independen selama auditnya dipengaruhi oleh kedudukannya sebagai anggota direksi. Demikian juga halnya, seorang auditor mempunyai kepentingan keuangan yang cukup besar dalam perusahaan yang di auditnya. Kepercayaan masyarakat umum atas sikap auditor independensi sangat penting bagi perkembangan profesi
21
akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang.
2.1.6 Aspek-aspek dalam Independensi (Arens et al, 2011:74) Independensi mencakup dua aspek, yaitu : a. Independence in Fact (Independensi dalam kenyataan) Independensi dalam kenyataan berkaitan dengan auditor
yang
bersikap bebas dari pengaruh kepentingan pribadi serta kemampuannya untuk mempertahankan sikap tidak memihak kepada klien selama pelaksanaan audit. Berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak di dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. b. Independence in Appearance (Independensi dalam penampilan) Independensi dalam penampilan berkaitan dengan adanya kesan dalam masyarakat bahwa auditor bertindak independen sehingga auditor harus menghindari keadaan-keadaan atau faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya.
2.1.7
Audit Fee Audit fee merupakan pendapatan (fee) yang diterima oleh auditor setelah melaksanakan jasa auditnya yang besarnya tergantung dari resiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya Kantor
22
Akuntan Publik ( KAP) yang bersangkutan dan pertimbangan professional lainnya (Mulyadi, 2009:63). Auditor tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi. Suyatmini (2002:22) menunjukkan bahwa independensi auditor diragukan apabila auditor menerima fee selain yang ditentukan dalam kontrak kerja, adanya fee bersyarat (contingent fee) dan menerima fee dalam jumlah yang besar dari klien yang diaudit. Dalam rapat komisi Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1990 mempertegas bahwa imbalan yang diterima selain fee dalam kontrak dan fee bersyarat tidak boleh diterapkan dalam pemeriksaan. Kode Etik tersebut menjelaskan : Dalam melaksanakan penugasan pemeriksaan laporan keuangan, dilarang menerima imbalan selain honorarium untuk penugasan yang bersangkutan. Honorarium tersebut tidak boleh tergantung pada manfaat yang akan diterapkan dalam pemeriksaan (Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia, 1990 pasal 6 butir 5). Menurut Supriyono (dalam Novitasari, 2004:26), pandangan masyarakat terhadap pemberian audit fee yang jumlahnya besar dapat menyebabkan
berkurangnya
independensi
auditor,
hal
tersebut
dikarenakan : a. Kantor akuntan yang mendapat fee besar merasa tergantung pada klien sehingga cenderung segan untuk menentang kehendak klien. b. Jika tidak memberikan opini sesuai keinginan klien, kantor akuntan khawatir akan kehilangan kliennya mengingat pendapatan yang akan diterimanya relatif besar.
23
c. KAP cenderung memberikan counterpart fee yang besar kepada salah satu atau beberapa pejabat kunci klien yang diaudit, meskipun tindakan ini dilarang oleh Kode Etik. Audit fee yang besar dapat mendorong kantor akuntan publik lebih independen karena dengan audit fee yang besar dapat tersedia dana untuk penelitian dan penerapan prosedur audit yang lebih luas dan seksama, dan kemungkinan audit fee yang diterima dari klien merupakan sebagian besar dari total pendapatan kantor akuntan atau hanya merupakan sebagian kecil dari total pendapatan kantor akuntan tersebut (Supriyono, 1988:60).
2.1.8
Ukuran Kantor Akuntan Publik American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) mengelompokkan atau menggolongkan
kantor akuntan menjadi dua
(dalam Merry Setyawati, 2004:9) yaitu : a. Kantor akuntan besar adalah kantor akuntan yang telah melakukan audit perusahaan go publik. b. Kantor akuntan kecil adalah kantor akuntan yang belum melakukan audit pada perusahaan go publik.
Kantor akuntan publik kecil kemungkinan kurang independen jika mengaudit perusahaan besar, kantor akuntan besar lebih independen dalam mengaudit perusahaan besar. Penelitian Hartley dan Ross (dalam Supriyono, 1988) menunjukkan bahwa kantor akuntan besar lebih independen dibandingkan dengan kantor akuntan kecil, hal ini disebabkan
24
oleh beberapa alasan : (1). Bagi kantor akuntan besar, hilangnya satu klien tidak begitu mempengaruhi pendapatannya, (2).Kantor akuntan besar biasanya mempunyai departemen audit yang terpisah dengan departemen yang memberikan jasa lainnya kepada klien, sehingga dapat mengurangi akibat negatif terhadap independensi akuntan publik.
2.1.9
Lamanya Hubungan Audit Dengan Klien American Institut of Certified Public Accountants (AICPA) menggolongkan lamanya penugasan audit seorang partner kantor akuntan publik pada klien ditentukan menjadi 2, yaitu : a). Lima tahun atau kurang b). Lebih dari 5 tahun. (Shockley dalam Simatupang , 2014: 48-49), Security and Exchange Commision (SEC) menyatakan bahwa partner yang memperoleh penugasan audit lebih dari lima tahun pada klien tertentu dianggap terlalu lama, sehingga bisa dimungkinkan mempunyai pengaruh negatif terhadap independensi auditor. Hal itu disebabkan karena semakin lama hubungan auditor dengan klien akan menimbulkan ikatan emosional yang cukup kuat. Jika hal tersebut terjadi, maka auditor yang seharusnya bersikap independen dalam memberikan opininya cenderung tidak independen. Di Indonesia penugasan audit terhadap seorang auditor terhadap klien tertentu dibatasi selama 3 tahun berturut-turut. Waktu 3 tahun juga dipandang oleh auditor sebagai waktu yang tidak terlalu lama sehingga
25
auditor tetap bisa mempertahankan independensinya. Menurut Keputusan Mentri Keuangan No. 423/KMK,06/2011, yang mengatur kantor akuntan publik hanya dibatasi 5 tahun dalam menangani perusahaan yang sama, sementara untuk auditor paling lama 3 tahun.
2.1.10 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan mengenai independensi auditor diantaranya dilakukan sebagai berikut : 1. Tondo Yudiasmoro (2007) melakukan penelitian tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat independensi penampilan akuntan publik. Variabel independen yang digunakan adalah ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha klien, persaingan antar KAP, jasa selain audit, lamanya penugasan audit, besarnya akuntan publik, dan besarnya fee audit. Sedangkan variabel dependennya adalah independensi penampilan akuntan publik. Hasil penelitian ini ditemukan bukti empiris bahwa ukuran KAP, lamanya hubungan audit, dan biaya jasa audit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor. 2. Prakoso (2012) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi independensi auditor. Variabel independen yang digunakan ukuran KAP, lamanya hubungan audit, dan Biaya jasa audit, sedangkan variabel dependennya adalah independensi auditor. Hasil penelitian ini ditemukan bukti empiris bahwa ukuran KAP, lamanya
26
hubungan audit, dan Biaya jasa audit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor. 3. Simatupang (2014) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi independensi akuntan publik. Variabel independen yang digunakan adalah ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha, pemberian jasa selain jasa audit, lamanya penugasan audit, ukuran KAP, audit fee, persaingan KAP, sedangkan variabel dependennya adalah independensi akuntan publik. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel tersebut yaitu ukuran KAP, audit fee, dan persaingan antar KAP berpengaruh signifikan terhadap independensi akuntan publik 4. Waluyo (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas audit,
audit fee, dan profil KAP terhadap independensi auditor. Variabel independen yang digunakan adalah kualitas audit, audit fee, dan profil KAP sedangkan variabel dependennya adalah independensi auditor. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut yaitu kualitas audit dan audit fee dan profil KAP berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor.
2.2
Rerangka Pemikiran Rerangka
Pemikiran
merupakan
suatu
model
yang
menggambarkan bagaimana hubungan antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini
27
yang merupakan variabel independen adalah audit fee, ukuran KAP, lamanya hubungan audit dengan klien, sedangkan variabel dependennya adalah independensi auditor. Adapun rerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Teori Sikap dan Perilaku Etis
Auditor
Independensi Auditor
Audit fee
Ukuran Kantor Akuntan Publik
Gambar 1 Rerangka penelitian
Lamanya Hubungan audit dengan klien
28
2.3
Perumusan Hipotesis
2.3.1
Pengaruh Audit Fee terhadap Independensi Auditor Audit Fee merupakan fee yang diterima oleh auditor setelah melaksanakan jasa auditnya yang besarnya tergantung pada resiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melakukan jasa tersebut, struktur biaya kantor akuntan publik yang bersangkutan dan pertimbangan professional lainnya (Mulyadi, 2005). Independensi auditor diragukan apabila ia menerima fee selain yang ditentukan dalam kontrak kerja, adanya fee bersyarat (contingent fee) dan menerima fee dalam jumlah yang besar dari klien yang diaudit. Audit fee yang besar kemungkinan dapat mengurangi independensi auditor, karena : (1). Kantor akuntan publik yang menerima fee besar merasa tergantung pada klien, (2). Kantor akuntan publik yang menerima fee besar dari klien takut kehilangan klien tersebut, (3). Kantor akuntan publik cenderung memberikan counterpart fee kepada pejabat kunci klien yang diaudit. Penelitian yang dilakukan Supriyono (1988:60) menunjukkan bahwa audit fee yang besar juga dapat mendorong kantor akuntan publik lebih independen karena dapat tersedia dana untuk penelitian dan penerapan prosedur audit yang lebih luas dan seksama, dan kemungkinan audit fee yang diterima dari klien merupakan sebagian besar dari total pendapatan kantor akuntan publik atau hanya merupakan sebagian kecil
29
dari total pendapatan kantor akuntan publik tersebut. Penelitin tersebut di dukung oleh penelitian Janti (2005) yang menunjukkan bahwa audit fee berpengaruh
positif
terhadap
independensi
auditor.
Berdasarkan
penjelasan tersebut maka dapat diambil hipotesis alternatif yaitu : H1 : Audit Fee berpengaruh positif terhadap Independensi Auditor
2.3.2
Pengaruh
Ukuran
Kantor
Akuntan
Publik
(KAP)
terhadap
Independensi Auditor Menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), kantor akuntan digolongkan ke dalam: 1). Kantor akuntan besar adalah kantor akuntan yang telah melaksanakan audit perusahaan go public. 2). Kantor akuntan kecil adalah kantor akuntan yang belum melaksanakan audit pada perusahaan go public. (Shockley dalam Prakoso, 2012) Mayoritas studi empiris yang ada berusaha menemukan hubungan antara ukuran besar kecilnya kantor akuntan publik dengan independensi auditor. Terdapat hubungan positif antara ukuran kantor akuntan publik dengan independensi auditor. Semakin besar kantor akuntan publik maka semakin besar pula independensi auditor, karena kantor akuntan publik besar cenderung lebih tahan terhadap berbagai tekanan yang diberikan oleh klien sehingga mereka tetap mampu mempertahankan independensinya. Namun seperti ditunjukkan oleh hasil penelitian dari Goldman dan Barlev (1974) seseorang tidak seharusnya menyimpulkan bahwa kantor
30
akuntan publik yang berukuran besar akan kebal terhadap tekanan dari klien, dan persaingan antara kantor akuntan publik dalam mencari klien mungkin sama besarnya dengan persaingan yang terjadi antara kantor akuntan publik yang berukuran kecil. Kantor akuntan publik besar bukan jaminan bisa bertahan atas tekanan yang ditimbulkan dari pihak klien. Hal tersebut di dukung oleh penelitian Ferraria (2015) menunjukkan adanya pengaruh negatif ukuran kantor akuntan publik terhadap independensi auditor. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat diambil hipotesis alternatif yaitu : H2 : Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) berpengaruh negatif terhadap Independensi Auditor
2.3.3
Pengaruh Lamanya Hubungan Audit dengan Klien terhadap Independensi Auditor American Institute of Certified Public Accountans (AICPA) menggolongkan lama penugasan audit menjadi dua yaitu: (1) lima tahun atau kurang, dan (2) lebih dari lima tahun. Penugasan
audit
lebih
dari
lima
tahun
dianggap
dapat
mempengaruhi independensi auditor karena dapat menimbulkan hubungan tertutup, sehingga akuntan publik lebih memperhatikan kepentingan klien dan kurang ketat dalam melaksanakan prosedur audit. Sebaliknya, penugasan audit yang lama kemungkinan dapat pula meningkatkan independensi karena akuntan publik atau auditor sudah familier, sehingga
31
pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien dan lebih tahan terhadap tekanan klien (Supriyono dalam Novitasari, 2004:37). Shockley (dalam Simatupang, 2014) menyatakan bahwa apabila seorang auditor dalam menyelesaikan tugasnya lebih dari lima tahun berturut – turut, maka berdampak negatif terhadap independensi auditor. Semakin lama hubungan auditor dengan klien akan menyebabkan timbulnya ikatan emosional yang cukup kuat lebih dari sekadar hubungan kerja. Sehingga independensi auditor cenderung melemah dan mungkin akan mengeluarkan opini tidak sesuai. Jika ini terjadi, maka seorang auditor yang seharusnya bersikap independen dalam memberikan opininya menjadi cenderung tidak independen atau bahkan akan sulit bagi auditor untuk menegakkan independensinya. Hal tersebut di dukung oleh penelitian Ferraria (2015) menunjukkan adanya pengaruh negatif lamanya hubungan audit dengan klien terhadap independensi auditor. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat diambil hipotesis alternatif yaitu : H3 : Lamanya Hubungan Audit dengan Klien berpengaruh negatif terhadap Independensi Auditor